Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Kesehatan Masyarakat Khatulistiwa

Vol x, No x, Bulan xxxxxxxx Tahun 20xx, Hal. xxx-xxx


P-ISSN 2355-2018, E-ISSN 2581-2858
Journal DOI: https://doi.org/10.29406/jkmk
Website: http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/JKMK

RESEARCH Open Access

FAKTOR KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI DI SMA NEGERI 3 SUKADANA

Devi Wahyulianti1*, Ismael Saleh 2, Otik Widyastutik3


1,2,3
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak

Menerima: Revisi: Diterima:

ABSTRAK
Anemia pada usia remaja ditandai dengan kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dL. Remaja putri berisiko tinggi mengalami
anemia dan malnutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia
pada siswi di SMA Negeri 3 Sukadana. Penelitian menggunakan desain cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 55
responden yang diambil dengan teknik total sampling. Penelitian dilaksanakan pada 18 Februari sampai 9 Maret 2022. Uji
statistik menggunakan uji Chi-Square dan Prevalens Ratio (PR) dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada siswi di SMA Negeri 3 Sukadana, yaitu
asupan protein kurang (p value = 0,027; PR = 3,897), aktivitas fisik kurang (p value = 0,009; PR = 3,290), pola menstruasi
tidak teratur (p value = 0,019; PR = 2,424), status gizi tidak normal (p value = 0,016; PR = 3,055), dan tidak patuh
mengkonsumsi tablet Fe (p value = 0,002; PR = 4,645). Asupan karbohidrat dan lemak tidak berhubungan signifikan
dengan kejadian anemia pada siswi (p value > 0,05). Asupan protein, aktivitas fisik, pola menstruasi, status gizi, dan
kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada siswi, diharapkan
siswi untuk makan secara teratur 3 kali sehari dengan gizi seimbang lebih banyak dari biasanya terutama makanan yang
mengandung protein, zat besi dan asam folat untuk mengatasi anemia, melakukan olahraga 30 menit paling sedikit tiga kali
seminggu, dan patuh mengkonsumsi tablet Fe 1 minggu sekali untuk mencegah anemia.

Kata kunci: Anemia, Asupan Gizi, Remaja Putri

ABSTRACT
Anemia in adolescence is characterized by a hemoglobin level of less than 12 g/dL. Adolescent girls are at high risk of
anemia and malnutrition. This study aims to determine the factors associated with the incidence of anemia in female
students at SMA Negeri 3 Sukadana. Research using cross sectional design. The research sample was 55 respondents who
were taken by total sampling technique. The research was conducted from 18 February to 9 March 2022. The statistical
test used the Chi-Square test and the Prevalence Ratio (PR) with a 95% confidence level. The results showed that the
factors associated with the incidence of anemia in female students at SMA Negeri 3 Sukadana were insufficient protein
intake (p value = 0.027; PR = 3.897), lack of physical activity (p value = 0.009; PR = 3.290), irregular menstrual patterns
regularly (p value = 0.019; PR = 2.424), nutritional status is not normal (p value = 0.016; PR = 3.055), and is not obedient
in consuming Fe tablets (p value = 0.002; PR = 4.645). Carbohydrate and fat intake was not significantly related to the
incidence of anemia in female students (p value > 0.05). Protein intake, physical activity, menstrual patterns, nutritional
status, and adherence to consuming Fe tablets are factors associated with the incidence of anemia in female students. It is
expected that female students eat regularly 3 times a day with more balanced nutrition than usual, especially foods that
contain protein, iron iron and folic acid to treat anemia, exercise for 30 minutes at least three times a week, and adhere to
taking Fe tablets once a week to prevent anemia.

Keywords: Anemia, Nutrition intake, Female students

*corresponding Author:
Devi Wahyulianti
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Pontianak, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia
Email : deviwahyulianti189@gmail.com
Jurnal Kesehatan Masyarakat Khatulistiwa is licensed under a Creative Commons Attribution-
ShareAlike 4.0 International License.
Faktor Kejadian Anemia pada Siswi …(Devi Wahyulianti, et al)
DOI:xx.xxxxx/JKMK.v8i2.2624
JKMK Volume x, No. x, Bulan.xxxxxxx, Tahun xxxx, Hal. xxxx

PENDAHULUAN
Anemia merupakan masalah kesehatan serius yang banyak terjadi pada anak-anak dan wanita
hamil. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 42% anak-anak di bawah usia 5
tahun dan 40% ibu hamil di seluruh dunia mengalami anemia.1
Prevalensi anemia secara global pada tahun 2019 cukup tinggi mencapai 29,9% terjadi pada
wanita usia subur berusia 15-49 tahun yang banyak dialami wanita hamil (36,5%), dan 29,6% pada
wanita tidak hamil usia subur.2 Remaja adalah individu berusia 10-19 tahun yang sedang mengalami
masa transisi pertumbuhan dan perkembangan secara bertahap. Remaja putri berisiko tinggi
mengalami anemia dan malnutrisi.3
Angka kejadian anemia di negara berkembang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
termasuk Indonesia. Sekitar 27% remaja putri mengalami anemia di negara berkembang. Anemia
pada usia remaja ditandai dengan kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dL. Di Indonesia terjadi
peningkatan prevalensi anemia pada remaja putri.4
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan bahwa prevalensi
anemia pada remaja putri mencapai 48,9% lebih tinggi dibandingkan hasil Riskesdas 2013, yaitu
37,1%. Proporsi anemia ada di kelompok umur 15-24 tahun dan 25-34 tahun. Prevalensi anemia
kelompok umur 15-24 tahun meningkat dari 18,2% menjadi 32,0%. Provinsi Kalimantan Barat
menempati urutan ke-12 tertinggi dengan prevalensi 23,4% dan lebih tinggi 11,5% dibandingkan
prevalensi nasional. Di Kalimantan Barat remaja putri yang tidak mendapatkan pemberian tablet Fe
sebesar 57,44%, sedangkan di Kabupaten Kayong Utara remaja putri yang tidak mendapatkan tablet
Fe sebesar 78,6%. Cakupan pemberian tablet Fe pada remaja putri belum memenuhi target nasional
sebesar 30%.5
Tablet zat besi (Fe) merupakan tablet mineral yang diperlukan oleh tubuh untuk pembentukan
sel darah merah atau hemoglobin. Unsur Fe merupakan unsur paling penting untuk pembentukan sel
darah merah. Zat besi secara alamiah didapatkan dari makanan. Jika manusia kekurangan zat besi
pada menu makanan yang dikonsumsinya sehari-hari dapat menyebabkan gangguan anemia gizi
(kurang darah).6
Kabupaten Kayong Utara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat dengan
luas wilayah 4.568,26 km² terdiri dari 6 kecamatan, yaitu Pulau Maya, Kepulauan Karimata,
Sukadana, Simpang Hilir, Teluk Batang, dan Seponti. Sebanyak 18,6% penduduk Kabupaten
Kayong Utara adalah remaja usia sekolah 10-19 tahun. Pusat pemerintahan terletak di Kecamatan
Sukadana. Kecamatan Sukadana menempati urutan kedua jumlah penduduk terpadat setelah
Kecamatan Simpang Hilir pada tahun 2021 sebanyak 30.779 jiwa yang tersebar di 10 Desa. Sebanyak
16,7% penduduk Kecamatan Sukadana remaja usia sekolah 10-19 tahun.7
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Sukadana merupakan salah satu dari enam
SMA/SMK di Kecamatan Sukadana. SMA Negeri 3 Sukadana terletak di Jalan Semenjak Desa
Benawai Agung Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara. SMA Negeri 3 Sukadana pada
Faktor Kejadian Anemia pada Siswi …(Devi Wahyulianti, et al)
DOI:xx.xxxxx/JKMK.v8i2.2624
JKMK Volume x, No. x, Bulan.xxxxxxx, Tahun xxxx, Hal. xxxx

tahun pelajaran 2021/2022 memiliki 122 siswa terdiri dari 67 laki-laki dan 55 perempuan. Usia
remaja merupakan usia rentan terhadap masalah gizi disebabkan karena remaja memerlukan zat gizi
yang lebih tinggi untuk peningkatan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi secara dramatis,
perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan mempengaruhi tingkat asupan dan keadaan kebutuhan
gizinya. Remaja memiliki risiko tinggi terhadap kejadian anemia terutama anemia gizi besi.
Kejadian anemia pada remaja putri dapat dipengaruhi banyak faktor. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa kejadian anemia pada remaja putri disebabkan oleh faktor asupan protein,
asupan karbohidrat, asupan lemak, aktivitas fisik, pola menstruasi, status gizi, dan konsumsi tablet
Fe.8,9,10,11
Berdasarkan survei pendahuluan kepada 10 siswi di SMA Negeri 3 Sukadana, diperoleh hasil
6 orang (60,0%) mengalami anemia berdasarkan hasil pengukuran Hb siswi memiliki Hb < 12 g/dL.
Sebanyak 7 orang (70,0%) tidak makan pagi, karena lebih suka makan di sekolah. Sebanyak 5 orang
(50,0%) memiliki pola menstruasi yang tidak teratur, sedangkan sisanya mengalami siklus
menstruasi yang bervariasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian anemia pada siswi di SMA Negeri 3 Sukadana.

BAHAN DAN METODE


Penelitian menggunakan metode observasional analitik dengan rancangan cross sectional.
Penelitian dilakukan di di SMA Negeri 3 Sukadana Kabupaten Kayong Utara pada 18 Februari
sampai dengan 9 Maret 2022. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi kelas X, XI, dan XII
di SMA Negeri 3 Sukadana tahun pelajaran 2021/2022 sebanyak 55 orang diambil menggunakan
teknik total sampling dengan kriteria inklusi, yaitu bersedia dijadikan responden dengan
menandatangani inform consent saat pengambilan data, dan mengisi dengan lengkap kuesioner yang
diajukan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan teknik pengukuran. Kuesioner yang
diajukan berisi pertanyaan tentang konsumsi makanan menggunakan FFQ semi-kuantitatif, aktivitas
fisik menggunakan formulir aktivitas fisik 1 x 24 jam, pola menstruasi, dan konsumsi tablet Fe.
Teknik pengukuran dilakukan dengan cara mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kadar
hemoglobin (Hb) responden. Data yang terkumpul dianalisis univariat dan bivariat (uji chi-square)
yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase antar variabel yang disertai
dengan narasi.

HASIL
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar responden berumur ≤ 17 tahun (50,9%),
duduk di kelas X (38,2%), memiliki asupan protein kurang (70,9%), asupan karbohidrat kurang
(72,7%), asupan lemak kurang (74,5%), aktivitas fisik kurang (56,4%), pola menstruasi normal
(72,7%), status gizi tidak normal (58,2%), tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe (56,4%), dan tidak
mengalami anemia (61,8%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Faktor Kejadian Anemia pada Siswi …(Devi Wahyulianti, et al)
DOI:xx.xxxxx/JKMK.v8i2.2624
JKMK Volume x, No. x, Bulan.xxxxxxx, Tahun xxxx, Hal. xxxx

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

N (= 55
Karakteristik %
orang)
Umur (Tahun)
≤ 17 28 50,9
> 17 27 49,1
Kelas
X 21 38,2
XI 18 32,7
XII 16 29,1
Asupan protein
Kurang 39 70,9
Cukup 16 29,1
Asupan karbohidrat
Kurang 40 72,7
Cukup 15 27,3
Asupan lemak
Kurang 41 74,5
Cukup 14 25,5
Aktivitas fisik
Kurang 31 56,4
Cukup 24 43,6
Pola menstruasi
Tidak normal 15 27,3
Normal 40 72,7
Status gizi
Tidak normal 32 58,2
Normal 23 41,8
Konsumsi tablet Fe
Tidak patuh 31 56,4
Patuh 24 43,6
Kejadian anemia
Anemia 21 38,2
Tidak anemia 34 61,8
Sumber: Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel 2 diketahui kejadian anemia sebagian besar responden terjadi pada siswi
dengan asupan protein kurang dari AKG yang dianjurkan (48,7%), asupan karbohidrat kurang
(45,0%), asupan lemak kurang (43,9%), aktivitas fisik kurang (54,8%), pola menstruasi tidak normal
(66,7%), status gizi tidak normal (53,1%), dan tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe (58,1%). Uji
statistik chi square variabel asupan protein menunjukkan signifikansi (p = 0,023; PR = 3,897; 95%
CI = 1,025-14,822), aktivitas fisik menunjukkan signifikansi (p = 0,009; PR = 3,290; 95% CI =
1,273-8,507), pola menstruasi menunjukkan signifikansi (p = 0,019; PR = 2,424; 95% CI = 1,307-
4,495), status gizi menunjukkan signifikansi (p = 0,016; PR = 3,055; 95% CI = 1,183-7,885), dan
konsumsi tablet Fe menunjukkan signifikansi (p = 0,002; PR = 4,645; 95% CI = 1,546-13,954).
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Faktor Kejadian Anemia pada Siswi …(Devi Wahyulianti, et al)
DOI:xx.xxxxx/JKMK.v8i2.2624
JKMK Volume x, No. x, Bulan.xxxxxxx, Tahun xxxx, Hal. xxxx

Tabel 2. Analisis Bivariat


Kejadian Anemia
PR
Variabel Tidak p value
Anemia (95%CI)
Anemia
Asupan Protein
Kurang 19 48,7 20 51,3 0,027* 3,897
Cukup 2 12,5 14 87,5 (1,025-14,822)
Asupan Karbohidrat
Kurang 18 45,0 22 55,0 0,165 2,250
Cukup 3 20,0 12 80,0 (0,773-6,550)
Asupan Lemak
Kurang 18 43,9 23 56,1 0,240 2,049
Cukup 3 21,4 11 78,6 (0,709-5,920)
Aktivitas Fisik
Kurang 17 54,8 14 45,2 0,009* 3,290
Cukup 4 16,7 20 83,3 (1,273-8,507)
Pola Menstruasi
Tidak normal 10 66,7 5 33,3 0,019* 2,424
Normal 11 27,5 29 72,5 (1,307-4,495)
Status Gizi
Tidak normal 17 53,1 15 46,9 0,016* 3,055
Normal 4 17,4 19 82,6 (1,183-7,885)
Konsumsi Tablet Fe
Tidak patuh 18 58,1 13 41,9 0,002* 4,645
Patuh 3 12,5 21 87,5 (1,546-13,954)
Sumber: Data Primer, 2022
* Signifikan (p < 0,05)

PEMBAHASAN
1. Hubungan asupan protein dengan kejadian anemia pada siswi
Penelitian ini menunjukkan bahwa asupan protein merupakan faktor yang berhubungan
dengan kejadian anemia pada siswi di SMA Negeri 3 Sukadana. Siswi yang memiliki asupan
protein kurang dari AKG yang dianjurkan berpeluang 3,9 kali lebih besar mengalami kejadian
anemia. Ini sejalan dengan penelitian Sufyan et al (2019) yang menyatakan bahwa asupan protein
berhubungan signifikan dengan kejadian anemia pada siswi.12 Siswi yang memiliki asupan
protein kurang dari AKG yang dianjurkan berisiko 1,9 lebih besar mengalami kejadian anemia
dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan protein cukup.13
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa responden yang memiliki asupan protein
kurang dari AKG yang dianjurkan cenderung mengalami anemia (48,7%) lebih besar daripada
yang memiliki asupan protein cukup (12,5%). Sejalan dengan penelitian Agustina et al (2017)
menyatakan bahwa siswi yang memiliki asupan protein kurang dari AKG yang dianjurkan
cenderung lebih besar mengalami anemia (71,1%) daripada siswi yang memiliki asupan protein
cukup (36,6%).14
Protein sebagai sumber zat besi bersumber dari pangan hewani dan nabati. Zat besi heme
pada pangan hewani diabsorpsi secara lebih baik oleh tubuh. Sumber vitamin C dapat
meningkatkan penyerapan zat besi jika dikonsumsi secara bersamaan. Tubuh membutuhkan
Faktor Kejadian Anemia pada Siswi …(Devi Wahyulianti, et al)
DOI:xx.xxxxx/JKMK.v8i2.2624
JKMK Volume x, No. x, Bulan.xxxxxxx, Tahun xxxx, Hal. xxxx

hemoglobin dan sel darah merah dengan konsentrasi yang cukup untuk menghindari anemia.
Tubuh membutuhkan zat besi, vitamin B12, folat dan protein untuk memproduksi hemoglobin
dan sel darah merah. Hormon eritropoietin juga berperan dalam produksi sel darah merah. Asupan
makan yang kurang dapat menghambat individu mendapatkan kecukupan zat gizi yang
dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin dan sel darah merah.12
Asupan protein yang kurang akan mengakibatkan rendahnya kadar hemoglobin yang
merupakan protein pengikat globin dan heme sehingga akan terjadi defisiensi besi. Rendahnya
konsumsi protein dapat disebabkan karena konsumsi protein didominasi oleh protein nabati
daripada protein hewani yang seharusnya seimbang. Protein digunakan untuk proses
pertumbuhan dan sebagai cadangan energi jika asupan energi kurang. Kurangnya asupan protein
akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat, sehingga akan terjadi defisiensi besi.14
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswi SMA yang memiliki asupan
protein kurang dari AKG yang dianjurkan berisiko lebih besar mengalami anemia daripada yang
memiliki asupan protein cukup. Remaja yang kurang mengkonsumsi asupan protein yang
bersumber dari pangan hewani dan nabati dapat mengakibatkan kadar hemoglobin rendah
sehingga berisiko mengalami anemia. Diharapkan kepada siswi mengatur pola makan 3 kali
sehari dengan gizi seimbang lebih banyak dari biasanya terutama yang mengandung protein, zat
besi dan asam folat untuk mencegah dan mengatasi anemia.
2. Hubungan asupan karbohidrat dengan kejadian anemia pada siswi
Penelitian ini menunjukkan bahwa asupan karbohidrat bukan merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejadian anemia pada siswi di SMA Negeri 3 Sukadana. Namun, ada
kecenderungan siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari AKG yang dianjurkan
berpeluang 2,3 kali lebih besar mengalami anemia daripada yang memiliki asupan karbohidrat
cukup. Ini sejalan dengan penelitian Kurniasih et al (2022) menunjukkan bahwa asupan
karbohidrat bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja
putri.15
Karbohidrat adalah zat gizi makro pemasok energi paling banyak dalam tubuh karena 60-
80% kebutuhan energi dapat dicukupi oleh karbohidrat. Karbohidrat yang dikonsumsi sebagian
besar akan dipecah menjadi glukosa yang berperan dalam menyuplai kebutuhan energi tubuh
secara langsung. Jika karbohidrat yang dikonsumsi cukup, tubuh tidak akan menggunakan
cadangan lemak dan protein untuk menghasilkan energi.16
Orang yang kekurangan karbohidrat menyebabkan tubuhnya tidak mampu menciptakan
energi yang cukup yang mengakibatkan tubuh mudah lelah dan lemah. Tubuh mengalami
kesulitan untuk melawan berbagai penyakit dan proses penyembuhan luka. Tubuh juga tidak
mendapatkan vitamin dan mineral yang ditemukan dalam makanan mengandung karbohidrat,
sehingga sistem kekebalan tubuh akan berkurang, yang ada adalah peningkatan jumlah makanan
yang tinggi lemak dan kolesterol yang dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit jantung.9
Faktor Kejadian Anemia pada Siswi …(Devi Wahyulianti, et al)
DOI:xx.xxxxx/JKMK.v8i2.2624
JKMK Volume x, No. x, Bulan.xxxxxxx, Tahun xxxx, Hal. xxxx

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa asupan karbohidrat tidak


berhubungan signifikan dengan kejadian anemia pada siswi di SMA Negeri 3 Sukadana, akan
tetapi ada kecenderungan siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari AKG yang
dianjurkan berpeluang lebih besar mengalami anemia daripada yang memiliki asupan karbohidrat
cukup disebabkan karena kekurangan konsumsi makanan yang mengandung zat gizi makro.
Diharapkan siswi dapat mengkonsumsi makanan 3 kali sehari dengan gizi seimbang lebih banyak
dari biasanya terutama makanan yang mengandung karbohidrat untuk perbaikan gizi.
3. Hubungan asupan lemak dengan kejadian anemia pada siswi
Penelitian ini menunjukkan bahwa asupan lemak bukan merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejadian anemia pada siswi di SMA Negeri 3 Sukadana. Namun, ada
kecenderungan siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari AKG yang dianjurkan berpeluang
2,1 kali lebih besar mengalami anemia daripada yang memiliki asupan lemak cukup. Sejalan
dengan penelitian Kurniasih et al (2022) menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara asupan
karbohidrat dengan kejadian anemia. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa asupan lemak
bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri.15
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa responden yang memiliki asupan lemak
kurang dari AKG yang dianjurkan cenderung mengalami anemia (43,9%) lebih besar daripada
yang memiliki asupan lemak cukup (21,4%). Sejalan dengan penelitian Fithria et al (2021)
menyatakan bahwa siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari AKG yang dianjurkan
cenderung lebih besar mengalami anemia (45,5%) daripada yang memiliki asupan lemak cukup
(20,0%).9 Lemak merupakan sumber energi untuk pertumbuhan dan aktivitas. Asupan lemak yang
rendah mengakibatkan tidak terpenuhinya energi. Asupan lemak hewani yang rendah
berpengaruh pada asupan besi dan seng karena bahan makanan hewani merupakan sumber besi
dan seng.15
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa asupan lemak tidak berhubungan
signifikan dengan kejadian anemia pada siswi di SMA Negeri 3 Sukadana, akan tetapi ada
kecenderungan siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari AKG yang dianjurkan berpeluang
lebih besar mengalami anemia daripada yang memiliki asupan lemak cukup disebabkan karena
kekurangan konsumsi makanan yang mengandung lemak. Diharapkan siswi dapat mengkonsumsi
makanan 3 kali sehari dengan gizi seimbang lebih banyak dari biasanya terutama asupan lemak
untuk perbaikan gizi.
4. Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian anemia pada siswi
Penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik merupakan faktor yang berhubungan
dengan kejadian anemia pada siswi di SMA Negeri 3 Sukadana. Siswi yang memiliki aktivitas
fisik kurang, berpeluang 3,3 kali lebih besar mengalami kejadian anemia. Ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara aktivitas fisik
dengan kejadian anemia pada siswi SMA.(17). Siswi SMA yang tidak rutin melakukan aktivitas
Faktor Kejadian Anemia pada Siswi …(Devi Wahyulianti, et al)
DOI:xx.xxxxx/JKMK.v8i2.2624
JKMK Volume x, No. x, Bulan.xxxxxxx, Tahun xxxx, Hal. xxxx

fisik berpeluang 4,9 kali lebih besar mengalami anemia daripada yang rutin melakukan aktivitas
fisik. 8
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa responden yang memiliki aktivitas fisik
kurang cenderung mengalami anemia (54,8%) lebih besar daripada yang memiliki aktivitas fisik
cukup (16,7%). Sejalan dengan penelitian Ikhtiyaruddin et al (2020) menyatakan bahwa siswi
SMA yang tidak rutin melakukan aktivitas fisik menunjukkan adanya kecenderungan lebih besar
mengalami anemia (72,9%) daripada yang rutin melakukan aktivitas fisik (35,5%). Aktivitas fisik
yang kurang merupakan faktor risiko terjadinya anemia pada remaja. Remaja yang tidak rutin
melakukan aktivitas fisik dapat disebabkan rasa malas karena sudah lelah belajar di sekolah.
Aktivitas fisik yang kurang pada remaja menyebabkan metabolisme sel tubuh menurun sehingga
menyebabkan metabolisme dalam tubuh menurun pula. Zat besi adalah komponen pembentukan
hemoglobin. Produksi zat besi yang menurun akan mempengaruhi pembentukan hemoglobin
yang akan berdampak pada menurunnya pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh.8
Aktivitas fisik berat dapat mempengaruhi kadar hemoglobin dalam darah yang terjadi
karena hemolisis dalam darah sehingga proses pengangkutan oksigen dalam darah menjadi
terganggu dan menyebabkan kadar hemoglobin rendah.15 Melakukan aktivitas fisik dapat
merangsang pengeluaran hormon endorfin. Hormon endorfin dihasilkan di otak dan susunan
syaraf tulang belakang berfungsi sebagai obat penenang alami yang menimbulkan rasa nyaman
dan menghasilkan analgesik non spesifik jangka pendek untuk mengurangi dismenore.18
Aktivitas fisik seperti olahraga dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah.19
Remaja yang biasa berolahraga memiliki peluang lebih besar mencegah dismenore daraipada
yang tidak melakukan kebiasaan olahraga. Beberapa latihan dapat meningkatkan pasokan darah
ke organ reproduksi sehingga memperlancar peredarah darah. Olahraga teratur seperti jalan kaki,
jogging, berlari, bersepeda, renang atau senam aerobik dapat memperbaiki kesehatan secara
umum dan membantu menjaga siklus menstruasi yang teratur.20
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswi SMA yang memiliki aktivitas
fisik kurang berisiko lebih besar mengalami anemia daripada yang memiliki aktivitas fisik cukup.
Remaja yang kurang melakukan olahraga berisiko lebih besar mengalami anemia. Diharapkan
kepada siswi untuk melakukan olahraga rutin, seperti aerobik selama 30 menit setiap pagi
sebelum berangkat sekolah dan sebanyak tiga kali seminggu untuk mengurangi risiko kondisi-
kondisi kronis, seperti mengurangi rasa nyeri saat mentruasi dan mengatasi anemia.
5. Hubungan pola menstruasi dengan kejadian anemia pada siswi
Penelitian ini menunjukkan bahwa pola menstruasi merupakan faktor yang berhubungan
dengan kejadian anemia pada siswi di SMA Negeri 3 Sukadana. Siswi yang memiliki pola
menstruasi tidak normal, yaitu kurang dari 21 hari atau lebih dari 35 hari berpeluang 2,4 kali lebih
besar mengalami kejadian anemia. Ini sejalan dengan penelitian Ekasanti et al (2020) menyatakan
bahwa ada hubungan signifikan antara pola menstruasi dengan kejadian anemia pada siswi.4 Siswi
Faktor Kejadian Anemia pada Siswi …(Devi Wahyulianti, et al)
DOI:xx.xxxxx/JKMK.v8i2.2624
JKMK Volume x, No. x, Bulan.xxxxxxx, Tahun xxxx, Hal. xxxx

SMA yang memiliki pola menstruasi tidak normal berpeluang 4,2 kali lebih besar mengalami
anemia daripada yang memiliki pola menstruasi normal.8
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa responden yang memiliki pola menstruasi
tidak normal cenderung mengalami anemia (56,7%) lebih besar daripada yang memiliki pola
menstruasi normal (16,0%). Sejalan dengan penelitian Sari (2020) menyatakan bahwa siswi SMA
yang memiliki pola menstruasi tidak normal menunjukkan adanya kecenderungan lebih besar
mengalami anemia (72,2%) daripada yang memiliki pola menstruasi normal (25,4%). 21
Pola menstruasi adalah serangkaian proses menstruasi yang meliputi siklus menstruasi,
lamanya menstruasi, dan jumlah darah yang keluar saat menstruasi. Remaja putri yang sudah
memasuki masa pubertas akan mengalami menstruasi yang biasanya terjadi setiap bulan. Pola
menstruasi yang dialami remaja umumnya tidak teratur, sehingga memungkinkan remaja
mengalami perdarahan yang berlebihan saat menstruasi.22
Siklus menstruasi yang tidak teratur menyebabkan remaja kehilangan banyak darah
dibanding remaja dengan pola menstruasi teratur. Siklus haid dikatakan normal jika jarak antara
hari pertama keluarnya darah haid dengan hari pertama haid berikutnya terjadi antara 21-35 hari
dan hanya 10-15% yang memiliki siklus haid 28 hari dengan masa haid 3-5 hari, ada yang 7-8
hari. Ganti pembalut 2-5 kali setiap hari. Pembalut standar mampu menyerap 100 ml darah.
Lamanya siklus menstruasi dipengaruhi oleh usia, berat badan, aktivitas fisik, tingkat stres,
genetika dan nutrisi.23
Menstruasi yang dialami remaja putri setiap bulan merupakan salah satu faktor penyebab
anemia. Menstruasi pada remaja putri memberikan beban ganda bagi tubuh karena selain
mengalami pertumbuhan yang cepat, remaja mengalami pendarahan setiap bulannya. Keluarnya
darah dari tubuh remaja putri saat menstruasi menyebabkan hemoglobin yang terkandung dalam
sel darah merah juga ikut terbuang, sehingga cadangan zat besi dalam tubuh berkurang. Cadangan
zat besi yang berkurang dalam tubuh ini dapat menyebabkan anemia.21
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki pola
menstruasi tidak normal (< 21 hari atau > 35 hari) berpeluang lebih besar mengalami anemia
daripada yang memiliki pola menstruasi normal (21-35 hari). Faktor-faktor, seperti siklus
menstruasi yang pendek (< 21 hari), lama menstruasi tidak teratur, dan jumlah darah yang keluar
saat menstruasi terlalu banyak dapat menyebabkan remaja mengalami anemia akibat kekurangan
zat besi dan jika dibiarkan akan menjadi defisiensi besi anemia. Diharapkan kepada siswi untuk
memperbanyak makanan yang kaya akan zat besi dan membiasakan diri untuk sarapan pagi
sebelum ke sekolah.
6. Hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada siswi
Penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi merupakan faktor yang berhubungan dengan
kejadian anemia pada siswi di SMA Negeri 3 Sukadana. Siswi yang memiliki status gizi tidak
normal berpeluang 3,1 kali lebih besar mengalami kejadian anemia. Ini sejalan dengan penelitian
Faktor Kejadian Anemia pada Siswi …(Devi Wahyulianti, et al)
DOI:xx.xxxxx/JKMK.v8i2.2624
JKMK Volume x, No. x, Bulan.xxxxxxx, Tahun xxxx, Hal. xxxx

Sejalan dengan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara status
gizi dengan kejadian anemia pada siswi SMA.10 Siswi SMA yang memiliki status gizi tidak
normal berpeluang 6,5 kali lebih besar mengalami anemia daripada yang memiliki status gizi
normal.24
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa responden yang memiliki status gizi tidak
normal cenderung mengalami anemia (53,1%) lebih besar daripada yang memiliki status gizi
normal (17,4%). Sejalan dengan penelitian Sari (2020) menyatakan bahwa siswi SMA yang
memiliki status gizi tidak normal menunjukkan adanya kecenderungan lebih besar mengalami
anemia (70,0%) daripada yang memiliki status gizi normal (14,3%). 21
Status gizi menunjukkan keadaan tubuh sebagai akibat antara konsumsi, penyerapan dan
penggunaan zat-zat gizi atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam tubuh.
Status gizi merupakan cerminan dari konsumsi gizi yang cukup. Salah satu pengukuran
antropometri untuk mengetahui status gizi adalah dengan mengukur berat badan dan tinggi badan
yang disebut dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Model pengukuran ini lebih baik daripada
model pengukuran lainnya.25
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki status gizi
tidak normal. Hasil pengukuran BB/TB menunjukkan status gizi siswi termasuk dalam kategori
kurus dengan IMT < 18,5 banyak mengalami anemia. Remaja yang memiliki gizi kurang akan
menyebabkan tubuhnya menjadi kurus dan mengalami kekurangan energi kronis. Hal ini
disebabkan karena remaja terlalu sedikit makan dan sedang menjalani program diet. Remaja usia
13-20 tahun lebih banyak memperhatikan bentuk tubuhnya. Remaja yang memiliki gizi lebih
dapat dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan. Faktor utamanya adalah asupan energi
yang tidak sesuai dengan penggunaannya.26 Pola makan yang salah bisa meningkatkan risiko
status gizi buruk.27
Pada keadaan gizi kurang, asupan zat gizi berkurang, tubuh secara perlahan akan
melakukan proses adaptasi. Secara berangsur-angsur terjadi wasting, metabolisme melambat,
kebutuhan energi dan oksigen akan berkurang sehingga sel darah merah yang dibutuhkan untuk
mengangkut oksigen juga akan berkurang. Pengurangan massa sel darah merah adalah
konsekuensi normal dari pengurangan massa tubuh. Ketika asupan nutrisi berkurang, ada
pembatasan beberapa mikronutrien yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah.28
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki status gizi tidak
normal atau kurus (< IMT 18,5) berpeluang lebih besar mengalami anemia daripada yang
memiliki status gizi normal. Remaja yang memiliki gizi kurang akan menyebabkan tubuhnya
menjadi kurus dan mengalami kekurangan energi kronis karena remaja terlalu sedikit makan dan
sedang menjalani program diet. Pola makan yang salah dapat meningkatkan risiko status gizi
kurus. Diharapkan kepada siswi untuk melakukan pengaturan makanan dengan pola seimbang
bagi remaja untuk meningkatkan status gizi.
Faktor Kejadian Anemia pada Siswi …(Devi Wahyulianti, et al)
DOI:xx.xxxxx/JKMK.v8i2.2624
JKMK Volume x, No. x, Bulan.xxxxxxx, Tahun xxxx, Hal. xxxx

7. Hubungan konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada siswi


Penelitian ini menunjukkan bahwa konumsi tablet Fe merupakan faktor yang berhubungan
dengan kejadian anemia pada siswi di SMA Negeri 3 Sukadana. Siswi yang tidak patuh
mengkonsumsi tablet Fe 1 kali setiap minggu berpeluang 4,6 kali lebih besar mengalami kejadian
anemia. Ini sejalan dengan penelitian ada hubungan signifikan antara konsumsi tablet Fe dengan
kejadian anemia.13 Siswi SMA yang tidak mengkonsumsi tablet Fe secara rutin berpeluang 9,3
kali lebih besar mengalami anemia daripada yang mengkonsumsi tablet Fe secara rutin.24
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa responden yang tidak patuh mengkonsumsi
tablet Fe cenderung mengalami anemia (58,1%) lebih besar daripada yang patuh mengkonsumsi
tablet fe (12,5%). Sejalan dengan penelitian Dewayanti et al (2021) menyatakan bahwa siswi
SMA yang mengkonsumsi tablet Fe menunjukkan adanya kecenderungan lebih besar mengalami
anemia (50,0%) daripada yang tidak mengkonsumsi tablet Fe (9,7%). 24
Kepatuhan minum tablet Fe dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu petugas kesehatan
(seperti anggapan penggunaan tablet besi untuk pengobatan, kunjungan tindak lanjut yang buruk)
dan faktor individu, seperti kesadaran yang rendah akan manfaat tablet besi (Fe), adanya efek
samping dari tablet besi (Fe), kelupaan, perasaan mual/muntah.29 Semakin tinggi dosis yang
diberikan, semakin besar kemungkinan terjadinya efek samping. Zat besi yang diminum saat perut
kenyang akan mengurangi efek sampingnya, tetapi ini bisa menurunkan tingkat penyerapannya.
Pencegahan anemia dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan zat besi dengan cara
mengkonsumsi tablet Fe seminggu sekali saat sedang menstruasi.30
Siklus haid setiap wanita berbeda karena dipengaruhi oleh stres, hormon, dan aktivitas
fisik. Remaja putri dapat mengkonsumsi tablet tambah darah yang telah diberikan oleh pihak
puskesmas/sekolah untuk menggantikan zat besi yang hilang selama haid. Tablet tambah darah
juga dapat dikonsumsi seminggu sekali pada saat tidak haid untuk mencegah terjadinya anemia
dan dapat diminum dengan menggunakan air putih hangat.13 Jika kebutuhan zat besi tidak
terpenuhi dari makanan dapat ditambahkan suplemen zat besi. Suplementasi Fe merupakan salah
satu strategi untuk meningkatkan asupan Fe yang hanya berhasil jika remaja putri mematuhi
aturan konsumsi.24
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswi yang tidak patuh
mengkonsumsi tablet Fe berpeluang lebih besar mengalami anemia daripada yang patuh
mengkonsumsi tablet Fe. Pemberian tablet Fe atau TTD seminggu sekali selama menstruasi dapat
meningkatkan kadar haemoglobin darah untuk mencegah anemia pada remaja. Diharapkan
kepada remaja meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe seminggu sekali, mengikuti
penyuluhan tentang pentingnya suplementasi Fe dan efek samping dari konsumsi Fe, diperlukan
adanya dukungan dari orang tua dan guru serta peningkatan pengetahuan tentang pentingnya
konsumsi tablet Fe pada remaja.
Faktor Kejadian Anemia pada Siswi …(Devi Wahyulianti, et al)
DOI:xx.xxxxx/JKMK.v8i2.2624
JKMK Volume x, No. x, Bulan.xxxxxxx, Tahun xxxx, Hal. xxxx

KESIMPULAN
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada siswi di SMA Negeri 3
Sukadana, yaitu asupan protein, aktivitas fisik, pola menstruasi, status gizi, dan ketidakpatuhan
mengkonsumsi tablet Fe. Tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dan lemak dengan kejadian
anemia pada siswi. Diharapkan siswi untuk makan secara teratur 3 kali sehari dengan gizi seimbang
lebih banyak dari biasanya terutama makanan yang mengandung protein, zat besi dan asam folat
untuk mengatasi anemia, melakukan olahraga 30 menit paling sedikit tiga kali seminggu, dan patuh
mengkonsumsi tablet Fe 1 minggu sekali untuk mencegah anemia.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala SMA Negeri 3 Sukadana beserta seluruh
guru dan staf tata usaha, Dekan beserta segenap civitas akademika Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pontianak, Marlenywati S.K.M., M.K.M., dan seluruh responden dalam
penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sun J, Wu H, Zhao M, et al. Prevalence and Changes of Anemia among Young Children and
Women in 47 Low- and Middle-income Countries, 2000-2018. eClinicalMedicine.
2021;41(2021):1-9. doi: 10.1016/j.eclinm.2021.101136.
2. WHO. Anaemia in Women and Children. 2020.
https://www.who.int/data/gho/data/themes/topics/anaemia_in_women_and_children.
3. Budhathoki L, Shrestha B, Phuyal N, et al. Prevalence of Anemia in Adolescent Girls attending
Specific Schools of Kavrepalanchok, Nepal. J Nepal Med Assoc. 2021;59(235):284-287. doi:
10.31729/jnma.6330.
4. Ekasanti I, Adi AC, Yono M, et al. Determinants of Anemia among Early Adolescent Girls in
Kendari City. Amerta Nutr. 2020;4(4):271-279. doi: 10.20473/amnt.v4i4.2020.271-279.
5. Kemenkes RI. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2018.
6. Kemenkes RI. Pentingnya Konsumsi Tablet Fe Bagi Ibu Hamil.
https://promkes.kemkes.go.id/pentingnya-konsumsi-tablet-fe-bagi-ibu-hamil.
7. BPS Kabupaten Kayong Utara. Kabupaten Kayong Utara dalam Angka 2022. Kabupaten
Kayong Utara: BPS Kabupaten Kayong Utara; 2022.
8. Ikhtiyaruddin I, Alamsyah A, Mitra M, et al. Determinan Kejadian Anemia pada Siswi di SMAN
1 Teluk Belengkong Kabupaten Indragiri Hilir pada Tahun 2019. J Kesehat Komunitas.
2020;6(1):56-62. doi: 10.25311/keskom.Vol6.Iss1.527.
9. Fithria F, Junaid J, Sarmin WOS. Hubungan antara Asupan Zat Gizi dengan Kejadian Anemia
pada Remaja Putri di SMA Negeri 1 Barangka Tahun 2019. Jurnal Ilm Mhs Kesehat
Masyarakat. 2021;6(1):136-142. doi: 10.37887/jimkesmas.v6i1.16342.
10. Kalsum U, Badar. The Risk Factors Determining Anemia and Its Effect among Senior High
School Students in Samarinda, Indonesia. Heal Notions. 2021;5(6):189-194. doi:
https://doi.org/10.33846/hn50602.
11. Nirmala R, Kusumaningtiar DA, Situngkir D, et al. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Anemia pada Remaja Putri Usia 13-19 Tahun di Poli PKPR Puskesmas Kecamatan
Kembangan. Maj Ilmu Keperawatan dan Kesehat Indones. 2021;10(2):209-217.
http://jurnal.stikeswirahusada.ac.id/mikki/article/view/374/pdf.
12. Sufyan D, Oy S, Mardiana S. Hubungan antara Kecukupan Energi dan Protein dengan
Prevalensi Anemia pada Wanita Usia Subur di Kecamatan Ciampea Bogor. J Ilm Kesehat Masy.
2019;11(3):232-237. doi: https://doi.org/10.52022/jikm.v11i3.8.
Faktor Kejadian Anemia pada Siswi …(Devi Wahyulianti, et al)
DOI:xx.xxxxx/JKMK.v8i2.2624
JKMK Volume x, No. x, Bulan.xxxxxxx, Tahun xxxx, Hal. xxxx

13. Marlenywati M, Kurniasih S. Hubungan antara Asupan Protein, Zat Besi, Vitamin C, Konsumsi
Kopi, Konsumsi Teh, Konsumsi Obat Cacing, dan Konsumsi Tablet Fe pada saat Haid dengan
Kadar Hemoglobin Siswi SMA Negeri 2 Pontianak Tahun 2019. J Kesmas (Kesehatan
Masyarakat) Khatulistiwa. 2020;7(2):40-53. doi: 10.29406/jkmk.v7i2.2011.
14. Agustina EE, Laksono B, Indriyanti DR. Determinan Risiko Kejadian Anemia pada Remaja
Putri Berdasarkan Jenjang Pendidikan di Kabupaten Kebumen. Public Heal Perspect J.
2017;2(1):26-33. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/phpj/article/view/10995/6674.
15. Kurniasih NID, Kartikasari A, Russiska R, et al. Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Riwayat
Penyakit dengan Kadar Hemoglobin pada Remaja Putri di SMAN 1 Luragung Kecamatan
Luragung Kabupaten Kuningan. J Nurs Pract Educ. 2021;1(2):83-90. doi:
10.34305/jnpe.v1i2.272.
16. Harjatmo TP, Par’i HM, Wiyono S. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2017.
17. Lutfiasari D, Yanuaringsih GP. Analysis of Factors That Influence The Incidence of Anemia In
Teenager at Al Ma’ruf Islamic Boarding School Kediri. Str J Ilm Kesehat. 2020;9(2):1291-
1299. doi: 10.30994/sjik.v9i2.460.
18. Sari SE, Kartasurya MI, Pangestuti DR. Anemia dan Aktivitas Fisik yang Ringan
Mempengaruhi Risiko Dismenore pada Remaja Putri. VISIKES J Kesehat Masy. 2018;6(5):437-
444. doi: https://doi.org/10.14710/jkm.v6i5.22068.
19. Hu M, Lin W. Effects of Exercise Training on Red Blood Cell Production: Implications for
Anemia. Acta Haematol. 2012;127(3):156-164. doi: 10.1159/000335620.
20. Rimbawati Y, Muniroh M. Hubungan Kebiasaan Olahraga, Status Gizi, dan Anemia dengan
Kejadian Disminore pada Remaja Putri. J ’Aisyiyah Med. 2019;4(1):78-91. doi:
10.36729/jam.v4i1.235.
21. Sari MR. Hubungan Pola Menstruasi dan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada Remaja
Putri di SMA Negeri 2 Tembilahan. J Kesehat Mercusuar. 2020;3(1):28-36. doi:
10.36984/jkm.v3i1.81.
22. Yunarsih Y, Antono SD. Hubungan Pola Menstruasi dengan Kejadian Anemia pada Remaja
Putri Kelas VII SMPN 6 Kediri. J Ilmu Kesehat. 2017;3(1):25-33. doi: 10.32831/jik.v3i1.42.
23. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009.
24. Dewayanti N, Sulaeman ES, Murti B. Multilevel Analysis on the Ecological Effect of School
on the Risk of Anemia among Female High School Students in Klaten Central Java. J Matern
Child Heal. 2021;6(1):1-14. doi: 10.26911/thejmch.2021.06.01.01.
25. Supariasa ID, Bakri B, Fajar I. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC; 2016.
26. Proverawati A. Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Media; 2011.
27. Mahan LK, Escott-Stump S. Krause’s Food & Nutrition Therapy. Missouri: Sounders Elsevier;
2010.
28. Kraemer K, Zimmermann MB. Nutritional Anemia. Switzerland: Sight and Life Press; 2007.
29. Yuniarti, Rusmilawaty, Tunggal T. Hubungan antara Kepatuhan Minum Tablet Fe dengan
Kejadian Anemia pada Remaja Putri di MA Darul Imad Kecamatan Tatah Makmur Kabupaten
Banjar. J Publ Kesehat Masy Indones. 2015;2(1):31-36. doi:
http://dx.doi.org/10.20527/jpkmi.v2i1.2707.
30. Septina Y. Hubungan Konsumsi Tablet Fe dengan Kadar Hb saat Menstruasi pada Remaja di
SMA Negeri 1 Lebakwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan. J Midwifery Care.
2020;1(1):51-58. doi: 10.34305/jmc.v1i1.181.

Anda mungkin juga menyukai