GZ, MPH
ANEMIA DI INDONESIA
DISUSUN OLEH :
A. Nasional
Angka prevalensi anemia di Indonesia, yaitu pada remaja wanita
sebesar 26,50%, pada wanita usia subur sebesar 26,9%, pada ibu hamil
sebesar 40,1% dan pada balita sebesar 47,0%5. Berdasarkan data dari
WHO (2011), dua miliar penduduk dunia mengidap anemia defisiensi zat
besi. Sekitar 50% kasus anemia diakibatkan karena defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi merupakan suatu kondisi ketika kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah tergolong rendah. Menurut hasil penelitian
yang dilakukan oleh WHO (2015) menyatakan bahwa prevalensi anemia
pada remaja putri sebesar 29%. Prevalensi anemia pada remaja putri
usia (usia 10-18 tahun) mencapai 41,5% di negara berkembang.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dengan
prevalensi anemia pada remaja putri di Indonesia menurut WHO
sebesar 37% lebih tinggi dari prevalensi anemia di dunia (WHO, 2015).
(Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, 2017).
B. Sulawesi tenggara
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Kendari tahun 2016
prevalensi anemia pada remaja sebesar 11,27%.
C. Target prevalensi
Target penurunan prevalensi anemia pada tahun 2016 yakni prevalensi
anemia menurun menjadi 8%. Selain itu cakupan pemberian Fe pada
remaja putri tingkat SMP dan SMA yakni 20% dari total remaja yang
ada.5 Program di tahun pertama masih belum berjalan secara efektif
dan hanya melihat cakupan pemberian saja. (PPAGB, JURNAL MKMI, Vol.
14 No. 1, Maret 2018)
c. Pendidikan Ibu
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan pendidikan ibu
dengan kejadian anemia di MAN 1 Metro Lampung Timur (p =
0,036 = 0,05). Penelitian ini tidak sesuai> dengan penelitian
Siahaan (2012)2 yang menyebutkan tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian anemia
pada remaja (p=0,53). Temuan ini sesuai dengan teori yang di
kemukakan Gunatmaningsih (2007) 16 yang menyatakan bahwa
seorang ibu yang berpendidikan rendah, kurang memperhatikan
makanan yang dikonsumsi anaknya dan kurang memperhatikan
pemenuhan kebutuhan gizi seimbang. Bagi keluarga dengan
tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima
informasi kesehatan khususnya bidang gizi, sehingga dapat
menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari.