Anda di halaman 1dari 4

Sariwangi, Pelopor Teh di Indonesia yang Kini Sudah Tidak Beroperasi Lagi

Kelompok 1 :
1. Adinda Dwi Rayani 31120001
2. Ajat Sudrajat 31120004
3. Dini Damayanti 31120016
4. Dwi Herawati 31120020
5. Fani Lutfia 31120023
6. Fasha Marita Andini 31120025
7. Feb Febriyanti 31120026

A. Berdirinya Sariwangi Sebagai Pelopor Teh di Indonesia


PT Sariwangi Agricultural Estate Agency adalah perusahaan yang berdiri sejak
tahun 1962 yang didirikan oleh Johan Alexander Supit. Sariwangi sendiri merupakan
perusahaan yang bergerak di bidang trading komoditas teh, perusahaan ini selanjutnya
bertransformasi menjadi produsen, yang meliputi proses blending serta pengemasan.
Di tahun 1972 sariwangi mulai memproduksi teh merek sariwangi dan
diproduksikan secara luas. Sariwangi memperoduksi tehnya sendiri dari proses racikan
resep, pencampuran teh, hingga produksi produk teh yang siap dijual. Pada rentang waktu
yang sama, Para Pendiri Perusahaan memperkenalkan teh dengan kemasan kantong.
Produknya menjadi teh celup pertama yang ada di Indonesia. Produk teh celup cukup
diterima karena cara mengkonsumsi yang dinilai lebih praktis ketimbang teh tubruk.
Selain itu, produk ini banyak diminati penduduk Indonesia lantaran harga Teh Sariwangi
yang terjangkau serta cita rasa teh yang kuat.
Pada masa jayanya, Sariwangi adalah perusahaan yang cukup kompetitif karena
menghasilkan sejumlah produk inovatif. Salah satu produk yang dihasilkan menjadi
"pelopor revolusi". Di tengah kemerosotan pasar teh daun Indonesia karena saat itu teh
dianggap sebagai minuman kuno dan tidak praktis dalam penyajiannya, teh celup
Sariwangi telah berhasil menempatkan dirinya sebagai merek teh celup terkemuka dan
meremajakan pasar teh di Indonesia.
Pada 1983, merek teh tersebut kemudian diakuisisi oleh Unilever, yang lantas
mengklaim Sariwangi merupakan merek teh celup terbesar di Indonesia. Tanpa
menghilangkan manfaat teh, sariwangi menawarkan produk yang lebih menarik dan
mudah penyajianya tanpa menghilangkan atau mengurangi manfaat teh. Bahkan setelah
12 tahun berikutnya sejak Unilever Indonesia menaungi sariwangi, produk-produk teh
mulai dikenalkan di luar negeri seperti di Rusia, Timur Tengah, Eropa, Australia, Asia
dan Amerika.
B. Latar Belakang Terjadinya Kebangkrutan :

1. Ekspansi Yang Tak Sesuai Ekspektasi


Awal dari ‘bencana’ yang dialami oleh Sariwangi dan Perkebunan Teh
afiliasinya tersebut terjadi pada tahun 2015. Kala itu, mereka ingin mencoba
melakukan ekspansi bisnis dengan cara memperluas sistem drainase air dan juga
teknologi penyiraman. Akan tetapi, ekspektasi besar itu ternyata hanya menjadi
imajinasi. Semua investasi yang telah dilakukan itu tidak sesuai dengan hasil yang
didapatkan.

Padahal, untuk melakukan dua kegiatan tersebut, PT. Sariwangi dan


afiliasinya harus melakukan peminjaman uang ke beberapa debitur hingga totalnya
mencapai 1,5 triliun. Dari jumlah uang yang dikeluarkan, hasil akhir tidak maksimal
sehingga PT. Sariwangi harus menanggung beban yang cukup besar. Sejatinya,
mereka sudah hampir dinyatakan bangkrut beberapa tahun silam tapi mereka bisa
mengajukan permohonan homologasi.

2. Terlilit Utang

Dalam perjalanannya, kejayaan Sariwangi lambat laun mulai pudar seiring


berakhirnya kerja sama dengan Unilever beberapa tahun sebelumnya. Pailitnya
minuman yang bagus untuk kesehatan ini terjadi lantaran mereka menanggung beban
hutang yang cukup besar. Sesuai dengan hukuman pengadilan Niaga Jakarta Pusat,
PT. Sariwangi Agricultural Estate Agency dikabarkan tidak mampu membayar hutang
yang mencapai lebih dari 1 triliun rupiah. Beban tersebut telah mereka pikul sejak
tahun 2015 ke beberapa kreditur, salah satunya adalah PT. Bank ICBC Indonesia.

Sariwangi bangkrut tidak sendiri. Sebab, rekannya PT. Maskapai Perkebunan


Indorub Sumber Wadung juga mengalami hal yang serupa. Perkebunan teh yang
berada di Bogor tersebut harus menanggung hutang yang besarnya mencapai 35,7
miliar. Sejatinya, kedua perusahaan tersebut sudah membayar cicilan bunga akan
tetapi besaran yang dibayarkan tidak sesuai dengan ketetapan yang sudah dijanjikan.
Kisah kejayaan Sari Wangi ini berakhir pada 2018 lalu dengan dinyatakannya
PT Sariwangi AEA dan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung resmi
berstatus pailit di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Perusahaan pengolahan dianggap
telah melanggar perjanjian perdamaian soal utang piutang dengan PT Bank ICBC
Indonesia. Setelah tagihan kredit utang bermasalah Bank ICBC Indonesia sepakat
dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Dalam PKPU, Sariwangi
tercatat memiliki utang senilai Rp 1,05 triliun, sementara Indorub berutang Rp 33,71
miliar ke sejumlah bank termasuk ICBC Indonesia. Total utang Sariwangi kepada
Bank ICBC Indonesia saat itu mencapai US$ 20.505.166 atau sekitar Rp 309,6 miliar.
3. Kurangnya Inovasi
Tanpa adanya produk andalan sariwangi, PT. Sariwangi tetap mencoba untuk
bertahan dengan mengeluarkan beberapa inovasi lain. Namun, tetap saja, masyarakat
sudah melekat dengan sariwangi. Beberapa kompetitor teh celup lain juga tidak
mampu ‘mengganggu’ penguasaanya di sektor pasar domestik. Oleh karena itu, PT.
Sariwangi pun menjadikan usaha trading teh dan penggilingan menjadi pemasukkan
utama mereka, seperti sebelumnya.

Namun jika dilihat secara jelas, PT. Sariwangi terlihat kurang inovatif dalam
mendeteksi target pasar di Indonesia. Bagaimana tidak, mereka tidak mencoba untuk
mengeluarkan produk baru, salah satunya adalah teh dalam bentuk lain, misalnya
botol ataupun gelas. Konsumsi teh siap minum memang telah menjadi gaya hidup
baru di Indonesia bahkan Teh Botol Sosro dan Teh Pucuk Harum memperoleh laba
besar dari produk mereka.

Angka penjualan minuman di dalam kemasan juga tidak kalah besar dari teh
celup. Menurut sebuah survei yang dibuat oleh Euromonitor International, daya beli
masyarakat terhadap teh botol meningkat pesat setiap tahunnya. Di tahun 2013, angka
penjualan telah menyentuh 25 miliar rupiah dan selalu meningkat belasan persen per
tahunnya.

C. Pelajaran
Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kejadian ini diantaranya :

Pertama, brand itu sangat penting. Bahkan harga brand boleh jadi lebih mahal
dibandingkan dengan aset fisik yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Orang-orang
yang cerdas dan berakal sehat akan fokus membangun brand dan intangible aset
lainnya. Dalam bahasa pengembangan diri, brand itu sama dengan reputasi diri.

Dengan reputasi inilah kita bisa memiliki pengaruh yang semakin meluas,
harga Anda semakin mahal. Reputasi yang baik juga akan menyelamatkan kita saat
kita gagal dan terpuruk. Bangunlah reputasi Anda semakin tinggi, semakin kuat dan
semakin mengakar.

Kedua, seriuslah membangun bisnis yang tidak akan merugi. Adakah bisnis
yang dijamin tidak akan rugi? Jawabnya, secara spiritual, ada. Dalam kitab suci
agama saya, Al Quran surat Faathir ayat 29 dinyatakan “Sesungguhnya orang-orang
yang selalu membaca kitab Allah (Al Quran), mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dengan diam-diam
maupun terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan
merugi”.

Jadi secara spiritual, ada tiga bisnis yang dijamin tidak merugi yaitu: membaca
Al Quran, mendirikan shalat, dan bersedekah. Silakan Anda perdalam dengan
bertanya tafsir surat ini kepada ustadz Anda. Setiap ada berita bisnis yang bangkrut
saya selalu teringat ayat ini. Seyognya, sebagai pebisnis atau sebagai profesional,
Anda tidak boleh meninggalkan perniagaan ini. Tentu bagi Anda yang beragama
Islam.

Ketiga, kurangi nafsu berhutang. Nafsu untuk membesarkan bisnisnya,


membuat management PT Sariwangi AEA pada tahun 2015 memutuskan untuk
meminjam uang kepada 5 bank yaitu HSBC, ICBC, Rabobank, Panin dan
Commonwealth. Ternyata proyek yang mereka kembangkan dengan dana pinjaman
ini hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Akhirnya, perusahaan yang sudah berdiri
setengah abad lebih tidak sanggup membayar dan dinyatakan gulung tikar.

Jangan demi gengsi dan gaya hidup, Anda rela berhutang kesana-kemari,
apalagi gali lubang dan tutup lubang hanya karena Anda ingin terrlihat menjadi orang
yang terpandang. Hidup bersahaja justeru menambah dan meningkatkan reputasi
Anda.

Sari Wangi memberikan pelajaran “wangi” kepada kita bahwa brand atau
reputasi nilainya sangat tinggi, kita jangan terjebak dalam kubangan hutang tiada
henti, dan bersegeralah aktif menjalankan perniagaan yang tiada merugi yang
keuntungannya bisa dibawa mati.

Anda mungkin juga menyukai