Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KIMIA ORGANIK II

REAKSI SN1

Disusun Oleh :

Paula Wulandari Soetjipto 062119001


Riana Anggraeni 062119003
Indrawan Maulana 062119009
Achmad Firmansyah 062119076

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Stereokimia kimia adalah susunan ruang dari atom dan gugus fungsi dalam molekul
umumnya, molekul organik dalam obyek tiga dimensi yang merupakan hasil hibridisasi dan
ikatan secara geometri dari atom dalam molekul. Ada tiga aspek kajian dalam pembahasan
topik stereokimia, yaitu keisomeran geometri, konformasi, dan kiralitas.
Pemahaman mendalam terhadap ketiga aspek terhadap ketiga aspek stereokimia membantu
stereokimia membantu seseorang mampu seseorang mampu menjelaskan menjelaskan
fenomena stereoisomer, yakni senyawa-senyawa yang mempunyai kesamaan rumus molekul
dan rumus molekul dan urutan terikatnya atom-atom dalam kerangka karbon, akan tetapi
mempunyai perbedaan penataan atom dalam ruang akan   berdampak pada perbedaan
sejumlah sifat, seperti kestabilan, kereaktifan, maupun interaksinya dengan molekul lain.

Terdapat dua reaksi substitusi nukleofilik yang dapat diterima,yaitu S N1 dan SN2. Simbol
SN menunjukkan reaksi substitusi nukleofilik, sedangkan arti 1 dan 2 adalah unimolekuler
dan bimolekuler. Reaksi SN1 adalah sebuah reaksi substitusi dalam kimia organik . SN1
adalah singkatan dari substitusi nukleofilik  dan "1" memiliki arti bahwa tahap penentu laju
reaksi ini adalah molekul tunggal. Reaksi ini melibatkan sebuah zat antara karbokation dan
umumnya terjadi pada reaksi alkil halida sekunder  ataupun tersier, atau dalam keadaan asam
yang kuat, alkohol sekunder dan tersier.

1.2 TUJUAN

1. Mengetahui mekanisme reaksi SN1


2. Mengetahui tahapan mekanisme reaksi SN1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 SUBSTITUSI NUKLEOFILIK

Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian suatu gugus yang mudah  pergi (leaving
group), umumnya gugus halida ( X = F, Cl, Br, I) dengan gugus lain. Penggantian gugus
mudah pergi oleh suatu nukleofilik (suka inti, ion muatan negatif) disebut substitusi
nukleofilik (Ismono dkk, 2018).

Dalam reaksi substitusi alkil halida, ion iodida adalah halida yang paling mudah
digantikan, baru ion bromida dan kemudian klorida. Karena F - merupakan basa yang lebih
kuat daripada ion halida lain, dan karena ikatan C-F lebih kuat daripada ikatan C-X lain
fluorida bukan gugus pergi yang  baik. Dari segi praktis, hanya Cl, Br dan I merupakan
gugus pergi yang cukup cukup  baik sehingga bermanfaat dalam reaksi-reaksi substitusi
Fessenden dan Fessenden, 1986).
Umumnya, sebuah nukleofil ialah spesi apa saja yang tertarik ke suatu  pusat positif. Jadi
sebuah nukleofil ialah suatu basa Lewis. Kebanyakan nukleofil adalah anion. Namun,
beberapa molekul polar yang netral, seperti H2O, CH3OH dan CH3NH2 dapat juga bertindak
sebagai nukleofil. Molekul netral ini memiliki pasangan elektron menyendiri, yang dapat
digunakan untuk membentuk ikatan sigma (Fessenden dan Fessenden, 1986).
2.2 REAKSI SN1
2.2.1 MEKANISME SN1

Mekanisme reaksi merupakan pemberian terinci mengenai  bagaimana  


berlangsung. Reaksi substitusi nukleofilik  unimolekuler (SN1) adalah reaksi
ion yang memiliki beberapa tahapan reaksi. Reaksi SN1 hanya terjadi pada
alkil halide tersier. Reaksi  Nukleofil yang dapat menyerang adalah nukleofil
nukleofil basa sangat lemah seperti H2O, CH3CH2OH.
 Pada tahap pertama, ikatan antara karbon dan gugus bebas (halida)
putus, atau substrat terurai. elektron ikatan terlepas  bersama
dengan gugus bebas, dan terbentuklah ion karbonium.
 Pada tahap kedua, yaitu tahap cepat, ion karbonium bergabung
dengan nukleofil akan membentuk produk awal, suatu alkohol
berproton .
 Tahap ketiga adalah lepasnya H+ dari dalam alkohol berproton
dalam suatu reaksi asam basa yang cepat dan reversibel dengan
pelarut.

Berikut merupakan diagram energi untuk reaksi SN1 :


Diagram energi dari reaksi SN1

Ada tiga keadaan transisi sebelum terbentuknya produk hasil. T hasil.


Tahap 1 Memiliki energi aktivasi tinggi pada tahap ini reaksi berjalan
berjalan lambat. Energi yang dibutuhkan dibutuhkan harus cukup untuk
memutuskan ikatan sigma C-X dan menghasilkan karbokation ion halida.
Tahap 2 Merupakan merupakan reaksi akan merupakan reaksi karbokation
dengan nukleofil dengan energi aktivasi rendah sehingga reaksi berjalan cepat.
Tahap 3 Merupakan pelepasan proton (Brown , 2014).

2.2.2 STABILITAS KARBOKATION

Penataan ulang karbokation dapat berlangsung melalui  pergeseran hidrida


maupun pergeseran metil untuk dapat memperoleh karbokation yang relatif
lebih stabil, sehingga produk yang diperoleh dapat  berupa suatu produk
campuran.
Karbokation yang terbentuk pada SN1 menentukan laju reaksi.
Karbokation yang lebih stabil akan mempercepat laju reaksi substitusi.
Karbokation primer dan kation metil bersifat tidak stabil, sehingga alkil halida
primer maupun metil halida tidak menjalani reaksi SN1.

2.2.3 LAJU REAKSI SN1

Laju reaksi SN1 tidak bergantung pada konsentrasi nukleofil, tetapi hanya
bergantung pada konsentrasi alkil halida.
Laju S N1 = k [RX]
Laju keseluruhan reaksi ditentukan seluruhnya oleh cepatnya RX
berionisasi membentuk karbokation R+. Tahap ionisasi ini ( tahap 1 dalam
reaksi keseluruhan) disebut tahap penentu-laju atau tahap  pembatas-laju.
Suatu reaksi SN1 bersifat orde pertama dalam laju karena laju itu
berbanding lurus dengan hanya konsentrasi satu pereaksi pereaksi (RX).
Reaksi ini adalah reaksi unimolekular karena hanya satu partikel (RX) yang
terlibat dala at dalam keadaan tra aan transisi tahap penentu-laju (angka 1
dalam SN1 merujuk ke unimolekular).
Tahap penentu-laju:

Reaktivitas relatif dalam reaksi SN1

Alkil halida mengalami subsitusi 11,6 kali lebih cepat daripada suatu alkil
halida primer, sedangkan alkil halida tersier bereaksi sejuta kali lebih cepat
daripada suatu halida primer.
Laju reaksi SN1 dari berbagai alkil halida bergantung pada energi
pengaktifan relatif yang mengakibatkan terbentuknya karbokation yang
berlainan. Dalam reaksi ini, energi keadaan transisi yang akan menghasilkan
karbokation itu sebagian besar ditentukan oleh kestabilan karbokation itu,
yang telah setengah terbentuk dalam keadaan transisi. Oleh karena itu reaksi
yang menghasilkan karbokation berenergi rendah dan stabil, akan berjalan
dengan laju yang tinggi.
Alkil halida tersier menghasilkan suatu karbokation yang lebih stabil
daripada karbokation yang berasal dari suatu metil halida atau alkil halida
primer, jadi reaksi ini mempunyai laju yang tinggi.

Mekanisme SN1

Alkana yang tersubstitusi dengan halogen (RX) disebut haloalkana atau


alkil halida. Di mana yang digantikan oleh halogen itu adalah atom hidrogen
dari alkana tersebut. Alkil halida dapat beraksi dengan suatu nukleofil.
Suatu nukleofil (Nu:) merupakan ion atau molekul yang kaya dengan
elektron yang bereaksi di daerah yang   bermuatan positif. Sehingga suatu
nukleofil ini akan bereaksi (menyerang) alkil halida pada atom karbon (C)
yang mengikat halida (X), akan menggantikan halida (X) dan menyebabkan
perginya halida oleh nukleofil. Halida yang digantikan ini disebut gugus pergi
(Fessenden dan Fessenden (Fessenden dan Fessenden 1985:287-298).
Mekanisme Reaksi SN1 kompleks karena adanya antaraksi antara molekul
pelarut, molekul RX, dan ion dan ion ion antara yang terbentuk.
Reaksi SN1 suatu alkil halide adalah reaksi yang bertahap (stepwise
reaction).
Tahap pertama berupa pematahan alkil halide menjadi sepasang ion; ion
halide dan suatu karbokation, suatu ion dalam atom karbon mengemban suatu
muatan positif. Karena reaksi SN1 melibatkan ionisasi, maka reaksi ini dibantu
dengan pelarut polar, seperti H2O, yang dapat menstabilkan ion dengan cara
solvasi (solvation).
Contoh:
t- butil bromida dengan nukleofil H2O (Fessenden,1986:182).

Pada tahap pertama (ionisasi), ikatan antara atom C dengan gugus


pergi putus. Gugus pergi yang terlepas dengan membawa pasangan
elektron akan membentuk karbokation.

Pada tahap kedua (kombinasi), karbokation bergabung dengan


nukleofil membentuk produk.

Pada tahap ketiga ( pelepasan H+ ) pada pelarut merupakan reaksi


asam-basa dan bukan merupakan tahap dari reaksi SN1.
Menurut Stanley H. Pine, dkk dalam buku Kimia Organik1 menyatakan Kecepatan reaksi
hanya bergantung pada konsentrasi t-butil  bromida. Substrat (t-butil bromida), dan bukan
nukleofilnya (air) yang terlibat dalam pengendalian laju dan reaksinya bertingkat ‘’satu’’
(Pine,1988:414).
Jadi yang terlibat hanya satu pereaksi dalam reaksi, yaitu alkil halida sedangkan nukleofil
tidak terlibat dalam pembentukan karbokation (penentuan laju reaksi). Pembentukan karbokation
menentukan mekanisme reaksi SN1, reaksi akan berlangsung cepat jika karbokation yang
terbentuk adalah struktur tersier dan akan  berlangsung lambat jika strukturnya primer.
Mekanisme untuk reaksi t-butil bromida dengan nukleofil H 2O disajikan dalam gambar 2
melibatkan tiga urutan langkah dasar. Setiap langkah memiliki transfer dalam keadaan transisi
dan potensial energy dalam grafik keseluruhan proses adalah gabungan diagram energy untuk
tiga langkah.
Pada keadaan transisi, molekul mengalami  pematahan dan pembentukan ikatan. Energi
potensial suatu keadaan transisi merupakan titik puncak dalam suatu kurva energi potensial.

Grafik yang
terjadi pada S N 1

Dari grafik dapat dilihat bahwa pada tahap 1 mempunyai energi aktivasi yang tinggi.
Dalam keadaan ini harus tersedia cukup energi agar alkil halide tersier mematahkan
ikatan sigma C-X dan menghasilkan karbokation serta ion halide. Proton yang ditransfer
sebagian terikat ke  bromide dan ke oksigen dari H2O pada keadaan transisi.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Reaksi SN1 adalah reaksi substitusi nukelofilik unimolekuler yang hanya terjadi
pada alkil halida tersier. Terdapat tiga tahapan pada reaksi SN1. Tahapan reaksi SN1 yang
pertama adalah pemutusan alkil halida menjadi sepasang ion yaitu ion halida dan suatu
karbokation kemudian dilanjutkan dengan penggabungan karbokation dengan nukleofil
yang menghasilkan  produk awal yaitu alkohol berproton. Tahap terakhir dari reaksi S N1
yaitu lepasnya H+ dari alkohol berproton sehingga terjadi reaksi asam basa.

3.2 SARAN

Dalam meninjau laju reaksi SN1 agar kecepatan laju reaksi naik maka karbokation
yang dihasilkan harus stabil daripada karbokation yang dihasilkan oleh metil halida atau
alkil halida primer.
DAFTAR PUSTAKA

Brown, William. 2014. Organic Chemistry Seventh Edition. USA: Wadesworth Cengage
Learning.

Carey, Francis A. 2000. Organic Chemistry Fourth Edition. New York: McGraw Hill
Companies Inc.

Fessenden, Ralp J., & Fessenden, Joan S. 1986. Kimia Organik Edisi III. Aloysius
Hadyana Pudjaatmaka, Penerjemah. Jakarta: Erlangga.

Ismono, dkk. 2018. Kimia Organik Lanjut: Mekanisme Reaksi. Surabaya : Unesa
University Press.

Anda mungkin juga menyukai