Anda di halaman 1dari 71

Laporan Pendahuluan

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004


tentang Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi yang mempunyai
peranan sangat penting dalam hal distribusi ekonomi mulai dari yang berskala
lokal, regional maupun Nasional, berbangsa dan bernegara, yang ditujukan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta untuk menghubungkan dan
mengikat seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejalan dengan tugas pokoknya, Dinas Pekerjaan Umum Kepulauan Bangka
Belitung bertanggung jawab di dalam penyelenggaraan jalan sebagaimana
diamanatkan di dalam undang-undang tersebut. Dinas Pekerjaan Umum
Kepulauan Bangka Belitung berupaya untuk menciptakan penyelenggaraan
sistem jaringan jalan yang mampu menunjang, mendorong dan menggerakkan
pengembangan wilayah dan kawasan, memiliki standar dan mutu yang
berkualitas melalui pembangunan, pemeliharaan, dan untuk meningkatkan dan
pengembalian kondisi sarana dan prasarana jalan dan jembatan.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud
Layanan konsultansi ini dimaksudkan untuk membantu Dinas Pekerjaan Umum
Kepulauan Bangka Belitung dalam kegiatan perencanaan teknik jembatan agar
tersedianya dokumen perencanaan teknik jembatan.

Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah tersedianya prasarana jalan termasuk bangunan
pelengkap jalan di wilayah Kepulauan Bangka Belitung, khususnya ruas
Jembatan Juru Seberang yang memenuhi standar pelayanan minimal, yang
berwawasan lingkungan, memperhitungkan aspek keselamatan dan
kenyamanan, serta untuk menjamin bahwa kegiatan perencanaan teknik
jembatan dilaksanakan sesuai rencana dengan menggunakan standar-standar
dan prosedur yang berlaku guna tercapainya mutu pekerjaan.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 1


Laporan Pendahuluan
1.3 LINGKUP PEKERJAAN PERENCANAAN

Lingkup pekerjaan perencanaan diuraikan sebagai berikut.


A. Koordinasi dan Persiapan, :
- Mengumpulkan informasi awal mengenai kondisi topografi, geologi,
tata guna lahan, lalulintas, serta lingkungan

B. Survey Lapangan
- Survey Pendahuluan
- Survey Topografi
- Survey Drainase
- Survey Geologi dan Geoteknik

C. Pengendalian Survey Pendahuluan dan Survey Detail


- Kendali Mutu Pengambilan data
- Proses Desain
- Pengendalian Proses Perencanaan

D. Pelaporan :
- Laporan Mutu Kontrak
- Laporan Pendahuluan
- Laporan Bulanan
- Laporan Antara
- Laporan Akhir
- Laporan Teknis
- Laporan Perencanaan
- Gambar Rencana A3
- Laporan perkiraan kuantitas dan biaya
- Laporan Penyelidikan tanah
- Laporan Topografi
- Laporan Hidrologi
- Laporan Lingkungan
- Laporan dokumen pelelangan Pekerjaan Fisik

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 2


Laporan Pendahuluan

BAB II. METODOLOGI


2.1 UMUM

Agar diperoleh hasil Studi Kelayakan Jembatan Juru Sebrang yang akurat
dalam memprediksi rencana penangan jalan dan tingkat kelayakan
ekonomi/financial dari setiap alternative penganan serta prediksi dampak
lingkungan serta metoda penangan lingkungannya dan sesuai dengan
ketentuan yang ada pada kontrak pekerjaan ini, maka disusun suatu
metodologi pelaksanaan berupa alur rencana kegiatan, dimulai dari pekrjaan
persiapan sampai dengan rekomendasi.

2.2 ALUR RENCANA KEGIATAN STUDI

Metodologi pendekatan analisis Studi Kelayakan Jembatan Juru Sebrang,


secara garis besar diterangkan pada Gambar 2.1. Adapun tahapan ataupun
alur pelaksanaan studi yang diperlukan terdiri dari kegiatan :

(1) Perasiapan dan Rencana Kerja, Meliputi:


- Mobilisasi personal dan peralatan kerja

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 3


Laporan Pendahuluan

Analisis Harga
Survey Harga Dasar Analisis Harga Satuan Pekerjaan
Peta Geologi
Konstruksi Satuan (Sekunder)
Analisis Kelayakan

LHR Ruas Jalan


Peta Rupa Bumi/ Peta Survey Reconaisance Seluruh Jaringan BOK & Aspek Kontruksi
Bakosurtanal
Without Nilai Waktu Benefit Aspek O/M
Proyeksi Project BOK &
Kecepatan Ruas Aspek Tanah
Rute Review Pilihan Lalulintas Nilai Aspek Benefit BOK
Pilihan Alternatif
Jalan Waktu
Overpass&Bridge Rute Alternatif dan Nilai Waktu
Rute Crossing – Drainage Awal Analisis Kajian & With Project LHR Ruas Jalan BOK & Aspek Tahapan
Sungai Proyeksi lalulintas Seluruh Jaringan Program
Nilai Waktu
Pengumpulan Data Utilitas dll
Sekunder Lingkungan Umum Perkiraan
Situs dll Kuantitas Kecepatan Ruas
No Survey Lalulintas Jalan
Studi Terdahulu
Tipikal
Kelayakan Awal
Persimpangan
Analisis
Survey Geoteknik Geoteknik
Sosbud Biaya
Teknis Kontru
Biaya Kontruksi Tipikal
ksi
Lingkungan Perkerasan
Ekonomi/Keu

Pembuatan Draft Plan Tipikal Plan Profile


Survey Topografi Peta Profile Struktur
Ok
Tipikal Biaya
Drainage Pemiliharaan
Penetapan Awal Rute/ Alinemen Rekomendasi
Operasi
& Simpang Susun Kelayakan
Tipikal
Survey Harga
Lainnya
Tanah (NJOP)

Draft Perkiraan Biaya Biaya Perkiraan


Analisis Harga Pengadaan Tanah Tanah
Tanah

Pre-Analisis – Penetapan Rute Survey – Analisis dan Perhitungan Rekomendasi Rencana


Pembangunan

Gambar 2.1 Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 4


Laporan Pendahuluan
- Administrasi proyek terkait dengan rencana pelaksanaan dan
survey lapangan Studi Studi Kelayakan Jembatan Juru Sebrang.
- Rencana Kerja
(2) Pengumpulan Data - Data
- Pengumpulan data lalulintas
- Pengumpulan data harga dasar dan harga satuan pekerjaan
- Pengumpulan data teknis jalan berupa data geometri dan data
konstruksi jalan
- Pengumpulan data topographi
- Pengumpulan data rencana tata ruang, rencana sistem
transportasi dan data – data social ekonomi.
- Pengumpulan data lingkungan meliputi data hidrologi, geologi dan
kawasan lindung.
(3) Analisis masalah dan metoda penanganan
- Analisis data lalu lintas dan prediksi lalu lintas kedepan dengan
adanya rencana penanganan dan tanpa rencana penanganan
jalan
- Analisis harga satuan pekerjaan dan biaya operasional kendaraan
- Analisis kapasitas jalan, analisis kekuatan struktur jalan dan
analisis potensi lingkungan (geologi, geoteknik dan hidrologi)
yang mempengaruhi konstruksi jalan
- Analisis dan alternatif penanganan jalan
- Analisis kondisi dan penanganan lingkungan dengan adanya
rencana penanganan dan tanpa rencana penanganan jalan
(4) Evaluasi ekonomi dan finansial serta lingkungan dari setiap alternatif
penanganan
(5) Rekomendasi penanganan

2.3 TAHAP PERSIAPAN DAN RENCANA KERJA


Tahapan persiapan terdiri dari kegiatan mobilisasi personil dan alat
yang akan dipergunakan serta kegiatan administrasi yang terkait dengan
pemilik proyek maupun instansi lain yang terkait sehubungan dengan
pelaksanaan kegiatan dan pelaksanaan survey.
Rencana kerja disusun berdasarkan metodologi pelaksanaan kegiatan
yang akan dilakukan dengan mempertimbangkan lama kegiatan serta
ketersedian personil. Secara rinci rencana kegiatan ini disusun dalam bentuk
jadwal kegiatan dan jadwal serta struktur personil yang akan diuraikan pada
bab selanjutnya.

2.4 PENGUMPULAN DATA – DATA

Data – data yang terkait dengan Studi Kelayakan Jembatan Juru


Sebrang dihimpun sebanyak mungkin dengan mengacu pada kerangka acuan
kerja. Data – data tersebut dapat berupa data primer yang langsung
diperoleh dari survey, pengujian atau pengamatan lapangan dan data
sekunder yang diperoleh dari studi-studi sebelumnya, data statistik maupun
data-data yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga terkait seperti Direktorat
Geologi, Bakosurtanal, Dinas Pekerjaan Umum dan lain-lain.
Pelaksanaan survai primer dilakukan langsung di lapangan untuk
mendapatkan nilai-nilai terukur yang dibutuhkan dalam pemodelan
transportasi, penentuan alternatif penanganan konstruksi jalan dan
penanganan dampak lingkungan.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 5


Laporan Pendahuluan

Survey yang terkait dengan kebutuhan pemodelan transpotasi antara


lain survey arus lalu lintas, geometrik jalan, asal tujuan perjalanan,
kecepatan perjalanan dan data tata guna lahan di daerah studi. Seiring
dengan dilakukannya survai lalu lintas, dilakukan survai geometrik jalan
untuk mengestimasi besaran kapasitas dan karakteristik dari fasilitas
transportasi yang bersangkutan. Data ini diperlukan untuk mengetahui
perkiraan kebutuhan fasilitas tambahan (pelebaran jalan, simpang, maupun
skema manajemen lalu lintas di masa yang akan datang.
Persiapan survai primer ini dilakukan untuk merencanakan secara
detail pelaksanaan survai yang berkaitan dengan :
(1) Pemilihan metode survai
(2) Penyiapan formulir survai sesuai dengan metode survai yang digunakan
(3) Persiapan sumber daya survai dan penyusunan jadual pelaksanaan
survai
Data –data sekunder yang dibutuhkan yang dibutuhkan antara lain
seperti pada tabel berikut ini

Tabel 2.1 Kebutuhan Data Studi Kelayakan Jembatan Juru Sebrang, .

No Jenis Data Sumber Data Kegunaan data


1 Sosial ekonomi - Prop. Sumatera - Identifikasi potensi dan
1.a Populasi dan Utara Dalam kendala perkembangan
Employment Angka (BPS) wilayah
1.b Ekonomi (PDRB, - Kabupaten/ - Kalibrasi model sistem
produksi, dll) Kota zona dan permintaan
1.c Fisik dan dalam Angka perjalanan
administrasi (BPS)
2 Jaringan jalan - Dinas Bina
- Identifikasi dan prediksi
2.a Kondisi fisik ruas Marga masalah serta alternatif
jalan Sumatera Utara
solusi
2.b Lalu lintas ruas jalan - IRMS - Penyusunan data base
2.c Hirarki Lingkungan model jaringan jalan
3 Tata ruang : - RTRw Propinsi - Identifikasi potensi
3.a Penggunaan ruang dan dan kendala
3.b Pola dan intensitas Kabupaten/Kot perkembangan wilayah
kegiatan a - Kalibrasi model sisem
3.c Kondisi Lingkungan - Wilayah dalam zona dan
3.d Kawasan andalan (BPS) permintaan perjalanan
3.e Core Business - Prediksi pola dan skala
3.f Hirarki kota dan perkembangan wilayah
fungsi - Prediksi besar dan pola
permintaanperjalanan
- Prediksi kebutuhan
jaringan
4 Lingkungan : - Departemen/ - Prediksi permasalahan
4.a Geologi dan Dinas terkait Geologi dan Geoteknik
Geoteknik - Prediksi permasalahan
4.b Hidrologi Hidrologi
4.c Kawasan lindung - Prediksi dampak lingk.
5 Studi Terdahulu - Pemda Prop - Kesamaan konsep dalam
Sumut, Pemda rencana penanganan

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 6


Laporan Pendahuluan

Kab maupun jalan Siborong-borong –


Dep. PU Aek Humbang – Sp.
Tandosan – Sipirok,
Sumut
6 Data Topographi Intansi terkait - Penyususnan peta tata
guna lahan, jaringan
jalan dan batas wilayah

2.5 ANALISIS MASALAH DAN METODA PENANGANAN

Analisis yang dilakukan untuk menilai kelayakan terhadap


penanganan ruas jalan Juru Sebrang harus meliputi setiap aspek
perencanaan kelayakan. Kajian teknis diperlukan dalam menganalisa
perancangan yang bersifat terukur atau kuantitatif berupa pemodelan
transportasi, perencanaan teknik jalan, perencanaan jembatan, dan estimasi
biaya pekerjaan, sedangkan aspek keilmuan lainnya harus diidentifikasi
sebagai besaran kualitatif seperti kajian dampak lingkungan dan sosial.
Analisis yang dilakukan harus sejalan dengan rencana perkembangan wilayah
khususnya Kabupaten .

2.5.1 Rencana Perkembangan Wilayah

Sebagaimana diketahui bahwa transportasi merupakan kebutuhan


turunan yang diakibatkan oleh tersebarnya pola tata ruang ( spasial
separation) karena kebutuhan manusia dan proses produksi (dari
penyediaan bahan mentah sampai dengan pemasaran) tidak dapat
dilakukan hanya pada satu lokasi saja, sehingga membutuhkan
pergerakan/transportasi. Tata ruang dan perkembangan faktor sosio
ekonomi masyarakat merupakan indikator yang merepresentasikan pola
kegiatan wilayah dengan rencana perkembangan akan sangat
mempengaruhi kebutuhan transportasi. Berdasarkan hal tersebut maka
dalam pekerjaan studi Studi Kelayakan Jembatan Juru Sebrang di
Kabupaten dibutuhkan analisa perkembangan wilayah sebagai masukan
untuk mempelajari bagaimana interaksi sosial-ekonomi masyarakat akan
menghasilkan kebutuhan perjalanan.
Dalam kaitannya dengan transportasi maka perkembangan wilayah
memegang peranan penting, karena setiap perubahan dalam wilayah akan
mempengaruhi tata ruang dan faktor sosio ekonomi yang akan secara
signifikan mempengaruhi pola dan besar permintaan perjalanan di wilayah
studi. Gambar 2.2 berikut menyajikan bagaimana interaksi antara
perkembangan wilayah dengan transportasi.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 7


Laporan Pendahuluan

Kebijakan Perencanaan Faktor Sosial Pola Tata


(RTRW, RENSTRA, dll) Ekonomi Guna Lahan

Perkembangan Kebutuhan
wilayah Transportasi

Mekanisme pasar Jumlah dan Pola


(market mechanism) Perjalanan

REGIONAL DEVELOPMENT TRANSPORT DEMAND

Gambar 2.2 Interaksi Perkembangan Wilayah dengan Kebutuhan Transportasi

Seperti terlihat pada Gambar 2.2, bahwa korelasi antara transportasi dan
perubahan atau perkembangan wilayah sangatlah besar. Dengan demikian,
pendekatan prediksi permintaan perjalanan nantinya tidak hanya
didasarkan kepada trend pertumbuhan perjalanan ( traffic growth) tetapi
juga tambahan dari dari hasil percepatan perkembangan wilayah akibat
perbaikan akses transportasi ini ( generated traffic). Selain itu perubahan
kebijakan lainnya juga akan mempengaruhi pola dan besarnya permintaan
perjalanan di wilayah studi, dengan demikian pemahaman mengenai
rencana perkembangan wilayah studi harus dilakukan secara komprehensif.

2.5.2 Pemodelan Transportasi

Dalam berbagai studi umumnya digunakan model perencanaan transportasi


empat tahap, karena selain kemudahannya juga kemampunannya dalam
menggambarkan berbagai interaksi antar sistem transportasi dan tata
ruang di wilayah studi. Secara umum model ini merupakan gabungan dari
beberapa seri submodel yang masing-masing harus dilakukan secara
berurutan, yakni: bangkitan perjalanan, sebaran perjalanan, pemilihan
moda, pemilihan rute. Struktur umum konsep model perencanaan
transportasi empat tahap ini disajikan pada Gambar 2.3.

A. Input Model

Data jaringan transportasi dan data sistem zona merupakan masukan


utama dalam model transportasi empat tahap. Data jaringan
transportasi merepresentasikan suplai dan kinerja jaringan transportasi
di wilayah studi, sedangkan data sistem zona merepresentasikan
karakteristik tata ruang di wilayah studi dan karakteristik sosio ekonomi

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 8


Laporan Pendahuluan

populasi yang ada di dalam tata ruang tersebut. Interaksi antara kedua
sistem tersebut akan menjadi bagian utama yang dianalisis dalam
model transportasi empat tahap.

Model Bangkitan
Data Jaringan Perjalanan Data Sistem Zona
Transportasi Wilayah Studi

Produksi
Perjalanan (Trip) Karakteristik Populasi
dan Tata Ruang Zona
Biaya Perjalanan antar
zona (aksesbilitas)
Model Sebaran
Perjalanan

MAT Antar Zona


Karakteristik Moda
Gambar
Karakteristik Pelaku
Perjalanan
Model Pemilihan
Moda Perjalanan

MAT Setiap Moda


Karakteristik Rute/Ruas
Model Pemilihan
Rute Perjalanan

Indikator Lalu Lintas

Gambar 2.3 Bagan Alir Pemodelan Transportasi Empat Tahap

- Model Bangkitan Perjalanan

Model bangkitan perjalanan (orang dan barang) merupakan suatu


bentukan persamaan matematis yang merepresentasikan korelasi antar
variabel sosio ekonomi wilayah studi dengan realitas transportasi atau
lalu lintas (orang/barang) saat ini. Atas dasar korelasi hubungan
tersebut dan prediksi perkembangan wilayah yang diperkirakan akan
terjadi maka kebutuhan perjalanan di masa yang akan datang dapat
diramalkan.

Model bangkitan perjalanan yang paling sering digunakan dalam kajian


transportasi regional adalah model analisis regresi multi linier, dimana
kebutuhan perjalanan (trip generation /attraction) sebagai variabel
terikat (Y) akan dikorelasikan dengan sejumlah data sosio ekonomi
sebagai variabel bebasnya (Xi), misalnya: jumlah penduduk,

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 9


Laporan Pendahuluan

PDRB/kapita, produksi pertanian, industri, dan lain sebagainya. Bentuk


umum dari model kebutuhan transportasi disampaikan sebagai berikut :

Y = f(x) = a + b1X1 + b2X2 + b3X3

Untuk menemukan bentuk persamaan yang terbaik untuk


wilayah studi perlu dilakukan kalibrasi model dengan data-data yang
ada.

- Model Sebaran Perjalanan (Trip Distribusion)

Model sebaran perjalanan dilakukan untuk memperoleh MAT ( Matrik


Asal Tujuan) perjalanan dari tata ruang/zona di wilayah studi, di mana
data bangkitan perjalanan setiap zona ( trip ends) sudah diperoleh dari
tahap model bangkitan perjalanan (trip generation) sebelumnya.

Proses pemodelan untuk sebaran perjalanan guna mendapatkan MAT


dasar dan prediksinya di masa datang ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Model Sebaran Perjalanan untuk


Prediksi MAT Wilayah Studi

- Model Pemilihan Moda Perjalanan (Modal Split Model)

Dalam kajian jaringan jalan maka model pemilihan moda merupakan


moda angkutan darat. Pergerakan arus lalu lintas dari dan ke setiap
zona direpresentasikan dalam sebuah jaringan jalan model dengan
matrik asal tujuan (kendaraan/waktu). Maka dalam proses pembebanan
pada jaringan jalan merupakan perpindahan kendaraan dari suatu
daerah ke daerah lainnya.
- Model Pemilihan Rute Perjalanan (Trip Assignment Model)

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 10


Laporan Pendahuluan

Pemodelan pemilihan rute atau sering juga disebut dengan


pembebanan jaringan jalan akan dilakukan dengan software yang ada,
di mana MAT moda jalan akan didistribusikan ke ruas jalan. Struktur
model pembebanan disampaikan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Struktur Umum Model Pemilihan Rute

Hasil pemodelan jaringan berupa indikator lalu lintas (arus lalu lintas,
kecepatan, waktu perjalanan, V/C) dianalisis lebih lanjut dengan model
nilai waktu untuk mendapatkan besaran ekonomi berupa biaya
perjalanan, penggunaan nilai waktu, dan biaya operasi kendaraan.

2.5.3 Penanganan Teknik Jalan

Yang dimaksud dengan penanganan jalan tidak terbatas hanya


penanganan badan jalan tetapi termasuk juga penaganan gorong-gorong
dan jembatan, agar ruas jalan dapat berfungsi dengan baik.

Secara umum penanganan jalan dikelompokan dalam 2 (dua) kelompok


penanganan yaitu:

1. Pelebaran badan jalan


2. Perbaikan teknis konstruksi jalan

Pelebaran badan jalan dilakukan bila kapasitas jalan yang ada


sudah tidak dapat mengakomodasikan volume lalu lintas yang melewati
jalan tersebut. Umumnya dicirikan dengan kondisi lalulintas dengan
kerapatan yang padat dan kecepatan rendah.

Perbaikan konstruksi jalan dilakukan bila konstruksi jalan mengalami


kerusakan. Beberapa penyebab kerusakan konstruksi jalan antara lain:
1. Beban Lalu lintas yang melewati jalan. Seharusnya kerusakan ini dapat
diperkirakan sesuai dengan umur layan jalan
2. Pergerakan patahan tanah aktif yang disebabkan kondisi geologi
3. Ketidakstabilan tanah dasar yang disebabkan oleh kondisi geoteknik
tanah
4. Ketidakstabilan lereng jalan
5. Kurang berfungsi atau tidak berfungsinya sistem drainase jalan

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 11


Laporan Pendahuluan

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan metoda


penanganan konstruksi adalah:
1. Biaya pelaksanaan haruslah ekonomis secara jangka panjang maupun
jangka pendek
2. Mudah pelaksanaan dan perawatannya
3. Disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya alam dan sumber daya
manusia yang ada dilokasi jalan

Penanganan jalan yang jarang dilakukan adalah perbaikan geometrik jalan.


Padahal banyak jalan di Indonesia yang dibangun mengikuti jalan tahan
yang telah ada dan tidak direncanakan untuk kecepatan kendaraan yang
cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh mahalnya biaya perbaikan geometrik,
dimana biaya yang diperlukan hampir setara dengan pembangunan jalan
baru.

2.5.4 Analisis Manfaat Penanganan Teknis Jalan

Biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk penanganan teknis


jalan haruslah dapat memberikan manfaat secara langsung bagi pengguna
jalan tersebut maupun secara tidak langsung bagi masyarakat disekitar
jalan.

Untuk mengukur manfaat bagi pengguna jalan akan digunakan metoda


dengan mengukur BKBOK (Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan)
yang diperoleh dari penghematan BOK (Biaya Operasi Kendaraan) pada
jaringan jalan sebelum adanya penanganan teknis jalan ( Do Nothing)
dengan BOK setelah ada penanganan teknis jalan ( Do Something) serta
penghematan NWK (Nilai Waktu Kendaraan) Do Nothing dengan Do
Something yang dikuantifisir dalam nilai uang selama umur rencana. Umur
rencana ini sangat terkait erat dengan metoda penangan teknis jalan yang
dipilih.
n n n
∑ ∑ ∑
i =1 BKBOKi= i =1 BOK+NWK(Do Nothing) - i =1 BOK+NWK(Do Something)

2.5.5 Kajian Dampak Lingkungan

Perencanaan jaringan jalan tentunya akan merubah kondisi lingkungan


eksisting. Makin berkembangnya suatu jaringan jalan terutama
meningkatnya kinerja ruas jalan Juru Sebrang yang melewati daerah
kajian, maka akan terjadi perubahan tata guna lahan pada saat
pembangunan dan pasca pembangunan. Maka berdasarkan hal tersebut
dilakukan analisis lingkungan yang dapat peramalan mengenai perubahan
lingkungan yang akan terjadi di masa mendatang.

Kajian lingkungan ini akan memberikan informasi yang cukup untuk


menentukan apakah ada rute alternatif yang kiranya mempunyai dampak
penting terhadap lingkungan. Untuk rute yang direkomendasikan, dirinci
semua dampak pembangunan proyek terhadap lingkungan dan diberikan

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 12


Laporan Pendahuluan

rekomendasi pemecahan yang tepat untuk menangani dampak yang tidak


diingikan.
Dalam memilih standar desain, alinyemen jalan, konstruksi
jembatan dan lokasi ekstraski material konstruksi, semua langkah yang
diambil akan diusahakan menghindari tanah pertanian, lokasi budaya dan
sejarah, hutan tropis dan suaka alam.

2.6 Kajian Kelayakan Proyek

Dari beberapa aspek analisa dan konsep penanganan jalan akan


menghasilkan beberapa usulan penanganan jalan untuk jangka waktu
pendek, menengah dan panjang.

2.6.1 Kajian Kelayakan Ekonomi

Kajian Kelayakan ini terkait dengan upaya untuk menentukan apakah proyek
tersebut akan memberikan sumbangan atau mempunyai peranan positif
dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan dan apakah peranannya
itu cukup besar untuk menjustifikasi penggunaan sumber-sumber daya yang
dibutuhkan. Kriteria penilaian yang digunakan adalah NPV (Net Present
Value), IRR (Internal Rate of Return) dan BCR (Benefit Cost Ratio) dan lain -
lain.

2.6.2 Kajian Kelayakan Lingkungan

Kajian ini dilakukan untuk mengkuantifisir seberapa besar manfaat serta


dampak lingkungan yang diperoleh dari kegiatan proyek dan menetapkan
metoda yang harus dilakukan dalam upaya pemantauan maupun penangan
dampak lingkungan pada tahap Pra Konstruksi, Masa Konstruksi dan Pasca
Konstruksi.

2.7 PERSIAPAN PELAKSANAAN DESAIN

Persiapan pelaksanaan desain dimaksudkan untuk memberikan gambaran agar


dalam pelaksanaan survey lapangan dan pelaksanaan detil perencanaan dapat
berjalan sesuai dengan standar perencanaan jalan dan jembatan yang berlaku.
A. Data Dasar
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. : 248/KPTSM/M/2012 Tentang Penetapan
Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri
(Jap) Dan Jalan Kolektor-1 (Jkp-1)
B. Standar Perencanaan Jalan
1. Manual Pencacahan Lalu Lintas Dengan Cara Manual Pd. T. 19-2004-B
2. Peraturaan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 tentang
Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
3. Tata Cara Survei Kondisi Jalan Kota, No : 005/T/BNKT/1991
4. Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, SK SNI-T22-1991-
03
5. Petunjuk Perencanaan Marka Jalan, No : 021/T/BNKT/1990

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 13


Laporan Pendahuluan

6. Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sederhana Jalan Perkotaan,


No : 002/P/BNKT/1991
7. Standar Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, RSNI T-14-2004
8. Spesifikasi Perencanaan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan,
No : 01/T/BNKT/1990
9. Manual desain perkerasan Jalan Nomor. 02/M/BM/2013
10. Tata Cara Pembebanan Jembatan/Jalan Raya, RSNI T-02-2005
11. Urban Drainage Guidelines and Technical Design Standart Tahun 1994
yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya
12. Petunjuk/Tata Cara/Standart lainnya yang saling berhubungan
C. Standar Perencanaan Jembatan
13. Perencanaan Bangunan Atas dan Bangunan Bawah supaya
diperhitungkan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan
Jembatan Jalan Raya SKBI No : 13.28.1987, UCD : 624.042; 624.041.
14. Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung
SNI-03-1726-2012
15. Kelas Jembatan yang menyangkut prosentase muatan yang
ada, akan ditetapkan kemudian bersama-sama Pemberi Tugas.
16. Pemilihan jenis konstruksi untuk Bangunan Atas maupun Bangunan
Bawah yang paling sesuai diusulkan oleh Konsultan yang selanjutnya
mendapat persetujuan dari Pemberi Tugas sendiri jenis konstruksi
Bangunan Atas maupun Bangunan Bawah yang paling tepat.
17. ditentukan bersama-sama dengan Pemberi Tugas.
18. Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Masuk ke Jembatan supaya
mengikuti Peraturan Tebal Perkerasan (Fleksibel) Jalan Raya
Direktorat Jenderal Bina Marga Nomor. 02/M/BM/2013
19. Dalam Penetapan letak dan lokasi jembatan sedapat
mungkin tidak dilakukan relokasi, apabila dalam pelaksanaan
terpaksa harus dilakukan maka perlu dilakukan studi mengenai
Dampak Lingkungan akibat adanya relokasi pembebasan tanah,
rumah penduduk, dll.
20. Dianjurkan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin bagian-bagian
jembatan lama yang masih dalam kondisi baik dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
D. Studi-Studi Terdahulu (bila ada)
E. Referensi Hukum
21. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.
22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006
Tentang Jalan.

2.8 SURVEY DAN INVESTIGASI

Guna mendapatkan data primer yang akurat dan tepat sesuai dengan yang
dibutuhkan dalam perhitungan, maka dibutuhkan kegiatan survey dan investigasi
lapangan, yaitu pada sepanjang ruas jalan yang akan dilakukan desain teknis
(DED).
Survey dan investigasi yang dilakukan dibagi menjadi :

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 14


Laporan Pendahuluan

- Survey Pendahuluan
- Survey inventory (survey kondisi jalan/jembatan)
- Survey Topografi
- Survey Penyelidikan tanah (test pit)
- Survey DCP
- Survey Lingkungan
- Survey Hidrologi dan Drainase
- Benkelman Beam
- Survey Bor Mesin dan Sondir
- Survey Data Hidrologi
- Hasil masukan lain yang dianggap penting untuk desain dan perencanaan

2.8.1 Survey Pendahuluan


Maksud dari kegiatan survey pendahuluan adalah menginventarisir dan
menghimpun data dari lapangan baik secara visual maupun tulisan sebanyak-
banyaknya. Data dapat berupa data primer maupun data sekunder yang didapat
dari instansi terkait, data dihimpun dan dianalisis sebagai penunjang data teknis.

Kegiatan survey pendahuluan bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai


kondisi lapangan eksisting serta untuk mengumpulkan data pendukung sebagai
pertimbangan untuk menetapkan desain jalan, baik perkerasan, drainase maupun
geometrik jalan dan melengkapi data serta hal lain yang menunjang pekerjaan
survey teknik (survey topografi, survey hidrologi dan survey tanah).

Ruang lingkup survey pendahuluan secara garis besar meliputi beberapa kegiatan
utama .
A. Koordinasi dan Persiapan
- Menyiapkan kelengkapan surat-surat administrasi dan data data awal
- Persiapan alat dan personil
- Menetapkan desain sementara dari data awal untuk dipakai sebagai
panduan survey pendahuluan.
B. Pelaksanaan Lapangan
 Penyiapan Peta Dasar
 Peta tata guna lahan
 Peta topografi, skala 1 : 25.000
 Peta Geologi skala 1 : 250.000
o Membuat estimasi panjang jalan, jumlah dan panjang jembatan,
box culvert dan gorong-gorong dan bangunan pelengkap lainnya
pada rute ruas jalan.
o Melakukan koordinasi dengan instansi terkait
o Mempelajari dan mengumpulkan laporan - laporan yang berkaitan
dengan wilayah yang dipengaruhi dan mempengaruhi jalan yang
akan direncanakan.
o Mengumpulkan data sekunder, meliputi :
- Data kelas, fungsi dan status jalan yang akan didesain
- Data volume lalu-lintas, minimal 3 tahun terakhir minimal dari
koridor jalan yang mewakili
- Data Vehicle Damage Factor yang dianggap mewakili
- Data curah hujan 10 tahun terakhir
- Data tata guna lahan

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 15


Laporan Pendahuluan

 Menentukan awal dan akhir proyek yang tepat untuk mendapatkan


overlapping yang baik dan memenuhi syarat geometrik.
 Mengidentifikasi medan secara stasioning/ urutan jarak dengan
mengelompokkan kondisi : medan datar, rolling, perbukitan,
pegunungan/ bukit curam dalam bentuk tabelaris.
 Inventarisasi stasiun-stasiun pengamat curah hujan pada daerah
rencana trase jalan melalui stasiun-stasiun pengamatan yang telah
ada ataupun pada jawatan Meteorologi setempat.
 Menganalisa secara visual keadaan tanah dasar serta kondisi
perkerasan jalan, bahu dan saluran samping pada daerah rencana
trase jalan.
 Mengumpulkan data yang diperlukan untuk kemungkinan diperlukan
pemasangan jembatan, gorong gorong dan bangunan pelengkap
lainnya.
 Pembuatan foto-foto untuk pelaporan
 Mengumpulkan data mengenai harga satuan, bahan dan upah.
 Mengumpulkan data tata guna lahan, lokasi quarry, pencapaian lokasi,
harga standar material di lokasi.
 Membuat laporan-laporan perihal uraian diatas dan memberikan saran-
saran yang dibutuhkan untuk survey teknik selanjutnya untuk
pekerjaan tersebut.

2.8.2 Inventarisasi Jalan dan Jembatan


Inventarisasi jalan dan jembatan adalah pendataan semua kondisi maupun
kerusakan jalan dan jembatan sepanjang yang ditetapkan dalam kontrak.
Pendataan disajikan dalam form yang telah ditetapkan sesuai dengan standar
yang berlaku.
Sasaran kegiatan ini adalah pengumpulan data secara umum menyangkut fitur-
fitur utama dan bangunan-bangunan struktur utama pada ruas jalan yang sedang
akan di desain, dan melengkapi hasil survey pendahuluan yang sudah
dilaksanakan, sebagai bahan masukan untuk perencanaan survey detail
selanjutnya.

Kegiatan inventarisasi ini diharapkan menghasilkan informasi yang komprehensif


mengenai data jalan untuk dipergunakan sebagai input tahapan detail
perencanaan teknis dan dapat dipergunakan untuk estimasi awal kuantitas
pekerjaan yang diperlukan.
Format isian dalam kegiatan inventarisasi ini menggunakan format standar yang
digunakan program IRMS.

2.8.3 Pengukuran Topografi


Pengukuran topografi adalah proses kegiatan pengumpulan data di atas
permukaan bumi yang selanjutnya hasil data ukur dipresentasikan dalam bentuk
peta topografi dengan menggunakan skala tertentu serta didokumentasikan dalam
bentuk gambar file komputer (digital 3 dimensi). Pekerjaan ini merupakan kegiatan
mengumpulkan data koordinat dan ketinggian permukaan tanah sepanjang koridor
yang ditetapkan untuk penyiapan peta topografi dengan skala 1:1000 yang akan
digunakan untuk perencanaan geometrik jalan.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 16


Laporan Pendahuluan

2.9 SURVEY LALU - LINTAS

Tujuan dari Survey Penghitungan Volume Lalu Lintas adalah untuk mengetahui
besaran dan arus lalu lintas saat ini dalam satu satuan waktu setiap jam pada
lokasi titik perhitungan dengan cara menghitung jumlah kendaraan sesuai dengan
jenis yang melewati suatu ruas jalan tertentu.

2.9.1 Pos Perhitungan Lalu-lintas


a. Pos Kelas A, yaitu pos perhitungan lalu-lintas yang terletak pada ruas
jalan dengan jumlah lalu-lintas yang tinggi dan mempunyai LHR ≥
10.000 kendaraan. Perhitungan pada pos Kelas A dilakukan dengan
periode 7x24 jam, mulai pukul 6 pagi pertama dan berakhir pada pukul
06.00 pada hari kedua.
b. Pos Kelas B, yaitu pos perhitungan lalu-lintas yang terletak pada ruas
jalan dengan jumlah lalu-lintas yang tinggi dan mempunyai LHR 5.000 -
10.000 kendaraan. Perhitungan pada pos Kelas B dilakukan sama
dengan Pos Kelas A yaitu dengan periode 7x24 jam, mulai pukul 6 pagi
pertama dan berakhir pada pukul 06.00 pada hari kedua.
c. Pos Kelas C, yaitu pos perhitungan lalu-lintas yang terletak pada ruas
jalan dengan jumlah lalu-lintas yang tinggi dan mempunyai LHR ≤
5.000 kendaraan. Perhitungan pada pos Kelas C dilakukan dengan
periode 7x24 jam, mulai pukul 6 pagi pertama dan berakhir pada pukul
06.00 pada hari yang sama.

2.9.2 Pemilihan Lokasi Pos


Pada prinsipnya lokasi pos pengamatan dipilih pada ruas jalan yang diamati dan
mempunyai kondisi sebagai berikut :
a. Lokasi pos mewakili jumlah lalu-lintas harian rata-rata dari ruas jalan
dan tidak terpengaruh oleh angkutan ulang alik yang tidak mewakili
ruas jalan (comuter traffic)
b. Lokasi pos memiliki jarak pandang yang cukup baik untuk kedua arah,
sehingga memungkinkan untuk pencatatan kendaraan dengan mudah
dan jelas.
c. Lokasi Pos tidak pada persimpangan jalan

2.9.3 Pembagian Golongan Kendaraan


Untuk pelaksanaan desain teknis jalan pada proyek ini, pembagian
golongan kendaraan yang disurvey adalah sebagai berikut :

Tabel 2. 2 Pembagian golongan kendaraan

Golonga
Jenis Kendaraan
n
Sepeda Motor, sekuter, sepeda kumbang dan kendaraan bermotor
1
roda 3
2 Sedan, Jeep, station wagon
3 Opelet, Pick Up opelet, Suburban, Combi, Mini Bus
4 Pick Up, mikro truck, Mobil Hantaran atau pick up box

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 17


Laporan Pendahuluan

5a Bus Kecil
5b Bus Besar
6a Truck 2 Sumbu Kecil
6b Truck 2 Sumbu Besar
7a Truck 3 Sumbu
7b Truck Gandengan
7c Truck Semi Trailer
Kendaraan tidak bermotor, Sepeda, Becak, Andong/dokar, Gerobak
8
sapi dll.

2.10 SURVEY HIDROLOGI DAN HIDRAULIK

Kegiatan survey hidrologi, utilitas dan Resettlement dalam pekerjaan ini antara lain
meliputi antara lain namun tidak terbatas pada :

1. Mengumpulkan data curah hujan harian maksimum (mm/hr) paling sedikit


dalam waktu 10 tahun terakhir pada daerah tangkapan ( catchment
area) atau pada daerah yang berpengaruh terhadap lokasi pekerjaan, data
tersebut bias diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dan
atau instansi terkait di kota terdekat dari lokasi perencanaan.
2. Mengumpulkan data bangunan pengaman yang ada seperti gorong-gorong,
jembatan, selokan yang meliputi: lokasi, dimensi, kondisi, tinggi muka
air banjir.
3. Menganalisis data curah hujan dan menentukan curah hujan rencana, debit
dan tinggi muka air banjir rencana dengan periode ulang 10 tahunan untuk
jalan arteri, 7 tahunan untuk jalan kolektor, 5 tahunan untuk jalan lokal dan
50 tahunan jembatan dengan metode yang sesuai.
4. Menganalisa pola aliran air pada daerah rencana untuk memberikan masukan
dalam proses perencanaan yang aman.
5. Menghitung dimensi dan jenis bangunan pengaman yang diperlukan.
6. Menentukan rencana elevasi aman untuk jalan/jembatan termasuk
pengaruhnya akibat adanya bangunan air (aflux).
7. Merencanakan bangunan pengaman jalan/jembatan terhadap gerusan
samping atau horizontal dan vertikal.

2.11 SURVEY LOKASI QUARRY DAN HARGA MATERIAL

Penentuan lokasi quarry baik untuk perkerasan jalan, struktur jembatan, maupun
untuk bahan timbunan (Borrow Pit) diutamakan yang ada disekitar lokasi
pekerjaan. Bila tidak dijumpai, maka harus menginformasikan lokasi quarry lain
yang dapat dimanfaatkan. penjelasan mengenai quarry meliputi jenis dan
karakteristik bahan, perkiraan kuantitas, jarak ke lokasi pekerjaan, serta
kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul dalam proses penambangannya,
dilengkapi dengan foto-foto.
Untuk penentuan harga dasar sebagai bahan untuk menyusun analisa harga dapat
dilakukan dengan data primer dan data sekunder, data primer didapat dari harga
pasar pada sekitar lokasi kegiatan proyek, sedang harga sekunder dapat diperoleh

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 18


Laporan Pendahuluan

dari brosur atau selebaran, internet dan harga di koran koran pada sekitar lokasi
pekerjaan.

2.12 UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMANTAUAN


LINGKUNGAN

Maksud dari Pengelolaan Lingkungan dan Pemantauan Lingkungan pada proyek


Perencanaan Teknik Jembatan adalah untuk mengupayakan pengelolaan
lingkungan secara terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan,
pengawasan, pengendalian dan pengembangan lingkungan hidup, sehingga
pelestarian sumber daya alam tetap dapat dipertahankan serta pencemaran atau
perusakan lingkungan dapat dicegah atau dikurangi terutama disekitar lokasi jalan
seperti yang terlampir pada daftar lokasi atau peta lokasi yang meliputi Final
Engineering design (FED).
Tujuan pokok dari Pengelolaan Lingkungan dan Pemantauan Lingkungan pada
proyek ini adalah memberikan masukan secara langsung dalam menangani atau
mengendalikan dampak negatif yang timbul serta mengembangkan dampak positif
yang timbul akibat kegiatan proyek peningkatan atau proyek pembangunan seperti
pada daftar terlampir dan pada peta lokasi.

Tujuan

1. Mengidentifikasi komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak


terhadap lingkungan.
2. Mengidentifikasi komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena
dampak sebagai akibat adanya proyek peningkatan/pembangunan jalan.
3. Memprediksi dan mengevaluasi besarnya dampak lingkungan yang terjadi.
4. Merumuskan saran tindak lanjut (pengelolaan dan pemantauan) yang
dapat dilaksanakan oleh proyek atau instansi lain yang terkait guna
mengurangi dampak negatif atau meningkatkan dampak positif. Ketentuan
mengenai identifikasi dampak lingkungan yang ditindaklanjuti dengan
penyusunan dokumen lingkungan baik berupa AMDAL, UKL-UPL maupun
SPPL harus mengacu pada peraturan perundangundangan yang berlaku.
Lingkup

1. Mengumpulkan data sekunder terkait aspek fisikkimia, biologi, sosial


ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat.
2. Mengumpulkan data primer terkait rencana kegiatan dan komponen
lingkungan yang ada (aspek fisik-kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya
dan kesehatan masyarakat.
3. Merumuskan upaya-upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
4. Melakukan koordinasi dengan instansi lain terkait masalah lingkungan.
Persyaratan

1. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam


Hayati dan Ekosistemnya.
2. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
3. Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 19


Laporan Pendahuluan

4. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


5. Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan.
6. Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
7. Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
8. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
9. Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan
Berkelanjutan.
10. Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
11. Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006 tentang Jalan.
12. Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.
13. Peraturan Menteri Lingkingan Hidup No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyusunan AMDAL.
14. Peraturan Menteri Lingkingan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis
Rencana Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL.
15. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10/PRT/M/2008 tentang
Penetapan Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan Bidang Pekerjaan
Umum Yang Wajib Dilengkapi engan UKL-UPL dan SPPL.
16. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang UKL-UPL
dan SPPL.
17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/Prt/M/2014 Tentang
Pedoman Sistem
18. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum Acuan yang dapat digunakan Pedoman Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup No.008/BM/2009, No. 009/BM/2009, atau
pedoman lain yang dipersyaratkan.

Keluaran survey lingkungan Keluaran yang dihasilkan pada identifikasi lingkungan


berupa:

1. Laporan AMDAL.
2. Laporan UKL/UPL.
3. Laporan SPPL.
4. Ketentuan mengenai identifikasi dampak lingkungan yang ditindaklanjuti
dengan penyusunan dokumen lingkungan baik berupa AMDAL, UKL-UPL
maupun
SPPL harus mengacu pada peraturan perundangundangan yang berlaku,
dan dilakukan apabila tidak ada FS.

2.13 LAPORAN SMK 3 (SISTEM MANAJEMEN K-3)

Keselamatn pekerjaan jalan adalah ketentuan tentang rambu, pagar


keselamatan, delineasi, dan perangkat keselamaatan lainnya untuk
memastikan risiko pengguna jalan dan pekerja pada lokasi pekerjaan jalan,
sekecil dan sepraktis mungkin.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 20


Laporan Pendahuluan

Menjamin keselamatan di likoasi pekerjaan jalan harus diprioritaskan dalam


setiap proyek pembangunan atau pemeliharaan jalan, sejak proses
perencanaan dimulai, hingga proyek fisik selesai. Oleh karena itu,
manajemen lalu lintas pekerjaan jalan memerlukan keselamatan lebih
tinggi daripada di jaringan jalan selain segmen tersebut. Misalnya, bila ada
penutupan atau penyempitan lajur, tikungan tajam, dan berbagai
perubahan geometrik yang sering atau tiba-tiba, harus didesain
mempertimbangkan kecepatan, perlunya peringatan dini dan delineasi
untuk memberikan peringatan dan panduan yang jelas bagi pengguna jalan
dan juga diperlukan pengenalan perubahan geometrik pada setiap langkah
atau tahap. Misalnya penutupan dua lajur di jalan raya multi-lajur
sebaiknya dilakukan dalam dua tahap terpisah, tidak dalam satu taper
panjang.

Rambu dan berbagai perangkat yang digunakan pada pekerjaan jalan


adalah bentuk komunikasi penting sistem perambuan yang rasional dan
konsisten pada lokasi pekerjaan, keselamatan pekerja dan pengguna jalan
akan terancam.

Tujuan manajemen lalu lintas dan perambuan yang efektif dan


berkeselamatan pada pekerjaan jalan adalah :

- Memberikan lingkungan kerja yang berkeselamatan bagi pekerja di


lapangan;
- Memperingatkan bagi pengguna jalan dan pejalan kaki yang mendekati
pekerjaan jalan;
- Memandu penggu jalan untuk melintasi, melewati, atau mengelilingi
lokasi pekerjaan dengan berkeselamatan;
- Meminimalkan ketidaknyamanan para pengguna jalan; dan
- Menimalkan ketidaknyamanan bekerja di lokasi pekerjaan jalan.

2.13.1 Klasifikasi Jalan


Klasifikasi jalan di Indonesia menurut Bina Marga dalam peraturan
menteri pekerjaan mum nomor : 19/PRT/m/2011 tentang persyaratan
teknis jalan dan kriteria perencanaan teknis jalankarakteristik lalu lintas
a. Kendaraan Rencana
- Kendaraan Ringan/Kecil (LV) adalah kendaraan bermotor ber as 2
dengan 4 roda dengan jarak antar as 2 – 3 m. Meliputi : mobil
penumpang, oplet, mikrobus, pick up, dan truk kecil.
- Kendaraan Sedang (MHV) adalah kendaraan bermotor dengan 2
gandar dan jarak as nya 3,5 – 5,0 m. Meliputi : bus kecil, truk 2 as
dengan 6 roda.
- Kendaraan Berat/Besar (LB-LT) meliputi :
- Bus Besar (LB) yaitu bus dengan 2 atau 3 gandar dengan jarak as 5 –
6 m.
- Truk Besar (LT) yaitu truk 3 gandar dan truk kombinasi 3, jarak
gandar < 3,5 m.
- Sepeda motor (MC) adalah kendaraan bermotor dengan 2 atau 3
roda. Meliputi : sepeda motor dan kendaraan roda 3.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 21


Laporan Pendahuluan

- Kendaraan Tak Bermotor (UM) adalah kendaraan dengan roda yang


digerakkan oleh orang atau hewan. Meliputi : sepeda, becak, kereta
kuda dan kereta dorong.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 22


Laporan Pendahuluan

Gambar 2. 6 Persyaratan Teknis untuk ruas Jalan dalam Sistem Jaringan Jalan Primer

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 23


Laporan Pendahuluan

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 24


Laporan Pendahuluan

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 25


Laporan Pendahuluan

Gambar 2. 7 Potongan Melintang

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 26


Laporan Pendahuluan

2.14 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

2.14.1 Perencanaan Trase


Panjang Bagian Lurus Maksimum
FUNGSI Panjang Bagian Lurus maksimum (m)
JALAN DATAR BUKIT GUNUNG
Arteri 3.000 2.500 2.000
Kolekto
2.000 1.750 1.500
r

2.14.2 Perencanaan Alinyemen Horisontal


Rumus umum untuk lengkung horisontal :

V2
R = -------------- (1)
127 (e + f)
25
D = ------ x 3600 (2)
2πR
dimana : R = jari-jari lengkung (m)
D = derajat lengkung (o)

Untuk menghindari terjadinya kecelakaan maka kecepatan tertentu dihitung jari-jari


minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien gesekan maksimum,

(3)

(4)
dimana : Rmin = jari-jari tikungan minimum (m)
VR = kecepatan kendaraan rencana
emak = superelevasi maksimum (%)
fmak = koefisien gesekan melintang maksimum
D = derajat lengkung (o)
Dmak = derajat maksimum

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 66


Laporan Pendahuluan

Panjang Jari-jari minimum (dibulatkan) untuk emak = 8 %


3
VR, km/jam 120 100 90 80 60 50 40 20
0
11 3
Rmin (m) 600 370 280 210 80 50 15
5 0

Gambar 2. 8 Grafik nilai (f), untuk emak=6%, 8% dan 10


% (menurut AASHTO)

2.14.2.1 Lingkaran (Full Circle = FC)

(5)
(6)

(7)

Gambar 2. 9Komponen Full Circle


Jari-jari tikungan yang tidak memerlukan lengkung
peralihan
Jari

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 67


Laporan Pendahuluan

VR, km/jam
2.14.2.2 120 100 80 60 50 40 30 20
Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60
Spiral – Lingkaran – Spiral (Spiral – Circle – Spiral = S-C-S)
Hanya pada S-C-S terdapat lengkung peralihan (Ls) yang dibuat untuk menghindari
terjadinya perubahan alinemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran
Panjang lengkung peralihan (Ls), menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
Antar Kota, 1997, diambil nilai yang terbesar dari tiga persamaan berikut :
Berdasarkan waktu tempuh maksimum (3 detik) untuk melintasi lengkung peralihan,
maka panjang lengkung :

(8)
Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan rumus Modifikasi Shortt sebagai
berikut :

(9)

Berdasarkan Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian :

(10)
dimana :
T = waktu tempuh = 3 detik e = superelevasi
Rc = jari-jari busur lingkaran em = superelevasi
(m) maksimum
C = perubahan percepatan, en = superelevasi normal
0,3 - 1,0 disarankan 0,4
m/det3

re = tingkat pencapaian perubahan keladaian melintang


jalan, sebagai berikut :
untuk VR ≤70 km/jam untuk VR ≤80 km/jam
re mak = 0,035 m/m/det re mak = 0,025
m/m/det

Rumus yang digunakan :

(11)

(12)

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 68


Laporan Pendahuluan

(13)

(14)

(15)

Gambar 2. 10 Komponen S-C-S

Keterangan :
Xs =absis titik SC pada garis tangen, jarak dari
titik TS ke (jarak lurus lengkung peralihan).
Ys =ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis
tangen, jarak tegak lurus ke titik SC pada
lengkung.
Ls =panjang lengkung peralihan (panjang dari
titik TS ke SC atau CS ke ST)
Lc =panjang busur lingkaran (panjang dari titik
SC ke CS).
Ts =panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau
ke titik ST.
TS =titik dari tangen ke spiral.
SC =titik dari spiral ke lingkaran.
Es =jarak dari PI ke busur lingkaran.
θs =sudut lengkung spiral
Rc =jari-jari lingkaran.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 69


Laporan Pendahuluan

p =pergeseran tangen terhadap spiral.


k =absis dari p pada garis tangen spiral.

(16)

(17)

(18)
Jika diperoleh Lc < 25 m, maka digunakan lengkung S-S.

(19)
Jika p yang dihitung dengan rumus (3.5.19), maka ketentuan
tikungan yang digunakan bentuk S-C-S

(20)
Untuk : Ls = 1,0 m, maka p = p' dan k = k'
Untuk : Ls = Ls, maka p = p' x Ls dan k = k' x Ls

2.14.2.3 Spiral – Spiral (S-S)

Gambar 2. 11 Komponen S-S

Untuk bentuk spiral-spiral berlaku rumus, sebagai berikut :

(21)
(22)

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 70


Laporan Pendahuluan

(23)
Untuk p, k, Ts dan Es dapat menggunakan rumus (9) – (17).

Tabel 2. 3 Sebaran P, K, Ts
θs p' k' θs p' k'
0,50 0,0007272 0,4999987 20,50 0,0307662 0,4977983
1,00 0,0014546 0,4999949 21,00 0,0315644 0,4976861
1,50 0,0021820 0,4999886 21,50 0,0322366 0,4975708
2,00 0,0029098 0,4999797 22,00 0,0331713 0,4974525
2,50 0,0036378 0,4999683 22,50 0,0339801 0,4973311
3,00 0,0043663 0,4999543 23,00 0,0347926 0,4972065
3,50 0,0050953 0,4999377 23,50 0,0356088 0,4970788
4,00 0,0058249 0,4999187 24,00 0,0364288 0,4969479
4,50 0,0065551 0,4998970 24,50 0,0372528 0,4968139
5,00 0,0072860 0,4998728 25,00 0,0380807 0,4966766
5,50 0,0080178 0,4998461 25,50 0,0389128 0,4965360
6,00 0,0087506 0,4998167 26,00 0,0397489 0,4963922
6,50 0,0094843 0,4997848 26,50 0,0405893 0,4962450
7,00 0,0102191 0,4997503 27,00 0,0414340 0,4960945
7,50 0,0109550 0,4997132 27,50 0,0422830 0,4959406
8,00 0,0116922 0,4996735 28,00 0,0431365 0,4957834
8,50 0,0124307 0,4996312 28,50 0,0439946 0,4956227
9,00 0,0131706 0,4995862 29,00 0,0448572 0,4954585
9,50 0,0139121 0,4995387 29,50 0,0457245 0,4952908
10,00 0,0146551 0,4994884 30,00 0,0465966 0,4951196
10,50 0,0153997 0,4994356 30,50 0,0474735 0,4949448
11,00 0,0161461 0,4993800 31,00 0,0483554 0,4947665
11,50 0,0168943 0,4993218 31,50 0,0492422 0,4945845
12,00 0,0176444 0,4992609 32,00 0,0501340 0,4943988
12,50 0,0183965 0,4991973 32,50 0,0510310 0,4942094
13,00 0,0191507 0,4991310 33,00 0,0519333 0,4940163
13,50 0,0199070 0,4990619 33,50 0,0528408 0,4938194
14,00 0,0206655 0,4989901 34,00 0,0537536 0,4936187
14,50 0,0214263 0,4989155 34,50 0,0546719 0,4934141
15,00 0,0221896 0,4988381 35,00 0,0555957 0,4932057
15,50 0,0229553 0,4987580 35,50 0,0565250 0,4929933
16,00 0,0237236 0,4986750 36,00 0,0574601 0,4927769
16,50 0,0244945 0,4985862 36,50 0,0584008 0,4925566
17,00 0,0252681 0,4985005 37,00 0,0593473 0,4923322
17,50 0,0260445 0,4984090 37,50 0,0602997 0,4921037
18,00 0,0268238 0,4983146 38,00 0,0612581 0,4918711
18,50 0,0276060 0,4982172 38,50 0,0622224 0,4916343
19,00 0,0283913 0,4981170 39,00 0,0631929 0,4913933
19,50 0,0291797 0,4980137 39,50 0,0641694 0,4911480
20,00 0,0299713 0,4979075 40,00 0,0651522 0,4908985

Dalam perencanaan Alinemen Horisontal terdapat perhitungan superelevasi pada


tikungan, hal ini dikarenakan adanya gaya sentrifugal pada tikungan.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 71


Laporan Pendahuluan

Gambar 2. 12 Perubahan kemiringan melintang pada


tikungan

Pencapaian superelevasi ini digambarkan dengan diagram berikut :

Gambar 2. 13 Pada tikungan S-C-S

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 72


Laporan Pendahuluan

Gambar 2. 14 Pada tikungan FC

Gambar 2. 15 Pada tikungan S-S

2.14.3 Alinyemen Vertikal

2.14.3.1 Kelandaian

Tabel 2. 4 Kelandaian Maksimum


1 1 1 8 6 5 4 <
VR, km/jam

Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya perlu dibuat
kelandaian minimum 0,5 % untuk kemiringan saluran samping.

Kecepatan pada awal Kelandaian (%)


tanjakan (km/jam) 4 5 6 7 8 9 10
6 4 3 2 2 2
80 200

60 3 2 1 1 1 9 80

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 73


Laporan Pendahuluan

2 1 6 2 1
0
0 0 0 0 0
Panjang Kritis (m)

2.14.3.2 Lengkung
Lengkung vertikal terdiri dari 2 jenis, yaitu :
C. Lengkung Cembung
- Panjang L, berdasarkan Jh

(24)

(25)

- Panjang L, berdasarkan Jd

(26)

(27)

Gambar 2.16 Untuk Jh < L

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 74


Laporan Pendahuluan

Gambar 2. 17 Untuk Jh > L

Gambar 2. 18 Grafik Panjang Lengkung Vertikal


Cembung berdasarkan Jh

D. Lengkung Cekung

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 75


Laporan Pendahuluan

Gambar 2. 19 Grafik Panjang Lengkung Vertikal


Cembung berdasarkan Jd

(28)

(29)

Gambar 2. 20 Untuk Jh < L

Gambar 2. 21 Untuk Jh > L

2.15 PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

Standar perencanaan yang dipakai sebagai dasar perencanaan perkerasan


adalah sebagai berikut :
 Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan
Metoda Analisa Komponen (SKBI-2.3.26.1987, UDC: 625.73(02)).
 “A guide to the structural design of bitumen-surfaced roads in tropical and
sub-tropical countries”, Overseas Road Note 31, Overseas Centre, TRL,
1993.
 AASHTO Guide for Design of Pavement Structures 1996.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 76


Laporan Pendahuluan

 Ausroads Pavement Design 2000.


 Road Design Sistem (RDS).
 Manual Desain Perkerasan 2013

2.15.1 TIPE PERKERASAN

Perkerasan jalan dibedakan atas dua macam yaitu perkerasan lentur


(flexibel pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Pada dasarnya
perkerasan lentur atau perkerasan kaku sampai pada saat ini hanya sekedar
membedakan macam atau jenis yang berdasarkan dari bahan pengikat yang
digunakan oleh kedua macam perkerasan tersebut.

Perbedaan yang sebenarnya sangat mendasar antara perkerasan lentur dan


perkerasan kaku adalah dalam hal bagaimana perkerasan – perkerasan
tersebut mendistribusikan beban yang dilimpahkan diatasnya terhadap
lapisan tanah dasar (subgrade). Pada perkerasan beton semen beban yang
didistribusikan di atas permukaan subgrade akan relatif lebih luas
dibandingkan dengan perkerasan lentur. Hal ini terjadi disebabkan oleh
karena beton semen mempunyai modulus elastisitas yanng cukup tinggi.

JENIS STRUKTUR PERKERASAN


Jenis struktur perkerasan yang diterapkan dalam desain struktur
perkerasan baru terdiri dari :
1. Sruktur perkerasan pada permukaan tanah asli
2. Struktur perkerasan pada timbunan
3. Struktur perkerasan pada galian
Tipe struktur perkerasan dapat dilihat pada gambar di
bawah ini
Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement)

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 77


Laporan Pendahuluan

Gambar 2. 22 Komponen Struktur Perkerasan Lentur


(Lalu Lintas Berat)
Perkerasan Kaku ( Flexible Pavement)

Gambar 2. 23 Komponen Struktur Perkerasan Kaku

2.15.2 UMUR RENCANA

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 78


Laporan Pendahuluan

Umur jalan untuk perkerasan lentur 20 tahun sedangkan untuk pondasi jalan di
ambil umur rencana 40 tahun seperti pada Tabel 9 dibawah ini.

Tabel 2. 5 Umur Rencana Perkerasan

2.15.3 LALU LINTAS


Analisis volume lalu lintas didasarkan pada survey faktual. Untuk keperluan
desain, volume lalu lintas dapat diperoleh dari :
3 Survey lalu lintas aktual, dengan durasi minimal 7 x 24 jam.
Pelaksanaan survey agar mengacu pada Pedoman Survei Pencacahan
Lalu Lintas dengan Cara Manual Pd T-19-2004-B atau dapat
menggunakan peralatan dengan pendekatan yang sama.
4 Hasil – hasil survey lalu lintas sebelumnya.
5 Untuk jalan dengan lalu lintas rendah dapat menggunakan nilai
perkiraan dari Pasal 3.11.
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data – data pertumbuhan
historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid,
bila tidak ada maka pada Tabel 12 digunakan sebagai nilai minimum.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 79


Laporan Pendahuluan

Tabel 2. 6 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum


untuk Desain

MENGHITUNG NILAI CESA4


Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana
dihitung sebagai berikut:

UR
(1+ 0.01i ) −1
R=
0.01i

Dimana :
R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
i = tingkat pertumbuhan tahunan (%)
UR = umur rencana (tahun)

Faktor distribusi lajur untuk kendaraan niaga (truck dan bus)


ditetapkan dalam Tabel 13
Tabel 2. 7 Faktor Distribusi Lajur (DL)

MENCARI NILAI ESA4


Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single
Axle Load
(CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain
pada lajur
desainselama umur rencana, yang ditentukan sebagai :

ESA = (∑jenis kendaraan LHRT x VDF x Faktor Distribusi)


CESA = ESA x 365 x R
Dimana :
ESA : lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standar
axle) untuk 1 (satu) hari
LHRT : lintasan harian rata-rata tahunan untuk jenis
kendaraan tertentu

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 80


Laporan Pendahuluan

CESA : kumulatif beban sumbu standar exivalen selama


umur rencana
R : faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

Tabel 2. 8 Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan dengan Lalu


Lintas Rendah
(kasus beban berlebih)

Tabel 2. 9 Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 81


Laporan Pendahuluan

2.16.4 Menghitung nilai ESA4

Kerusakan yang diakibatkan oleh lalu lintas yang dinyatakan dalam


ESA4 memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan kerusakan
akibat kelelahan lapisan aspal (asphalt fatigue) akibat overloading
yang signifikan. Traffic multiplier (TM) digunakan untuk mengoreksi
ESA4 akibat kelelahan lapisan aspal:

Kerusakan lapisan aspal ESAaspal = ESA5


= TM lapisanaspal ESA4

Dimana
ESAaspal = jumlah pengulangan sumbu standar untuk desain
lapisan aspal total dengan tebal lebih besar dari
50 mm (tidak berlaku untuk lapisan yang tipis).
ESA4 = jumlah pengulangan sumbu standar dihitung
dengan menggunakan rumus pangkat 4 yang
digunakan untuk desain pondasi jalan.

Nilai TM kelelahan lapisan aspal (TM lapisan aspal) untuk kondisi


pembebanan yang berlebih di Indonesia adalah berkisar 1,8 - 2.
Nilai yang akurat berbeda-beda tergantung dari beban berlebih
pada kendaraan niaga di dalam kelompok truk.

Pemilihan jenis kendaraan akan bervariasi sesuai perkiraan lalu lintas, umur
rencana, dan kondisi pondasi jalan, batasan di dalam Tabel 9 tidak absolut.
Desainer juga harus mempertimbangkan biaya selama umur pelayanan
terendah, batasan dan kepraktisan konstruksi. Solusi alternatif di luar solusi
desain awal berdasarkan manual ini harus didasarkan pada biaya umur
pelayanan discounted terendah

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 82


Laporan Pendahuluan

Gambar 2. 24 Pemilihan Jenis Perkerasan

2.17 DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

Drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage) harus


disediakan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:
 Seluruh lapis pondasi bawah (sub base) harus dapat
mengalirkan air.
 Desain pelebaran perkerasan harus menjamin tersedianya
drainase yang memadai dari lapisan berbutir terbawah pada
perkerasan eksisting.
 Lapis terbawah perkerasan harus dapat mengalirkan air atau
tebal lapis perkerasan berbutir efektif harus dikalikan dengan
faktor m. Jalur drainase dengan batas timbunan paling tidak
500 mm dari lapisan berbutir ke tepi timbunan (titik free
drainage) harus dianggap dapat mengalirkan air. Drainase
melintang pada titik rendah atau pada pusat 10 m harus
dianggap memberikan free drainage pada subbase (Tabel 15
memberikan semua opsi tersebut).
 Apabila ketinggian sub-base lebih rendah dari pada ketinggian
permukaan tanah sekitarnya, baik di daerah timbunan ataupun
di permukaan tanah asli, maka harus dipasang drainase bawah
permukaan (bila memungkinkan keadaan ini dapat dihindari
dengan desain geometris yang baik), bila drainase bawah
permukaan tidak tersedia atau jika muka air tanah lebih tinggi
dari 600 mm dibawah tanah dasar maka harus digunakan
penyesuaian dengan faktor “m” untuk tebal lapis berbutir sesua
AASHTO 93 Pasal 2.3.1 (Tabel 15).
 Drainase bawah permukaan harus disediakan didekat saluran U
dan struktur lain yang menutup aliran air dari setiap lapisan sub
base. Lubang sulingan (weep holes) harus ditempatkan secara
benar selama konstruksi namun tidak dapat dijadikan satu –
satunya metode yang dilakukan. Secara umum drainase bawah
permukaan harus diupayakan untuk disediakan.
 Drainase bawah permukaan harus ditempatkan pada
kemiringan yang seragam tidak kurang dari 0,5% sehingga air
akan mengalir dengan bebas sepanjang drainase sampai ke titik
keluar (outlet point). Selain itu harus juga tersedia titik akses
untuk membersihkan drainase atau titik pembuangan (discharge
point) pada jarak tidak lebih dari 60 m.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 83


Laporan Pendahuluan

 Elevasi titik masuk dan pembuangan drainase bawah


permukaan harus lebih tinggi dari muka banjir rencana sesuai
standar desain drainase.

Untuk jalan 2 jalur terpisah (divided road) dengan superelevasi,


apabila drainase di arahkan ke median, maka harus diberi sistem
drainase bawah permukaan di median desainer perkerasan harus
mengkomunikasikan kriteria drainase yang disyaratkan kepada
desainer drainase dan harus memastikan bahwa drainase yang
dibutuhkan tergambarkan dengan jelas dalam Gambar Rencana.

Apabila drainase bawah permukaan tidak dapat diberikan yang


umumnya terjadi pada daerah perkotaan, harus digunakan koefisien
drainase “m” pada desain ketebalan lapis pondasi berbutir sesuai
dengan aturan AASHTO 93 Pasal 2.3.1 dan Tabel 15 Tebal lapis
pondasi berbutir dari Bagan Desain 3 harus disesuaikan dengan
membagi tebal desain lapis berbutir dengan faktor m. Nilai yang
didapat menjadi tebal desain lapis pondasi berbutir. Desainer dalam
melakukan desain sedemikian rupa sehingga didapat nilai m ≥ 1,0,
dan menghindari desain dengan m < 1,0 (kecuali kondisi lapangan
tidak memungkinkan).

Bagan Desain dalam manual ini mengasumsikan drainase dalam


kondisi baik. Jika kondisi drainase m dibawah 1, maka tebal lapis
berbutir harus dinaikkan dengan rumus: Tebal Lapis Berbutir Desain
= (Tebal Hasil dari Bagan Desain) / ‘m’ Koefisien drainase “m” lebih
besar dari 1 tidak boleh digunakan kecuali ada keyakinan bahwa
kualitas pelaksanaan yang disyaratkan dapat terpenuhi.

Tabel 2. 10 Koefisien Drainase ‘m’ untuk Tebal Lapisan


Berbutir

2.17.4 MODULUS BAHAN

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 84


Laporan Pendahuluan

Karakteristik modulus bahan dan rasio poisson untuk iklim dan kondisi
pembebanan
Indonesia diberikan dalam Tabel 29. Nilai modulus ini dibutuhkan dalam
Prosedur
Mekanistik Umum (Lampiran F) Modulus lapisan aspal telah ditentukan
berdasarkan rentang temperatur udara 25 0C sampai 440C dan
Temperatur Perkerasan Tahunan Rata-rata (MAPT) 410C.

Tabel 2. 1 Karakteristik Modulus Bahan Berpengikat


digunakan untuk
Pengembangan Bagan Desain dan untuk Desain
Mekanistik

2.17.1 DESAIN KETEBALAN LAPIS TAMBAHAN


Saat ini terdapat 3 (tiga) pedoman yang dapat digunakan untuk desain
lapis tambah perkerasan (overlay):
 Pendekatan berdasarkan lendutan yang terdapat dalam
Pedoman Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Lentur
dengan Metode Lendutan (Pd T-05-2005)

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 85


Laporan Pendahuluan

 Pendekatan berdasarkan Indeks Tebal Perkerasan yang


terdapat dalam Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur (Pt
T-01-2002-B)
 Pendekatan berdasarkan lendutan (modifikasi dari Pd T-05-
2005) dalam Pedoman Desain Perkerasan Lentur (Interim)
No.002/P/BM/2011.

Manual ini telah mempertajam pendekatan dalam No.002/P/BM/2011


dan softwarenya SDPJL karena telah menggunakan analisis lengkungan
lendutan (titik belok). Input data FWD diperlukan untuk analisis
lengkungan tersebut.

Pendekatan dalam penentuan lapis tambah secara umum terdapat dua


kriteria, yakni
kriteria deformasi permanen menggunakan lendutan maksimum dan
kriteria fatigue menggunakan lengkungan lendutan (titik belok). Saat
lapis tambah aspal diperlukan untuk suatu alasan, untuk perkerasan-
pekerasan dengan beban lalu lintas desain sama dengan 105 ESA atau
lebih diperlukan pengecekan apakah kinerja fatigue pada lapis tambah
memadai. Kelelahan (fatigue) pada lapisan aspal bukan merupakan
model kerusakan yang umum untuk perkerasan dengan lalu lintas
rendah (< 105 ESA) dan untuk perkerasan HRS, model ini umumnya
digunakan untuk jalan dengan lalu lintas rendah.

Pendekatan berdasarkan lendutan maksimum (D0) untuk menentukan


ketebalan lapis tambah digunakan dalam Pd T-05-2005 dan metode
desain lapis tambah Austroads. Lendutan desain digunakan untuk
menentukan ketebalan lapis tambah lapisan aspal untuk mencegah
terjadinya alur dan perubahan bentuk pada subbase dan tanah dasar.
Namun demikian, desain lendutan ini (D0) tidak dapat digunakan untuk
menilai apakah lapis tambah akan mengalami retak fatigue. Dengan
demikian untuk mengakomadasi retak fatigue diberi tambahan
ketentuan berupa bentuk mangkuk lendutan (deflection bowl) (D0 –
D200) yang harus dicek untuk meyakinkan ketahanan fatigue lapis
tambah.

Perkiraan kinerja fatigue lapis tambah aspal dihitung menggunakan


Lengkungan
Karakteristik (D0 - D200) dari lendutan permukaan perkerasan. Bagan
desain untuk
menghitung ketebalan lapis tambah untuk nilai lengkungan khusus dan
rentang beban lalu lintas untuk kondisi iklim Indonesia ditunjukkan pada
Gambar 2.22.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 86


Laporan Pendahuluan

Gambar 2. 2 Tebal Overlay Aspal untuk Mencegah


Retak Fatigue pada MAPT > 35oC

Tabel 2. 2 Tebal Overlay Minimum untuk Perbaikan


Ketidak-rataan

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 87


Laporan Pendahuluan

Gambar 2. 3 Solusi Overlay Berdasarkan Lendutan


Benkelman Beam untuk
WMAPT 41oC

Lengkungan Austroads disarankan untuk ditambahkan ke dalam


pedoman Pd T-05-2005 dan pedoman interim No. 002/P/BM/2011
yang menggunakan pendekatan lendutan untuk perkerasan dengan
beban lalu lintas desain lebih besar dari 105 ESA dan lebih kecil atau
sama dengan 107 ESA. Karena ketahanan terhadap fatigue lapis HRS-
WC cukup tinggi, apabila hasil pengujian lendutan menunjukkan
bahwa hanya diperlukan lapis HRS yang tipis, maka pengecekan
persyaratan lendutan tidak lagi diperlukan. Langkah – langkah
penentuan lapis tambah dengan lengkungan :
1. Gunakan hanya peralatan FWD atau Benkelman Beam dengan
prosedur
tambahan yang disetujui untuk mengukur lengkungan lendutan.
2. Tentukan nilai rata – rata lengkungan sebelum overlay sebagai
lengkungan yang mewakili (= nilai karakteristik).
3. Koreksi nilai lengkungan yang diperoleh terhadap faktor
standarisasi jika data Benkelman Beam digunakan (faktor
standarisasi FWD = 1) dengan mengalikan lengkungan yang
diperoleh dari langkah 2 dengan faktor standarisasi (Catatan :
koreksi temperatur tidak diperlukan).
4. Tentukan kebutuhan tebal overlay sesuai ketentuan

CF (curvature function) dari bentuk mangkuk lendutan adalah sebagai


berikut:
CF = D0 - D200
dimana:
D0 = Lendutan maksimum pada suatu titik uji (mm)
D200 = Lendutan yang diukur pada titik uji,saat beban uji dimajukan
200 mm dari titik uji tersebut.

Gambar 9 menunjukkan skema dimensi dari CF atau curvature function


(Titik Belok).

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 88


Laporan Pendahuluan

Gambar 2. 27 Curvature Function (Titik Belok)


Sumber: Austroads 2008

Untuk overlay (lapis tambah) diatas perkerasan berbutir yang ditutup


lapisan beraspal,hasil pengukuran lendutan perlu dikoreksi. Hal ini
dikarenakan temperatur perkerasan mempengaruhi kekakuan perkerasan
dan kinerjanya dalam merespon beban.Terdapat perbedaan lendutan yang
signifikan antara pengujian dengan temperatur perkerasan pada saat
pengukuran dan pada kondisi pelayanan. Hal ini menyebabkan pengukuran
lengkungan menjadi tidak mewakili respon perkerasan terhadap
pembebanan lalu lintas. Temperatur perkerasan harian pada suatu lokasi
dipengaruhi oleh temparatur perkerasan tahunan rata-rata (Mean Annual
Pavement Temperature = MAPT), yang untuk Indonesia diambil 410C.
Faktor koreksi temperatur dihitung dalam prosedur berikut:

Langkah 1 Tentukan faktor temperatur fT sebagai berikut


(Persamaan 1):

Langkah 2 Tentukan faktor koreksi temperatur menggunakan Gambar


8 untuk FWD. Bila tebal permukaan beraspal kurang dari
25 mm tidak diperlukan factor koreksi temperatur.

Gambar 2. 28 Koreksi Temperatur untuk Pengujian


dengan FWD untuk Berbagai Ketebalan
Untuk tujuan evaluasi desain lapis tambah pada perkerasan lentur,
lengkungan
karakteristik harus digunakan untuk lalu lintas dalam rentang 1 – 30 juta

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 89


Laporan Pendahuluan

ESA5. Nilai ini


ditentukan sesudah dilakukan koreksi terhadap musim, temperatur dan
standarisasi terhadap masing-masing pengukuran. Lengkungan
Karakteristik (Characteristic Curvature) untuk segmen perkerasan yang
seragam sama dengan nilai lengkungan rata-rata yang dihitung dari survei
lendutan.

Gambar 2. 29 Umur Fatigue Lapis Tambah Beraspal


dengan WMAPT > 35°C

Aspal modifikasi, khususnya aspal modifikasi SBS dapat


memperpanjang umur fatigue dari overlay aspal tipis sampai 3 kali
lipat (lihat Tabel 29)

Tabel 2. 3 Umur Fatigue untuk Aspal Modifikasi

Jika digunakan aspal modifikasi pada tahap awal, maka masa layan
akan dikalikan dengan faktor yang terdapat dalam Tabel 21. Jika
diperoleh masa layan sama atau lebih dari umur rencana, maka solusi
overlay tipis dapat diambil sebagai solusi desain. Sebagai contoh untuk
overlay aspal modifikasi SBS ( Styrene Butadiene Styrene) 6% setebal
65 mm memberikan kinerja yang setara dengan overlay aspal

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 90


Laporan Pendahuluan

konvensional setebal 135 mm. Jika sumber daya untuk aspal


modifikasi tersedia dan biaya penggunannya lebih murah maka aspal
modifikasi dapat digunakan.

2.18 PERENCANAAN BANGUNAN PELENGKAP

Perencanaan bangunan pelengkap disini dimaksudkan adalah merencanakan titik


dan lokasi penempatan bangunan pelengkap serta besaran dimensinya, bangunan
pelengkap disini dimaksudkan adalah bangunan penahan tanah (skala kecil),
bangunan pengaman tepi saluran, bangunan pengarah aliran air di gorong gorong
dan lain lain.

2.18.1 Penentuan Struktur Jembatan


Dalam menentukan pilihan yang optimal terhadap beberapa alternatif tersebut ada
beberapa hal yang dijadikan pertimbangan, antara lain:

2.18.1.1 Pertimbangan Fungsional


Type jembatan, bersama dengan lebar bentang, jarak pandang dan beban rencana
merupakan faktor penentu dalam persyaratan fungsional. Selain untuk
mendapatkan pergerakan yang lancar sepanjang bentang, jembatan juga harus
dapat mengakomodasikan pergerakan lalu lintas dibawahnya.

2.18.1.2 Pertimbangan Ekonomi


Untuk membandingkan biaya konstruksi dari berbagai tipe jembatan, total biaya
konstruksi struktur atas, struktur bawah, akses masuk ke jembatan dan biaya
pemeliharaan harus diperhitungkan. Pada perencanaan ini akan mempelajari dan
menganalisa secara sistematis biaya konstruksi untuk berbagai type struktur atas
dan struktur bawah. Perbandingan biaya antara struktur atas dan struktur bawah
juga perlu dipertimbangkan.
Didalam pertimbangan ekonomi konstruksi jembatan sangat dipengaruhi oleh
methoda konstruksi yang akan dipakai , yang sesuai dengan data teknis dan kondisi
eksisting lokasi pekerjaan.

2.18.1.3 Pertimbangan Teknis


Untuk menjamin kekuatan jembatan tentunya harus memenuhi berbagai kriteria
disain sesuai dengan peraturan dan standar yang berlaku.
Beberapa pertimbangan berikut dapat dijadikan acuan.

Pertimbangan dalam Pemilihan Struktur Atas


a. Bentang Jembatan
Bentang jembatan adalah aspek penting dalam menentukan tipe
jembatan. Bentang minimum ditentukan oleh kondisi jalan dan
tanah asli.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 91


Laporan Pendahuluan

b. Rasio Tinggi Bentang


Rasio tinggi-bentang akan mempengaruhi biaya pelaksanaan
yang ekonomis.
c. Permukaan Rata
Untuk menghasilkan permukaan rata tipe continous lebih
direkomendasikan.

Pertimbangan dalam Pemilihan Struktur Bawah


a. Abutment
Umumnya digunakan beton bertulang dan tergantung tingginya.
b. Pier dan Kolom
Lebih disukai dengan tampilan yang bersih.
c. Pondasi
Tipe pondasi ditentukan oleh kondisi tanah dan faktor ekonomis.

2.18.1.4 Pertimbangan Pelaksanaan dan Pemeliharaan


Dengan mempertimbangkan pengalihan lalu lintas selama konstruksi dan
pembatasan lebar dalam ROW, setiap jenis struktur jembatan harus dipelajari
metoda konstruksi dan pembangunannya. Faktor-faktor seperti pelaksanaan
konstruksi di lapangan, atau penggunaan elemen-elemen precast, konstruksi
bertahap, Kontraktor yang tersedia, tenaga kerja ahli yang dibutuhkan untuk
perencanaan tertentu dan kapastas peralatan, semua itu perlu dipelajari.
Lebih jauh lagi, meskipun bentuk tertentu lebih layak untuk konstruksi tetapi lebih
banyak menghabiskan waktu dan tenaga kerja dalam pemeliharaan dan perbaikan,
maka diperlukan perhitungan yang lebih cermat sehubungan dengan kemudahan
pelaksanaan dan pengawasan pemeliharaan.

2.18.1.5 Pertimbangan Setempat


Jika lokasi proyek terletak pada Kawasan yang padat, penuh dengan bangunan
kantor, pabrik dan perumahan, maka selama masa pembangunan dapat timbul
dampak-dampak sosial yang tidak diinginkan, terutama gangguan lalu lintas dan
lingkungan.
Oleh karena itu untuk optimalisasi periode konstruksi, kecepatan pembangunan
type jembatan juga perlu diperhatikan.

2.18.1.6 Pertimbangan Lingkungan


Proyek yang akan dilaksanakan harus dipertimbangkan segi ramah lingkungan,
sehingga tidak mengesampingkan kepentingan pejalan kaki dan lingkungan sekitar.
Dalam pelaksanaan perencanaan Aplikasi komputer selanjutnya akan digunakan
untuk analisis struktur dan rencana kerja meliputi geometri jembatan struktur
atas, struktur bawah, fondasi tiang pancang dan lain-lain.
Perencanaan elemen struktur, tegangan, kekuatan dan lain-lain, dari semua
bagian akan dianalisis dengan menggunakan metoda perencanaan beban layan
dan metoda perencanaan beban berfaktor (kekuatan batas), sehingga
keamanan terjamin. Kedua metoda dilakukan dalam kondisi pembebanan
normal, juga dalam kombinasi beban-beban tambahan, seperti angin, gempa

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 92


Laporan Pendahuluan

dan lain-lain. Hasilnya akan mewakili kondisi terburuk pada struktur atas dan
struktur bawah.
Perencanaan gaya yang bekerja pada sambungan batang akan dihitung dengan
menggunakan teori elastisitas. Untuk beban layan rencana, tegangan rencana
dan tegangan standar berlebih yang diijinkan dalam Standar Bina Marga untuk
kombinasi pembebanan bervariasi akan dipergunakan.

2.18.2 Kekuatan dan Spesifikasi Bahan


Kekuatan bahan-bahan yang akan dipergunakan dalam perencanaan struktur
ditentukan terlebih dahulu, spesifikasi standar AASHTO untuk bahan dan metoda
tes, atau spesifikasi dalam ASTM atau JIS dipergunakan dalam perencanaan.

2.18.2.1 Baja
 Baja Pratekan
Strand fsu = 19,000 kg/cm2 fy = 16.000 kg/cm2
7 mm HTW fsu = 15,500 kg/cm2 fy = 13,500 kg/cm2
 Baja Tulangan
fy = 4,000 kg/cm2 fy = 2,400 kg/cm2
 Baja Struktural Untuk Girder
A 709 Gr. 50 fy = 3,500 kg/cm2
A 709 Gr. 36 fy = 2,500 kg/cm2
A 709 Gr. 36 fy = 2,500 kg/cm2
 Baut bertekanan tinggi-ASTM A 325 dan A 490

2.18.2.2 Beton
Tabel 2. 14 Kisaran Kuat Tekan Beton Untuk Beberapa
Tipe Struktur

Kuat Tekan
Minimum
Keterangan
f'c
(kg/cm2)
Beton prestressed pre-cast box girder, beton
prestressed cor di tempat (misal: box girders dan plat
350-400
berongga), beton prestressed pre-cast I/T-girder dan
panel plat berongga.
Beton cor di tempat untuk plat beton dan balok
melintang dari PC T-girder, beton cor di tempat untuk
280
tiang beton dan tiang pre-cast untuk pondasi dan beton
pre-cast untuk gorong-gorong.
Beton cor di tempat untuk struktur abutment, pier dan
210
tangga pada jembatan penyeberangan dan parapet.
Beton cor untuk dinding penahan tanah dan trotoar
120
pada Jembatan.
80 Grouting leveling pada pondasi

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 93


Laporan Pendahuluan

2.18.3 Kriteria Pembebanan

2.18.3.1 Klasifikasi Pembebanan


Beban jembatan yang akan diterapkan dalam mendesain berdasarkan Peraturan
BMS Indonesia terlihat didalam Error: Reference source not found,
Pembebanan berdasarkan originnya dibagi menjadi tiga group dan berdasarkan
durasinya diklasifikasikan dalam dua kategori.
Sebagai tambahan, suatu over-stress diijinkan didalam basic working stress untuk
beberapa kombinasi beban karena kombinasi ini kecil kemungkinan terjadinya dan
durasinya pendek. Kombinasi beban terlihat didalam dan over-stress yang diijinkan
juga dapat dilihat dalam sebagai persen dari tegangan yang diijinkan, Aplikasi yang
lebih detail dapat dilihat dalam BMS.
Pembebanan jembatan Jalan raya berdasarkan originnya dikenal dan dibedakan
beban/ muatan sebagai berikut:
E. Beban Primer
 Beban Mati
 Beban Hidup yang dikenal dengan muatan-D untuk
gelagar dan muatan-T untuk lantai kendaraan
 Beban Kejut untuk faktor pengali muatan garis-P
 Gaya akibat tekanan tanah
F. Beban Sekunder
 Beban Angin
 Beban akibat perubahan suhu
 Beban rem dan traksi
 Beban akibat muai dan susut
 Beban akibat gaya gesekan pada tumpuan bergerak
 Beban gempa bumi (disesuaikan dengan Petunjuk
Perencanaan Tahan Gempa untuk Jembatan Jalan raya
1986)
G. Beban Khusus
 Beban akibat tabrakan benda hanyut di sungai
 Beban gaya sentrifugal kendaraan di tikungan
 Gaya Tumbukan kendaraan pada pilar jembatan
 Gaya dan beban selama pelaksanaan konstruksi
 Gaya lainnya, seperti gaya angkat.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 94


Laporan Pendahuluan

Tabel 2. 15 Total Desain

Beban Desain
Durasi Group
Nama Simbol
Self weight PMS Permanen Permanent Section
Superimposed dead load PMA Permanen Permanent Section
Shrinkage & creep PSR Permanen Permanent Section
Pre-stress PPR Permanen Permanent Section
Earth pressure PTA Permanen Permanent Section
Permanent construction PPL Permanent Permanent Section
‘D’ lane load TTD Transient Traffic load
‘T’ truck load TTT Transient Traffic load
Breaking force TTB Transient Traffic load
Centrifugal force TTR Transient Traffic load
Pedestrian load TTP Transient Traffic load
Collision load TTC Transient Traffic load
Temperature TET Transient Environmental action
Stream/debris TEF Transient Environmental action
Hydro/buoyancy TEU Transient Environmental action
Wind TEW Transient Environmental action
Earthquake TEQ Transient Environmental action
Bearing friction TBF Transient Other Action
Vibration TVI Transient Other Action
Construction TCL Transient Other Action
Settlement PES Permanent Environmental action
Sumber : BMS

2.18.3.2 Aplikasi Pembebanan Lalu Lintas


Beban lalu lintas untuk rencana jembatan dan jalan raya terdiri dari pembebanan
lajur “D” dan pembebanan truk “T”. Pembebanan lajur “D” ditempatkan melintang
pada lebar penuh dari jalan kendaraan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan
yang ekuivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya. Jumlah total pembebanan
lajur “D” yang ditempatkan tergantung pada lebar jalan kendaraan .

Tabel 2. 16 Beban kombinasi untuk tegangan kerja

Combination no.
Kombinasi beban
1 2 3 4 5 6 7
Permanent action 0 0 0 0 0 0 0

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 95


Laporan Pendahuluan

Traffic loads 0 0 0 0
Temperature effects 0
Stream/debris/hydro/buoyancy 0 0 0 0 0
Wind load 0 0
Earthquake effects 0
Collision loads 0
Construction loads 0
Permitted overstress 0% 25% 25% 40% 50% 30% 50%
Sumber : BMS

Pembebanan “T” (truk) adalah kendaraan berat tunggal dengan tiga gandar yang
ditempatkan dalam kedudukan sembarang pada lajur lalu lintas rencana. Tiap
gandar terdiri dari dua pembebanan bidang kontak yang dimaksud agar mewakili
pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk “T” boleh ditempatkan per lajur
lalu lintas rencana.
Umumnya, pembebanan “D” akan menentukan bentang sedang sampai panjang
dan pembebanan “T” akan menentukan bentang pendek dan sistem lantai.

2.18.3.3 Perencanaan Jumlah Lajur Lalu Lintas


Lebar lajur berkisar 3,75 m. Jumlah maksimum lajur jalan kendaraan yang dapat
diterapkan pada jembatan pada .

Tabel 2. 17 Jumlah maksimum lajur jalan kendaraan untuk


Jembatan

Tipe Jembatan Lebar Jalan kendaraan Jumlah lajur


Jembatan (m) rencana
Lajur tunggal 4.00-6.00 1
Dua arah, tanpa median 6.50-8.25 2
11.30-16.00 4
Lajur banyak 8.25-11.25 3
11.30-16.00 4
16.10-18.75 5
18.80-22.50 6
Sumber : BMS

2.18.3.4 Beban Lajur “D”


Beban lajur “D” terdiri dari beban merata (UDL) yang dikombinasikan dengan beban
garis (KEL) seperti tampak pada .
Beban merata: UDL dengan intensitas q kPa, dengan q tergantung pada panjang
yang dibebani total (L) sebagai berikut:

L<30 m: q = 8.0 kPa


5,5 m

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 96


8 kPa
Laporan Pendahuluan

L>30 m: q = 8.0 (0.5+15/L) kPa


>30 m

8(0,5+15/L)kPa

Gambar 2. 4 Beban Lajur “D”


Beban garis; satu KEL dengan intensitas p kN/m ditempatkan dalam kedudukan
sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus pada arah lalu lintas. Besarnya
adalah 44.0 kN/m
Beban lajur “D” diatur secara lateral sedemikian hingga menghasilkan efek yang
maksimum. Pengaturan lateral dari komponen UDL dan KEL dari beban lajur “D”
juga sama. Konsep Pembagian beban lajur “D” dapat dilihat pada .

b
100 %
Beban
“b” lebih kecil
b
5,5 m

50 100%
Beban

5,5 m

Gambar 2. 31 Pembagian Beban Lajur “D”

2.18.3.5 Beban Truk “T”


Beban Truk “T” (T=10 ton) terdiri dari beban traktor, truk dan semi-trailer dengan
beban sumbu dan konfigurasinya seperti tampak pada . Beban dari tiap sumbu
dibagi merata menjadi dua beban merata, yang mewakili luas tapak roda. Jarak
antara sumbu bervariasi antara 4.0 m sampai 9.0 m bertujuan untuk menghasilkan
efek maksimum longitudinal.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 97


Laporan Pendahuluan

0.5 1.75 m 0.5


5 4 to 9
2.75 m
m m
50 225 225
kN kN kN
125mm 25 kN 500mm 112,5 500mm 112,5
kN kN

2,75 m

125mm 25 kN 500mm 112,5 500mm 112,5


kN kN
200mm 200mm 200mm

Gambar 2. 32 Beban Truk “T”

2.18.3.6 Beban Angin


Bila dianggap perlu, beban angin dihitung berdasarkan :
TEW = 0,0006  cw  (Vw)2  Ab . kN
Dimana :
V = Kecepatan angin (m/det)

A = Luas koefisien bagian samping jembatan (m2)

cw = Koefisien yang diambil berdasarkan table sebagai berikut :

Tabel 2. 18 Nilai Koefisien Cw berdasarkan Tipe Jembatan

Tipe Jembatan CW
Bangunan atas masif :
b/d = 1.0 2.1 (3)
b/d = 2.0 1.5 (3)
¿
b/d 6.0 1.25 (3)
Bangunan atas rangka 1.2
Dan untuk kendaraan yang sedang berada di atas jembatan,
beban angin dihitung dengan :
TEW = 0,0012 x 1,2 x (Vw)2 . kN/ m’

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 98


Laporan Pendahuluan

2.18.3.7 Beban rem (traksi)


Beban rem bekerja horisontal searah dengan sumbu jalan dan bekerja di
permukaan jalan/lantai, dihitung berdasarkan grafik sebagai berikut :

Gambar 2. 33 Beban rem

2.18.3.8 Gaya Rangkak & susut


Diambil senilai dengan gaya yang timbul akibat perubahan temperatur yaitu sebesar
15o C.

2.18.3.9 Gaya Gempa


Gaya gempa horizontal akibat gempa dihitung sebagai berikut :
T’ Eq = Kh  I  WT
Dimana :
K’h = CS
T’Eq = Gaya geser dasar total gempa horizontal dalam
arah yang ditinjau (kN)
Kh = Koefisiean beban gempa horizontal
C = Koefisiean geser dasar yang besarnya ditentukan
oleh waktu getar system struktur pada arah yang
ditinjau lihat grafik sebagai berikut :

I = Faktor kepentingan yang dalam hal ini diambil 1.2


S = faktor tipe bangunan (=1.0)
WT = Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan
gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati
tambahan (kN)

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 99


Laporan Pendahuluan

T = 2π
√ WT
9 KP
= Waktu getar struktur pada arah yang ditinjau
Kp = Kekakuan gabungan dari system struktur (kN/m).

Gambar 2. 34 Pembagian Wilayah Gempa Indonesia

2.18.3.10 Gaya pada tumpuan rol


Gaya vertikal sebesar beban yang dipikul oleh tumpuan tersebut gaya horisontal
tersebut diperhitungkan sebesar 15% dari gaya vertikal yang dipikul (akibat berat
sondir struktur)

2.18.3.11 Gaya centrifugal


Gaya centrifugal yang bekerja merupakan aplikasi beban D & T secara simultan
sepanjang jembatan. Beban dinamika tidak ditambah pada gaya centrifugal.
Gaya centrifugal yang terjadi :

V2
0 .57
S = R %

dari beban “D"

2
Ttr = 0 , 006
V
⋅T
r r
Ttr = Gaya contrifugal yang terjadi pada penampang jembatan.
Tr = Total beban yang bekerja pada penampang yang sama.
Dimana :
V = Kecepatan rencana (km/ jam)
r = Jari-jari lengkungan (m)

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 100


Laporan Pendahuluan

2.18.3.12 Tumbukan Dengan Kendaraan


Apabila pilar pendukung jembatan ada kemungkinan tertumbuk oleh kendaraan,
maka pilar jembatan harus direncanakan mampu memikul beban tumbukan
tersebut sebesar 100 ton dengan sudut 100 di ketinggian 1,8 m.

2.18.3.13 Gaya Tumbukan Akibat Kecelakaan Lalu Lintas


Tumbukan akibat kecelakaan lalu lintas dihitung dengan mempertimbangkan
jumlah, tipe dan ukuran lalu lintas kendaraan dan Kecepatan kendaraan.

2.19 PENGGAMBARAN

2.19.1 Rancangan (Draft Perencanaan Teknik)


Rancangan (draft) perencanaan teknis dari setiap detail perencanaan dan akan
diajukan kepada Pengguna Jasa untuk diperiksa dan disetujui.
Detail perencanaan teknis yang perlu dibuatkan konsep perencanaannya terdiri
atas:
a. Alinyemen Horizontal (Plan) digambar diatas peta situasi skala
1:1.000 untuk jalan dan 1: 500 untuk jembatan dengan interval
garis tinggi 1.0 meter dan dilengkapi dengan data yang
dibutuhkan.
b. Alinyemen Vertikal (Profile) digambar dengan skala horizontal
1:1.000 untuk jalan dan 1:500 untuk jembatan dan skala vertikal
1:100 yang mencakup data yang dibutuhkan.
c. Potongan Melintang (Cross Section) digambar untuk setiap titik
STA (interval 50 meter), namun pada segmen khusus harus dibuat
dengan interval lebih rapat. Gambar potongan melintang dibuat
dengan skala horizontal 1:100 dan skala vertikal 1:50. Dalam
gambar potongan melintang harus mencakup:
- Tinggi muka tanah asli dan tinggi rencana muka jalan
- Profil tanah asli dan profil/dimensi DAMIJA (ROW) rencana
- Penampang bangunan pelengkap yang diperlukan
- Data kemiringan lereng galian/timbunan (bila ada).
d. Potongan Melintang Tipikal (Typical Cross Section) harus digambar
dengan skala yang pantas dan memuat semua informasi yang
diperlukan antara lain:
- Gambar konstruksi existing yang ada.
- Penampang pada daerah galian dan daerah timbunan pada
ketinggian yang berbeda-beda.
- Penampang pada daerah perkotaan dan daerah luar kota.
- Rincian konstruksi perkerasan
- Penampang bangunan pelengkap
- Bentuk dan konstruksi bahu jalan/trotoar, median
- Bentuk dan posisi saluran melintang (bila ada)

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 101


Laporan Pendahuluan

e. Gambar standar yang mencakup antara lain: gambar bangunan


pelengkap, drainase, rambu jalan, marka jalan, dan sebagainya.
f. Gambar detail bangunan bawah dan bangunan atas Jembatan.
g. Keterangan mengenai mutu bahan dan kelas pembebanan.

2.19.2 Gambar Rencana (Final Desain)


Pembuatan gambar rencana lengkap dilakukan setelah rancangan perencanaan
disetujui oleh Pengguna Jasa dengan memperhatikan koreksi dan saran yang
diberikan.Gambar rencana akhir terdiri dari gambar-gambar rancangan yang telah
diperbaiki dan dilengkapi dengan:

a. Sampul luar (cover) dan sampul dalam.


b. Daftar isi.
c. Peta lokasi proyek.
d. Peta lokasi Sumber Bahan Material (Quarry).
e. Daftar simbol dan singkatan.
f. Daftar bangunan pelengkap dan volume.
g. Daftar rangkuman volume pekerjaan.
h. Tipikal potongan melintang
i. Plan and Profil
j. Potongan melintang struktur
k. Gambar Standar

2.20 PERHITUNGAN KUANTITAS PEKERJAAN FISIK

Perhitungan kuantitas pekerjaan fisik dilakukan dengan perkalian dan penjumlahan


dengan rumus aritmatik matematik biasa atau untuk mempermudah dilakukan
perhitungan luas penampang dan dikalikan panjangnya.
Sesuai dengan material dan pekerjaan yang dibayarkan oleh spesifikasi, volume
dihitungan dengan satuan unit sesuai dengan Spesifikasi 2010 rev 3, dengan
demikian hasil perhitungan volume dengan satuan pembayarannya menjadi sama
dan tidak perlu ada kalibrasi lagi.
Buku perhitungan kuantitas pekerjaan fisik disusun berdasarkan nomor urut item
pembayarannya.

2.21 ANALIS HARGA SATUAN & PERKIRAAN BIAYA PEK.FIISK

Analisa Harga satuan dan Perkiraan Biaya Pekerjaan Fisik dilakukan dengan bantuan
Software Analisa Harga Satuan (AHS) versi terakhir dengan dasar Spesifikasi 2010
rev 3, dengan demikian perhitungan volume akan seragam dan sesuai dengan
spesifikasinya.
Dengan bantuan Software AHS diharapkan perhitungan dan analisa harga satuan
akan menjasi lebih rapi dan mencapai sasaran yang diharapkan, dengan analisa

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 102


Laporan Pendahuluan

yang akurat, maka harga (nilai) total pekerjaan akan menjadi lebih akurat sesuai
dengan rencana fisik nantinya.

2.22 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan dan rekomendasi merupakan produk akhir dari pekerjaan Studi


Kelayakan Jembatan Juru Sebrang. Kesimpulan dan rekomendasi berisi usulan
penanganan beserta kajian kelayakan ekonomi dan finansial.

BAB III. RENCANA DAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

3.1 RENCANA KERJA PELAKSANAAN PEKERJAAN

Agar pelaksanaan pekerjaan dapat selesai sesuai jadwal yang telah


ditetapkan serta menghasilkan kajian kelayakan yang cermat yang
antisipatif terhadap pelaksanaan pekerjaan Studi kelayakan Jembatan Juru
Sebrang yang efektif dan efisien, diperlukan suatu program kerja yang

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 103


Laporan Pendahuluan

rinci, alur kerja yang baik dengan mengacu pada kerangka acuan
pekerjaan.

Studi Kelayakan Jembatan Juru Sebrang akan diselesaikan dalam


jangka waktu 5 (lima) bulan. Secara umum, kegiatan ini akan diawali
dengan melakukan persiapan dan rencana kerja dilanjutkan dengan
pengumpulan data, menganalisis dan mengkaji masalah dan metoda
penanganan, memberikan kesimpulan dan rekomendasi, dan diakhiri
dengan pembuatan Laporan Akhir. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 3.1.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 104


Laporan Pendahuluan

Tabel 3.1 Jadwal Kerja Pekerjaan FS Jembatan Juru Sebrang

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 105


Laporan Pendahuluan

3.2 STRUKTUR ORGANISASI DAN JADWAL PERSONIL

3.2.1 Organisasi Kerja Tim Konsultan

Organisasi Kerja tim Konsultan dibuat dalam bentuk bagan struktur organisasi
yang menggambarkan hubungan kerja antar anggota tim Konsultan seperti
terlihat pada Gambar 3.1.

Tim Kerja konsultan akan dipimpin oleh Team Leader yang bertanggung
jawab terhadap semua hubungan dengan Pejabat Pembuat Komitmen Unit
Pelaksanaan Kegiatan. Dalam melaksanakan pekerjaannya Team Leader akan
dibantu oleh beberapa tenaga profesional yang terdiri dari :

o Ahli Teknik Jalan/Team Leader 1 orang


o Ahli Jembatan 1 orang
o Ahli Lingkungan 1 orang
o Ahli Geoteknik 1 orang
o Ahli Hidrologi 1 orang
o Ahli Geodesi 1 orang

Disamping itu tenaga ahli ini akan ditunjang oleh staff pendukung yang
terdiri dari :

o Sekretaris 1 orang
o Operator Komputer 1 orang
o CAD Operator 1 orang
o

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 106


Laporan Pendahuluan

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Tim Konsultan

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 107


Laporan Pendahuluan
3.2.2 Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Uraian tugas dan tanggung jawab dari setiap tenaga ahli yang ditugaskan
dalam pekerjaan studi ini adalah sebagai berikut :

3.2.2.1 Ahli Teknik Jalan (Ketua Tim)

Ketua Tim, bertugas dan bertanggung jawab antara lain :


1. Menyusun rencana kerja pelaksanaan studi dan mempersiapkan kegiatan
analisis dan kajian studi serta metode yang mungkin digunakan, serta selalu
berkoordinasi dengan pemberian pekerjaan.
2. Memberi pengerahan kepada tim pelaksana, tentang pertimbangan kelayakan
proyek yang perlu diperhatikan dalam analisis.
3. Menetapkan metode pelaksanaan serta jenis data yang dibutuhkan dalam
penyelesaian permasalahan struktur perkerasan, geometrik, drainase dan
masalah teknik jalan lainnya.
4. Menentukan model yang akan digunakan dalam membuat analisis dan kajian
teknis jalan lintas ini.
5. Melaksanakan analisis dan kajian teknis atas penyelesaian permasalahan
perkerasan, geometrik dan lainnya yang diperlukan.
6. Memimpin tim pelaksanaan studi dalam diskusi teknik dengan tim pendamping
maupun Panitia Pengarah serta melakukan koordinasi antar anggota tim
pelaksanaan studi.
7. Bertanggung jawab secara teknis atas pelaksanaan studi sejak dari persiapan
sampai terwujudnya hasil studi.

3.2.2.2 Ahli Perencanaan Jembatan

1. Memberikan arahan terhadap pengukukuran topografi dan penyeledikan


geoteknik dan tanah
2. Melakukan perencanaan layout Jembatan
3. Menyusun kriteria dan standar perencanaan struktur
4. Melakukan perencanaan teknik struktur
5. membuat analisis dan kajian mengenai kelayakan jembatan dari segi struktur
maupun kelayakan secara finansial.

3.2.2.3 Ahli Lingkungan (Environment Engineer)

Ahli Lingkungan bertugas dan bertanggung jawab antara lain :


1. Menganalisa Dampak Lingkungan yang terjadi terhadap pemilihan trase jalan
tersebut dan mempersiapkan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi
dampak yang akan terjadi berupa pemantauan dan pengelolaan lingkungan.
2. Menetapkan metode dan format serta data-data maupun informasi yang
dibutuhkan dalam membuat analisis lingkungan serta peramalan perubahan
rona lingkungan yang terjadi.

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 108


Laporan Pendahuluan
3.2.2.4 Ahli Tanah

Ahli Tanah bertugas dan bertanggung jawab antara lain :


1. Mengidentifikasi karakteristik geologi dan tanah dasar di sekitar koridor
alternative jalan dan identifiksi segmen yang homogen secara geoteknik.
2. Mengidentifikasi dan mencari besaran kekuatan tanah dasar untuk keperluan
rancangan perkerasan.
3. Mengidentifikasi karakteristik geoteknik tanah untuk keperluan galian dan
timbunan.
4. Mengidentifikasi masalah geoteknik yang memerlukan perlakuan khusus,
misalnya tanah lembek atau lereng curam serta tindakan penanganan.
5. Mengidentifikasi aspek drainase yang khusus memerlukan perhatian, seperti
misalnya untuk daerah rawan banjir, rawan longsor atau rawan penggerusan.
6. Merancang konstruksi drainase seperti kolam resapan, gorong-gorong dan
saluran samping.

3.2.2.5 Ahli Hidrologi

Ahli Hidrologi bertugas dan bertanggung jawab antara lain :


1. Mengidentifikasi elevasi muka air banjir.
2. Menganalisis data hujan dalam daerah aliran besaran intensitas hujan untuk
memperoleh besaran intensitas hujan untuk perencanaan.

3.2.2.6 Tenaga Pendukung

Tenaga administrasi mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk


mengurusi administrasi pekerjaan seperti surat-surat, administrasi, keuangan dan
lainnya. Sedangkan tenaga pendukung lainnya seperti operator computer, office
boy dan lainnya yang bertugas mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan.

3.3 Jadwal Penugasan Personil

Agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan jadwal rencana


pelaksanaan pekerjaan, maka personil yang ada akan ditugasi sesuai dengan jadwal.
Adapun jadwal penugasan personil untuk Studi Kelayakan jembatan Juru Sebrang,
Kabupaten Belitung dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Jadwal Penugasan Personil


Pekerjaan FS jembatan Juru Sebrang

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 109


Laporan Pendahuluan

FS JEMBATAN JURU SEBRANG 110

Anda mungkin juga menyukai