TEKNIK BIMBINGAN
“ASPEK KOGNITIF DALAM KONSELING”
DOSEN :
NURFAIZAL M.Pd,
KELOMPOK 5 :
1. RENI ISNAENI (2022406401030)
2. AGUS TAMA FATONI (2022406401002)
3. NILA ALINIA NINGRUM (2022406401026)
A. Latar Belakang
Santrock (2003: 31) mengartikan bahwa masa remaja sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan
biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Ditilik dari segi usia, siswa SMP dan SMA
termasuk fase atau masa remaja. Fase remaja merupakan salah satu periode dalam
rentang kehidupan siswa.
Semua perubahan yang terjadi di dalam diri pada masa remaja menuntut individu
untuk melakukan penyesuaian diri dalam diri dalam membentuk suatu “Sense of self”
yang baru tentang siapa dirinya. Karena perubahan-perubahan yang terjadi
mempengaruhi remaja pada hampir semua area, konsep diri juga berada dalam keadaan
terus berubah pada periode ini. Ketidakpastian masa depan membuat formulasi dari
tujuan yang jelas merupakan tugas yang sulit. Namun, dari penyelesaian masalah dan
konflik remaja inilah lahir konsep diri remaja.
William H. Fitts, 1971 (dalam Agustiani, 2009 : 138) mengatakan bahwa konsep
diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan demikian mengetahui
konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku
orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan
tentang dirinya sendiri. Jika seseorang mempersepsikan dirinya sebagai orang yang
inferior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya
tingkah laku yang ia tampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsinya
secara subjektif tersebut.
Berbeda dari anak-anak, remaja berusaha untuk memahami siapakah dirinya,
bagaimanakah sifat-sifatnya, apa yang hendak diraih dalam hidupnya. Remaja dituntut
untuk dapat mengeskplorasi diri dan identitas dirinya, yang sering kali merupakan aspek
sentral dari perkembangan kepribadian di masa remaja. Harapan masyarakat Indonesia
kepada remaja saat ini tidak sesuai dengan kenyataan pada diri remaja hal itu disebabkan
akibat konsep diri negatif remaja yang terbentuk.
B. Ruang Lingkup Permasalahan
1. Pengertian Konseling Kognitif
2. Aspek aspek dalam konseling kognitif
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan tentang konseling kognitif ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian, dan aspek aspek konseling kognitif dengan baik dan
benar.
2. Menjelaskan aspek aspek konseling kognitif
BAB 2
PEMBAHASAN
Dalam Taksonomi Bloom yang direvisi oleh David R. Krathwohl di jurnal Theory into
Practice, aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang yang diurutkan sebagai berikut:
1. Mengingat (Remembering)
Mengingat merupakan proses kognitif paling rendah tingkatannya. Untuk
mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas
mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan
bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses
kognitif yaitu mengenali (recognizing) dan mengingat. Kata operasional mengetahui
yaitu mengutip, menjelaskan, menggambar, menyebutkan, membilang, mengidentifikasi,
memasangkan, menandai, menamai.
2. Memahami (Understanding).
Pertanyaan pemahaman menuntut siswa menunjukkan bahwa mereka telah
mempunyai pengertian yang memadai untk mengorganisasikan dan menyusun materi-
materi yang telah diketahui. Siswa harus memilih fakta-fakta yang cocok untuk
menjawab pertanyaan. Jawaban siswa tidak sekedar mengingat kembali informasi, namun
harus menunjukkan pengertian terhadap materi yang diketahuinya. Kata operasional
memahami yaitu menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan,
menjelaskan, membeberkan.
3. Menerapkan (Applying).
Pertanyaan penerapan mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan
masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu, mengaplikasikan berkaitan erat dengan
pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk
pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu
menjalankan dan mengimplementasikan. Kata oprasionalnya melaksanakan,
menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai,
menyelesaikan, mendeteksi.
4. Menganalisis (Analyzing).
Pertanyaan analisis menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-
unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Kata
oprasionalnya yaitu menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang,
mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan,
membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan.
5. Mengevaluasi (Evaluating).
Mengevaluasi membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang
ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini adalah memeriksa
dan mengkritik. Kata operasionalnya yaitu menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi,
menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan.
6. Membuat (Creating).
Membuat adalah menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan.
Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini yaitu membuat,
merencanakan, dan memproduksi. Kata oprasionalnya yaitu merancang, membangun,
merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan,
memperkuat, memperindah, menggubah.
7. Menangkap Pesan
Seorang konselor juga dituntut untuk bisa menerima dengan cepat, tepat, akurat dan
komperhensif mengenai beberapa pesan verbal serta non verbal yang disampaikan oleh
konseli.
Dalam proses ini, konselor sangat diharapkan untuk tidak melupakan satu atau
bahkan lebih pesan yang sudah disampaikan. Apabila pesan terlalu panjang, maka bisa
memakai teknik komunikasi dimana peran psikologi komunikasi dalam hubungan antar
manusia bisa berupa penyimpulan atau summary bagian, parafrase dan juga beberapa
teknik lain yang berhubungan. Apabila tidak yakin dengan isi pesan yang sudah
disampaikan, maka bisa memakai clarrification atau teknik lainnya.
8. Menginterpretasi
Pelaksanaan konseling diharapkan bisa didasari dengan sebuah pendekatan
konseling baik berupa sebuah pendekatan tertentu atau eklektik dan integratif. Dalam
pendekatan ini juga diharapkan bisa diaplikasikan sebuah konsep dari pendekatan
konseling sehingga bisa memahami dinamika psikologis yang terjadi di dalam kerangkan
acuan internal. Interpretasi pesan bisa mendorong konselor untuk bisa memahami dari
sudut pandang internal dan bukan dari kondisi atau situasi eksternal yang sudah dibahas
sebelumnya.