Anda di halaman 1dari 8

ANEMIA PADA REMAJA

1. Pengertian Anemia
Anemia merupakan suatu kondisi dimana kadar hemoglobin kurang dari yang
diharapkan sesuai dengan usia dan jenis kelamin,dimana kadar hemoglobin saat kita lahir
tinggi (20 gram/dl), tetapi menurun pada kehidupan tiga bulan pertama sampai angka
terendah (10gram/dl) sebelum meningkat kembali menjadi nilai dewasa normal (12
gram/dl) pada wanita dan > 13 gram/dl pada pria (Aulia et al., 2017). Defisiensi zat besi
(anemia) dapat menyebabkan penurunan kapasitas latihan, fungsi imun, dan kinerja
kognitif. Remaja perempuan yang mengalami defisiensi zat besi memiliki skor yang lebih
rendah pada pembelajaran verbal dan memori (Sharlin J & Edelstein, 2015). Anemia di
kalangan remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan remaja laki laki. Anemia pada
remaja berdampak buruk terhadap penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi belajar,
kebugaran remaja dan produktifitas.
Penelitian yang dilakukan oleh (Kristianti et al., 2014) menunjukkan adanya
hubungan antara anemia dengan siklus menstruasi seorang wanita Siklus menstruasi yang
tidak normal bisa disebabkan karena seorang wanita mempunyai atau menderita anemia.
Anemia membawa pengaruh yang sangat penting untuk keteraturan siklus menstruasi,
wanita yang mempunyai atau menderita anemia. sehingga suplai oksigen ke seluruh
tubuh berkurang follicle stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) yang
dihasilkan oleh hipotalamus berpengaruh (Saifudin, 2010) Remaja yang mengalami
anemia dapat berdampak menurunnya kesehatan reproduksi, perkembangan motoric,
mental, kecerdasan terhambat, menurunnya prestasi belajar, tingkat kebugaran menurun
dan tidak tercapainya tinggi badan maksimal. Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan
remaja putri sebagai seorang calon ibu yang dapat meningkatkan risiko kematian
ibumelahirkan, bayi lahir premature dan berat badan lahir rendah (Andriani &
Wirjatmadi, 2013)
2. Ambang batas anemia
Kadar hemoglobin dalam darah menjadi kategori dalam penentuan status anemia.
Adapun kadar hemoglobin yang menandakan anemia menurut umur dan jenis kelamin
berdasarkan WHO, 2011:
Populasi Normal Ringan Sedang Berat
Anak 12 g/dl 11-11,9 g/dl 8-9 g/dl <8 g/dl
perempuan
umur 12-14
tahun
Perempuan 12 g/dl 11-11,9 g/dl 8-10,9 g/dl < 8 g/dl
tidak hamil
umur > 15
tahun
Ibu hamil 11 g/dl 10-10,9 g/dl 7-9,9 g/dl <7 g/dl
Laki laki > 15 13 g/dl 11-12,9 g/dl 8-10,9 g/dl < 8 g/dl
tahun
3. Penyebab Anemia
Menurut Adriani dan Wijatmadi (2012), dalam masyarakat yang diet sehari-
harinya sebagian besar berasal dari sumber nabati, adanya penyakit infeksimaupun
investasi parasit sangat berperan dalam terjadinya anemia gizi. Rendahnya kadar zat besi
dalam diet sehari-hari maupun kurangnya tingkat absorpsi zat besi yang terkandung
dalam sumber nabati hanya merupakan sebagian dari alasan tingginya angka prevalensi
anemia gizi di Indonesia. Investasi cacing dalam usus, terutama cacing tambang dan
penyakit infeksi yang lain banyak dijumpai dan menambah timbulnya anemia. Ada tiga
faktor terpenting yang menyebabkan seseorang menjadi anemia, yaitu kehilangan darah
karena perdarahan akut/kronis, pengerusakan sel darah merah, dan produksi sel darah
merah yang tidak cukup banyak.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya anemia gizi pada usia remaja (health
media nutrition series) adalah:
a) Adanya penyakit infeksi yang kronis
b) Menstruasi yang berlebihan pada remaja putri
c) Perdarahan yang mendadak seperti kecelakaan
d) Jumlah makanan atau penyerapan diet yang buruk dari zat besi, vitamin B12,
vitamin B6, vitamin C, tembaga
Menurut Depkes (2003) dalam Nursari (2010), penyebab anemia pada remaja putri dan
wanita sebagai berikut:
a) Pada umumnya konsumsi makanan nabati pada remaja putri dan wanita tinggi,
dibanding makanan hewani sehingga kebutuhan Fe tidak terpenuhi.
b) Sering melakukan diet (pengurangan makan) karena ingin langsing dan
mempertahankan berat badannya.
c) Remaja putri dan wanita mengalami menstruasi tiap bulan yang membutuhkan zat
besi tiga kali lebih banyak dibanding laki-laki.
4. Gejala Anemia
Menurut Arisman (2004), gejala anemia biasanya tidak khas dan sering tidak jelas seperti
pucat, mudah lelah, berdebar, dan sesak nafas. Kepucatan bisa diperiksa pada telapak
tangan, kuku dan konjungtiva palpebra. Sedangkan menurut Depkes (1998) dan
Supariasa (2002) dalam Nursari (2010), gejala/tandatanda anemia antara lain 5 L (lelah,
lesu, lemah, letih, lalai), bibir tampak pucat, nafas pendek, lidah licin, denyut jantung
meningkat, susah buang air besar, nafsu makan berkurang, kadang-kadang pusing, dan
mudah mengantuk.
5. Cara pencegahan dan penanggulangan anemia
Menurut Kemenkes R.I (2016), upaya pencegahan dan penanggulangan anemia
dilakukan dengan memberikan asupan zat besi yang cukup ke dalam tubuh untuk
meningkatkan pembentukan hemoglobin. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya:
a) Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi Meningkatkan asupan makanan
sumber zat besi dengan pola makan bergizi seimbang, yang terdiri dari aneka
ragam makanan, terutama sumber pangan hewani yang kaya zat besi (besi heme)
dalam jumlah yang cukup sesuai dengan AKG. Selain itu juga perlu
meningkatkan sumber pangan nabati yang kaya zat besi (besi non-heme),
walaupun penyerapannya lebih rendah dibanding dengan hewani.
b) Fortifikasi bahan makanan dengan zat besi Fortifikasi bahan makanan yaitu
menambahkan satu atau lebih zat gizi kedalam pangan untuk meningkatkan nilai
gizi pada pangan tersebut. Penambahan zat gizi dilakukan pada industri pangan,
untuk itu disarankan membaca label kemasan untuk mengetahui apakah bahan
makanan tersebut sudah difortifikasi dengan zat besi.
c) Suplementasi zat besi Pada keadaan dimana zat besi dari makanan tidak
mencukupi kebutuhan terhadap zat besi, perlu didapat dari suplementasi zat besi.
Pemberian suplementasi zat besi secara rutin selama jangka waktu tertentu
bertujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat, dan perlu
dilanjutkan untuk meningkatkan simpanan zat besi di dalam tubuh.

PERNIKAHAN DINI
1. Pengertian pernikahan dini
Pernikahan dini adalah pernikahan yang berlangsung pada umur di bawah usia produktif
yaitu kurang dari 20 (dua puluh ) tahun pada wanita dan kurang dari 25 (dua puluh lima)
tahun pada pria. Pernikahan dini merupakan perkawinan dibawah umur, dalam hal ini
persiapan seorang anak atau remaja belum sepenuhnya maksimal, baik dalam persiapan
mental, psikis, bahkan materinya. Ketika pernikahan dilakukan di usia dini, remaja belum
cukup memiliki pengetahuan tentang pernikahan, keluarga, dan belum mengetahui
bagaimana manajemen konflik yang baik. Sehingga hal tersebut akan menimbulkan
pertengkaran dalam keluargan dan membuat pernikahannya kurang harmonis.
2. Faktor yang mendorong pernikahan dini
a) Faktor ekonomi
Kesulitan ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya
pernikahan dini, keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi akan cenderung
menikahkan anaknya pada usia muda untuk melakukan pernikahan dini.
Pernikahan ini diharapkan menjadi solusi bagi kesulitan ekonomi keluarga,
denganmenikah diharapkan akan mengurangi beban ekonomi keluarga, sehingga
akan sedikit dapat mengatasi kesulitan ekonomi. Disamping itu, masalah ekonomi
yang rendah dan kemiskinan menyebabkan orang tua tidak mampu mencukupi
kebutuhan anaknya dan tidak mampu membiayai sekolah sehingga mereka
memutuskan untuk menikahkan anaknya dengan harapan sudah lepas tanggung
jawab untuk membiayai kehidupan anaknya ataupun dengan harapan anaknya
bisa memperoleh penghidupan yang lebh baik
b) Orang tua
Pada sisi lain, terjadinya pernikahan dini juga dapat disebabkan karena
pengaruh bahkan paksaan orang tua. Ada beberapa alasan orang tua menikahkan
anaknya secara dini, karena kuatir anaknya terjerumusa de pergaulan bebas dan
berakibat negatif; karena ingin melanggengkan hubungan dengan relasinya
dengan cara menjodohkan anaknya dengan relasi atau anaknya relasinya;
menjodohkan anaknya dengan anaknya saudara dengan alasan agar harta yang
dimiliki tidak jatuh ke orang lain, tetapi tetep dipegang oelh keluarga.
c) Kecelakaan (marride by accident)
Terjadinya hamil di luar nikah, karena anak-anak melakukan hubungan
yang melanggar norma, mamaksa mereka untuk melakukan pernikahan dini, guna
memperjelas status anak yang dikandung. Pernikahan ini memaksa mereka
menikah dan bertanggung jawab untuk berperan sebagai suami istri serta menjadi
ayah dan ibu, sehinga hal ini nantinya akan berdampak pada penuaan dini, karena
mereka belum siap lahir dan batin. Disamping itu, dengan kehamilan diluar nikah
dan ketakutan orang tua akan terjadinya hamil di luar nikah mendorong anaknya
untuk menikah diusia yang masih belia.
d) Melanggengkan hubungan
Pernikahan dini dalam hal ini sengaja dilakukan dan sudah disiapkan
semuanya, karena dilakukan dalam rangka melanggengkan hubungan yang
terjalin antara keduanya. Hal ini menyebabkan mereka menikah di usia belia
(pernikahan dini), agar status hubungan mereka ada kepastian.selain itu,
pernikahan ini dilakukan dalam rangka menghindari dari perbuatan yang tidak
sesuai dengan norma agama dan masyarakat. Dengan pernikahan ini diharapkan
akan membawa dampak positif bagi keduanya.
e) Karena tradisi dikeluarga (kebiasaan nikah usia dini pada keluarga dikarenakan
agar tidak dikatakan perawan tua).
Pada beberapa keluarga tertentu, dapat dilihat ada yang memiliki tradisi
atau kebiasaan menikahkan anaknya pada usia muda, dan hal ini berlangsung
terus menerus, sehingga anak-anak yang ada pada keluarga tersebut secara
otomatis akan mengikuti tradisi tersebut. Pada keluarga yang menganut kebiasaan
ini, biasanya didasarkan pada pengetahuan dan informasi yang diperoleh bahwa
dalam Islam tidak ada batasan usia untuk menikah, yang penting adalah sudah
mumayyis ( baligh) dan berakal, sehingga sudah selayaknya dinikahkan.
f) Karena kebiasaan dan adat istiadat setempat.
Adat istiadat yang diyakini masyarakat tertentu semakin menambah
prosentase pernikahan dini di Indonesia.Misalnya keyakinan bahwa tidak boleh
menolak pinangan seseorang pada putrinya walaupun masih dibawah usia 18
tahun terkadang dianggap menyepelekan dan menghina menyebabkan orang tua
menikahkan putrinya.
3. Dampak pernikahan dini
a) Dampak bagi remaja yang melakukan pernikahan dini yaitu:
 Remaja yang hamil akan lebih mudah menderita anemia selagi hamil dan
melahirkan, salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi.
 Kehilangan kesempatan mengecap pendidikan yang lebih tinggi.
 Pada kondisi tertentu, anak yang melakukan pernikahan dini cenderung tidak
memperhatikan pendidikannya, apalagi ketika menikah langsung memperoleh
keturunan, ia akan disibukkan mengurus anak dan keluarganya, sehingga hal
ini dapat menghambatnya untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih
tinggi. Namun hal ini dapat diminimalisir dengan dukungan keluarga penuh,
serta ada bantuan dalam kepengasuhan anak, akan dapat meminimalisir
pasangan pernikahan dini untuk dapat terus malanjutkan studinya.
 Interaksi dengan lingkungan teman sebaya berkurang.
 Bagaimanapun status baik sebagai suami maupun istri turut memberikan
kontribusi dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya. Bagi pasangan
pernikahan dini, hal ini dapat berpengaruh dalam berhubungan dengan teman
sebaya. Mereka akan merasa canggung atau enggan bergaul dengan teman
sebayanya. Mereka berada pada kondisi yang tidak menentu dalam status
sosial, karena ketika bergaul dengan orang tua, relitasnya mereka masih
remaja, begitu juga sebaliknya, mau main dengan teman sebayanya yang
remaja, kenyataannya mereka sudah berstatus sebagai suami maupun istri. Hal
ini akan menyebabkan mereka mala justmen yaitu penyesuaian diri yang
salah. Maka bereka harus mampu beradaptasi dengan lingkungan sosialnya
dengan baik.
 Sempitnya peluang mendapat kesempatan kerja yang otomatis mengekalkan
kemiskinan (status ekonomi keluarga rendah karena pendidikan yang minim)
b) Dampak bagi sang anak :
 Lahir dengan berat rendah, sebagai penyebab utama tingginya angka kematian
ibu dan bayi
 Cedera saat lahir
 Komplikasi persalinan yang berdampak pada tingginya angka kematian
c) Dampak bagi keluarga yang akan dibina
 Kekerasan terhadap istri yang timbul karena tingkat berpikir yang belum
matang bagi pasangan muda tersebut
 Kesulitan ekonomi dalam rumah tangga
 Pengetahuan yang kurang akan lembaga perkawinan
 Rerelasi (menjalin hubungan kembali) yang buruk dengan keluarga.
4. Upaya pencegahan pernikahan dini
 Mensosialisasikan undang–undang terkait pernikahan anak di bawah umur beserta
sanksisanksi bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan resiko–resiko terburuk
yang bisa terjadi akibat pernikahan anak di bawah umur kepada masyarakat
 Meningkatkan intervensi perlindungan anak perempuan 15-17 tahun dengan fokus
utama penyelesaian sekolah menengah.
 Memberikan akses pendidikan tinggi kepada anak-anak guna menangani masalah
kerentanan ekonomi.
Kesehatan Reproduksi pada Remaja
1. Pengertian kesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara
utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang
berkaitan dengan sistim reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Remaja atau adolescence,
berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh ka arah kematangan.
Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga
kematangan sosial dan psikologis. Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh
adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja adalah suatu periode masa
pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa peralihan. Masa remaja
merupakan periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa.
2. TAHAPAN REMAJA
Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual,
semua remaja akan melewati tahapan berikut :
a) Masa remaja awal/dini (early adolescence) : umur 11 – 13 tahun. Dengan ciri khas
: ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berfikir abstrak dan lebih
banyak memperhatikan keadaan tubuhnya.
b) Masa remaja pertengahan (middle adolescence) : umur 14 – 16 tahun. Dengan ciri
khas : mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang
seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam.
c) Masa remaja lanjut (late adolescence) : umur 17 – 20 tahun. Dengan ciri khas :
mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai
citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri.
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu. Walaupun
setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas yang jelas, karena
proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan. Terdapat ciri yang pasti dari
pertumbuhan somatik pada remaja, yaitu peningkatan massa tulang, otot, massa lemak,
kenaikan berat badan, perubahan biokimia, yang terjadipada kedua jenis kelamin baik
laki-laki maupun perempuan walaupun polanya berbeda. Selain itu terdapat kekhususan
(sex specific), seperti pertumbuhan payudara pada remaja perempuan dan rambut muka
(kumis, jenggot) pada remaja laki-laki.
3. perubahan fisik pada masa remaja
Perubahan fisik dalam masa remaja merupakan hal yang sangat penting dalam kesehatan
reproduksi, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan fisik yang sangat cepat untuk
mencapai kematangan, termasuk organ-organ reproduksi sehingga mampu melaksanakan
fungsi reproduksinya. Perubahan yang terjadi yaitu :
1. Munculnya tanda-tanda seks primer; terjdi haid yang pertama (menarche)
pada remaja perempuan dan mimpi basah pada remaja laki-laki.
2. Munculnya tanda-tanda seks sekunder, yaitu :
a. Pada remaja laki-laki; tumbuhnya jakun, penis dan buah zakar bertambah
besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, suara bertambah besar, dada lebih
besar, badan berotot, tumbuh kumis diatas bibir, cambang dan rambut di
sekitar kemaluan dan ketiak.
b. Pada remaja perempuan; pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina,
tumbuh rambut di sekitar kemaluan dan ketiak, payudara membesar.
4.MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Kuatnya norma sosial yang menganggap seksualitas adalah tabu akan berdampak
pada kuatnya penolakan terhadap usulan agar pendidikan seksualitas terintegrasikan ke
dalam kurikulum pendidikan. Sekalipun sejak reformasi bergulir hal ini telah diupayakan
oleh sejumlah pihak seperti organisasi-organisasi non pemerintah (NGO), dan juga
pemerintah sendiri (khususnya Departemen Pendidikan Nasional), untuk memasukkan
seksualitas dalam mata pelajaran ’Pendidikan Reproduksi Remaja’; namun hal ini belum
sepenuhnya mampu mengatasi problem riil yang dihadapi remaja. Faktanya, masalah
terkait seksualitas dan kesehatan reproduksi masih banyak dihadapi oleh remaja.
Masalah-masalah tersebut antara lain :
1. Perkosaan.
Kejahatan perkosaan ini biasanya banyak sekali modusnya. Korbannya tidak hanya
remaja perempuan, tetapi juga laki-laki (sodomi). Remaja perempuan rentan mengalami
perkosaan oleh sang pacar, karena dibujuk dengan alasan untuk menunjukkan bukti cinta.
2. Free sex.
Seks bebas ini dilakukan dengan pasangan atau pacar yang berganti-ganti. Seks bebas
pada remaja ini (di bawah usia 17 tahun) secara medis selain dapat memperbesar
kemungkinan terkena infeksi menular seksual dan virus HIV (Human Immuno
Deficiency Virus), juga dapat merangsang tumbuhnya sel kanker pada rahim remaja
perempuan. Sebab, pada remaja perempuan usia 12-17 tahun mengalami perubahan aktif
pada sel dalam mulut rahimnya. Selain itu, seks bebas biasanya juga dibarengi dengan
penggunaan obat-obatan terlarang di kalangan remaja. Sehingga hal ini akan semakin
memperparah persoalan yang dihadapi remaja terkait kesehatan reproduksi ini.
3. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD).
Hubungan seks pranikah di kalangan remaja didasari pula oleh mitos-mitos seputar
masalah seksualitas. Misalnya saja, mitos berhubungan seksual dengan pacar merupakan
bukti cinta. Atau, mitos bahwa berhubungan seksual hanya sekali tidak akan
menyebabkan kehamilan. Padahal hubungan seks sekalipun hanya sekali juga dapat
menyebabkan kehamilan selama si remaja perempuan dalam masa subur.
4. Aborsi.
merupakan keluarnya embrio atau janin dalam kandungan sebelum waktunya. Aborsi
pada remaja terkait KTD biasanya tergolong dalam kategori aborsi provokatus, atau
pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan. Namun begitu, ada juga yang
keguguran terjadi secara alamiah atau aborsi spontan. Hal ini terjadi karena berbagai hal
antara lain karena kondisi si remaja perempuan yang mengalami KTD umumnya tertekan
secara psikologis, karena secara psikososial ia belum siap menjalani kehamilan. Kondisi
psikologis yang tidak sehat ini akan berdampak pula pada kesehatan fisik yang tidak
menunjang untuk melangsungkan kehamilan.

Daftar Pustaka
1. anemia
Khobibah, K., Nurhidayati, T., Ruspita, M., & Astyandini, B. (2021). ANEMIA
REMAJA DAN KESEHATAN REPRODUKSI. Jurnal Pengabdian Masyarakat
Kebidanan, 3(2), 11-17.

Anda mungkin juga menyukai