0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
45 tayangan4 halaman
Masalah gizi yang umum dialami bayi dan balita di Indonesia meliputi kekurangan energi protein, vitamin A, besi, yodium, serta kelebihan berat badan. Faktor penyebabnya antara lain asupan makanan yang tidak seimbang, infeksi penyakit, dan status sosial ekonomi keluarga. Gangguan gizi ini berdampak buruk pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Masalah gizi yang umum dialami bayi dan balita di Indonesia meliputi kekurangan energi protein, vitamin A, besi, yodium, serta kelebihan berat badan. Faktor penyebabnya antara lain asupan makanan yang tidak seimbang, infeksi penyakit, dan status sosial ekonomi keluarga. Gangguan gizi ini berdampak buruk pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Masalah gizi yang umum dialami bayi dan balita di Indonesia meliputi kekurangan energi protein, vitamin A, besi, yodium, serta kelebihan berat badan. Faktor penyebabnya antara lain asupan makanan yang tidak seimbang, infeksi penyakit, dan status sosial ekonomi keluarga. Gangguan gizi ini berdampak buruk pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menurut UNICEF, status gizi balita dipengaruhi langsung oleh asupan makanan dan penyakit infeksi. Asupan zat gizi pada makanan yang tidak optimal dapat menimbulkan masalah gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi pada balita antara lain kekurangan energi protein (KEP), kekurangan vitamin A (KVA), anemia gizi besi (AGB), gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), dan gizi lebih (Susilowati & Kuspriyanto, 2016). 1. Kurang Energi Protein (KEP) KEP sering dijumpai pada anak usia enam bulan hingga lima tahun di mana pada usi aini tubuh memerlukan zat gizi yang sangat tinggi, sehingga apabila kebutuhan zat gizi tidak terpenuh maka tubuh akan menggunakan cadangan zat gizi yang ada dalam tubuh, yang akibatnya semakin lama cadangan semakin habis dan akan menyebabkan terjadinya kekurangan yang akan menimbulkan perubahan pada gejala klinis (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Penyebab kurang energi protein menurut BAPPENAS dalam Purba, dkk (2021) dipengaruhi beberapa faktor, antara lain yakni: a. Penyebab langsung Konsumsi makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Timbulnya KEP tidak hanya karena makanan yang kurnag tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam akhirnya akan kekurangan gizi b. Penyebab tidak langsung Ketahanan pangan tingkat keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah kemampuan keluarga untuk memnuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah ang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Pola pengasuhan adalah kemmapuan keluarg dan masyarakat untuk menyediakan wkatu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatn dasar yang terjangkau oleh setiap keluaga yang membutuhkan. 2. Kekurangan Vitamin A (KVA) Vitamin A bermanfaat untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan karena vitamin A meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi seperti campak diare dan ISPA. Vitamin A juga bermanfaat untuk kesehatan mata dan membantu proses pertumbuhan. Adapun penyebab kekurangan vitamin A bisa dipengaruhi oleh dua faktor, dalam Adriani & Wirjatmadi (2012) yaitu: a. Penyebab langsung Makanan sehari-hari yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh dalam jangka waktu lama. Kurangnya konsumsi vitamin A dalam makanan yang diperlukan tubuh mempertahankan keadaan gizi normal. Kekurangan vitamin A ini umumnya terjadi setiap balita karena kurangnya sumber vitamin A. b. Penyebab tidak langsung Penyakit infeksi dapat menyebabkan nafsu makan berkurang, percepatan dalam peningkatan penggunaan vitamin A dalam tubuh dan konsekuensi persediaan zat gizi tidak mencukupinya. Kondisi lain dihubungkan dengan kemiskinan, kondisi sosial ekonomi yang belum berkembang, sanitasi serta pemeliharaan hygiene perorangan yang diabsorpsikan dengan malnutrisi termasuk vitamin A. Proses penyerapan makanan dalam tubuh terganggu karena internet cacing, diare atau adanya penyakit ISPA dan campak 3. Anemia Gizi Besi Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari nilai normal. Hal ini terjadi karena zat besi berperan pada sintesis sel darah merah untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh titik kekurangan zat besi dalam keadaan lanjut menyebabkan pembentukan sel darah merah tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis tubuh yang diasosiasikan sebagai keadaan anemia (Purba, dkk, 2021). Penyebab utama anemia gizi adalah konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorpsi zat besi yang rendah serta pola makan yang sebagian besar terdiri dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Selain itu infeksi kecacingan dan penyakit malaria memperberat keadaan anemia. Menurut The United States Center Of Disease Control and Prevention menjelaskan anak-anak yang memiliki risiko mengalami anemia defisiensi besi antara lain prematur atau bayi dengan berat badan lahir rendah, bayi yang diberikan susu sapi sebelum usia 12 bulan (Purba, dkk, 2021). 4. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) Zat yodium adalah zat kimia yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menghasilkan hormon tiroid. Gangguan akibat kekurangan yoodium (GAKY) adalah sekumpulan gejala yang ditiimbulkan karena tubuh kekurangan yodium dalam jangka waktu yang lama. Pada tingkat pembesaran kelenjar gondok akibat kekurangan yodium merupakan masallah keindahan belaka, namun pada perkembangan yan lebih besar akan menimbulkan keluhan-keluhan sesak napas, kesulitan menelan. Pada tingkat yang lebih berat dapat berakiat denyut jantung lebih meningkat dan merapa cepat lelah (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Sednagkan dalam Sarlan (2019) dampak buruk GAKY tingkat ringan akan terjadi kelainan perkembangan sel-sel saraf yang memengaruhi kemampuan belajar anak. Perkembangan sel otak terjadi dengan pesat pad ajanin dan anak sampai usia dua tahun. 5. Gizi Lebih (Obestas) Gizi lebih atau obesitas berarti adanya akumulasi lemak dalam tubuh dengan jumlah yang berlebih sehingga menimbulkan risiko terjadinya gangguan kesehatan. Anak-anak dengan kelebihan berat badan atau obesitas pada usia dini cenderung tetap dengan obesitas nya Hingga memasuki usia dewasa dan besar kemungkinan mengalami penyakit tidak menular pada usia yang lebih muda salah satu contohnya penyakit diabetes atau gangguan kardiovaskuler (Purba, dkk, 2021). Penyebab obesitas biasanya karena multifaktorial antara lain asupan nutrisi, pola makan, jenis makanan yang dikonsumsi, gaya hidup, minim aktivitas fisik, genetik, hormonal, sosial ekonomi keluarga, lingkungan dan pola asuh. Namun Faktor yang paling utama yang mengakibatkan obesitas pada anak usia dini adalah asupan makanan, aktivitas fisik dan pola asuh orang tua (Purba, dkk, 2021). 6. Stunting Merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Stunting adalah masalah gizi kronis yang ditandai dnegan kagagalan seorang anak untuk tumbuh dna berkembang secara optimal sehingga anak terlalu pende untuk usianya. Stunting terjadi mulai saat masih janin dnabaru berdampak saat anak berusia dua tahun. Stunting pad aanak merupakan dampak dari defisiensi nutrient selama seribu hari pertama kehidupan. Hal ini menimbulkan gangguan perkembangan fisik anak yang irreversible, sehingga menyebabkan penurunan performa kerja. Anak yang stunting memiliki rerata sko IQ sebelas poin lebih rendah dibandingkan rerata skor IQ pada anak normal (Purba, dkk, 2021). Masalah stunting menggambarkna masalah gizi kronis. Perilaku yang salah dalam menerapkan pola makan pada anak merupakan faktor yang menyebabkan stunting, dan semakin baik pola makannya maka anak akan tercegah dari kejadian stunting. Pengetahuan ibu yang kurang tentang stunting dapat disebabkan oleh faktor usia dan pendidikan. Kejadian stunting juga dipengaruhi pemberian ASI ekslusif (Purba, dkk, 2021). Ketika masuk usia tiga tahun, anak mulai bersifat ingin mandiri dalam memilih dan menentukan makanan yang ingin dikonsumsinya. Pada usia 3- 5 tahun, anak sering menolak makanan yang tidak disukai dan hanya memilih makanan yang disukai (Susilowati & Kuspriyanto, 2016).
Adriani, M., Wirjatmadi, B. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana
Purba, D. H., Kushargina, R., Ningsih, W. I. F., dkk. 2021. Kesehatan dan Gizi untuk Anak. Medan: Yayasan Kita Menulis Susilowati, Kuspriyanto. 2016. Gizi dalam Daur Kehidupan. Bandung: Refika Aditama. Sarlan, A. G. 2019. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY). Semarang: Alprin