Anda di halaman 1dari 5

Mengapa Penanganan Anemia pada Remaja Putri itu Penting?

Anemia adalah kadar hemoglobin (Hb) dalam darah seseorang rendah (WHO,2015). Secara
awam dikenal dengan kurang darah. Hemoglobin adalah komponen dalam darah yang
mengikat dan membawa oksigen ke seluruh tubuh. Oksigen sangat diperlukan oleh sel-sel
tubuh kita. Jika oksigen kurang maka jaringan otak, jaringan otot tidak dapat berfungsi
dengan baik, sehingga muncul gejala umum anemia yang dikenal dengan 5L yaitu Lesu,
Letih, Lemah, Lelah dan Lalai disertai pusing, berkunang-kunang, gampang mengantuk dan
sulit berkonsentrasi.

Remaja putri sangat rentan terkena anemia karena banyak mengalami kehilangan darah saat
menstruasi. World Health Organization (2016) memperkirakan sebanyak 27 persen remaja
putri di negara berkembang menderita anemia. Remaja putri berisiko lebih tinggi terkena
anemia dibandingkan dengan remaja laki- laki karena alasan pertama remaja perempuan
setiap bulan mengalami siklus menstruasi dan alasan kedua yaitu karena memiliki
kebiasaan makan yang salah (Masthalina, 2015).

Anemia pada remaja berdampak buruk terhadap penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi
belajar, kebugaran remaja dan produktifitas. Selain itu, secara khusus anemia yang dialami
remaja putri akan berdampak lebih serius, mengingat mereka adalah para calon ibu yang
akan hamil dan melahirkan seorang bayi, sehingga memperbesar risiko kematian ibu
melahirkan, bayi lahir prematur dan berat bayi lahir rendah (BBLR). Anemia dapat
dihindari dengan konsumsi makanan tinggi zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin C dan
zink, dan pemberian tablet tambah darah (TTD). Pemerintah memiliki program rutin terkait
pendistribusian TTD bagi wanita usia subur (WUS), termasuk remaja dan ibu hamil.
Remaja Indonesia banyak yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki tinggi badan yang
pendek atau disebut stunting. Rata-rata tinggi anak Indonesia lebih pendek dibandingkan
dengan standar WHO, yaitu lebih pendek 12,5cm pada laki-laki dan lebih pendek 9,8cm
pada perempuan.

Faktor gizi penyebab paling umum terjadinya anemia pada remaja putri
Khumaidi (1989) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi tingginya
prevalensi anemia gizi besi di negara berkembang adalah keadaan sosial ekonomi rendah
meliputi pendidikan orang tua dan penghasilan yang rendah serta kesehatan pribadi di
lingkungan yang buruk. Meskipun anemia disebabkan oleh berbagai faktor, namun lebih
dari 50 % kasus anemia yang terbanyak diseluruh dunia secara langsung disebabkan oleh
kurangnya masukan zat gizi besi. Prevalensi anemia remaja di Indonesia terbilang cukup
tinggi, maka dari itu diperlukan intervensi untuk mengurangi angka prevalensi. Maka dari
itu, program tablet tambah darah sebaiknya dilaksanakan secara maksimal.

Anemia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun yang paling umum dan paling sering
terjadi yaitu karena faktor gizi. Masih banyak sekali para remaja yang mempunyai asupan
gizi yang kurang terutama pada asupan zat gizi. Zat gizi yang dikonsumsi dengan kadar
yang tidak cukup maka akan berpengaruh pada kejadian anemia. Berdasarkan hasil survey
yang dilakukan oleh Kemenkes RI terdapat 30% wanita yang menderita anemia. Kadar Hb
atau biasanya yang dikenal dengan Hemoglobin dalam darah pada penderita anemia
berkurang yang disebabkan oleh kurangnya pembentukan sel darah merah yang terjadi
karena berkurangnya zat besi yang ada dalam darah. Pada anemia gizi biasanya timbul
tanda yang diawali dengan fertin atau menipisnya simpanan zat besi dan juga adanya
pertambahan absorbsi zat besi dengan bertambahnya kapasitas pengikatan besi. Pada
remaja wanita kehilangan zat besi dapat terjadi ketika terjadi menstruasi pada remaja
wanita yang menstruasi kurang di bawah 12 tahun dapat mengalami anemia lebih rentan
daripada remaja wanita yang menstruasi 12 tahun keatas. Ada juga dampak yang
disebabkan karena kekurangan zat besi pada remaja diantaranya adalah gangguan belajar
atau tingkat kemampuan pada perkembangan, adanya penurunan pada aktivitas fisik yang
dilakukan, dan juga dampak negatif pada sistem pertahanan tubuh dalam membantu
melawan penyakit infeksi.
Selain itu penyebab anemia gizi besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang meningkat,
akibat mengidap penyakit kronis dan kehilangan darah karena menstruasi dan infeksi
parasit (cacing). Di negara berkembang seperti Indonesia penyakit kecacingan masih
merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia gizi besi, karena diperkirakan cacing
menghisap darah 2-100 cc setiap harinya. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan
gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan
kadar Hb dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat lupa.
Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olah raga dan produktifitas kerja. Selain itu
anemia gizi besi akan menurunkan daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena
infeksi. Hal ini dikarenakan, zat besi sebagai bahan utama produksi hemoglobin memiliki
peran sebagai antioksidan.

Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri

Program pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri dilakukan dengan
pemberian suplementasi zat besi folat atau yang dikenal dengan Tablet Tambah Darah
(TTD) sejak tahun 1997 yang diberikan setiap hari pada saat remaja putri sedang
menstruasi. Program tersebut dilakukan secara mandiri di beberapa daerah untuk
meningkatkan kesehatan pra-kehamilan dan status gizi sebagai persiapan ibu, agar ibu
hamil tidak anemia dan melahirkan bayi yang sehat. Dalam rangka Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun
2013, upaya kesehatan dan gizi diprioritaskan dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
untuk meningkatkan tumbuh kembang anak. Upaya Percepatan Perbaikan Gizi dilakukan
melalui intervensi yang spesifik dan sensitif antara lain terintegrasi dengan program
penanggulangan anemia pada kelompok sasaran remaja putri dan WUS. Sesuai dengan
rekomendasi WHO tahun 2011, upaya penanggulangan anemia pada remaja putri dan WUS
difokuskan pada kegiatan promotif dan preventif yaitu peningkatan konsumsi makanan
kaya zat besi, suplementasi makanan kaya zat besi, dan peningkatan fortifikasi bahan
makanan dengan zat besi dan folat. asam (Kemenkes RI, 2018b).
Kondisi kekurangan gizi berupa zat besi merupakan salah satu penyebab utama anemia. Hal
itu disebabkan oleh gaya hidup dari remaja diantaranya kebiasaan asupan gizi yang tidak
optimal (khususnya sumber zat besi), kebiasaan minum teh serta kopi saat makan, dan
kurangnya aktifitas fisik (Kemenkes, 2018). Di sisi lain, pada remaja putri membutuhkan
lebih banyak zat besi ketika masa pertumbuhan dan ketika terjadi kehilangan darah, seperti
menstruasi. Oleh karena itu, remaja putri lebih berisiko tinggi mengalami anemia karena
defisiensi zat besi.

Promoting Pencegahan Anemia Pada Remaja Putri

Untuk mempromosikan pencegahan anemia pada remaja dengan baik, beberapa alasan
ketidakpatuhan harus diatasi. Kurangnya kesadaran remaja putri dinyatakan sebagai
hambatan pencegahan anemia. Ini sebagian besar dilihat dari perilaku remaja putri yang
masih sukar untuk meminum tablet tambah darah (TTD) yang diberikan petugas kesehatan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketidakpatuhan antara lain adalah
komunikasi efektif dan edukasi tentang pencegahan atau pengendalian anemia.

Pengingat mengenai penyakit anemiapu seharusnya diposting untuk mempromosikan


pencegahannya. Mempraktikkan memilih asupan makanan yang cukup mengandung zat
besi dan protein agar tubuh mampu membentuk hemoglobin dan menyerap zat besi dengan
baik. Kemudian Himbau remaja putri untuk mengonsumsi makanan gizi seimbang (isi
piringku), makan buah dan sayur secukupnya serta selalu memeriksakan kadar hemoglobin
tubuh (Kemenkes, 2018 dan Wouthuyzen et al., 2015)

Kesimpulan

Pencegahan anemia pada remaja putri dikategorikan sebagai hal yang penting mengingat
Anemia pada remaja berdampak buruk terhadap penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi
belajar, kebugaran remaja dan produktifitas .Kondisi kekurangan gizi berupa zat besi
merupakan salah satu penyebab utama anemia. Hal itu disebabkan oleh gaya hidup dari
remaja diantaranya kebiasaan asupan gizi yang tidak optimal (khususnya sumber zat besi),
kebiasaan minum teh serta kopi saat makan, dan kurangnya aktifitas fisik (Kemenkes,
2018). Khumaidi (1989) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi
tingginya prevalensi anemia gizi besi di negara berkembang adalah keadaan sosial ekonomi
yang rendah. Masih banyak sekali para remaja yang mempunyai asupan gizi yang kurang
terutama pada asupan zat gizi. Zat gizi yang dikonsumsi dengan kadar yang tidak cukup
maka akan berpengaruh pada kejadian anemia.

Anemia dapat dihindari dengan konsumsi makanan tinggi zat besi, asam folat, vitamin A,
vitamin C dan zink, dan pemberian tablet tambah darah (TTD). Program pencegahan dan
penanggulangan anemia pada remaja putri dilakukan dengan pemberian suplementasi zat
besi folat atau yang dikenal dengan Tablet Tambah Darah (TTD) sejak tahun 1997 yang
diberikan setiap hari pada saat remaja putri sedang menstruasi. Program tersebut dilakukan
secara mandiri di beberapa daerah untuk meningkatkan kesehatan pra-kehamilan dan status
gizi sebagai persiapan ibu, agar ibu hamil tidak anemia dan melahirkan bayi yang sehat.
Upaya penanggulangan anemia pada remaja putri dan WUS difokuskan pada kegiatan
promotif dan preventif yaitu peningkatan konsumsi makanan kaya zat besi, suplementasi
makanan kaya zat besi, dan peningkatan fortifikasi bahan makanan dengan zat besi dan
asam folat.(Kemenkes RI, 2018b).

Anda mungkin juga menyukai