0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
67 tayangan29 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang isu-isu fundamental dan aktual terkait perumahan dan permukiman di Indonesia. Ringkasannya adalah: (1) terjadi kesenjangan antara permintaan perumahan yang sangat tinggi akibat urbanisasi dengan ketersediaan perumahan, (2) munculnya permukiman kumuh dan liar sebagai dampak dari kebutuhan perumahan yang tidak terpenuhi, (3) masih terbatasnya akses masyarakat berpenghasilan rend
Dokumen tersebut membahas tentang isu-isu fundamental dan aktual terkait perumahan dan permukiman di Indonesia. Ringkasannya adalah: (1) terjadi kesenjangan antara permintaan perumahan yang sangat tinggi akibat urbanisasi dengan ketersediaan perumahan, (2) munculnya permukiman kumuh dan liar sebagai dampak dari kebutuhan perumahan yang tidak terpenuhi, (3) masih terbatasnya akses masyarakat berpenghasilan rend
Dokumen tersebut membahas tentang isu-isu fundamental dan aktual terkait perumahan dan permukiman di Indonesia. Ringkasannya adalah: (1) terjadi kesenjangan antara permintaan perumahan yang sangat tinggi akibat urbanisasi dengan ketersediaan perumahan, (2) munculnya permukiman kumuh dan liar sebagai dampak dari kebutuhan perumahan yang tidak terpenuhi, (3) masih terbatasnya akses masyarakat berpenghasilan rend
Dept. Perencanaan Wilayah dan Kota ITS 2020 Sub Pokok Bahasan • Fenomena Pertumbuhan Perumkim • Permasalahan dalam Perumkim: • Gap dalam penyediaan (supply) dan permintaan (demand) perumkim • Permukiman Kumuh (slum) dan permukiman liar (squaDer) • Affordable housing FENOMENA PERTUMBUHAN PERUMKIM Fenomena di Asia • Asia merupakan wilayah dengan $ngkat urbanisasi paling $nggi (karena dari segi wilayah masih didominasi wilayah rural) • 1 juta orang Inggal di kawasan kumuh kota • Dua puluh tahun ke depan akan meningkat dua kali lipat • Tantangan utama : affordable housing provision di perkotaan terutama untuk MBR serta memperhaIkan dampak lingkungan • Kebijakan bervariasi : penyediaan social housing secara terpusat, penyediaan lahan kota untuk private-led- development, hingga perbaikan kualitas informal housing yang telah ada. Fenomena di Indonesia • Pembangunan perumahan diakIPan lagi sejak tahun 1960’an karena adanya kebijakan investasi sebagai modal pembangunan • Termasuk lamban dibandingkan dengan negara-negara ain di Asia • Terjadi gap antara permintaan dan penawaran, serta jenis penyediaan perumahan dan permukim yang kurang sesuai dengan kemampuan masyarakat • Berdasarkan proses tsb muncul dua jenis permukiman di Indonesia: Formal dan Informal Jenis permukiman berdasarkan proses A. Permukiman formal • Merupakan bagian dari perencanaan pembangunan pemerintah pusat maupun daerah untuk memenuhi kebutuhan perumahan di suatu wilayah. • Ciri utama dari permukiman formal ini adalah • didahului perhitungan terhadap kebutuhan serta • analisis terhadap kesesuaian fungsi lahan serta daya dukung lahan. • Karena membutuhkan proses dan birokrasi, maka seringkali penyediaan permukiman jenis ini kalah cepat dengan penyediaan jenis permukiman yang kedua, yaitu permukiman informal. Jenis permukiman berdasarkan proses B. Permukiman informal • Permukiman ini merupakan cerminan dari kekuatan masyarakat dalam menyediakan kebutuhannya sendiri dengan segala keterbatasan yang dimiliki. • permukiman informal cenderung kurang diawali dengan perhitungan dan analisis tersebut bahkan terhadap faktor kelayakan hidupnya. housing as ‘what it is’ • Fenomena persepsi terhadap permukiman informal: dulu Idak dianggap, sekarang diakui sebagai kekuatan masyarakat secara swadaya untuk membantu penyediaan perumahan rakyat • Contoh : Kampung à diakui atas kebenaran dan manfaat, bukan lagi sebagai fitur kota yang dianggap mengganggu karena kemampuannya memberikan alternaIf sebagai affordable housing untuk 60-70% kota. PERMASALAHAN DALAM PERUMAHAN & PERMUKIMAN Akar Permasalahan: 1. Pertumbuhan penduduk, terutama dalam hubungan dengan kecepatan pertumbuhan dan penyebarannya; 2. Ketidakseimbangan kepadatan dalam kaitan dengan pulau yang padat (Jawa) dan pulau yang lengang; 3. Kondisi permukiman akibat keterlambatan pembangunan maupun proses pembangunan itu sendiri; 4. Permukiman kota à konsentrasi penduduk dan spekulasi lahan, serta pertumbuhan yang pesat dari ‘perkampungan buruk’ (slums dan squatter); 5. Permukiman desa à daya dukung sistem ekologi pedesaan Permasalahan 1: Gap dalam Supply-Demand Perumkim • Arus urbanisasi yang sangat Inggi pada kota – kota besar menyebabkan keIdakseimbangan “demand” dan “supply” hDp://media.licdn.com Isu Permasalahan dalam Pembangunan Formal (berkaitan dengan aspek supply) • Belum adanya kebijakan pemerintah yang benar-benar mendukung pertumbuhan pasar perumahan MBR • proses dan birokrasi yang membutuhkan waktu membuat proses ini menjadi kalah cepat dengan proses pertumbuhan permukiman informal yang ada di lapangan • kurangnya penyediaan atau akses terhadap rumah bagi masyarakat dengan segmen tertentu
• Kurangnya sinergi antar ins$tusi pemerintah dalam perumusan kebijakan
• Batasan harga rumah Idak kena pajak • Kebijakan terkait tata ruang • Penyediaan lahan rusunawa
• ke$dakseimbangan kebutuhan dan pengadaan perumahan yang akhirnya
diselesaikan melalui pendekatan numerisIk dari rumah. Belum adanya sistem administrasikependudukan dengan nomor idenItas tunggal • Data kependudukan • Data kebutuhan dan kondisi rumah Isu Permasalahan dalam Pembangunan Informal (berkaitan dengan aspek demand) Masyarakat secara swadaya membangun rumah untuk kebutuhannya sendiri dan fenomena yang muncul adalah: • fenomena perluasan daerah permukiman baru dikawasan non permukiman (permasalahan dari sisi zonasi) • Pola pengaturan dari tata letak bangunan yang umumnya berdempetan tanpa pemisah sehingga menurunkan kualitas peredaran udara dan paparan cahaya matahari (konsep tata ruang) • Fungsi RTH sebagai amenity permukiman secara ekologis maupun secara fungsi sosial seringkali diabaikan. Permasalahan Umum Sektor Perumahan
1 Mismatch dalam Penyediaan
Hunian Layak untuk MBR Supply Demand Mengandalkan fasilitas pembiayaan formal MBR non-bankable Harga rumah makin tinggi Keterbatasan afordabilitas
Kurangnya sinergi antar institusi Batasan harga rumah tidak kena pajak 2 •
pemerintah dalam perumusan • Kebijakan terkait tata ruang
• kebijakan Penyediaan lahan rusunawa
Belum adanya kebijakan
3 Belum adanya kemudahan dalam proses dan biaya •
pemerintah yang benar-benar administrasi pembangunan rumah MBR
• mendukung pertumbuhan pasar Persyaratan pengajuan KPR FLPP yang cukup rumit perumahan MBR • Data yang ada belum dapat menggambarkan kebutuhan serta Belum adanya sistem administrasi 4 kependudukan dengan nomor • kondisi (kualitas) rumah secara riil (by name by address) Data kependudukan adalah basis utama pelaksaanaan identitas tunggal Housing Career System. Permasalahan 2: Slums dan Squatters • munculnya permukiman ilegal dan lingkungan permukiman kumuh merupakan dampak dari kebutuhan permukiman yang Idak terakomodasi • Permukiman kumuh (slums): Pemukiman yang Idak layak huni karena Idak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. • Permukiman ilegal (squaIers): Rumah yang dibangun di atas tanah yang Idak diperuntukkan untuk bangunan (misalnya daerah bantaran sungai, sempadan rel KA, bawah jembatan) Permasalahan 3 : Affordable Housing • masih terbatasnya akses MBR terhadap sumber pembiayaan • proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap rumah layak huni pada tahun 2018 baru sekitar 54,9 persen Aspek keterjangkauan dalam pengadaan perumahan: • Replicable, arInya pembangunan perumahan harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, walaupun dengan subsidi rendah ataupun tanpa subsidi. • Accessible, arInya pembangunan perumahan tetap memungkinkan kelompok sasaran terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dalam menjangkau kemudahan kredit perumahan yang dilihat dari Ingkat pendapatan dan pengeluaran. Permasalahan 3 : Affordable Housing Dukungan pemerintah : • memperluas akses masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terhadap pembiayaan rumah layak huni dan terjangkau, • penguatan sisi fiskal • Penguatan kelembagaan • melakukan penyederhaaan regulasi Permasalahan 3 : Affordable Housing Bentuk penyederhanaan regulasi: • Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2019 tentang Pemberdayaan Lembaga Jasa Keuangan dan Pelaksanaan Kemudahan dan/atau Bantuan Pembiayaan dalam Sistem Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman, • Peraturan Menteri PUPR No. 10 tahun 2019 tentang Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Persyaratan Kemudahan Perolehan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, • Relaksasi aturan untuk bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) dengan mempermudah SerIfikat Laik Fungsi (SLF), tabungan, dan uang muka; Berpikir komprehensif mengenai permasalahan perumkim: • Menghindari blind-eye policy: Kebijakan perumkim sebaiknya mengakomodasi seluruh permasalahan perumkim pada masyarakat luas di lingkup kota, bukan di beberapa IIk saja; • MemperhaIkan program pengembangan rumah transisi bagi para pendatang di kota untuk menghindari urban poor berikutnya; • Menempatkan alokasi permukiman, baik secara umum maupun khusus bagi MBR sebagai salah satu elemen penIng dalam perencanaan tata ruang kota. Referensi 1. Tim Perumkim PWK (2017). Buku Ajar Perumahan dan Permukiman. PWK ITS. 2. Johan Silas (2016). Perumahan dalam Jejak Paradoks. Laboratorium Perumahan dan Permukiman. Arsitektur ITS. 3. UNHABITAT (2008). Housing the Poor in Asian CiIes. Unescap, Thailand. 4. Komarudin. (1997). Pembangunan perumahan dan permukiman. Jakarta: PT Rakasindo.