Anda di halaman 1dari 6

Chapter 6 Summary

Managing in The Global Environment

A. What Is the Global Environment?


Global environment adalah sebuah kekuatan dan kondisi global yang bekerja di luar
batas-batas perusahaan tetapi mempengaruhi kemampuan manajer untuk memperoleh dan
memanfaatkan sumber daya. Kekuatan dan kondisi ini berubah setiap waktu sehingga disebut
sebagai ancaman dan peluang. Mengidentifikasi ancaman dan peluang yang disebabkan oleh
global environment sangatlah membantu manajer untuk membedakan antara task environment
dan yang meliputi general environment.

B. The Task Environment


Task environment adalah sebuah kekuatan dan kondisi yang berasal dari global supplier,
distributor, consumer, dan competitor yang mana kekuatan dan kondisi ini berpengaruh terhadap
kemampuan perusahaan untuk menggunakan input dan menjual produk atau jasa.
Supplier adalah individu atau perusahaan yang menyediakan sumber daya seperti bahan
baku, komponen part, atau karyawan yang dibutuhkan untuk memproduksi barang dan jasa.
Manajer bertugas mengurus dan membangun hubungan dengan global supplier. Alasan
perusahaan memilih global supplier karena ingin menjaga pengeluaran perusahaan seminimal
mungkin tetapi tetap ingin mendapatkan barang input dengan kualitas yang tinggi. Kegiatan yang
dilakukan manajer tadi disebut global outsourcing yaitu pembelian atau produksi input atau
produk final dari berbagai supplier luar negeri untuk menurunkan biaya atau untuk
meningkatkan kualitas produk atau desain.
Distributor adalah perusahaan yang membantu perusahaan dalam menjualkan produk
atau jasa mereka kepada konsumen. Customer adalah individu atau kelompok yang membeli
barang dan jasa dari perusahaan yang memproduksi. Customer bisa berupa individu, perusahaan
kecil, perusahaan besar, atau pemerintah.
Competitor adalah perusahaan lain yang memproduksi barang dan jasa sama dan
bisa dibandingkan dengan beberapa produk barang dan jasa dalam perusahaan sendiri.
Potential competitors adalah perusahaan yang tidak ada atau tidak masuk ke dalam task
environment tetapi memiliki sumber daya untuk masuk jika mereka memilih untuk masuk.
Barriers to entry adalah faktor yang membuat sulit dan mahal untuk perusahaan masuk ke dalam
industry task environment. Semakin tinggi halangan untuk masuk semakin sedikit kompetitor
dalam task environment perusahaan dan oleh karena itu semakin rendah ancaman bagi
perusahaan. Barriers of entry dihasilkan dari tiga sumber utama yaitu skala ekonomi, loyalitas
merek, dan peraturan pemerintah yang menghalangi masuk.

C. The General Environment


Economic, technology, sosiocultural, demografi, politik, dan legal labor di general
environment memiliki efek sebagai kekuatan utama di task environment untuk mendefinisikan
perusahaan dalam mengolah sumber daya. Economic forces adalah tingkat bunga, inflasi,
pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi, serta faktor lain yang berdampak pada kemakmuran
negara atau daerah ekonomi dari perusahaan. Technological forces adalah hasil dari perubahan
teknologi yang manajer gunakan untuk mendesain atau mendistribusikan barang dan jasa.
Teknologi sendiri adalah kombinasi dari alat, mesin, komputer, kemampuan, informasi, dan
pengetahuan yang digunakan manajer untuk mendesain, memproduksi, dan mendistribusikan
barang dan jasa.
Sociocultural forces adalah tekanan yang datang dari struktur sosial sebuah negara,
lingkungan sosial atau dari budaya sebuah negara. Struktur sosial adalah sistem tradisional yang
membangun hubungan diantara orang-orang di dalam sebuah kelompok sosial. Societes atau
masyarakat berbeda strukturnya dengan struktur sosial. Di masyarakat ada stratifikasi sosial, dan
disana ada banyak perbedaan diantara individu dan kelompok. National culture adalah sebuah
nilai di masyarakat yang penting dan norma dari perilaku yang mencerminkan perilaku diterima
atau tidak di masyarakat.
Demographic forces dihasilkan dari perubahan perilaku, karakteristik populasi, seperti
umur, gender, etnik asal, ras, sex orientasi, dan kelas sosial. Political dan legal forces dihasilkan
dari perubahan hukum dan peraturan yang dikeluarkan oleh negara / wilayah perusahaan itu
berada.

D. The Changing Global Environment


Perubahan global environment disebabkan oleh beberapa hal salah satunya yaitu
globalisasi. Alasan utama lingkungan global menjadi lebih terbuka dan kompetitif karena
meningkatnya globalisasi. Globalisasi adalah serangkaian kekuatan spesifik dan umum yang
bekerja bersama berintegrasi dan berhubungan dengan ekonomi, politik, dan sistem sosial di
berbagai negara, budaya, dan wilayah geografi. Hasil dari globalisasi ini adalah negara dan orang
menjadi lebih mandiri dan bebas karena memiliki efek kekuatan yang sama.
Selanjutnya, faktor yang mempercepat globalisasi yaitu adanya perubahan pola modal
karena menurunnya halangan dalam berinvestasi (declining barriers to trade and investment).
Contoh halangan tersebut adalah tarif pada impor barang luar negeri. Tarif sendiri adalah pajak
yang pemerintah tetapkan pada barang yang diimpor dari luar negeri. Selain itu, declining
barriers of distance and culture membuka global environment dan menjaga manajer untuk tetap
fokus pada domestik market mereka. Banyaknya perusahaan di berbagai negara susah untuk
dikontrol, perbedaan bahasa budaya, dan waktu untuk mengontrol setiap perusahaan sangat sulit.
Namun, pesatnya perkembangan teknologi informasi dan teknologi mengurangi halangan jarak
dan budaya ini (declining barriers of distance and culture).
Effect of free trade on manager terjadi karena semakin rendahnya halangan untuk
berinvestasi dan berjualan, mengurangi halangan jarak dan budaya menyebabkan perusahaan
memiliki peluang untuk mencari manager dari luar negeri hal ini karena pastinya perusahaan
membutuhkan manajer yang handal untuk mengurus perusahaannya. Pekerjaan manajer menjadi
lebih challenging karena meningkatnya kompetisi sebab semakin berkurangnya halangan untuk
masuk ke pasar dan berinvestasi secara global. Free trade area menciptakan peluang bagi
perusahaan manufaktur karena mengurangi biaya. Trade agreement ini diciptakan agar manajer
dapat memperoleh manfaat dari peluang yang telah disediakan oleh anggota dari perjanjian yang
menyediakan.

E. The Role of National Culture


Meskipun kehidupan di setiap negara menjadi hampir sama karena adanya globalisasi dan
karena hal itu dunia menjadi “a global village”. Budaya dari setiap negara akan masih sangat
terjaga karena perbedaan dari setiap nilai, norma, dan perilaku. National culture termasuk nilai,
norma, dan pengetahuan, kepercayaan, prinsip moral, hukum, dan perilaku spesifik yang
berhubungan dengan kebiasaan dan interaksi dengan orang lain.
Dasar utama yang membangun national culture adalah nilai dan norma. Values atau nilai
adalah kepercayaan tentang sesuatu di lingkungan baik atau buruk. Values tidak statis berubah
setiap waktu, terkadang perubahan itu membutuhkan waktu yang lama dan proses yang painful.
Norma adalah peraturan tidak tertulis, berbentuk sebuah kode yang mendeskripsikan perilaku
dalam situasi tertentu yang sesuai dengan kepentingan perusahaan. Norma membentuk perilaku
seseorang terhadap orang lain. Dua jenis norma yang berlaku secara umum di national culture
yaitu mores dan folkways. Mores adalah norma yang berdasarkan pada kepentingan secara
keseluruhan untuk masyarakat dan kehidupan sosial. Folkways adalah tindakan rutin yang
mengarah pada kebiasaan kehidupan sehari-hari. Folkways adalah ekspektasi seseorang tentang
bagaimana kita bertindak.
Chapter 7 Summary
Decision Making, Learning, Creativity, and Entrepreneurship

A. The Nature of Managerial Decision Making


Decision making adalah suatu proses dimana manajer merespon peluang dan ancaman
dengan menganalisis pilihan dan membuat keputusan tentang tujuan organisasi dan tindakan
tertentu. Decision making memiliki 2 jenis proses, yaitu programmed decision making dan
nonprogrammed decision making. programmed decision making adalah proses yang rutin dan
hampir otomatis. Programmed decisions adalah keputusan yang telah dibuat berkali-kali
sehingga manajer telah mengembangkan aturan atau pedoman untuk diterapkan ketika situasi
tersebut terjadi. Sedangkan nonprogrammed decision making diperlukan untuk pengambilan
keputusan yang tidak rutin. Nonprogrammed decision dibuat sebagai respons terhadap peluang
dan ancaman yang tidak biasa atau baru. Nonprogrammed decision making terjadi ketika tidak
ada aturan keputusan yang dapat diterapkan oleh manajer pada suatu situasi. Untuk membuat
keputusan tanpa adanya aturan keputusan, manajer dapat menggunakan reasoned judgement dan
intuisi mereka. Selain itu, manajer juga dapat menggunakan classical model dan administrative
model sebagai pedoman dalam mengambil keputusan. Classical model adalah sebuah pendekatan
preskriptif untuk pengambilan keputusan berdasarkan asumsi bahwa pengambil keputusan dapat
mengidentifikasi dan mengevaluasi semua alternatif yang tersedia dan konsekuensinya lalu
memilih tindakan yang paling tepat secara rasional. Administrative model adalah sebuah
pendekatan untuk pengambilan keputusan yang menjelaskan mengapa pengambilan keputusan
secara inheren tidak pasti dan beresiko dan mengapa manajer biasanya membuat keputusan yang
memuaskan daripada keputusan yang optimal. Model administrasi didasarkan pada tiga konsep
penting: bounded rationality, incomplete information, and satisficing.

B. Steps in the Decision Making Process


Dalam pengambilan keputusan terdapat 6 langkah yang harus dilakukan, yaitu recognize
the need for a decision, generate alternatives, assess alternatives, choose among alternatives,
implement the chosen alternative dan learn from feedback.

C. Cognitive Biases and Decision Making


Systematic errors adalah kesalahan yang dilakukan orang berulang-ulang dan
mengakibatkan pengambilan keputusan yang buruk. Systematic errors menciptakan cognitive
biases yang dapat membuat manajer yang baik untuk membuat keputusan yang buruk. Terdapat 4
cognitive biases yang dapat mempengaruhi manajer dalam mengambil keputusan, yaitu
confirmation bias, representativeness bias, illusion of control dan escalating commitment.
Confirmation bias adalah kecenderungan untuk mendasarkan keputusan pada keyakinan yang
ada meskipun terdapat bukti yang menunjukkan bahwa keyakinan itu salah. Representativeness
bias adalah kecenderungan untuk membuat generalisasi yang tidak tepat dari sampel kecil atau
dari satu peristiwa. Illusion of control adalah kecenderungan untuk melebih-lebihkan
kemampuan diri sendiri dalam mengendalikan suatu aktivitas atau event. Escalating commitment
adalah kecenderungan untuk memberikan sumber daya tambahan untuk sebuah proyek meskipun
terdapat bukti yang menunjukkan bahwa proyek tersebut gagal.

D. Group Decision Making


Group decision making adalah suatu proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
tim atau sekelompok manajer. Group decision making dilakukan untuk menghindari bias dan
error yang dapat terjadi ketika mengambil keputusan secara individual. Dalam group decision
making para manajer mampu memanfaatkan gabungan keterampilan, kompetensi, dan akumulasi
pengetahuan anggota kelompok yang dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk
menghasilkan alternatif yang layak dan membuat keputusan yang baik. Walaupun begitu, group
decision making memerlukan waktu yang relatif lebih lama dan rawan terhadap groupthink.
Groupthink adalah suatu pola pengambilan keputusan yang salah dan bias yang terjadi dalam
kelompok yang anggotanya berusaha untuk mencapai kesepakatan dengan mengorbankan
penilaian informasi yang relevan dengan keputusan secara akurat. Untuk meningkatkan kualitas
decision making dan menghindari cognitive biases dan groupthink, terdapat 2 teknik yang dapat
dilakukan yaitu, devil’s advocacy dan dialectical inquiry. Devil’s advocacy adalah analisis kritis
terhadap alternatif yang disukai, dibuat sebagai tanggapan terhadap tantangan yang diajukan oleh
anggota kelompok yang, memainkan peran sebagai devil’s advocate, membela alternatif yang
tidak populer atau berlawanan demi argumen. Sementara itu, dialectical inquiry adalah analisis
kritis dari dua alternatif pilihan untuk menemukan alternatif yang lebih baik untuk diadopsi
organisasi. Selain 2 teknik tersebut, meningkatkan keragaman juga dapat meningkatkan kualitas
decision making.

E. Organizational Learning and Creativity


Organizational learning adalah proses dimana manajer berusaha untuk meningkatkan
keinginan dan kemampuan karyawan untuk memahami dan mengelola organisasi dan lingkungan
tugasnya sehingga karyawan dapat membuat keputusan yang terus meningkatkan efektivitas
organisasi. Learning organization adalah organisasi di mana para manajer melakukan segala
kemungkinan untuk memaksimalkan kemampuan individu dan kelompok untuk berpikir dan
berperilaku kreatif dan dengan demikian memaksimalkan potensi organizational learning untuk
berlangsung. Terdapat 5 prinsip untuk menciptakan learning organization, yaitu develop
personal mastery, build complex, challenging mental models, promote team learning, build
shared vision dan encourage systems thinking. Manajer harus mengambil langkah-langkah untuk
mempromosikan organizational learning dan kreativitas pada tingkat individu dan kelompok
untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Pada tingkat kelompok terdapat 3 teknik
group decision making yang dapat menghindari groupthink dan cognitive biases, yaitu
brainstorming, nominal group technique, dan delphi technique. Brainstorming adalah teknik
pemecahan masalah kelompok di mana para manajer bertemu tatap muka untuk menghasilkan
dan memperdebatkan berbagai alternatif untuk membuat keputusan. Nominal group technique
adalah teknik pengambilan keputusan di mana anggota kelompok menuliskan ide dan solusi,
membacakan saran mereka kepada seluruh kelompok, dan mendiskusikan dan kemudian
memberi peringkat alternatif. Delphi technique adalah teknik pengambilan keputusan di mana
anggota kelompok tidak bertemu tatap muka tetapi menanggapi secara tertulis pertanyaan yang
diajukan oleh pemimpin kelompok.

F. Entrepreneurship and Creativity


Entrepreneurship adalah mobilisasi sumber daya untuk memanfaatkan peluang
menyediakan barang dan jasa baru atau yang lebih baik kepada pelanggan. Entrepreneurs adalah
individu yang melihat peluang dan memutuskan bagaimana memobilisasi sumber daya yang
diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa yang baru dan lebih baik. Entrepreneurs
membuat semua keputusan perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan pengendalian yang
diperlukan untuk memulai usaha bisnis baru. Terdapat beberapa karakteristik yang umum
ditemukan pada entrepreneurs, yaitu openness to experience, internal locus of control, tingkat
self-esteem yang tinggi dan need for achievement yang tinggi. Selain entrepreneur, juga terdapat
intrapreneur, yaitu seorang manajer, ilmuwan, atau peneliti yang bekerja di dalam sebuah
organisasi dan memperhatikan peluang untuk mengembangkan produk baru atau yang lebih baik
dan cara yang lebih baik untuk membuatnya. Pada zaman sekarang, mendorong intrapreneurship
adalah sesuatu yang harus dilakukan organisasi untuk meningkatkan tingkat inovasi dan
organizational learning agar tetap kompetitif. Ada 3 cara yang dapat dilakukan oleh organisasi
untuk mempromosikan dan mendorong intrapreneurship. Pertama, product champion, yaitu
seorang manajer yang mengambil "ownership" dari sebuah proyek dan memberikan
kepemimpinan dan visi yang membawa produk dari tahap ide melalui semua proses
pengembangan produk hingga ke tangan konsumen. Kedua, skunkworks, yaitu sekelompok
intrapreneur yang sengaja dipisahkan dari operasi normal organisasi untuk mendorong dan
memfokuskan perhatian mereka untuk mengembangkan produk baru. Dan cara yang terakhir
adalah dengan memberikan reward apabila inovasi yang diberikan intrapreneur memiliki hasil
yang memuaskan.

Anda mungkin juga menyukai