Anda di halaman 1dari 5

Fandy dan Papan Prestasi Kesayangannya

Oleh : Heni

Sore sudah menggeser senja menuju malam, anakku masih saja bergulat dengan
mainannya yang tak kunjung usai. Semua mainan satu persatu mulai dari mainan mobil-
mobilannya yang sudah hilang roda-rodanya, robot-robotan kecil yang tanggal lengan
sebelah kanannya dan berbagai jenis mainan kereta yang tak lengkap lagi. Fandy sudah
semakin besar dan jumlah mainannya semakin tidak tertampung di kotak
penyimpanannya. Saat ini usianya sudah mencapai 6 tahun. Seharusnya ini saatnya
fandy untuk melakukan segala sesuatunya mandiri. Fandy tidak boleh lagi untuk selalu
dibantu saat merapikan mainannya. Ditambah lagi Fandy belum memiliki adik, dirinya
masih merasa bak seorang raja di rumah karena semua perhatian tertuju padanya.
Sejak Fandy lahir, semua orang memiliki perubahan panggilan. Ada yang tiba-
tiba mendapat panggilan kakek, nenek, paman, bibi bahkan buyut. Apalagi cucu laki-
laki menjadi penantian keluarga besarku. Perhatian dan kasih sayang yang besar begitu
amat tertuju pada Fandy. Semua orang selalu merindukan kehadiran Fandy dalam setiap
perkumpulan keluarga, seperti acara arisan , syukuran, selamatan, perayaan ulang tahun,
pernikahan dan saat lebaran. Semua orang selalu memberikan hadiah istimewa di kala
Fandy berulang tahun. Kadang kala perhatian berlebih juga diberikan oleh kakek-
neneknya dengan memberikan hadiah mainan dengan harga yang cukup mahal. Padahal
kenyataanya mainan tersebut itu hanya dimainkannya sekali atau dua kali lalu ujungnya
mainan tersebut dibuang begitu saja karena Fandy mudah sekali merasa bosan dan
malah meminta kembali mainan yang baru. Setiap keinginannya selalu dituruti oleh
kakek neneknya bahkan ayahnya pun tidak mampu menghalau karena kakek neneknya
begitu amat memaksa untuk selalu memberikan hadiah atau sekedar oleh-oleh ketika
mereka pelesir ke beberapa daerah di luar kota.
Namun tanpa kita sadari kebiasaan itu berlangsung bertahun-tahun hingga
akhirnya Fandy tumbuh menjadi anak yang manja dan keras kepala. Jika keinginannnya
tidak dipenuhi, maka Ia akan marah sebesar-besarnya, menjerit dan berteriak
sekencang-kencangnya sehingga kami pun terpaksa menyanggupi apa yang dia
inginkan. Pernah sekali waktu, kami berajalan-jalan ke mall dan Fandy melihat sebuah
mainan robot-robotan transformer dan dapat kita tebak Ia segera mendorongku dan
merengek untuk segera dibelikan mainan tersebut. Ku perhatikan harganya sangatlah
mahal dan kami tak sanggup membelinya. Aku dan ayahnya berusaha merayu Fandy
dengan mainan lain yang lebih murah. Tapi begitulah akhirnya, Fandy tetap menangis
meronta-ronta dan semua pengunjung di toko tersebut memandang ke arah kami dan
sangat terganggu dengan suara Fandy yang semakin kencang. Kami pun terpaksa
membopong Fandy secara paksa menuju arah parkiran dan selama perjalanan menuju
arah basement, tangisan Fandy menjadi perhatian semua orang yang kami lewati.
Akhirnya kami berhasil menuju mobil dan ayah bersegera mengendarainya ke luar mall
dan selama perjalanan kami ke rumah, Fandy benar-benar tidak bisa menghentikan
tangisannya. Fandy menendang-nendang kakinya ke kursi mobil dan kali ini Ia bahkan
berani memukul punggungku. “Mamah jahat, Papah jahat, ‘Ndi mau beli
pokonya...’Ndi mau turun cepet balik lagi ke cana,” Fandy mengoceh sambil teriak. Ya
Tuhan, kenapa hatiku rasanya begitu sakit melihat kondisi Fandy seperti ini. Kusadari
sepertinya kami salah mendidiknya. Pola asuh yang kami berikan dan kasih sayang
yang aku limpahkan pada Fandy ternyata tak semudah ketika menghadapi Fandy yang
tengah emosi. Perilakunya semakin tidak bisa kami kendalikan. Bahkan seringkali,
malah kami yang harus mengalah dan terpaksa memenuhi setiap keinginannya.
Setibanya kami di rumah, Fandy sudah jauh lebih tenang. Dengan memberikan
jelly kesukaannya berhasil membuat Fandy untuk melupakan kejadian di mall dan
mainan yang dia inginkan itu. Setelahnya, Fandy bermain kembali dengan mainan-
mainan kesayangannya sambil menonton serial TV kartun favoritnya. Rasanya lega
melihat Fandy sudah semakin tenang. “”Alhamdulillah, Fandy sudah berhasil
dijinakkan”, Batinku. Sedih kurasakan melihat setiap kejadian Fandy ketika meronta
dan tantrum, begitu psikolog menyebutkan istilah saat emosi anak tidak terkendali dan
berlebihan. Aku hanya membaca beberapa buku psikolog anak mengenai cara-cara
untuk menangani anak di saat marah atau emosi berlebih. Terus terang, hal itu ternyata
tidak semudah yang aku bayangkan. Membaca teori tidak sama dengan kenyataan yang
terjadi.
Malam itu pun, setelah aku merapikan semua mainan Fandy dan menidurkannya. Aku
mengajak suamiku untuk berdiskusi tentang Fandy.
“Pah, sepertinya kita harus melakukan sesuatu deh sama Fandy, ucapku pada suamiku.
“Maksud mamah?”, Suamiku bingung dengan pertanyaanku.
“Iya yah, Coba kita perhatikan kelakukan Fandy, semakin haru semakin sulit kita
tangani, apa kita salah yah selama ini?”, aku sampaikan kegalauanku pada suamiku.
“Mungkin itu karena Fandy masih kecil mah, nanti dia semakin besar dengan
sendirinya akan berubah,” Ujar suamiku.
“ Tenanglah mah... jangan buru-buru menyimpulkan, Kita lihat nanti saja apa yang
selanjutnya akan terjadi, “Ucap suamiku.
Malam itu aku benar-benar tidak bisa tenang meski diskusi telah berlangsung hingga
separuh malam.
Paginya aku memperhatikan Fandy dan aku berpikir keras agar memperoleh cara
terbaik untuk dapat mengendalikan Fandy.
“Mah, besok beliin Ndi kereta yang baru ya”, Fandy sudah meminta mainan di pagi
hari.
Tiba-tiba saja aku memberanikan diri untuk membuat Fandy berpikir bahwa setiap apa
yang dia inginkan perlu ditukar dengan sesuatu, ya sesuatu yang bernilai. Fandy harus
berbuat kebaikan. Setelah Ia melakukan semua kebaikan, baru ia bisa meminta sesuatu
yang dia inginkan.
“Fandy sayang, Mamah bisa memberikan keinginan Fandy tapi Fandy harus mau
merapikan mainannya”, pintaku.
Wajah Fandy mengernyit merasa aneh dengan kata-kata yang aku sampaikan, namun
tiba-tiba Ia berkata : “Siap Mamah, ‘Ndy mau beles-beles bantu Mamah,”, tegasnya.
Sungguh aku kaget dengan apa yang Fandy katakan. Aku tak menyangka, ternyata
Fandy begitu mudah menurut pada permintaanku padahal tadi aku hanya mencoba saja.
Aku pun berpikir lebih dalam lagi agar membuat aktivitas kebaikan yang Fandy lakukan
menjadi lebih menyenangkan. Aku akan membuat sebuah papan prestasi untuk Fandy.
Setiap kebaikan yang dia berikan akan aku catat dan tertancap dalam bentuk bintang-
bintang.
Pagi itu aku sangat bersemangat sekali. Melalui hobi menggambarku, Kubuat sebuah
papan prestasi untuk Fandy sebuah persegi panjang terbuat dari karton berwarna oranye
berukuran kurang lebih 100 cm x 60 cm. Kubuat potongan kecil-kecil berbentuk
bintang-bintang dengan kertas berwarna emas. Peraturannya setiap kebaikan yang
Fandy lakukan akan mendapat satu bintang dan bintang tersebut lalu ditempelkannya ke
papan prestasi dengan menggunakan lem. Kugambar berbagai bentuk tokoh-tokoh
kartun kesayangannya seperti Thomas and Friends di sisi kanan dan kirinya. Fandy
senyum-senyum sendiri melihat apa yang aku lakukan. Dia gemas memperhatikan
bintang-bintang yang kubuat apalagi gambar Thomas yang menjadi kesayangannya ada
di sana.
Karton tersebut bertuliskan :
PAPAN PRETASI FANDY

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

CINTA PAPAH DAN MAMAH

SEMOGA SELALU MENJADI ANAK YANG SHOLEH 


“Fandy sayang, mamah punya mainan baru... Cara bermainnya begini, kalau Fandy
bantu mamah beres-beres mainannya, tidak pernah rewel, tidak marah-marah dan selalu
menurut pada perintah bunda, nanti bunda berikan bintang ini dan bisa Fandy tempelkan
dari angka 1,” Kujelaskan perlahan mengenai permainan ini.
Yah, aku menyebutnya “permainan” agar Fandy merasa senang dan antusias untuk
melakukan aktivitas kebaikan.
“Siap mah, Ndi pasti bantu mamah..Horeeee..”, Fandy teriak kegirangan.
Mulai hari itu Fandy mengumpulkan satu persatu bintang hingga mencapai angka 50. Di
samping itu, Fandy mulai belajar berhitung mengurutkan angka dari yang terkecil
hingga terbesar. Setelah bintang tertempel di angka 50, maka ada hadiah sederhana yang
kami berikan. Alhamdulillah, Fandy pun tidak lagi meminta mainan dengan harga yang
tinggi. Ia sangat menikmati “permainan” yang kami mainkan bersama. Perlahan, Fandy
mulai menjadi anak yang rajin, gemar membantu dan tak pernah menangis apalagi
marah-marah. Papahnya pun kaget dengan perubahan yang terjadi pada Fandy. Kami
pun meminta kakek dan neneknya serta para anggota keluarga lainnya untuk ikut serta
bermain dengan permainan yang kami lakukan melalui papan prestasi.
Dari papan prestasi ini. Fandy belajar bahwa segala keinginan dapat terwujud
dengan kerja keras dan perjuangan. Ruangan rumah sekarang lebih sering rapi
ketimbang dulu. Fandy kadang kala lupa untuk menagih hadiah setelah angka 50.
Setelah angka 50, kami mencabut kembali bintang-bintang tersebut dan mulai lagi
permainan dari awal.
Betapa bersyukurnya aku memperoleh ide ini dan berhasil membuat Fandy menjadi
anak yang disiplin menjalankan aturan. Melalui doa dan kesabaran, anak-anak akan
bertumbuh menjadi anak yang baik dan cerdas. Kita sebagai orang tua perlu banyak
belajar dan kreatif untuk menemukan ribuan cara agar menjadi orang tua yang terbaik
untuk anak kita.

Deskripsi narasi penulis

Saya Heni Purwitri, lahir di kota Kembang. Saya juga merupakan seorang Ibu dan
berprofesi sebagai guru. Puisi bagi saya merupakan ruang ketika hendak menyeruakkan isi
hati kala ceria maupun sendu. Setiap jejak perjalanan menjadi kisah yang indah ketika saya
coba uraikan dalam sebuah bahasa tulisan.

KONTAK

Jalan Pagarsih Gg. WD Sastra VI No. 3H- 4H RT 08


Alamat RW 09. Kelurahan Jamika. Kecamatan Bojongloa
Kaler. Bandung 40231

Telepon/HP 087823363317

Email henipurwitri@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai