Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial,

ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan

penyebab utama kematian dan disabilitas permanen pada

usia dewasa (Roozenbeek et al., 2013).

Menurut Aghakhani et al., (2013) cedera kepala

atau traumatic brain injury adalah penyebab utama

morbiditas dan mortalitas di dunia setelah infark

myocard. Pasien dengan cedera kepala dapat mengalami

masalah pada mental, fisik, kognitif, dan sosial

(Trevena & Cameron, 2011). Penyebab tersering dari

cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, di mana

hal ini banyak terjadi pada pria dibanding wanita

(Aghakhani et al., 2013).

Traumatic brain injury (TBI) menyumbang sekitar

52.000 atau 40% dari total kematian yang diakibatkan

cedera akut di Amerika Serikat (Syed et al., 2007).

Setiap tahun diperkirakan terdapat 1,5 juta kasus

cedera kepala di AS, dari jumlah tersebut 230.000

pasien memerlukan perawatan di rumah sakit dan dapat

bertahan hidup, 80.000-90.000 pasien mengalami

kecacatan permanen dan 50.000 pasien meninggal dunia


2

(Thurman et al., 1999). Insidensi cedera kepala ringan

adalah 131 kasus per 100.000 populasi, 15 diantaranya

megalami cedera kepala sedang, dan 14 mengalami cedera

kepala berat (Syed et al., 2007).

Trauma kepala merupakan kasus yang sering dijumpai

di rumah sakit di Indonesia, namun belum tersedia data

secara nasional (Irawan et al., 2010). Data dari salah

satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo

(RSCM) tahun 2005 terdapat 434 pasien cedera kepala

ringan, 315 pasien cedera kepala sedang, dan 28 pasien

cedera kepala berat (Irawan et al., 2010).

Insidensi cedera kepala di instalasi gawat darurat

(IGD) RS Panti Nugroho Pakem Yogyakarta dalam triwulan

I tahun 2005 cukup tinggi yaitu menempati urutan ke 5

dari seluruh kunjungan ke IGD, sedangkan di instalasi

rawat inap menempati urutan ke 2 dari 10 besar penyakit

di RS Panti Nugroho. Dari seluruh kasus cedera kepala

tersebut sekitar 17,8% harus dirujuk ke rumah sakit

rujukan yang lebih tinggi. Angka kematian karena cedera

kepala mencapai 2.7% pada Triwulan I tahun 2005

(Wijanarka & Dwiprahasto, 2005). Laporan tahunan

Instalasi Rawat Darurat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun 2006 menunjukkan angka kejadian kasus cedera


3

kepala sebesar 75% dari total kunjungan pasien

(Barmawi, 2007).

Post-concussion syndrome merupakan suatu kondisi

yang terkait dengan cedera kepala (Ratini, 2013).

Menurut Greenberg (2001) post concussion syndrome (PCS)

adalah kumpulan gejala somatik, kognitif dan

psikososial yang merupakan sekuele cedera kepala

ringan. Retnaningsih (2008) melaporkan bahwa PCS

merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera

kepala dimana 80% terjadi pada bulan pertama, 30%

terjadi pada 3 bulan pertama, dan 15% terjadi pada

tahun pertama.

Pembahasan mengenai post concussion syndrome

sampai saat ini masih menjadi perdebatan, antara lain

tentang mekanisme patofisiologi, tingkat keparahan

cedera kepala sebagai etiologi, durasi gejala, tidak

adanya defisit neurologis yang ditemukan, kondisi yang

tidak konsisten tiap individu, dan angka statistik yang

masih belum jelas (Legome et al., 2013).

Diagnosis PCS didasarkan pada riwayat cedera

kepala dan gejala yang dilaporkan. Gejala-gejala yang

sering dilaporkan antara lain, sakit kepala, pusing

(dizziness), gangguan tidur, masalah kognitif yang

melibatkan memori, proses berpikir dan konsentrasi,


4

serta gejala psikologis seperti depresi. Gejala

tersebut dapat menghambat perkerjaan dan mempengaruhi

kehidupan sehari-hari (Ratini, 2013).

Post head injury vertigo (PHIV) merupakan gejala

yang umum terjadi setelah cedera kepala dan merupakan

bagian dari PCS (Pathak et al., 2007; Fife & Giza,

2013). Menurut Hall& Chapman (2005) pusing (dizziness)

adalah keluhan tersering kedua yang dialami pasien,

yakni mencapai sekitar 50% dari kasus yang ada, dengan

prevalensi 19%-25% setiap tahunnya.

Cedera kepala dapat mengakibatkan kelainan

struktur dan fungsi di berbagai tempat yang bertanggung

jawab atas kejadian vertigo, walaupun tidak ada

hubungan antara mekanisme cedera dengan kelainan

vestibular tertentu (Benson et al., 2012).

Sekitar 28% pasien pasca cedera kepala akan

mengidap gangguan benign paroxysmal positional vertigo

(BPPV). Gangguan vestibular lainnya dapat terjadi pada

sentral maupun perifer sebagai akibat dari cedera

kepala, seperti : konkusio pada batang otak, eighth

nerve complex injury, Ménière syndrome pasca

traumatika, ruptur membran atau fistula perilimfatik

(PLF), dan konkusio labirin (Benson et al., 2012; Fife

& Giza, 2013). Beberapa pasien yang mengalami gejala


5

vertigo membaik setelah beberapa minggu, namun sebagian

pasien akan mengalami gejala dalam jangka waktu yang

lebih lama dan dapat mempengaruhi kemampuan untuk

kembali dan berfungsi normal seperti saat sebelum

terkena cedera kepala (Fife & Giza, 2013).

B. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah

diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara tingkat keparahan

cedera kepala dengan munculnya vertigo pasca cedera

kepala pada pasien cedera kepala di RSUP Dr.

Sardjito?

2. Apakah terdapat hubungan antara usia dan status

gender subjek dengan munculnya vertigo pasca cedera

kepala di RSUP Dr. Sardjito?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan antara tingkat keparahan cedera

kepala dengan vertigo pasca cedera kepala pada

pasien cedera kepala di RSUP Dr. Sardjito.

2. Mengetahui hubungan antara usia dan status gender

subjek dengan munculnya vertigo pasca cedera kepala

di RSUP Dr. Sardjito.


6

D. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran, didapat beberapa

penelitian yang berkaitan dengan kasus cedera kepala

sebagai berikut:

Tabel 1. Keaslian Penelitian

Peneliti Judul Metode Hasil


Paramita Gambaran Observational Dizziness(89,6%),nye
et al., Manifestasi , diskriptif ri kepala (46,7%)
2007 Klinis Pada non analitik, dan amnesia (26,8%).
Pasien dengan pendekatan Trauma kepala pada
Sindrom Pasca retrospektif. usia 15-24tahun
Trauma Kepala (36,6%), laki-laki
di RSUP Dr. (57,7%), karena
Sardjito. kecelakaan(82,1%).
Latief et Faktor Risiko Cohort Terdapat hubungan
al., 2013 Terjadinya historical jenis kelamin dengan
“Post post concussion
Concussion syndrome pasien
Syndrome” pada cedera kepala ringan
Pasien Cedera yang dirawat di RSUP
Kepala Ringan Dr. Sardjito
di Rumah Sakit Yogyakarta periode
Umum Pusat Dr. Juli-Desember 2011.
Sardjito
Yogyakarta
Evaluasi Satu
Tahun Pasca
Trauma
(Penelitian
Lanjutan)
Kusumadewi Hubungan Antara Cross Tidak terdapat
et al., Tingkat sectional hubungan antara
2014 Keparahan tingkat keparahan
Cedera Kepala cedera kepala, usia,
dengan Kejadian dan status gender
Vertigo Pasca dengan kejadian
Cedera Kepala vertigo pasca cedera
di RSUP DR. kepala.
Sardjito Tahun
2012
Berdasarkan hasil pencarian dari berbagai sumber

referensi, tidak ditemukan adanya penelitian serupa

pernah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito

Yogyakarta.
7

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi para dokter, perawat, dan tenaga medik lainnya

akan dapat meningkatkan kesadaran (awareness),

pelayanan, dan perawatan dalam menangani pasien

dengan cedera kepala secara lebih komprehensif.

2. Bagi masyarakat akan lebih sadar akan bahaya cedera

kepala dan lebih waspada dengan komplikasi yang

mugkin terjadi setelah cedera kepala, sehingga dapat

mencari pertolongan dokter sedini mungkin.

3. Bagi rekan peneliti yang tertarik dengan penelitian

serupa, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

acuan untuk penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai