Anda di halaman 1dari 38

UJI ANTIINFLAMASI KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK DAUN KELOR

(Moringa Oleifera Lam) DAN DAUN


KARUK (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter)
TERHADAP MENCIT (Mus Musculus)

PROPOSAL PENELITIAN
Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Deni Chandra, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :

Mita Silviyani 2204010139

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERJUANGAN TASIKMALAYA

2022

0
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Puji dan syukur kita panjatkan kekhadirat Allah swt yang telah memberikan taufik dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan
proposal penelitian ini dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam semoga tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, tabiuttabiin, dan mudah-mudahan
sampai kepada kita selaku umatnya.

Adapun Tujuan dari penulisan Proposal penelitian ini adalah untuk memenuhi
syarat Ujian Akhir Semester dari Bapak Deni Chandra, S.Pd., M.Pd dosen mata kuliah
Bahasa Indonesia. Ucapan terimakasih penyusun sampaikan kepada bapak yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan proposal penelitian
ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih


banyak kekurangan karena keterbatasan penyusun. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan proposal penelitian ini. Semoga
apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Tasikmalaya, 2 Januari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Batasan Masalah ........................................................................................ 3
C. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
D. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
E. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
F. Keaslian Penelitian .................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6


A. Kajian Teori .............................................................................................. 6
1. Klasifikasi Tanaman Kelor ................................................................. 6
2. Klasifikasi Tanaman Karuk .................................................................. 8
3. Ekstraksi .............................................................................................. 9
4. Kapsul ................................................................................................. 11
5. Uraian Hewan Percobaan ..................................................................... 12
6. Inflamasi .............................................................................................. 13
7. Obat Antiinflamasi .............................................................................. 19
8. Natrium Diklofenak ............................................................................. 20
B. Hasil Penelitian yang Relavan ................................................................... 22
C. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 23
D. Hipotesis ................................................................................................... 23

BAB III METODOLOGI ...................................................................................... 25


A. Rancangan Penelitian ................................................................................ 25
B. Variabel dan Definisi Operasional ............................................................. 26
C. Bahan dan Alat Yang Digunakan ............................................................... 26
D. Prosedur Penelitian .................................................................................... 26
1. Perizinan .............................................................................................. 26

ii
2. Pengumpulan Sampel .......................................................................... 26
3. Pembuatan Simplisia ........................................................................... 27
4. Pembuatan Ekstrak Daun Kelor dan Daun Kerok ................................. 27
5. Formula Pembuatan Sediaan ................................................................ 27
6. Uji Antiinflamasi ................................................................................. 29
E. Pengelolaan dan Analisis Data ................................................................... 31
F. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tanaman obat telah ada sejak jaman dahulu kala sebelum ditemukannya obat kimia.
Tanaman obat bersifat aman dan tidak menimbulkan efek samping bila dikonsumsi. Di
Indonesia ada banyak sekali jenis tanaman obat yang dapat kita manfaatkan salah
satunya tanaman karuk dan kelor, dimana tanaman ini merupakan salah satu tanaman
yang mempunyai khasiat tinggi dalam pengobatan. Kedua tanaman ini telah diketahui
khasiatnya berdasarkan pengalaman masyarakat. Sebagaimana terdapat dalam firman
Allah dalam Al-Qur’an surat Asy Syu’ara’ ayat 7 dan 8 yang berbunyi :

ِ ‫أ َ َولَ ْم َي َر ْو ۟ا ِإلَى ْٱْل َ ْر‬


ٍ ‫ض َك ْم أ َ ۢن َبتْنَا ِفي َها ِمن كُ ِل زَ ْو‬
﴾٧﴿ ‫ج َك ِر ٍيم‬
﴾٨﴿ َ‫ِإ َّن ِفى َٰذَلِكَ الَ َءا َيةً َو َما َكانَ أ َ ْكث َ ُرهُم ُّمؤْ ِمنِين‬
Artinya :
“ Ayat 7. Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami
tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
Ayat 8. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat suatu tanda
kekuasaan Allah. Dan kebanyakan mereka tidak beriman.”
Dan juga Nabi Muhammad SAW bersabda :
ً‫صد َقَة‬ َ َ‫ان َو الَ دَابَّة ٌ َو ال‬
َ ُ‫طي ٌْر ِإالَّ َكانَ لَه‬ ٌ ‫س‬َ ‫سا فَ َيأْكُ َل ِم ْنهُ ِإ ْن‬
ً ‫س ْال ُم ْس ِل ُم غ َْر‬
ُ ‫فَالَ َي ْغ ِر‬
(‫إِلَى يَ ْو ِم ْال ِق َيا َمة ) رواهمسلم‬
Artinya : “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan
manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya
sampai hari kiamat.” (HR. Imam Muslim)
Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan hadits diatas, bahwasanya Allah SWT
menciptakan bumi yang di dalamnya banyak terdapat tumbuhan yang baik, yang dapat
dimanfaatkan oleh makhluk hidup. Manfaat dari tanaman ini merupakan tanda-tanda
kebesaran Allah SWT, bagi orang-orang yang beriman.

Salah satu contoh tanaman yang bermanfaat diantaranya adalah kelor (Moringa oleifera
Lam) dianggap sebagai salah satu tumbuhan dengan kandungan nutrisi terkaya yang

1
pernah ditemukan manusia (Liu, 2018). Salah satu efek dari daun kelor dapat bersifat
sebagai antiinflamasi pada dosis 25mg/kgBB (Kawai, 2017). Pengolahan kelor dengan
adanya pemanasan dengan cara direbus atau diseduh dalam bentuk teh secara signifikan
mengurangi kandungan protein, serat, Na, K, Ca, senyawa fenolik dan flavonoid dalam
daun kelor (Yasara, 2020). Tanaman kelor memiliki kandungan senyawa aktif yaitu
vitamin, karotenoid, polifenol, asam fenolik, flavonoid, alkaloid, glukosinolat,
isotiosianat, tanin, saponin dan oksalat (Wahid et al., 2017).
Daun karuk bertindak sebagai stimulan jantung dan peredaran darah, memiliki
antitumor, antipiretik, antiepilepsi, antiinflamasi, antiulcer, diuretik, antihipertensi,
menurunkan kolesterol, antioksidan, antidiabetik, antibakteri dan anti-jamur (Pratama
Putra et al., 2017). Daun karuk mengandung senyawa kimia berupa flavonoid, saponin,
polifenol, monoterpen dan seskuiterpen, secara tradisional untuk mengobati penyakit
batuk, karminativa, peluruh air seni dan juga batu empedu (Septiani et al., 2017).
Akarnya memiliki berbagai kegunaan, mengobati sakit gigi, batuk, dan asma, serta
mengobati radang pleura dan dermatitis fungi pada kaki (Virgianti, 2017). Kedua
tanaman ini telah diketahui khasiatnya berdasarkan pengalaman masyarakat. Dimana
kedua tumbuhan ini dapat dijadikan sebagai bahan obat Tradisional.
Salah satu sediaan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat yaitu kapsul. Kapsul
dapat menutupi obat yang berasa dan berbau tidak enak. Pada penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh (Andriani, 2020) telah dibuat formulasi sediaan kapsul ekstrak
daun kelor (Moringa Oliefera Lam) dan daun karuk (Piper Samentosum Roxb. Ex.
Hunter) yang telah memenuhi standar uji sifat fisik meliputi uji keseragaman bobot, dan
uji waktu hancur. Kapsul ekstrak daun kelor (Moringa Oliefera Lam) dan daun karuk
(Piper Samentosum Roxb. Ex. Hunter) juga telah memenuhi uji cemaran mikroba yang
dilakukan oleh (Nuraeni, 2020).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti perlu melakukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi pada kapsul kombinasi ektrak daun
kelor (Moringa Oleifera Lam) dan daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb.Ex.Hunter).
Sehingga dapat diketahui apakah kapsul kombinasi ektrak daun kelor dan daun karuk
mempunyai aktivitas antiinflamasi dan layak dikonsumsi oleh masyarakat.

2
B. Batasan Masalah
Batasan Karya Tulis Ilmiah ini, mencakup beberapa hal, diantaranya :
1. Sampel yang digunakan adalah kapsul kombinasi ekstrak daun Kelor (Moringa
oleifera Lam) dan daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter)
2. Hewan uji yang digunakan adalah mencit (Mus musculus).
3. Uji yang digunakan antiinflamasi
4. Alat yang digunakan benang dan penggaris

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh variasi dosis kapsul kombinasi ekstrak daun kelor (Moringa
oleifera Lam) dan daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) terhadap
inflamasi pada mencit (Mus musculus) yang di induksi oleh karagenin?
2. Berapakah dosis kapsul kombinasi ekstrak daun kelor (Moringa oleifera Lam) dan
daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) yang efektif sebagai
antiinflamasi yang di induksi oleh karagenin?
3. Bagaimana aktivitas antiinflamasi kapsul kombinasi ekstrak daun kelor (Moringa
oleifera Lam) dan daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) dibandingkan
dengan natrium diklofenak?

D. Tujuan Penelitian
1. Umum
Untuk mengetahui pengaruh kapsul kombinasi estrak daun kelor (Moringa oleifera
Lam) dan daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) terhadap inflamasi pada
mencit (Mus musculus) yang di induksi oleh karagenin.
2. Khusus
Untuk mengetahui dosis kapsul kombinasi estrak daun kelor (Moringa oleifera
Lam) dan daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) yang efektif sebagai
antiinflamasi yang di induksi oleh karagenin.

E. Manfaat Penelitian
1. Teoritik

3
a. Menambah wawasan pengetahuan tentang penggunaan tanaman daun kelor
(Moringa oleifera Lam) dan daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter)
dalam bidang kesehatan.
b. Sebagai dasar untuk penelitian berikutnya dan dapat memberi informasi bagi
peneliti berikutnya dalam upaya untuk pegembangan ilmu pengetahuan.
2. Praktis
a. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat menambah kepustakaan di perpustakaan, sehingga dapat
digunakan oleh mahasiswa yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.
b. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakan tentang penggunaan tanaman ekstrak daun
kelor (Moringa Oleifera Lam) dan daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter)
dalam bidang kesehatan.
c. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan tentang penggunaan ekstrak daun kelor (Moringa Oleifera
Lam) dan daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) yang dapat diuji
antiinflamasi.

F. Keaslian Penelitian
Berikut beberapa penelitian yang memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan diantaranya terlihat pada tabel 1.1
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian
Judul Nama Tempat Tahun Persamaan Perbedaan
Uji Aktivitas Dini Amalia Fakultas 2016 Uji yang Bahan yang
Antiinflamasi Kedokteran dan digunakan, digunakan,
Ekstrak Etanol Daun Ilmu Kesehatan jenis hewan konsentrasi
Pare (Momordica UIN Alauddin uji bahan yang
charantia L.) Makassar digunakan
Terhadap Mencit
(Mus musculus).
Uji Cemaran Aan Nuraeni Program Studi 2020 Bahan yang Uji yang
Mikroba Kapsul D 3 Farmasi digunakan digunakan,
Kombinasi Ekstrak STIKes konsenstrasi
Daun Kelor Muhammadiyah bahan utama
(Moringa oleifera Ciamis
Lam) dan Daun
Karuk (Piper
Sarmentosum Roxb.
Ex. Hunter)

4
Pengaruh Pemberian Puruh Renzy Fakultas 2017 Dosis yang Uji yang
Ekstrak Daun Kelor Amdalia Kedokteran digunakan digunakan,
(Moringa Oleifera Hewan bahan yang
Lam) terhadap Universitas digunakan
Gambaran Airlangga
Histopatologi Sel
Hepar Mencit Jantan
yang Dipapar Metil
Merkuri

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Kelor (Moringa Oleifera Lam).
Tanaman Moringa oleifera (Moringaceae) di Indonesia sering disebut tanaman
kelor. Kelor adalah spesies asli dari Timur Tengah termasuk India, Pakistan,
Bangladesh, dan juga Indonesia hingga Afghanistan. Pada awal abad ke-20, tanaman
kelor kemudian diperkenalkan di Afrika Timur, dan kemudian berkembang di berbagai
daerah tropis lainnya (Santoso, 2017). Tanaman Kelor merupakan pohon kecil, tumbuh
dengan cepat, selalu hijau atau gugur. Biasanya tumbuh setinggi 10 sampai 12 meter
(Paikra et al., 2017).

Gambar 2. 1 Tanaman kelor (Moringa Oleifera Lam)


(Sumber : Berawi et al., 2019)

Klasifikasi tanaman kelor


Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Supper division : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Sub class : Dilleniidae
Order : Capparales
Family : Moringceae
Genus : Moringa
Species : Oleifera (Paikra et al., 2017)

Tanaman kelor mampu hidup di berbagai jenis tanah, tidak memerlukan perawatan

6
yang intensif, tahan terhadap musim kemarau dan mudah dikembangbiakan (Sandi et
al., 2019). Namun Moringa oleifera tumbuh paling baik di tanah berpasir atau liat
dengan pH sedikit asam dan memiliki ketinggian mulai dari 5 hingga 12m dengan
batang lurus setebal 10-30 cm. Daunnya berbentuk bulat telur, dengan ukuran relatif
kecil, daun majemuk, tersusun selang seling, beranak daun gasal, helai daun berwarna
hijau muda dan biasanya digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman ini memiliki
bunga berwarna putih kekuning-kuningan dan memiliki pelepah bunga berwarna hijau.
Buah Moringa oleifera berbentuk segitiga memanjang berkisar antara 20-60 cm,
(Berawi et al., 2019).
Berbagai bagian dari tanaman kelor bertindak sebagai stimulan jantung dan
peredaran darah, antiepilepsi, antiinflamasi, antiulcer, diuretik, antihipertensi,
menurunkan kolesterol, antioksidan, antidiabetik, antibakteri dan antijamur
(Simorangkir et al., 2020). Ekstrak daun kelor memberikan efek hipolipidemik dan
hipokolesterol pada tikus yang diinduksi dengan adrenaline. Tanaman kelor juga
memiliki kandungan fenolik yang terbukti efektif bertindak sebagai antioksidan. Efek
antioksidan yang dimiliki tanaman kelor memiliki efek yang lebih baik daripada
Vitamin E secara in vitro dan menghambat peroksidasi lemak dengan cara memecah
rantai peroxyl radikal. Fenolik juga secara langsung menghapus reactive oxygen species
(ROS) seperti hidroksil, superoksida dan peroksinitrit (Dhurhania & Novianto, 2019).
Kelor diketahui mengandung lebih dari 90 jenis nutrisi berupa vitamin esensial,
mineral, asam amino, antipenuaan, dan antiinflamasi. Kelor mangandung 539 senyawa
yang dikenal dalam pengobatan tradisional Afrika dan India serta telah digunakan
dalam pengobatan tradisional untuk mencegah lebih dari 300 penyakit (Izzah et al.,
2019).
Kelor (Moringa oleifera Lam), terutama daunnya, mengandung antioksidan yang
tinggi. Beberapa senyawa bioaktif utama fenoliknya merupakan grup flavonoid seperti
kuersetin, kaempferol, dan lain-lain. Kuersetin merupakan antioksidan kuat, dengan
kekuatan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan vitamin E yang dikenal
sebagai antioksidan potensial (Atiqah, 2017).
Tanaman kelor banyak mengandung berbagai molekul penghambat radikal bebas,
seperti senyawa fenolik (asam fenolik, flavonoid, kuinon, kumarin, lignan, stilbenes,
tanin), senyawa nitrogen (alkaloid, amina, betalain), vitamin, terpenoid (termasuk

7
karotenoid), dan beberapa metabolit endogen lainnya yang kaya akan aktivitas
antioksidan. Daun kelor mengandung fenolik dan flavonoid, yang mana materi tersebut
berhubungan dengan aktivitas antioksidan. Daun kelor memiliki aktivitas antioksidan
dari senyawa fenolik golongan flavonoid (Zakiah, 2020)
Daun kelor juga mengandung 46 antioksidan kuat lainnya, antara lain: vitamin A,
vitamin C, vitamin E, vitamin K, vitamin B (Cholin), vitamin B1 (Thiamin), vitamin B2
(Riboflavin), vitamin B3 (Niacin), vitamin B6, alanin, alfakaroten, arginin, beta-
karoten, beta-sitosterol, asam kafeoilkuinat, kampesterol, karotenoid, klorofil, kromium,
delta-5-avenasterol, delta-7-avenasterol, glutation, histidin, asam asetat indol,
indoleasetonitril, kaempferal, leucine, lutein, metionin, asam miristat, asam palmitat,
prolamin, prolin, kuersetin, rutin, selenium, treonin, triptofan, xantin, xantofil, zeatin,
zeasantin, zinc (Aurelius, 2019).
2. Tanaman Karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter)
Tanaman daun karuk memiliki nama yang berlainan disetiap daerah di Indonesia
seperti : Karuk dan seserehan (Sunda), cabean (Jawa), Kado-kado, Sirih tanag
(Maluku), amelun une (Ambon), gafu topore (Ternate). Jumlah spesies yang sudah
diketahui dari marga tanaman ini kira-kira 2000 spesies (Ismail et al., 2016).

Gambar 2. 2 Tanaman Karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter)


(Sumber : Gholib, 2018)

Klasifikasi tanaman daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) sebagai
berikut (Ismail et al., 2016) :
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Piperales

8
Suku : Piperaceae
Piper Jenis : Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter.
Tanaman karuk termasuk famili sirih – sirihan (Piperaceae). Sosok tanaman berupa
herba tegak dan memanjat dengan tinggi sekitar 25 cm-1 m. Daun meruncing berbentuk
jantung mirip dengan daun sirih. Warna daun hijau sampai hijau muda mengkilap.
Panjang daun berkisar antara 7-12 cm dan lebar antara 5-10 cm. Daun memiliki 3-7 urat
daun dengan panjang tangkai daun 0,3-0,5 cm. Pinggir dan permukaan daun rata
sedangkan bagian daun agak kasar. Batang agak membulat dan berbuku – buku dan
pada setiap buku terdapat akar sebanyak 4-7 buah. Bunga berumah satu, berbentuk
tanduk tegak dengan panjang 1-2 cm. Mempunyai buah agak lonjong dan berwarna utih
kehijauan (Ismail et al., 2016).
Penyebaran tanaman karuk dapat dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan
stek. Stek satu ruas berdaun dengan panjang sekitar 15-20 cm, dipotong dari tanaman
induk lalu disemai dalam polibag yang telah berisi campuran tanah dengan pupuk
kandang (2:1), atau bahan organik lainnya (kompos abu dari pembakaran sampah)
sebagai campuran media tumbuhnya. Tanaman dapat dipindah kelapangan setelah 3
bulan dipelihara. Tanaman daun karuk ini berkhasiat untuk : obat batuk, menjernihkan
suara, asma, susah kencing (Paruh air seni), sakit perut, malaria, nyeri gigi, nyeri tulang,
panu, radang saluran napas (bronchitis), Memulihkan tenaga sehabis melahirkan, dan
bisa di gunakan sebagai pembersih kewanitaan (Ismail et al.,2016). Selain itu
berdasarkan penelitian daun karuk bermanfaat sebagai antibakteri, antimalaria,
antifungi, insektisida, larvasida, anti neoplastik, hipoglisemia dan antioksidan. Dalam
pengobatan tradisional, daun karuk telah digunakan untuk mengurangi rasa sakit, batuk
dan asma, sakit gigi (akarnya), dan anti panas. Di dalam tanaman karuk (Piper
Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) buah dan akar, mengandungan saponin dan polipenol,
disamping itu buah dan daunnya juga mengandung kalsium, kalium, magnesium,
karoten, niacin,xantofil, vitamin B1, vitamin B2 dan vitamin C saponin, flavonoid dan
minyak astiri (Gholib, 2018).
3. Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian atau penarikan komponen kimia yang terdapat dalam
bahan alam baik dari tumbuhan, hewan, biota laut dengan pelarut organik tertentu. Dari
hasil ekstraksi diperoleh ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat

9
dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh
cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Dirjen
POM 2019).
Metode ekstraksi yang sering digunakan adalah :
a. Maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang
digunakan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi
senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi
pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan
diluar sel sehingga senyawa metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut
dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama
perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan
efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut
tersebut. Secara umum pelarut methanol merupakan pelarut yang paling banyak
digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam, karena dapat melarutkan
seluruh golongan metabolit sekunder.
b. Ekstraksi Sokletasi
Metode dengan menggunakan soxhlet ini dijelaskan oleh Soxhlet pada tahun 1879.
Soxhlet merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk mengekstrak suatu bahan
dengan pelarutan yang berulang-ulang dengan pelaraut yang sesui. Sampel yang akan
diekstraksi ditempatkan dalam suatu timbel yang permeabel terhadap pelarut dan
diletakkan di atas tabung destilasi, dididihkan dan dikondensaasikan di atas sampel.
Kondesat akan jatuh ke dalam timbel dan merendam sampel dan diakumulasi sekeliling
timbel. Setelah sampai batas tertentu, pelarut akan kembali masuk ke dalam tabung
destilasi secara otomastis. Proses ini berulang terus dengan sendirinya di dalam alat
terutama dalam peralatan Soxhlet yang digunakan untuk ekstraksi lipida. Prinsip soxhlet
ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi
ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan)
dan larutan sari yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut
yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi.
Waktu yang digunakan lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan

10
harus mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas
(Wirakusumah, 2017).
c. Ekstraksi Hidrodestilasi
Penyulingan suatu campuran yang berujud cairan yang tidak saling bercampur,
hingga membentuk dua fasa atau dua lapisan. Keadaan ini terjadi pada pemisahan
minyak atsiri dengan uap air. Penyulingan dengan uap air sering disebut juga
hidrodestilasi. Pengertian umum ini memberikan gambaran bahwa penyulingan dapat
dilakukan dengan cara mendidihkan bahan tanaman atau minyak atsiri dengan air. Pada
proses ini akan dihasilkan uap air yang dibutuhkan oleh alat penyuling. Uap air tersebut
dapat juga dihasilkan dari alat pembangkit uap air yang terpisah.
d. Subcritical water extraction
Subcritical Water Extraction (ekstraksi dengan air subkritik) disebut pula sebagai
pressurized hot water extraction atau superheated water (“near critical water” atau
high temperature) extraction. Istilah subcritical water extraction (SWE) yaitu metode
ektraksi dengan air sebagai ekstraktan pada suhu 100-374 °C dan tekanan cukup tinggi
(diatas 1 atm) untuk mempertahankan keadaan air tetap cair. Dalam kondisi seperti ini,
ikatan antarmolekul hidrogen dalam air yang rusak, menyebabkan polaritas air
menurun. Akibatnya, air menjadi pelarut yang lebih efektif untuk beberapa senyawa
organik (Ayala, 2020).
4. Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terbungkus dalam suatu cangkang keras dan
lunak yang dapat larut. Cangkang kapsul umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat
juga dibuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Suparman, 2019).
Keuntungan dan kerugian bentuk sediaan kapsul
a. Keuntungan pemberian bentuk kapsul
1) Bentuknya menarik dan praktis
2) Cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang berasa tidak enak
dan berbau tidak enak.
3) Dokter dapat mengombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang berbeda-beda
sesuai dengan kebutuhan pasien
4) Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan zat tambahan atau
penolong seperti pada pembuatan pil maupun tablet.

11
5) Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan zat tambahan atau
penolong seperti pada pembuatan pil maupun tablet.
b. Kerugian pemberian bentuk sediaan kapsul
1) Tidak biasa untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori kapsul tidak dapat
menahan penguapan
2) Tidak biasa untuk zat-zat yang higroskopis
3) Tidak biasa untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang kapsul (Syamsuni,
2016).

5. Uraian Hewan Percobaan

Gambar 2. 3 Mencit (Mus musculus)


(Sumber : Kartika, 2018)

a. Klasifikasi Mencit (Kartika, 2018)


Kingdom : Animalie
Filium : Chordatae
Kelas : Mamaliae
Ordo : Rudentiae
Sub Ordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
b. Karakteristik Mencit
Mencit (Mus musculus) adalah hewan pengerat (Rodentia) yang cepat berbiak,
mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat
anatomis dan fisiologinya terkarakterisasi dengan baik (Malole, 2019).
Mencit termasuk mamalia yang dianggap memiliki struktur anatomi pencernaan

12
mirip manusia, mudah ditangani dan mudah diperoleh dengan harga relatif murah
dibandingkan hewan uji yang lain (Smith, 2018). Hewan ini bersifat fotofobik dan
penakut. Mencit merupakan hewan nocturnal yang lebih aktif di malam hari. Aktivitas
ini menurun dengan kehadiran manusia sehingga mencit perlu diadaptasikan terlebih
dahulu dengan lingkungannya (Rakhmadi & Siagian, 2021).
Tabel 2. 1. Nilai Fisiologis Mencit
Karakteristik Ukuran
Berat badan: - Jantan 20 – 40 g
-Betina 25 – 40 g
Luas Permukaan Tubuh 20 g : 36cm2 36,5 –
Temperatur tubuh Harapan hidup 38,0 ˚C
Konsumsi makanan Konsumsi air 1,5 – 3,0 tahun
minum Siklus birahi 15 g/100 g/hari
Waktu pemeliharaan komersialJumlah 15 ml/100 g/hari
pernapasan 4 – 5 hari
Tidal volume Penggunaan 7 – 9 bulan/6 – 10 liter
oksigen Detak jantung 94 – 163/menit
Volume darah Tekanan darah 0,09 – 0,23 ml
Glukosa dalam darah 1,63 – 2,17 ml/g/jam325-
Kolesterol 780/menit 76 – 80 mg/kg
Kalsium dalam serum 113 – 147/81 – 106 mmHg
Phosphat dalam serum 67 – 175 mg/dl

(Sumber : Kartika, 2018)


6. Inflamasi
a. Definisi
Inflamasi merupakan suatu proses protektif normal terhadap trauma fisik atau zat-
zat mikrobiologik yang bisa menyebabkan terjadinya luka jaringan (Khotimah,
2017). Inflamasi merupakan suatu mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh tubuh
melawan agen asing yang masuk ke tubuh, tidak hanya itu inflamasi juga bisa
disebabkan oleh cedera jaringan oleh karena trauma, bahan kimia, panas, atau fenomena
lainnya. Jaringan yang mengalami inflamasi tersebut melepaskan berbagai zat yang
menimbulkan perubahan sekunder yang dramatis di sekeliling jaringan yang normal
(Guyton & Hall, 2017).
b. Klasifikasi
1) Inflamasi Akut
Inflamasi ini ditandai dengan kemerahan dan panas yang terlihat jelas pada jaringan
luar. Hal ini akibat pecahnya sel mast sehingga melepaskan mediator- mediator
inflamasi dan enzim lisosom serta ditandai dengan banyaknya leukosit. Selain dari
peristiwa tersebut, terjadi eksudasi cairan plasma ke tempat inflamasi yang terus

13
meningkat sehingga terbentuk cairan eksudat yang ditandai dengan edema (Setia &
Tjitiaresmi, 2016)
2) Inflamasi Kronik
Inflamasi ini ditandai dengan banyaknya eksudat jaringan granulomatosis,
monotosit, dan pengumpulan plasma sel. Akibat jaringan mengalam fibrosis dan
timbullah hyperplasia di sekitar jaringan. Tetapi hal ini dapat terjadi tergantung dari
kedudukan dan inflamasi kronik. Elemen-elemen jaringan yang diserang akan
menghasilkan reaksi imun antara suatu antigen dengan suatu antibody yang merangsang
terjadinya inflamasi. Inflamasi kronik mempunyai waktu kerja yang lama (Inayati et al.,
2020).
c. Tanda-Tanda Pokok Inflamasi
1) Rubor (Kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan, seiring dengan dimulainya reaksi peradangan, arteriol
yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah
mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler yang tadinya kosong atau mungkin
hanya sebagian meregang secara cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut
hyperemia atau kongesti, menyebabkan kemerahan lokal pada peradangan akut (Fachri,
2020).
2) Kalor (Panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan reaksi kemerahan pada reaksi
peradangan akut. Sebenarnya panas secara khas hanya terjadi pada permukaan tubuh
yang secara normal lebih dingin dari 37˚C yang merupakan suhu inti tubuh, daerah
peradangan menjadi lebih hangat dari sekelilingnya karena lebih banyak darah (pada
suhu 37˚C) dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena dibandingkan
dengan ke daerah yang normal (Anggraini et al., 2018)
3) Dolor (Nyeri)
Dolor atau nyeri pada suatu reaksi terjadi akibat perubahan pH lokal atau
konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang dapat merangsang ujung-ujung saraf. Juga dapat
timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia (pelepasan zat-zat kimia tertentu seperti
histamin atau zat-zat kimia bioaktif lain dapat merangsang saraf) atau listrik melampaui
nilai ambang tertentu (Wijayanti, 2018)

14
4) Tumor (Pembengkakan)
Pembengkakan dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah dari aliran darah
ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel-sel ini yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat. Awalnya eksudat ini hanya terdiri dari cairan kemudian
leukosit meninggalkan aliran darah dan ikut tertimbun sebagai bagian eksudat
(Kusumastuti et al., 2021)
5) Fungsi laesa (Gangguan Fungsi)
Perubahan fungsi merupakan bagian yang lazim pada reaksi peradangan, bagian
yang bengak, nyeri disertai sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi lokal yang
abnormal otomatis akan memicu fungsi jaringan menjadi abnormal (Andayani et al.,
2018)
Tanda-tanda di atas merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi
akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, eksudasi dan
perangsangan reseptor nyeri. Radang dapat dihentikan dengan meniadakan noksi atau
dengan menghentikan kerja yang merusak. Walaupun demikian, seringkali pada
gangguan darah regional dan eksudasi terjadi emigrasi sel-sel darah ke dalam ruang
ekstrasel serta proliferasi histiosit fibroblast. Proses-proses ini juga berfungsi primer
pada perlawanan terhadap kerusakan serta pemulihan kondisi asalnya, walaupun
demikian juga dapat bekerja negatif. Reaksi ini disebabkan oleh pembebasan bahan-
bahan mediator (histamin, serotonin, prostaglandin, dan kinin) (Pramita, 2017).
d. Mekanisme terjadinya Inflamasi
Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap suatu
rangsang atau cedera. Setiap ada cedera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya zat
kimia tertentu yang akan menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radang
tersebut, diantaranya histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin dan prostaglandin.
Histamin bertanggung jawab pada perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan
vasodilatasi pada arteriol yang didahului dengan vasokonstriksi awal dan peningkatan
permeabilitas kapiler, hal ini menyebabkan perubahan distribusi sel darah merah. Oleh
karena aliran darah yang lambat, sel darah merah akan menggumpal, akibatnya sel
darah putih terdesak kepinggir, makin lambat aliran darah maka sel darah putih akan
menempel pada dinding pembuluh darah makin lama makin banyak. Perubahan
permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah dan

15
berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit,
vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler. Sebagai penyebab radang,
prostaglandin berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator lainnya (Khotimah,
2017).
Asam arakhidonat merupakan prekursor dari sejumlah besar mediator inflamasi.
Senyawa ini merupakan mediator inflamasi. Senyawa ini merupakan komponen utama
lipid seluler dan hanya terdapat dalam keadaan bebas dengan jumlah kecil yang
sebagian besar berada dalam fosfolipid membran sel. Bila membran sel mengalami
kerusakan oleh suatu rangsangan maka enzim fosfolifase diaktivasi untuk mengubah
menjadi asam arakhidonat, kemudian sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase atau
COX dan seterusnya menjadi prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan (Kusumastuti
et al., 2021). Bagian lain dari asam arakhidonat diubah oleh enzim lipooksigenase
menjadi leukotrin. Siklooksigenase terdiri dari dua isoenzim, COX 1 dan COX 2. Iso
enzim COX 1 terdapat kebanyakan di jaringan seperti di ginjal, paru- paru, platelet dan
saluran cerna sedangkan COX 2 tidak terdapat di jaringan, tetapi dibentuk selama
proses peradangan oleh sel-sel radang (Khotimah, 2017). Leukotrin yang dibentuk
melalui alur lipooksigenase yaitu LTA4 yang tidak stabil yang kemudian oleh hidrolase
diubah menjadi LTB4 atau LTC4 yang terakhir bisa diubah menjadi LTD4 dan LTE4,
selain pada rema, leukotrin dibentuk digranulosit eosinofil dan berkhasiat vasokonstriksi
di bronkus dan mukosa lambung. Khusus LTB4 disintesa di makrofag dan bekerja
menstimulasi migrasi leukosit. Mediator-mediator ini dinamakan slow substance of
anaphylaxis (SRS-A) (Bachruddin, 2016).

16
Gambar 2.4 : Mekanisme Terjadinya Inflamasi
(Sumber : Khotimah, 2017)

17
e. Mediator Kimia
Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan
migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe proses peradangan dan
meliputi amin, seperti histamin dan 5-hidroksitriptamin: lipid, seperti prostaglandin;
peptida kecil, seperti bradikinin; dan peptida besar, seperti interleukin-1 (Astuti, 2017).
Apapun penyebab radang (inflamasi) selalu menimbulkan perubahan jaringan yang
sama sehingga dianggap perubahan ini timbul melalui proses yang sama yaitu melalui
zat-zat perantara yang dilepaskan dan dinamakan mediator.
1) Histamin
Histamin mempunyai peran modulasi dalam berbagai inflamasi dan respon imun.
Histamin juga memainkan sebagai peran pada respon inflamasi akut. Pada jaringan, rilis
histamin menyebabkan vasodilatasi lokal dan kebocoran plasma yang mengandung
mediator inflamasi akut (komplemen, protein C reaktif), antibodi, dan sel-sel inflamasi
(neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit) (Fatuni et al., 2018).
2) Serotonin
Serotonin (5-hidroksitriptamin) disintesis dari L-triptofan dalam sel
enterochromaffin pada mukosa saluran cerna. Serotonin secara menyebabkan kontraksi
otot polos, terutama melalui reseptor 5-HT2. Pada manusia, serotonin merupakan
vasokonstriktor yang kuat kecuali pada otot rangka dan jantung, karena pada daerah
tersebut serotonin melebarkan pembuluh darah (Hutahuruk et al., 2018).
3) Bradikinin
Bradikinin memainkan peranan penting dalam proses peradangan. Bradikinin dapat
menyebabkan kemerahan, panas setempat, bengkak, dan nyeri. Bradikinin menyebabkan
vasodilatasi yang hebat di dalam beberapa rangkaian vaskular, termasuk jantung, ginjal,
otot rangka, usus, dan hepar. Dalam hal ini, bradikinin 10 kali lebih kuat dari pada
histamin (Anggraini et al., 2018)
4) Prostaglandin
Prostaglandin merupakan senyawa eucosanoid yang disintesis dari asam
arakhidonat oleh enzim cyclooxygenase II yang aktif selama peradangan. Prostaglandin
meningkatkan sensitivitas sensor saraf terhadap rangsangan nyeri, dan sebagai
vasodilator (Prihatno, 2021).
5) Leukotrien

18
Leukotrien disintesis sebagai respon terhadap antigen dan tidak disimpan secara
intraselullar. Leukotrien merupakan produk dari metabolisme asam arakhidonat melalui
jalur lipooxygenase. Salah satu efek sistemik dari leukotrien inflamasi kulit dan
kemotaksis. Leukotrien juga meningkatkan permeabilitas vaskular (Yousif et al.,
2018).
7. Obat Antiimflamasi
Antiinflamasi adalah sebutan untuk agen atau obat yang bekerja melawan dan
menekan proses peradangan (Dorlan, 2017). Obat-obat inflamasi adalah golongan obat
yang memiliki mekanisme kerja umum berupa penghambatan sintesis prostaglandin
via penghambatan enzim siklooksigenase. Siklooksigenase bertanggung jawab atas
biosintesis prostaglandin. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi
dibagi menjadi dua kelompok besar yakni: obat antiinflamasi golongan steroid yang
terutama bekerja dengan cara menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel
sumbernya, dan obat antiinflamasi golongan nonsteroid yang bekerja melalui
mekanisme yang lain seperti inhibisi siklooksigenase yang berperan pada biosintesis
prostaglandin (Hutahuruk et al., 2018). Pengobatan antiinflamasi mempunyai 2 tujuan
utama yaitu, meringankan rasa nyeri, yang seringkali merupakan gejala awal yang
terlihat dan keluhan utama yang terus menerus dari pasien dan kedua memperlambat
atau membatasi perusakan jaringan (Dewi et al., 2017).
a. Non Steroid
Penggunaan obat antiinflamasi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu non steroid dan
kortikosteroid. Pada obat antiinflamsi non steroid mempunyai efek analgetik pada
dosis rendah dan antiinflamasi pada dosis besar (Mudianta, 2016). Mekanisme kerja
obat golongan non steroid adalah melalui penghambatan prostaglandin (Bachruddin,
2016). Prostaglandin diproduksi oleh mukosa lambung dan diduga mempunyai efek
sitoprotektif dan mekanisme kerja utama prostaglandin adalah menghambat sekresi
lambung. Hambatan sintesis prostaglandin menyebabkan sekresi asam yang berlebih,
sehingga meningkatkan keasamannya yang berpotensi menimbulkan tukak (ulser)
(Pramita, 2017). Yang termasuk obat antiinflamasi nonsteroid antara lain asam asetil
salisilat, natrium diklofenak, indometasin, ibuprofen, fenilbutason dan lain-lain.
Mekanisme obat antiinflamasi nonsteroid pada umumnya menghambat biosintesa
prostaglandin terutama pada perubahan asam arakidonat menjadi PGG2, kebanyakan

19
obat-obat antiinflamasi nonsteroid juga mempunyai aktifitas analgetik, antipiretik dan
hampir semua menyebabkan efek samping gangguan saluran cerna berupa tukak
lambung (Wahyuni et al., 2019).
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat yang mengandung hormon steroid yang berguna untuk
menambah hormon steroid dalam tubuh bila diperlukan, dan meredakan peradangan
atau inflamasi, serta menekan kerja sistem kekebalan tubuh yang berlebihan.
Kortikosteroid diproduksi secara alami di kelenjar adrenal bagian terluar atau korteks.
Sementara itu, kortikosteroid dalam bentuk obat disebut kortikosteroid sintetis dengan
cara kerja dan manfaat yang sama dengan kortikosteroid alami. Obat ini bekerja dengan
cara masuk ke dinding sistem sel imun untuk mematikan zat yang bisa melepaskan
senyawa-senyawa yang menjadi pemicu peradangan. Yang termasuk obat antiinflamasi
steroid antara lain adalah kortison asetat, hidrokortison, prednisone, deksametashon,
betametashon dan sebagainya (Handyka, 2016).
8. Natrium Diklofenak
Natrium diklofenak merupakan obat AINS golongan asam karboksilat kelas asam
asetat derivate asam fenil asetat (Wilmana, 2018). Obat ini mempunyai dosis sekali
pakai 25 mg atau 50 mg, dua sampai tiga kali sehari, sedangkan dosis pemakaian tablet
lepas lambat adalah 100-200 mg perhari. Natrium diklofenak memiliki waktu paruh
yang pendek, antara satu sampai dua jam (Hutahuruk et al., 2018).
Diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenilasetat yang menyerupai
flurbiprofen dan melofenamat, obat ini adalah penghambat cyclooxygenase yang relatif
nonselektif dan kuat serta mengurangi aktifitas asam arakidonat obat ini mempunyai
waktu paruh 1-2 jam. Obat ini dilaporkan dapat mengurangi sistesis prostaglandin dan
leukotrien. Efek-efek yang tidak dinginkan bisa terjadi pada kira- kira 20% dari pasien
dan meliputi distress gastrointestinal, pendarahan gastrointestinal yang terselubung dan
timbulnya ulserasi lambung, sekalipun timbulnya ulkus lebih jarang terjadi daripada
dengan beberapa AINS lainnya (Hutahuruk et al., 2018). Walaupun waktu paruhnya
singkat, diklofenak diakumulasikan di cairan sinovial yang menjelaskan efek terapi di
sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut (Fandinata et al., 2020).
a. Uraian Kimia (Andayani et al., 2018)
Nama Resmi : Diclofenak Sodium

20
Nama Lain : Natrium Diklofenak
Rumus Kimia : 2-[(2,6-dichorophenyl)amino]acid monosodium salt, 2-
[(2,6- dichlorophenyl)amino] asetic acid sodium salt, sodium 2- [(2,6-
dichorophenyl)amino] phenyl acetat GP 458450, Volteran, Voltarol.
Rumus Molekul : C14H10Cl2NNaO2
Berat Molekul : 318,13
Rumus Bangun :

Kearutan : Mengkristal dalam air


Penggunaan : Antiinflamasi
b. Mekanisme Kerja
Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik,
atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi
asam arakhidonat. Asam lemak poli-tak jenuh ini kemudian untuk sebagian diubah oleh
ezim cyclo-oksigenase menjadi endoperoksida dan seterusnya menjadi prostaglandin.
Cyclo-Oksigenase terdiri dari dua iso-enzim, yaitu COX-1 (tromboxandan prostacyclin)
dan COX-2 (prostaglandin). Kebanyakan COX-1 terdapat di jaringan, antara lain
dipelat-pelat darah, ginjal dan saluran cerna. COX-2 dalam keadaan normal tidak
terdapat di jaringan tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang.
Penghambatan COX-2lah yang memberikan efek anti radang dari obat NSAIDs.
NSAID yang ideal hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1
(perlindungan mukosa lambung) (Bachruddin, 2016).
c. Farmakokinetik
Natrium Diklofenak diabsorbsi secara cepat dan sempurna dalam lambung,
bertumpuk pada cairan sinovial. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2 jam. Urin
merupakan jalan utama ekskresi obat ini dan metabolitnya.
d. Farmakodinamik
Natrium Diklofenak mempunyai aktivitas antiinflamasi yaitu menghambat
aktivitas dari enzim siklooksigenase yang mengurangi produksi prostaglandin oleh
jaringan.
e. Efek Samping

21
Toksisitas Natrium Diklofenak serupa dengan toksisitas obat AINS lain, misalnya
masalah saluran cerna dan obat ini juga dapat meningkatkan kadar enzim hepar. Iritan
yang digunakan untuk pengujian efek antiinflamasi beragam jenisnya, satu diantaranya
adalah karagenin. Karagenin merupakan polisakarida hasil ekstraksi rumput laut dari
family Euchema, Chondrus, dan Gigartina. Bentuknya berupa serbuk berwarna putih
hingga kuning kecoklatan, ada yang berbentuk butiran kasar hingga serbuk halus, tidak
berbau, serta memberi rasa berlendir di lidah. Karagenin juga memiliki sifat larut dalam
air bersuhu 80˚C (Andayani et al., 2018).
Karagenin berperan dalam pembentukan edema dalam model inflamasi akut.
Karagenin dipilih karena dapat menstimulasi pelepasan prostaglandin setelah
disuntikkan ke hewan uji. Oleh karena itu, karagenin dapat digunakan sebagai iritan
dalam metode uji yang bertujuan untuk mencari obat-obat antiinflamasi, tepatnya yang
bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin (Agustina & Miladiyah, 2018).
Ada tiga fase pembentukan edema yang diinduksi oleh karagenin. Fase pertama
adalah pelepasan histamin dan serotonin yang berlangsung hingga 90 menit. Fase kedua
adalah pelepasan bradikinin yang terjadi pada 1,5 hingga 2,5 jam setelah induksi. Pada
fase ketiga, terjadi pelepasan prostaglandin pada 3 jam setelah induksi, kemudian edema
berkembang cepat dan bertahan pada volume maksimal sekitar 5 jam setelah induksi
(Morris, 2018). Berdasarkan penelitian terdahulu, yang berperan dalam proses
pembentukan edema adalah prostaglandin yang terbentuk melalui proses biosintesis
prostaglandin. Senyawa ini dilepaskan lalu bereaksi dengan jaringan di sekitarnya dan
menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang merupakan awal mula terjadinya
edema (Setyopuspito, 2017).
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Pada penelitian yang dilakukan oleh Novianti (2020) yang berjudul Efektivitas
Antiinfamasi Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) pada Tikus Putih
Jantan Galur Wistar yang di Induksi Putih Telur. Hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kelor dosis 300mg/kgBB memiliki efek
antiinflamasi dengan kelompok pembanding (p>0,05) dan efek lebih besar
dibandingkan ekstrak etanol daun kelor dosis 75 dan 150mg/kgBB.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2019) Uji Aktivitas Antiinflamasi
Ekstrak Etanol Daun Pare (Momordica charantia L.) terhadap Mencit (Mus musculus).

22
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kelompok pembanding
(natrium diklofenak) radang meningkat perlahan dan terus berlangsung sampai pada jam
ke-2 dan mulai mengalami penurunan pada jam ke-3 dan terus berlangsung sampai pada
jam ke-6. Persentase penurunan volume udem kelompok pembanding lebih besar
dibandingkan dengan larutan uji dengan persentase penurunan volume udem sebesar
29%, 26% dan 33% artinya potensi penghambatan natrium diklofenak lebih besar
dibandingkan larutan uji. Hal ini karena natrium diklofenak bekerja dengan cara
menstabilkan membran lisosomal, menghambat pembebasan dan aktivitas mediator
peradangan (histamin, serotonin, prostaglandin), menghambat migrasi sel ke tempat
peradangan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Amdalia (2017) yang berjudul Pengaruh
Pemberian Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) terhadap Gambaran
Histopatologi Sel Hepar Mencit Jantan yang Dipapar Metil Merkuri. Hasil penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dosis ekstrak daun kelor menggunakan dosis
200 mg kg bb, 400 mg/kg bb dan 800 mg /kg bb selama 21hari. Pemberian ekstrak daun
kelor pada kelompok P1 dengan dosis 200 mg/kg bb, kelompok P2 dengan dosis 400
mg/kg bb dan Kelompok P3 dengan dosis 800 mg/kg bb.
C. Kerangka Berpikir

Kapsul kombinasi
ekstrak daun kelor Induksi dengan karagenin
(Moringa oleifera Lam) pada kaki mencit (Mus
Proses
dan daun karuk (Piper Musculus) untuk diuji
Sarmentosum Roxb. Ex. antiinflamasi
Hunter)

Input Persentase inhibisi radang


(Analisis Data dengan Metode Output
One-Way ANOVA)

Gambar 2.5 : Kerangka Berpikir

D. Hipotesis
1. Ho = Tidak terdapat pengaruh variasi dosis kapsul kombinasi ekstrak daun kelor

23
(Morinaga Oliefera Lam) dan daun karuk (Piper Samentosum Roxb. Ex. Hunter)
terhadap aktivitas antiinflamasi mencit (Mus Musculus).
2. Ha = Terdapat pengaruh variasi dosis kapsul kombinasi ekstrak daun kelor
(Morinaga Oliefera Lam) dan daun karuk (Piper Samentosum Roxb. Ex. Hunter)
terhadap aktivitas antiinflamasi mencit (Mus Musculus).

24
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental. Jenis penelitian ini
digunakan untuk melakukan suatu percobaan (experiment research) yang bertujuan
untuk mengetahui suatu gejala akibat dari adanya perlakuan tertentu dari suatu
percobaan (Sugiyono, 2016). Karena percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh kapsul kombinasi estrak daun kelor (Moringa oleifera Lam) dan daun karuk
(Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) terhadap inflamasi pada mencit (Mus musculus)
yang di induksi oleh karagenin dengan berbagai dosis.
Penelitian ini sesuai dengan skema desain berikut:

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

25
B. Variabel dan Devinisi Operasional
Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional
Variabel Devinisi Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil Skala
konseptual operasional ukur variable

Variabel Kapsul adalah Kapsul Timbangan Menimbang Gram Rasio


bebas: sediaan padat kombinasi Analitik bahan
Kapsul yang terdiri dari ekstrak daun
kombinasi obat dalam kelor dan daun
ekstrak cangkang keras karuk dengan
daun kelor atau lunak yang variasi dosis
dan daun dapat larut 350mg/kgBB,
karuk 700mg/kgBB
dan
1050mg/kgBB
Variabel Inflamasi Pengujian Benang dan Mengukur Centi Rasio
terikat: (Radang) aktivitas penggaris volume kaki meter
Daya merupakan inflamasi kapsul hewan uji
Inflamasi suatu respon kombinasi
protektif normal ekstrak daun
terhadap luka kelor dan daun
jaringan yang karuk terhadap
disebabkan oleh volume udem
trauma fisik, zat mencit yang di
kimia yang induksi oleh
merusak atau karagenin 1%
zat mikrobiologi

C. Bahan dan Alat


1. Bahan :
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah : Ekstrak daun kelor, ekstrak daun
karuk, vivapur 101, avicel pH 102, laktosa, aerosol, talk, magnesium, etanol 70%,
aquadest, karagenin 1%, Na-CMC, NaCl 0,9%, tablet Natrium Diklofenak.
2. Alat :
Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah : sonde, spuit 1ml, batang pengaduk,
sarung tangan, cawan, gelas beker, kertas saring, timbangan analitik, benang, penggaris,
inkubator, lemari pengering, water bath, kompor listrik, pipet tetes, spatel, mortir dan
stemper, ayakan.
D. Prosedur Penelitian
1. Perizinan
Perizinan penelitian kepada Laboratorium Farmakologi Prodi D 3 Farmasi STIKes
Muhammadiyah Ciamis.
2. Pengumpulan Sampel

26
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daun kelor (Moringa oliefera
Lam) dan daun karuk (Piper Samentosum Roxb. Ex. Hunter) yang didapat dari Daerah
Ciamis.
3. Pembuatan Simplisia
Daun kelor dan daun karuk ditimbang sebanyak 5 kg, dicuci bersih dengan air
mengalir, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan diruangan terbuka dan ditutup
dengan kain hitam. Simplisia yang kering yang diperoleh digiling dengan blender
sehingga menjadi serbuk. Adapun rumus untuk menghitung susut pengeringan dan
kadar air sebagai berikut:
Berat sebelum pemanasan−Berat akhir
Susut pengeringan = x 100%
Berat sebelum pemanasan
Ba
Ka = Bk x 100%
Ka = Kadar air basis kering (%)
Ba = Bobot air dalam bahan (gr)
Bk = Bobot bahan kering mutlak (g)
4. Pembuatan Ekstrak Daun Kelor dan Daun Karuk
Pembuatan ekstrak daun kelor dan daun karuk dilakukan dengan metode maserasi.
Simplisia daun kelor sebanyak 750 gram dan daun karuk 3000 gram diekstraksi secara
maserasi menggunakan etanol 70% sebagai pelarut. Masing-masing simplisia daun
kelor sebanyak 750 gram dimaserasi dengan 15 L etanol 70% dan simplisia daun karuk
sebanyak 3kg dimaserasi dengan 10 L etanol 70%. Maserasi dilakukan dengan
pengocokan selama 6 jam kemudian didiamkan semalaman. Maserasi dilakukan
sebanyak 3 kali. Ekstrak hasil maserasi dipekatkan dengan evaporator vacuum
kemudian ekstrak dikentalkan di dalam oven suhu 50° sampai memperoleh ekstrak
yang kental. Adapun rumus untuk menghitung rendemen sebagai berikut:
Bobot ekstrak
Rendemen = Bobot simplisia x 100%

5. Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Kelor dan Daun Karuk


a. Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Kelor
1) Uji Alkaloid
Sebanyak 0,5 g sampel dilarutkan dengan etanol dan ditetesi dengan HCl dan
disaring. Kemudian filtrat diuji dengan menambahkan satu atau dua tetes pereaksi

27
Mayer, reaksi positif ditandai dengan adanya endapan putih atau kekuningan pada
pereaksi Mayer (Cahyani et al., 2017)
2) Uji Flavonoid
Ditimbang 0,5 g sampel dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 mg
serbuk Mg, lalu ditambahkan 3 tetes HCl pekat. Apabila terbentuk warna orange, merah
atau kuning menunjukkan adanya flavonoid (Abd.Malik & Waris, 2018).
3) Uji Karotenoid
Ditimbang 1 g sampel diekstraksi dengan 10 ml kloroform dalam tabung reaksi dan
dikocok kuat. Campuran yang dihasilkan kemudian disaring dan ditambahkan larutan
Asam Sulfat 85%. Apabila terbentuk larutan berwarna biru pada permukaan
menandakan adanya karotenoid (Astuti dkk, 2021).
4) Uji Saponin
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Sampel dalam tabung
reaksi dikocok kuat selama beberapa menit. Busa yang stabil terlihat selama 5 menit dan
tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin
(Mudianta, 2016).
5) Uji Tanin
Ditimbang 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1-2
tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Keberadaan tanin akan ditunjukkan dengan
terjadinya perubahan warna filtrat menjadi hijau atau biru kehitaman (Komang dkk,
2016).
b. Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Karuk
1) Uji Flavonoid
Ditimbang 0,5 g sampel dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 mg
serbuk Mg, lalu ditambahkan 3 tetes HCl pekat. Apabila terbentuk warna orange, merah
atau kuning menunjukkan adanya flavonoid (Cahyani et al., 2017).
2) Uji Saponin
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Sampel dalam tabung
reaksi dikocok kuat selama beberapa menit. Busa yang stabil terlihat selama 5 menit dan
tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin
(Nurzaman et al., 2018).
3) Uji Monoterpen dan Seskuiterpen

28
Ditimbang 0,5 g sampel kemudian disari dengan eter lalu disaring. Filtrat kemudian
diuapkan hingga kering. Pada residu diteteskan pereaksi anisaldehid-asam sulfat
vanillin-asam sulfat. Penambahan pereaksi dilakukan dalam keadaan dingin.
Terbentuknya warna-warna menunjukan adanya senyawa monoterpen dan seskuiterpen
(Nurviana & Gunarti, 2016).
6. Pembuatan Kapsul Kombinasi Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) dan
Daun Karuk (Piper Sarmentosum Roxb.Ex.Hunter)
a. Formula Kapsul
Tabel 3. 2 Formula Kapsul
Komponen Kegunaan Formula

Serbuk Ekstrak Daun Kelor (Ekstrak Zat aktif 140 mg


kental-vivapur 101) 1:1
Serbuk Ekstrak Daun Karuk (Ekstrak Zat aktif 40 mg
kental vivapur 101) 1:1
Avicel PH 102 Pengikat 10 %
Aerosol Adsorben 3%
Talk Zat tambahan 2%
Mg Stearat Pelicin 1%
Lactosa Pengisi Ad 350 mg

b. Pembuatan
Timbang masing-masing serbuk kering ekstrak daun kelor sebanyak 42 g, dan
ekstrak daun karuk sebanyak 12 g. Kemudiam avicel pH 102 ditimbang sebanyak 10,5
g, timbang laktosa sebanyak 43,20 g aerosil ditimbang sebanyak 3,15 g. Magnesium
stearate 1,05 g, dan talk 2,10 g. Serbuk ekstrak kering, aerosil, magnesium stearate dan
talk dicampur homogen.
c. Pengisian Cangkang Kapsul
Cara pengisian kapsul ekstrak daun kelor dilakukan tanpa bantuan alat atau dengan
tangan. Siapkan cangkang kapsul sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Serbuk dibagi
menjadi dua bagian besar kemudian bagi lagi menjadi beberapa bagian kecil. Masukkan
serbuk dalam cangkang kapsul lalu tutup. Bersihkan kapsul dengan tissue.
7. Uji Antiinflamasi
a. Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang digunakan adalah mencit (Mus Musculus), yang berumur 2-3
bulan, dengan berat badan 20-30 gram. Sebelum diberi perlakuan, mencit diadaptasikan
selama satu minggu dengan kondisi yang sama meliputi : makanan, minuman, kandang,

29
dan alasnya. Hewan uji juga dipuasakan ± 24 jam sebelum digunakan dalam percobaan
dengan tujuan untuk mengurangi variasi akibat adanya makanan.
b. Cara pembuatan larutan karagenin 1%
Larutan karagenin digunakan sebagai zat peradang yang dibuat dengan melarutkan
100 mg karagenin dalam NaCl 0,9% fisiologis sampai 10 ml akan diperoleh konsentrasi
1%. Dosis karagenin ditetapkan berdasarkan penelitian Williamson dkk (2016) yaitu
dengan kadar 1% yang dilarutkan dalam NaCl 0,9% fisiologis yang disuntikkan secara
sublantar pada telapak kaki mencit sebesar 0,05 ml. Diketahui konsentrasi karagenin
yang digunakan adalah 1% dan volume pemberian adalah 0,05 ml. Berat badan mencit
rata-rata 20 gram = 0,02 kg.
c. Cara pembuatan larutan natrium diklofenak
Dosis diklofenak ditetapkan berdasarkan pemilihan dosis yang menimbulkan daya
antiinflamasi sedemikian rupa sehingga penurunan volume udema akibat perlakuan
karagenin dapat diukur. Natrium diklofenak digunakan sebagai kontrol positif efek
antiinflamasi pada mencit, dosis yang diberikan 0,0325mg/25gram BB mencit.
Sebanyak 0,325mg natrium diklofenak disuspensikan dengan Na-CMC 0,5% hingga
diperoleh volume akhir 10ml.Volume pemberian ke mencit sebanyak 1ml secara oral.
d. Cara pembuatan larutan kapsul kombinasi daun kelor (Moringa Oleifera Lam) dan
daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb.Ex.Hunter)
Dosis kapsul kombinasi daun kelor dan daun karuk yang diberikan pada mencit
yaitu 11,3mg, 22,75mg dan 34,1mg/kgBB secara oral. Kapsul kombinasi daun kelor dan
karuk disuspensikan dalam Na-CMC hingga diperoleh volume akhir 10ml.
e. Prosedur pengujian antiinflamasi
1) Hewan uji yang digunakan adalah mencit (Mus Musculus) dengan berat dewasa
rata-rata berat badan 20-30 gram sebanyak 25 ekor, semua hewan uji dipelihara
dalam kondisi yang sama.
2) Mencit dipuasakan selama (12-18) jam sebelum perlakuan, namun air minum tetap
diberikan (ad libitum).
3) Setiap mencit ditandai dengan spidol pada punggung mencit agar memudahkan
penandaaan pada mencit yang diujikan. Kemudian berat badan mencit ditimbang
dan dikelompokkan menjadi 5 kelompok secara acak, masing-masing kelompok
terdiri atas 5 ekor mencit.

30
4) Sebelum diberikan perlakuan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran volume kaki
kiri belakang masing-masing mencit dengan benang dan penggaris. Hasil
pengukuran dicatat sebagai volume awal.
5) Mencit pada masing-masing kelompok diberi perlakuan sebagai berikut:
a. Kelompok I : kontrol (-) diberi Na-CMC dosis 0,05 ml/20 kgBB
b. Kelompok II : kontrol (+) diberi diklofenak dosis 0,325mg/10ml
c. Kelompok III : diberi kapsul kombinasi ekstrak daun kelor dan karuk dosis
11,3mg/10ml
d. Kelompok IV : diberi kapsul kombinasi ekstrak daun kelor dan karuk dosis
22,75mg/10ml
e. Kelompok V : diberi kapsul kombinasi ekstrak daun kelor dan karuk dosis
34,1mg/10ml
6) Pada menit ke-60 disuntikkan sediaan karagen 1% pada telapak kaki kiri belakang
mencit secara subplantar sebanyak 0,05 ml.
7) Kemudian setiap 1 jam diukur volume udem mencit setelah penyuntikan karagenin
selama 6 jam, volume kaki kiri belakang mencit diukur menggunakan benang dan
penggaris dengan cara mengukur telapak kaki kiri belakang mencit memakai
benang kemudian mengukurnya memakai penggaris dan hasilnya dicatat.
E. Pengolahan dan Analisis Data
1. Persentase Inhibisi Radang
Data yang diperoleh dari penelitan ini merupakan data yang bersifat kuantitatif
yaitu dengan menghitung selisih nilai sebelum dan sesudah diberi kapsul kombinasi
ekstrak daun kelor (Moringa Oleifera Lam) dan daun karuk (Piper Sarmentosum
Roxb.Ex.Hunter) terhadap mencit (Mus Musculus) setiap 1 jam selama 6 jam.
Pengamatan pada jam ke 0,1,2,3,4,5 dan 6 dari sampel uji kontrol negatif.
Untuk persentase inhibisi radang (%IR)
(%R Kontrol−%R Obat)
%IR = x 100%
%R Kontrol

%R Kontrol = Persentase radang kelompok kontrol


%Obat = Persentase radang kelompok obat
2. Analisis Statistik
Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk melihat ada tidaknya pengaruh
variasi dosis kapsul kombinasi ekstrak daun kelor (Moringa Oleifera Lam) dan daun

31
karuk (Piper Sarmentosum Roxb.Ex.Hunter) dengan menggunakan metode statistik
dengan tingkat kepercayaan 95%. Data di uji Normalitas dan Homogenitas untuk
melihat apakah data terdistribusi normal dan homogen,bila memenuhi kedua uji tersebut
dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA ,Sedangkan bila data tidak terdistribusi dengan
normal dan homogen maka dilakukan uji Kruskal walis.
F. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di labolatorium Farmakologi Program Studi D3 Farmasi STIKes
Muhammadiyah Ciamis
2. Jadwal Penelitian
Tabel 3.2 Jadwal Pelaksanaan kegiatan penelitian
2021 2022
No Kegiatan
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli
Persiapan penelitian

a. Pengajuan dan
penyusunan
1 b. Penyusunan
Proposal dan
Bimbingan
c. Pengesahan
penelitian
Pelaksanaan Penelitian
a. Pengumpulan
2
data
b. Analisis data
Tahap
3 penyusunan
laporan penelitian
Pengesahan
4
Penelitian
5 Sidang Penelitian

32
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran, Asy Syu’ara’ ayat 7 dan 8


Abd.Malik, F., & Waris, R. (2018). Flavonoid Total Ekstrak Metanolik Herba. Jurnal
Fitofarmaka Indonesia, 1(1), 1–5.
Agustina, T., & Miladiyah, I. (2018). Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun
Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan
Galur Wistar Yang Diinduksi Karagenin. In Jkki (Vol. 5, Issue 1, pp. 47–58).
Andayani, D., Suprihartini, E., & Astuti, M. (2018). Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Krokot (Portulaca oleracea, L.) pada Udema Tikus yang di Induksi Karagenin.
JPSCR : Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research, 3(1), 43.
https://doi.org/10.20961/jpscr.v3i1.15108
Anggraini, O. D., Komariah, C., & Prasetyo, A. (2018). Efek Ekstrak Kulit Mangga
Arumanis terhadap Penurunan Edema Kaki Mencit Putih Jantan yang Diinduksi
Karagenin (The Effect of Arumanis Mango Peel Extract on Decreasing the Paw
Oedema in White Male Mice Induced by Carrageenin). Jurnal Pustaka Kesehatan,
6(2), 267–271.
Ardiyanti, M. W. R., & Novista, C. (2021). Analisis Kualitatif dan Uji Toksisitas Akar
Pedada (Sonneratia ovata). Prosiding Seminar.
Astuti. (2017). Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 13 No. 1 Tahun 2017 Uji Efektivitas
Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Srikaya. Jurnal Ilmah Farmasi, 13(1), 9–14.
Atiqah, S. N. (2017). Optimasi Dan Uji Pelepasan Quercetin Ekstrak Daun Kelor
(Moringa Oleifera) Dalam Sediaan Gel-Mikroemulsi. Skripsi Universitas Islam
Negeri Maulana Ibrahim Malang, 4, 9–15.
Aurelius. (2019). Formulasi Sediaan Masker Gel Peel-Off Dari Ekstrak Daun Kelor
(Moringa Oleifera Lam) Kombinasi Madu (Mel depuratum). Duke Law Journal,
1(1), 1–13.
Bachruddin, F. (2016). Sintesis Senyawa N-(4- Hidroksifenil) Pentanamida dan Uji
Aktivitas Analgesik pada Mencit (Mus musculus). http://eprints.umm.ac.id/32878/
Berawi, K. N., Wahyudo, R., & Pratama, A. A. (2019). Potensi Terapi Moringa oleifera
( Kelor ) pada Penyakit Degeneratif. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung, 3,
210–214.

33
Cahyani, R., Susanto, Y., & Khumaidi, A. (2017). Aktivitas Antioksidan dan Sitotoksik
Ekstrak Etanol Daun hantap (Sterculia coccinea Jack.). Natural Science: Journal of
Science and Technology, 6(1), 11–21.
https://doi.org/10.22487/25411969.2017.v6.i1.8075

34

Anda mungkin juga menyukai