Anda di halaman 1dari 3

JUAL BELI YANG TERLARANG

Jual beli Online menjadi trend sekarang, apalagi pada masa #dirumah aja#. Supaya kita terhindar dari
hal-hal yang terlarang, perlu diketahui beberapa hal tentang jual beli yang dilarang termasuk dalam jual
beli online. Berikut diuraikan dalam dua contoh yang sering terjadi.

Contoh 1 : Ibu Tika menawarkan barang dagangannya lewat medsos yang dimilikinya, tetapi dia tidak
mempunyai stock barang, seperti lazimnya jual beli sekarang yang disebut dengan Dropshipping, yaitu
menjualkan barang orang lain tanpa membeli terlebih dahulu. Misalnya yang sekarang lagi dibutuhkan
yaitu beras, yang sudah dikemas kedalam paket yang beratnya masing-masing 10 kg. Ibu Tika hanya
mempunyai foto-foto beras yang sudah dipaket saja, tanpa membeli barangnya terlebih dahulu dari
suplayer. Ibu Tika membeli 1 paket dengan harga 80 ribu kepada suplayer dan Ibu Tika menjual kepada
pelangganya dengan harga 100 ribu perpaket. Kemudian terjadi transaksi antara Ibu Tika dengaan
Pelangganya (misalnya Ibu Ani), sebagai berikut :

1) Ibu Ani memesan 1 paket, kemudian Ibu Ani membayar uang muka terlebih dahulu sebesar 40 ribu,
sebagai bukti keseriusan.

2) Ibu Tika memesan barang kepada supplayer, langsung transfer kepada supplayer 80 ribu (Ibu Tika
menambahkan dengan uang sendiri), dan memberikan Nama pembeli yaitu ibu Ani dan alamat ibu Ani
kepada supplayer, agar suplayer mengirim barangnya langsung kepada pembeli.

3) Kemudian suplayer mengirim barang kepada ibu Ani pembel atas nama pengirim ibu Tika, yang
tertulis sebagai pengirim dalam paket tersebut adalah Ibu Tika.

4) Setelah barang diterima oleh ibu Ani, ibu Ani membayar kekurangannya kepada ibu Tika.

Pernah terjadi atau sering terjadi ?

Contoh 2 : Ibu Budi ingin menjual barang-barang BRANDED, yang harganya sudah standard dan setiap
penjual hanya di berikan komisi yang sudah ditentukan dan tidak boleh menentukan harga sendiri,
setiap agen harus menjual sesuai dengan harga yang sudah ditetapkan oleh pamilik merk dan harganya
sama disetiap tempat. Misalnya untuk setiap barang, agen akan mendapatkan komisi 30% dari pemilik
merk. Katakanlah kerudung dengan merk GUEST di bandrol dengan harga 100 ribu, agen tidak boleh
menaikan atau menurunkan harga. Ibu Budi sebagai agen, tidak langsung mengambil kepada pemilik
merk, tetapi menjadi subagen dari Agen Utama dengan komisi 10% dan yang 20% diambil oleh agen
utama. Karena komisinya kecil, maka Ibu Budi menaikkan harganya menjadi 110 ribu. Kemudian terjadi
transaksi sebagai berikut :

1) Ibu Intan memesan kerudung kepada ibu Budi, langsung ibu Budi minta transfer 110 ribu
2) ibu Budi memesan barang kepada agen utama dan berikut memberikan data pembelinya yaitu ibu
Intan kepada agen Utama, dan menstranfer uangnya sebesar 90 ribu (sudah dipotong komisi 10% dari
harga jual 100 ribu) kepada agen utama.

3) Agen utama atau Pemilik Merk mengirimkan barang kepada pembeli, yaitu Ibu Intan atas nama Ibu
Budi.

Pernah terjadi atau sering terjadi ?

Nah, dua contoh diatas adalah termasuk jual beli yang terlarang, loh kok repot amat, masalah jual beli
aja pakai dilarang segala ? Disitulah kayanya agama kita, semua diatur dan sudah dicontohkan oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sejak empat belas abad yang lalu. Mari kita ulas satu persatu
kenapa disebut dengan jual beli terlarang dan bagaimana solusinya. (mau diulang lagi bacanya keatas ?)

Ulasan contoh-1:

Dalam contoh-1 diatas, ibu Tika MENJUAL barangnya kepada ibu Ani pada saat ibu Tika BELUM
MEMILIKI barang itu. Jual beli barang yang tidak dimiliki oleh penjual tidak boleh, dalam kasus diatas,
ibu Tika adalah sebagai PENJUAL, terlihat dari perbuatan ibu Tika yang MENENTUKAN HARGA JUAL.
Larangan melakukan jual beli terhadap barang yang belum dimiliki, antara lain terdapat dalam hadits
berikut :

“......... padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang membeli makanan kemudian
menjualnya kembali sehingga ia telah menerimanya secara sempurna terlebih dahulu ................. "

(HR. Ahmad No. 8015, Shahih Muslim No. 2818)

Dan sebuah riwayat At-Tirmidzi : “Janganlah Menjual apa yang tidak kamu miliki”

Tetapi ada pengecualian, yaitu untuk jual beli SALAM atau ISTHISNA’, DIPERBOLEHKAN UNTUK MENJUAL
BARANG YANG BELUM DIMILIKI. Agar contoh-1 menjadi sesuai dengan syariah, maka jual belinya
dilakukan dengan cara jual beli SALAM, yaitu jual beli pada barang yang belum dimiliki penjual pada saat
akad, tetapi harus memenuhi konsekuensi jual beli SALAM yaitu :

Pertama; Uang wajib dibayar di depan oleh pembeli secara tunai, tidak boleh dibayar di depan sebagian
(DP) saja, dan juga tidak boleh dibayar belakangan (COD). Berarti pembeli, dalam hal ini Ibu Ani harus
membayar semuanya pada saat pemesanan.

Kedua; Barang yang dijual terbatas pada yang ditimbang, ditakar, dan dihitung. Misal : bahan pangan
(beras, gula, dll). Tidak boleh pada barang yang tidak ditimbang, ditakar, dan dihitung Misal : tanah,
mobil, rumah, dll. Ini sesuai dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :

“Barangsiapa yang melakukan salaf (jual beli salam), maka hendaklah dia tidak melakukan salaf kecuali
pada takaran yang diketahui dan timbangan yang diketahui.”

(Shahih Bukhari No 2086)


Ketiga; Pengiriman barang harus diatasnamakan Penjual (Ibu Tika), tidak boleh diatasnamakan supplier.
Karena dalam akad salam ini, yang menjadi pihak PENJUAL adalah Ibu Tika bukan supplier.

Ulasan Contoh-2:

Ibu Budi menjual barang bertindak sebagai AGEN, bukan sebagai PENJUAL, terlihat dari peran ibu Budi
yang hanya mendapatlan komisi. Ibu Budi sebagai AGEN ikut menentukan harga (seharusnya hanya
mendapatkan komisi) dan ibu Budi tidak mengambil langsung barang dari pemilik merk, ini termasuk
jual beli yang dilarang. Karena PEMAKELARAN itu dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, yang
berstatus sebagai pemilik barang (malik). Bukan dilakukan oleh seseorang terhadap sesama makelar
yang lain. Karena itu, memakelari makelar atau samsarah 'ala samsarah tidak diperbolehkan. Solusinya
adalah :

Pertama; Ibu Budi hanya sebagai Agen tidak boleh menentukan HARGA, dia hanya mendapatkan komisi
saja. Harus menjual dengan harga 100 ribu sesuai dengan harga yang ditentukan pemilik merk. Kan,
saling Ridho antara penjual dengan pembeli. (Lagi-lagi bahwa saling Ridho tidak menghalalkan hal-hal
yang haram).

Kedua; Ibu Budi harus mengambil langsung (menjadi agen langsung) kepada pemilik merk atau tidak
menjadi AGEN dari AGEN yang lain karena itu merupakan samsarah 'ala samsarah tidak diperbolehkan.

Ketiga; pada saat pengiriman Barang, wajib diatas namakan pemilik merk (GUEST), tidak boleh diatas
namakan ibu Budi. Karena dalam akad samsarah ini yang menjadi PENJUAL adalah Pemilik merk
(GUEST), bukan Ibu Budi, dan Ibu Budi hanya sebagai Agen saja atau wakil dari pemilik merk.

Demikian ulasan singkat mengenai contoh jual beli yang dilarang, yang dibolehkan jauh lebih banyak dari
yang dilarang, makanya yang menjadi pembahasan adalah yang dilarang saja. Sama dengan pembahasan
harta haram, kenapa harta haram yang dibahas ? karena jumlah harta haram itu lebih sedikit dari harta
halal, makanya yang dibahas adalah cukup Harta Haram saja.

Wallahu Ta’ala Alam.

Anda mungkin juga menyukai