Anda di halaman 1dari 2

Pemberian Hadiah dalam Jual Beli Menurut Islam

Dalam pemasaran beberapa produk kita sering menemukan adanya pemberian hadiah
kepada orang yang membeli produk tersebut. Hadiah tersebut ada yang diberikan secara
langsung, ada yang diberikan secara diundi, dan ada pula yang melaui kuis yang
diselenggarakan oleh produsen barang tersebut. Apalagi mendekati momen-momen penting
dan hari-hari besar seperti tahun baru, hari raya dan lainnya. Berbagai hadiah tersebut
dijadikan iming-iming untuk meningkatkan angka perjualan.
Dari persoalan di atas penulis akan memaparkan tentang hukum jual beli yang disertai
hadiah, karena jual beli yang disertai hadiah tersebut ada yang diperbolehkan dan ada pula
yang diharamkan (Hasil Keputusan Bahtsul Masail NU Wilayah JATIM, 1986: 191).
a.       Jual beli berhadiah yang diperbolehkan
Ada beberapa jual beli yang disertai hadiah yang diperbolehkan oleh hukum syara’,
diantaranya:
1)      Memberi sesuatu kepada orang yang membeli sejumlah barang tertentu sebagai tambahan
atau hadiah hukumnya boleh. Jual beli tersebut juga sah karena tambahan tersebut termasuk
hibah.
2)      Meletakkan hadiah tertentu yang diketahui dengan jelas (ma’lûm) di dalam barang tertentu
yang juga diketahui dengan jelas (ma’lûm) barangnya, seperti piring, gelas, dan sebagainya;
atau di dalamnya diletakkan satu lembaran yang tertulis hadiah, agar pembeli yang
mendapatkannya pergi ke pedagang tersebut untuk mengambil hadiah atau bonus yang
diketahui dengan jelas tertulis di lembaran tersebut, maka praktek seperti ini juga boleh. Jual-
beli itu pun hukumnya sah selama barang yang dibeli tersebut diketahui dengan jelas
(ma’lûm) Misalnya makanan ringan yang di dalamnya terdapat kotak kecil sebagai hadiah.
Jual beli ini pun sah, karena harga makanan ringan yang di dalamnya terdapat hadiah tersebut
telah dibayar. Jika di dalamnya ternyata tidak ada hadiahnya, maka itu juga boleh. Karena
yang dibeli adalah makanan ringan yang telah dibayar harganya. Penjual tidak terikat untuk
memberikan hadiah di makanan ringan tersebut. Jika di dalamnya ada hadiah hukumnya juga
boleh. Dan jika tidak ada pun hukumnya juga boleh.
3)      Jual beli yang disertai kupon undian berhadiah yang dimaksudkan untuk shadaqah masjid,
dan hadiahnya tidak diambilkan dari hasil jual beli yang disertai kupon tersebut, jadi hukum
jual beli tersebut menurut sebagian ulama’ hukumya ialah sah.
Jual beli suatu benda yang disertai hadiah, baik hadiah tersebut diberikan secara
langsung maupun diundi dengan tujuan agar para konsumen tertarik untuk membeli produk-
produk yang dipasarkan adalah sah dan halal. Sebab Tambahan tersebut termasuk hibah, dan
hukumnya sah. dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1)            Hadiah yang diberikan harus halal dan sesuai dengan yang dijanjikan
2)            Tidak boleh mengandung unsur judi
3)            Harga barang tidak naik
b.      Jual beli berhadiah yang diharamkan
Ada beberapa jual beli berhadiah yang diharamkan menurut syariat Islam, antara
lain:
1)      Menjual kotak yang tertutup dan tidak diketahui apa isi di dalamnya, kadang kotak itu
kosong, kadang di dalamnya ada barang yang nilainya di atas harga yang dibayarkan, atau
sama, atau kurang dari harga yang dibayarkan, maka yang seperti ini adalah jual-beli yang
bersifat manipulatif (bai’ al-gharar). Jual beli seperti ini tidak boleh.
)‫(رواه مسلم‬ ‫ص ِاة َو َع ْن َب ْي ِع الْغَ َر ِر‬
َ ‫ْح‬
ِ َ َ‫ق‬ t ‫َع ْن َأبِ ْي ُه َر ْي َر َة‬
َ ‫ َع ْن َب ْي ِع ال‬ r ‫ال َن َهى َر ُس ْو ُل اهلل‬
“Dari Abu Hurairah berkata: ‘Sesungguhnya Rasulullah melarang jual beli dengan
lemparan batu dan jual beli yang samar. (HR. Muslim)
2)      Dicantumkannya nomor di barang tertentu yang sudah diketahui dengan jelas (ma’lûm), lalu
pemiliknya dikenakan pungutan keikutsertaan dalam memperebutkan hadiah, maka praktek
ini lebih layak disebut al-maysir (judi). Hal itu karena termasuk di dalam praktek al-
maysir (al-qimâr/judi), pihak yang menang mendapatkan dari pihak yang kalah, atau pihak
yang beruntung mendapatkan dari pihak yang tidak beruntung. Setiap perkara di mana di
dalamnya beberapa orang terlibat dalam bentuk bahwa yang menang akan mendapatkan dari
yang kalah, maka praktek seperti ini termasuk judi.
3)      Transaksi jual beli yang disertai hadiah secara diundi terhadap suatu benda yang kualitasnya
dibawah standart dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasaran, jelas transaksi jual beli
tersebut tidak sah dan tidak halal karena mengandung unsur judi. Karena dengan demikian,
kupon hadiah yang akan diundi untuk mendapatkan hadiah bukan merupakan pemberian
cuma-cuma, melainkan secara tidak langsung dijual kepada pembeli dengan uang (harga)
yang sudah ditambahkan ke dalam harga penjualan barang. Dengan demikian, secara tidak
langsung kupon undian tersebut diperjual belikan kepada pembeli barang, yang jika dia tidak
mendapatkan hadiah maka akan rugi, sedangkan pihak penjual akan beruntung. Inilah yang
disebut Judi. Karena semua hal tersebut mengandung penipuan dan juga mengandung unsur
judi maka hal tersebutlah yang tidak diperbolehkan oleh hukum Islam (Hamdan Rasyid,
2003: 129).
Jadi menjual barang yang tidak jelas keadaannya dilarang oleh Allah karena bisa
saja barang tersebut tidak sesuai dengan harganya dan pembeli merasa dirugikan karena
barang tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Dan bisa saja jual beli tersebut
mengandung unsur penipuan.
Jual beli yang mendapat berkat dari Allah SWT, adalah jual beli yang jujur, bukan
jual beli yang mengandung unsur penipuan, curang, serta penghianatan. Sabda Rasulullah:
ٍ ‫َت َر‬ ‫ َع ْن‬ ‫الَْب ْي ُع‬ ‫اِنَّ َما‬
)‫البيهقى‬ ‫اض (رواه‬

Jual beli atas dasar suka sama suka (HR. Baihaqi)


Dari hadits di atas telah jelas bahwa prinsip utama dari jual adalah kerelaan orang
yang yang bertransaksi, baik penjual atau pembeli. Sehingga jika ada salah satu pihak yang
dirugikan maka hukum jual beli tersebut tidak sah karena sudah tidak sesuia lagi dengan
syariat Islam.

Dari tulisan mengenai jual beli berhadiah di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa tujuan produsen memberikan iming-iming hadiah kepada pembeli adalah untuk
menarik hati pembeli dan kemudian membeli barang yang dipasarkan tersebut, sehingga
barang dagangannya bisa laku di pasaran. Sedangkan jual beli berhadiah itu sendiri
menimbulkan dua konsekuensi hukum, yaitu diperbolehkan dan diharamkan. Ada banyak hal
yang menyebabkan diperbolehkan dan diharamkannya hadiah dalam sebuah produk, hal itu
dilihat dari segi rukun, syarat, dan hadiah yang ada dalam produk tersebut.

Anda mungkin juga menyukai