Anda di halaman 1dari 3

JUAL BELI

1. PENGERTIAN JUAL BELI

Secara terminologi fiqih jual beli disebut dengan al-ba’i yang berarti menjual, mengganti,
dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba’i dalam terminologi fiqih terkadang
dipakai untuk pengertian lawannya, yaitu lafal al-syira yang berarti membeli. Dengan demikian al-
ba’i mengandung arti menjual sekaligus membeli atau jual beli.
Menurut hanifah pengertian jual beli (al-bay) secara defentif yaitu tukar menukar harta
benda atu sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang
bermanfaat.
Adapun menurut malikiyah, syafi’iyah, dan hanabilah, bahwa jual beli (al-bay) yaitu tukar
menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan.
Dan menurut pasal 20 ayat 2 kompilasi hukum ekonomi syari’ah, ba’i adalah jual beli antara
benda dan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.
Rezeki yang dijanjikan Allah untuk hamba-hambanya di dunia ini harus dicari dengan
melakukan sebagai bentuk usaha dan upaya salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan transaksi jual beli (AL-BAY’) Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
seseorang melakukan riba
Seseorang yang menyerahkan hidupnya untuk memperjuangkan agama Allah disebut juga
dengan orang yang telah melakukan teransaksi bisnis dengan Allah dan Allah menjadikan surga
sebagai imbalannya..

2. RUKUN JUAL BELI

1. Penjual dan pembeli

Syaratnya adalah :

a. Berakal, agar tidak teerkecoh. Orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
b. Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa).
c. Tidak mubazir (pemboros)
d. Balig (berumur 15 tahun ke atas/dewasa), anak kecil tidak sah jual belinya. Adapun anak-
anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pendapat
sebagian ulama, mereka diperbolehkan jual beli barang yang kecil-kecil: karena kalau
tidak diperbolehkan, sudah tentu menjadi kesulitan dan kesukaran, sedangkan agama
islam sekali-kali tidak akan menetapkan peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada
pemeluknya.

2. Uang dan benda yang dibeli

Syaratnya :

a. Suci. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan, seperti
kulit binatang atau bangkai yang belum disamak.
b. Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dilarang pula
mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti menyianyiakan
(memboroskan) harta yang terlarang dalam kitab suci.
c. Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat
diserahkan kepada yang membeli, misalnya iakn dalam laut, barng rampasan, yang
masih berada di tangan yang merampasnya, ‫ قش‬yang sedang dijaminkan, sebab semua
itu mengandung budaya atau kecohan.
d. Barang tersebut merupakan kepunyaan si penjual, kepunyaan yang diwakilinya, atau
yang mengusahakan.
e. Barang tersebut diketahui si penjual dan si pembeli; zat, bentuk, kadar atau ukuran dan
sifat-sifatnya jelas sehingga antara keduanya tidak akan terjadi kecoh mengkecoh.

3. Lafaz ijab dan Kabul

Ijab adalah perkataan penjual, umpamanya, “saya jual barang ini sekian”Kabul adalah
ucapan si pembeli, “saya terima dengan harga sekian”. Keterangannya yaitu ayat yang
mengatakan bahwa jual beli itu suka sama suka dan juga sabda Rasulullah SAW. Di bawah
ini:

sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka.”(riwayat ibnu hibban).

Sedangkan suka sama suka itu tidak dapat diketahui dengan jelas kecuali dengan perkataan,
kraena perasaan suka itu bergantung pada hati masing-masing. Ini kebanyakan pendapat
ulama.tetapi Nawawi, Mutawali, badawi, dan beberapa ulama yang lain berpendapat bahwa
lafaz itu tidak menjadi rukun, hanya menurut adat kebiasaan saja. Apabila menurut adat
telah berlaku bahwa hal yang seperti itu sudah dipandang sebagai jual beli, itu saja sudah
cukup karena tidak ada suatu dalil yang jelas untuk mewajibkan lafaz. Menurut ulama yang
mewajibkan lafaz, lafaz itu diwajibkan memenuhi beberapa syarat:

a. Keadaan ijab dan Kabul berhubungan. Artinya salah satu dari keduanya pantas menjadi
jawaban dari yang lain dan belum berselang lama.
b. Makna keduanya hedaklah mufakat (sama) walaupun lafz keduanya berlainan.
c. Keduanya tidak dsangkutkan dengan urusan yang lain, seperti katanya “kalua saya jadi
pergi, saya jual barang ini sekian”
d. Tidak berwaktu, sebab jual beli berwaktu seperti sebulan atau setahun tidak sah.

Apabila rukun atau syartanya kurang, jual beli dianggap tidak sah. Di bawah ini akan diuraikan
beberapa contoh jual beli yang tidak sah karena kurang rukun dan syaratnya.

a. Di Negari kita ini orang telah biasa melakukan pekerjaan mecampurkan hewan betina
dengan hewan jantan. Percampuran itu ditetapkan dengan harga yang tertentu untuk sekali
campur. Jadi, berarti menjual air mani jantan .ini tidak sah menurut cara jual beli karena
tidak diketahui kadarnya, juga tidak dapat diserahkan.
b. Akan tetapi, dengan jalan dipersewakan dalam masa yang tertentu, menurut mazhab syafi’i
dan Hambali tidak ada halangan. Adapun dengan jalan meminjam, maka para ulama
bersepakat bahwa tidak ada halangan, bahkan dianjurkan oleh syara.
c. Menjual suatu barang yang baru di belinya sebelum diterima, karena miliknya belum
sempurna. Tanda sesuatu yang baru dibeli dan belum diterimanya adalah, barang itu masih
dalam tanggungan si penjual berarti kalau barang itu hilang, si penjual harus mengganti.
d. Menjual buah-buahan sebelum nyata pantas dimakan (dipetik), karena buah-buahan yang
masih kecil sering rusak atau busuk sebelum maang. Hal ini mungkin akan merugikan si
pembeli, dan si penjual pun mengambil harganya dengan tidak ada keuntungannya.

3. HUKUM JUAL BELI

Hukum asal jual beli adalah boleh (jaiz). Pada perkembangannya, dalam hukum islam hukum jual beli
memiliki beberapa kategori:

1. Mubah (boleh). Jual beli dibolehkan sesuai dengan hajat dan kebiasaan masyarakat.

Contoh, menjual atau membeli beras dipasar, menjual atau membeli makanan dikantin,
menjual atau membeli buku di toko buku, dan sebagainya.

2. Wajib, yaitu transaksi jual beli yang harus dikerjakan demi kepentingan umat.

Contoh, menjual atau membeli kain untuk menutupi aurat.

3. Sunnah, apabila jual beli tersebut mendatangkan kesejahteraan bagi orang miskin.

Contoh, menjual atau membeli hasil petani supaya mereka lebih sejahtera.

4. Haram, yaitu jual beli yang terlarang.

Contoh, menjual atau membeli minuman keras atau obat-obatan terlarang, menjual atau
membeli barang yang sudah dibeli orang lain, menjual atau membeli dengan menipu atau
mengurangi timbangan.

Anda mungkin juga menyukai