Anda di halaman 1dari 10

Perbankan Syariah

Transaksi-Transaksi Yang Dilarang Dalam Islam

Fakultas : FBIS
Program studi : Manajemen

Tatap Muka

03
Kode Matakuliah : W1119021
Disusun oleh : Ari Apriani, S.E., M.M
TRANSAKSI YANG DILARANG DALAM ISLAM

Transaksi-transaksi yang dilarang untuk dilakukan dalam Islam adalah transaksi yang
disebabkan oleh kedua faktor berikut :
1. Haram zatnya (objek transaksinya)
Suatu transaksi dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan
merupakan objek yang dilarang (haram) dalam hukum agama Islam. Seperti
memperjualbeli kan alkohol, narkoba, organ manusia, dll.
2. Haram Selain Zatnya (Cara Bertransaksi-nya)
Jenis ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
 Tadlis, yaitu sebuah situasi di mana salah satu dari pihak yang bertransaksi berusaha
untuk menyembunyikan informasi dari pihak yang lain (unknown to one party)
dengan maksud untuk menipu pihak tersebut atas ketidaktahuan akan informasi objek
yang diperjualbelikan. Hal ini bisa penipuan berbentuk kuantitas (quantity), kualitas
(quality), harga (price), ataupun waktu penyerahan (time of delivery) atas objek yang
ditransaksikan. Sebagai contoh : apabila kita menjual hp second dengan kondisi
baterai yang sudah sangat lemah, ketika kita menjual hp tersebut tanpa
memberitahukan (menutupi) kepada pihak pembeli, maka transaksi yang kita lakukan
menjadi haram hukumnya.
 Ikhtikar. Ikhtikar adalah sebuah situasi di mana produsen/penjual mengambil
keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply (penawaran)
agar harga produk yang dijualnya naik. Ikhtikar ini biasanya dilakukan dengan
membuat entry barrier (hambatan masuk pasar), yakni menghambat produsen/penjual
lain masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar (monopoli), kemudian
mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun stock
(persediaan), sehingga terjadi kenaikan harga yang cukup tajam di pasar. Ketika harga
telah naik, produsen tersebut akan menjual barang tersebut dengan mengambil
keuntungan yang berlimpah. Sebagai contoh: ketika akan dirumorkan oleh pemerintah
bahwa tarif bbm akan dinaikan, maka marak terjadinya penimbunan bbm oleh para
penjual nakal. Hal ini mereka lakukan agar dapat menjual bbm dengan tarif yang
sudah dinaikkan, sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
 Bai’ Najasy adalah sebuah situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand
(permintaan) palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk
sehingga harga jual produk itu akan naik. Cara yang bisa ditempuh bermacam-
macam, seperti menyebarkan isu, melakukan order pembelian, dan sebagainya. Ketika
harga telah naik maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan
melepas kembali barang yang sudah dibeli, sehingga akan mendapatkan keuntungan
yang besar. Sebagai contoh : ini sangat rentan terjadi ketika pelelangan suatu barang.
Biasanya yang mengadakan pelelangan bekerja sama dengan beberapa peserta
pelelangan dimana mereka bertugas untuk berpura-pura melakukan penawaran
terhadap barang yang dilelang, dengan kata lain untuk menaikkan harga barang yang
dilelang tersebut.
 Taghrir (Gharar), yaitu menurut mahzab Imam Safi`e seperti dalam kitab Qalyubi
wa Umairah: Al-ghararu  manthawwats `annaa `aaqibatuhu awmaataroddada baina
amroini aghlabuhuma wa akhwafuhumaa. Artinya: “gharar itu adalah   apa-apa   yang
akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul
adalah yang paling kita takuti”.

Wahbah al-Zuhaili memberi pengertian tentang gharar sebagai al khatar dan altaghrir, yang


artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya
menyenangkan tetapi hakekatnya menimbulkan kebencian, oleh karena itu dikatakan: al-
dunya mata`ul ghuruur artinya dunia itu adalah kesenangan yang menipu. Dengan demikian
menurut bahasa, arti gharar adalah al-khida` (penipuan), suatu tindakan yang didalamnya
diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Gharar dari segi fiqih berarti penipuan dan tidak
mengetahui barang yang diperjualbelikan dan tidak dapat diserahkan. Gharar terjadi apabila,
kedua belah pihak saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan
menimpa, apakah minggu depan, tahun depan, dan sebagainya. Ini adalah suatu kontrak yang
dibuat berasaskan andaian (ihtimal) semata. Inilah yang disebut gharar (ketidak jelasan) yang
dilarang dalam Islam, kehebatan sistem Islam dalam bisnis sangat menekankan hal ini, agar
kedua belah pihak tidak didzalimi atau terdzalimi. Karena itu Islam mensyaratkan beberapa
syarat sahnya jual beli, yang tanpanya jual beli dan kontrak menjadi rusak, diantara syarat-
syarat tersebut adalah:
1. Timbangan yang jelas (diketahui dengan jelas berat jenis yang ditimbang)
2. Barang dan harga yang jelas dan dimaklumi (tidak boleh harga yang majhul (tidak
diketahui ketika beli).
3. Mempunyai tempo tangguh yang dimaklumi
4. Ridha kedua belah pihak terhadap bisnis yang dijalankan.
Imam an-Nawawi menyatakan, larangan gharar dalam bisnis Islam mempunyai
perananan yang begitu hebat dalam menjamin keadilan, jika kedua belah pihak saling
meridhai, kontrak tadi secara dztnya tetap termasuk dalam kategori bay’ al-gharar  yang
diharamkkan.
Secara umum, bentuk Gharar dapat dibagi menjadi 4:
1. Gharar dalam Kuantitas
Misalnya seorang petani tembakau sudah membuat kesepakatan jual beli dengan pabrik
rokok atas tembakau yang bahkan belum panen. Pada kasus ini, pada kedua belah pihak
baik petani tembakau maupun pabrik rokok mengalami ketidakpastian mengenai berapa
pastinya jumlah tembakau yang akan panen. Sehingga terdapat gharar atas barang yang
ditransaksikan.
2. Gharar dalam Kualitas
Misalnya seorang pembeli sudah membuat kesepakatan untuk membeli anak kambing
yang masih berada di dalam kandungan. Pada kasus ini, baik penjual maupun pembeli
tidak mengetahui dengan pasti apakah nantinya anak kambing ini akan lahir dengan
sehat, cacat, atau bahkan mati. Sehingga terdapat ketidakpastian akan barang yang
diperjualbelikan.
3. Gharar dalam Harga
Misalnya Tn. A menjual motornya kepada Tn. B dengan harga Rp 8.000.000 jika dibayar
lunas dan Rp 10.000.000 jika dicicil selama 10 bulan. Pada kasus ini, tidak ada kejelasan
mengenai harga mana yang dipakai. Bagaimana jika Tn. B dapat melunasi motornya
dalam waktu kurang dari 10 bulan? Harga mana yang akan dipakai? Hal inilah yang
menjadi suatu ketidakpastian dalam transaksi.
4. Gharar menyangkut waktu penyerahan
Misalnya Basti sudah lama menginginkan handphone milik Miro. Handphone tersebut
bernilai Rp 4.000.000 di pasaran. Suatu saat, handphone tersebut hilang. Miro
menawarkan Basti untuk membeli handphone tersebut seharga Rp 1.500.000 dan barang
akan segera diserahkan begitu ditemukan. Dalam kasus ini, tidak ada kepastian mengenai
kapan handphone tersebut akan ditemukan, dan bahkan mungkin tidak akan ditemukan.
Hal ini menimbulkan gharar dalam waktu penyerahan barang transaksi.
 Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam tarnsaksi bisnis tanpa adanya
pengganti (iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut (Imam Sarakhzi).

Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam
berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman;

ِّ ‫ ُل‬.‫س َذلِكَ بَِأنَّ ُه ْم قَالُوا ِإنَّ َما ا ْلبَ ْي ُع ِم ْث‬


‫ا‬..‫الرب‬ َّ ‫الَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ ال ِّربا ال يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَت ََخبَّطُهُ ال‬
ِّ ‫ش ْيطَانُ ِمنَ ا ْل َم‬
َ‫ا َد فَُأولَِئك‬.َ‫ ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ َو َمنْ ع‬.‫لَفَ َوَأ ْم‬.‫س‬ َ ‫ا‬..‫هُ َم‬.َ‫ا ْنتَ َهى فَل‬.َ‫ةٌ ِمنْ َربِّ ِه ف‬.َ‫ ا َءهُ َم ْو ِعظ‬.‫ا فَ َمنْ َج‬..‫ َّر َم ال ِّرب‬.‫َوَأ َح َّل هَّللا ُ ا ْلبَ ْي َع َو َح‬
َ‫اب النَّا ِر ُه ْم فِي َها َخالِدُون‬ ُ ‫ص َح‬ ْ ‫َأ‬
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat),
“Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [TQS Al Baqarah
(2): 275]

Di dalam Sunnah, Nabiyullah Muhammad SAW


ً‫ستٍّ َوثَاَل ثِيْنَ ِز ْنيَة‬ َ ‫ِد ْر َه ُم ِربَا يَْأ ُكلُهُ ال َّر ُج ُل َوه َُو َي ْعلَ ُم َأ‬
ِ ْ‫ش ُّد ِمن‬
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah
riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari
Abdullah bin Hanzhalah).
 

JENIS TRANSAKSI YANG DILARANG DALAM ISLAM

Transaksi dalam Islam haruslah didasari dengan adanya saling suka, hal ini untuk
memperoleh suatu transaksi yang saling menguntungkan dengan cara yang adil, sehingga
tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lainnya. Allah SWT telah berfirman:
‫انَ بِ ُك ْم‬MM‫ ُك ْم ۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ َك‬M‫و ۟ا َأنفُ َس‬M
ٓ Mُ‫اض ِّمن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُل‬ ۟ Mُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
Mَ ٰ ِ‫ونَ ت‬MM‫ ِل ِإآَّل َأن تَ ُك‬M‫ ٰ َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْٱل ٰبَ ِط‬M‫ْأ ُكلُ ٓو ۟ا َأ ْم‬Mَ‫وا اَل ت‬M
َ Mَ‫ج َرةً عَن ت‬
ٍ ‫ر‬M َ
‫َر ِحي ًما‬

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa : 29)

Adapun sebab mengapa sebuah transaksi dilarang yaitu karena haram zatnya (objek
yang diperjualbelikan seperti minuman beralkolhol, babi, dan bangkai), haram selain zatnya
(cara bertransaksinya), dan tidak sah (lengkap) akadnya (rukun dan syarat yang tidak
terpenuhi dan terjadinya ta’alluq).
Untuk lebih memperdalam lagi jenis transaksi apa saja yang dilarang dalam Islam,
simak berikut ini ya.
1. Maisir
Al-maisir berasal dari bahasa Arab yakni yasara atau yusr berarti
mudah. Maisir merupakan bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dengan
disepakati bahwa pihak yang menang akan mendapatkan hasil dari taruhan tersebut,
sedangkan pihak yang kalah mengalami kerugian besar karena tidak mendapatkan
untung dari permainan itu.
Jenis-jenis maisir yang harus kita hindari seperti mengadu nasib dengan undian,
bertaruh dengan uang, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan maisir Allah SWT telah
berfirman:
َ‫صابُ َوٱَأْل ْز ٰلَ ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل ٱل َّش ْي ٰطَ ِن فَٱجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬
َ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا ِإنَّ َما ْٱل َخ ْم ُر َو ْٱل َم ْي ِس ُر َوٱَأْلن‬
“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-
Maidah: 90).
2. Gharar
Gharar dalam bahasa Arab ialah al-khathr artinya “pertaruhan”. Gharar berarti
transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan, sehingga dapat diartikan bahwa si
pembeli tidak mengetahui secara pasti apa yang dibelinya dan bagi si penjual pun tidak
mengetahui apa yang dijualnya secara pasti.
Contohnya seperti membeli anak sapi dalam kandungan atau membeli hasil
pertanian yang belum melewati masa panen tiba. Jenis transaksi ini tidak diperbolehkan
dalam Islam, sebagaimana hadis berikut:
“Janganlah kamu melakukan jual beli terhadap buah-buahan, sampai buah-buahan
tersebut terlihat baik (layak konsumsi)”  (H.R Ahmad bin Hanbal, Muslim, an-Nasa’i,
dan Ibnu Majah).
3. Tadlis
Dikatakan sebagai tadlis yaitu salah satu pihak menyembunyikan informasi dari
pihak lainnya, sehingga menimbulkan keuntungan kepada satu pihak saja dan merugikan
pihak lain. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan informasi atas objek yang sedang
diperjualbelikan. Tadlis dapat terjadi karena empat hal yakni dalam kuantitas, kualitas,
harga, dan barang. Adapun penjelasannya sebagai berikut.
a) Tadlis kuantitas yaitu pedagang di pasar mengurangi takaran timbangan barang yang
dijualnya.
b) Tadlis kualitas yakni menyembunyikan cacat pada barang yang sedang ditawarkan.
c) Tadlis penipuan harga, terjadi karena ketidaktahuan pembeli akan harga pasar,
sehingga pedagang dengan sengaja menaikkan harga barang dari harga sebenarnya.
d) Tadlis dalam waktu penyerahan, merupakan suatu bentuk penipuan yang dilakukan
oleh penjual kepada pembeli atas penyerahan barang yang tidak tepat waktu tanpa
memberitahukan alasannya kepada pihak pembeli.
4. Riba
Riba dapat diartikan sebagai mengambil “kelebihan” yang dilakukan dalam
bertransaksi yang bertentangan dengan syariat. Hal ini sudah jelas tercantum dalam Al-
Qur’an yaitu: 
۟ ُ‫ض َعفَةً ۖ َوٱتَّق‬
َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬ َ ٰ ‫وا ٱل ِّربَ ٰ ٓو ۟ا َأضْ ٰ َعفًا ُّم‬ ۟ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
۟ ُ‫وا اَل تَْأ ُكل‬
َ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakawalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-
Imran: 130)
Jenis riba digolongkan menjadi empat yaitu, riba fadhl, riba nasi’ah, riba qard,
dan riba jahiliyah. Riba fadhl yakni terjadinya pertukaran antara barang sejenis dengan
takaran yang berbeda, atau pertukaran barang itu termasuk dalam jenis barang ribawi
(harus dibayar sesuai dengan jumlah timbangannya dan kualitasnya) seperti kurma,
gandum, emas, sya’ir (gandum merah), garam, dan perak. Riba nasi’ah lahir sebab
adanya perubahan atau perbedaan tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang
diserahkan kemudian.
Riba qard yaitu adanya tambahan tertentu yang disyaratkan kepada yang
berhutang pada saat melakukan awal transaksi. Terakhir, riba jahiliyah yaitu utang harus
dibayar melebihi dari pokoknya karena si peminjam tidak dapat membayar sesuai dengan
batas waktu yang telah ditentukan.
5. Ghabn
Definisi ghabn adalah peristiwa jual beli dimana si penjual menaikkan harga
objek dagangan di atas harga pasar yang tidak diketahui oleh pihak pembeli.
Ghabn dibagi menjadi dua yakni, ghabn qalil ialah perbedaan harga dengan
barang yang tidak terlalu jauh antara harga pasar dengan harga yang ditawarkan dan
masih dimaklumi oleh pembeli.
Sedangkan ghabn fahish yaitu perbedaan harga yang signifikan jauh di antara
harga barang dengan harga penawaran. Keduanya merupakan jenis transaksi yang sangat
dilarang dalam Islam.
6. Risywah
Risywah ialah perbuatan yang memberi sesuatu kepada pihak lainnya, padahal
bukan haknya atau juga dikenal dengan istilah suap menyuap. Menurut pendapat para
ulama bahwa ar-Rasyi (penyuap) dan al-Murtasyi (penerima suap) perbuatan ini
termasuk ke dalam kelompok dosa besar. Hal ini termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat
188 yaitu sebagai berikut.
َ‫اس بِٱِإْل ْث ِم َوَأنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬ ۟ ‫ْأ‬ ۟ ۟ ‫ْأ‬
ِ َّ‫َواَل تَ ُكلُ ٓوا َأ ْم ٰ َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْٱل ٰبَ ِط ِل َوتُ ْدلُوا بِهَآ ِإلَى ْٱل ُح َّك ِام لِتَ ُكلُوا فَ ِريقًا ِّم ْن َأ ْم ٰ َو ِل ٱلن‬
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim
supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan
berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.”
7. Ba’i Najasy/Erik Hathaway
Ba’i najasy atau manipulasi permintaan, bertujuan untuk meningkatkan omset
penjualan dengan cara menciptakan penawaran palsu.
Ambil contoh misalnya, pedagang berkerja sama dengan seseorang untuk
berpura-pura menawarkan barang dagangannya dengan harga yang tinggi, tujuannya
untuk memperdaya pembeli lainnya agar membeli dengan harga palsu itu atau bahkan
bisa lebih tinggi lagi. Hal ini termasuk dalam kategori penipuan, untuk itu transaksi jenis
ini dilarang.
8. Ikhtikar
Lain hal dengan ba’i najasy, ikhtikar atau manipulasi penawaran ini dilakukan
sebagai upaya memperoleh keuntungan yang berlipat-lipat dengan cara menjual jumlah
barang yang langka ditawarkan dengan harga yang selangit.
Misalnya seperti yang baru terjadi kemarin, harga masker dijual dengan harga
yang tinggi, usut punya usut ternyata ada beberapa oknum yang sengaja melakukan
penimbunan barang sehingga ia dapat menjualnya dengan harga tinggi, hal ini tak lain ia
lakukan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Maka sudah jelas bahwa transaksi
jenis ini dilarang dan harus dihindari.
9. Bai’ al-mudtarr
Bai al-mudtarr indentik dengan jual butuh yaitu dilakukan karena salah satu
pihak dalam kondisi yang sangat membutuhkan, sehingga tidak menutup kemungkinan
oleh pihak yang kuat mendapatkan keuntungan yang lebih, akan tetapi merugikan pihak
yang lainnya.
Misalnya seperti ini, seseorang dalam kondisi sangat membutuhkan uang, alhasil
dengan sangat terpaksa ia menjual tanahnya yang jauh dari harga pasar. Dalam
melakukan sebuah transaksi harus berdasarkan pada unsur kerelaan, namun bai’ al-
mudtarr sangatlah tidak mencerminkan keadilan yang berlandaskan pada prinsip syariah.
10. Ikrah
Ikrah adalah suatu perbuatan yang ditimbulkan dari pemaksa  untuk mengerjakan
perbuatan yang dituntut oleh pemaksa.
Ikrah dibagi menjadi dua yaitu ikrah mulji’ ialah sebuah paksaan yang dapat
menghilangkan kerelaan dan merusak ikhtiyar (pilihan) pada orang yang dipaksa.
Wahbah Zuhaili berpendapat bahwa ikrah mulji’ yaitu sebagai pemaksaan yang membuat
seseorang tidak mempunyai kemampuan seperti seseorang mengancam orang lain
dengan sesuatu yang merusak dirinya.
Kedua, ghairu mulji’ yakni paksaan yang dapat menghilangkan kerelaan, akan
tetapi tidak sampai merusak ikhtiyar pada seseorang yang sedang dipaksa.
11. Ta’alluq
Cacat akad atau ta’alluq yakni berlakunya akad pertama akan tergantung pada
akad kedua, hal ini tentu akan menimbulkan tidak terpenuhinya rukun akad yaitu objek
akad sehingga menjadi tidak sah.
Contohnya seperti, saat Bunga menjual tanah kepada Mawar dengan harga sekian
yang wajib dilunasi dalam jangka waktu 12 bulan. Dengan syarat Mawar harus membeli
mobil Bunga. Hal ini jelas, bahwa akad kedua tergantung dengan dijalankannya atau
tidak akad pertama. Inilah yang dinamakan dengan jenis transaksi ta’alluq.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.idntimes.com/life/inspiration/shafira-arifah-putri/transaksi-yang-dilarang-dalam-
islam-c1c2/11
https://stebisigm.ac.id/berita342-Transaksi-yang-dilarang-dalam-Islam.html

Anda mungkin juga menyukai