Anda di halaman 1dari 5

BATASAN PENGAMBILAN KEUNTUNGAN JUAL BELI MENURUT PARA

ULAMA

Pertama, fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin,

Pertanyaan: ‘Apakah dalam berdagang ada batasan keuntungan? Dan bagaimana hukumnya


pemerintah menetapkan harga?’

Jawaban beliau,

‫ واهلل تع الى ق د يس وق ال رزق الكث ير‬، ‫ فإن ه ِمن ِرزق اهلل ع ز وج ل‬، ‫ال ربح ليس ل ه ح ّد‬
‫ فأحيانا يربح اإلنسان في العشرة مائة أو أكثر ؛ يكون قد اشترى الشيء بِ زمن فيه‬، ‫لإلنسان‬
‫ قد يشتريها‬، ‫ كما أن األمر كذلك يكون بالعكس‬، ‫الرخص ثم ترتفع األسعار فيربح كثيرا‬
.‫ فال ح ّد للربح الذي يجوز لإلنسان أن يربحه‬، ‫رخصا كثيرا‬
ً ‫في زمن الغالء وترخص‬
Keutungan, tidak ada batasan tertentu. Karena itu termasuk rizki Allah. Terkadang Allah
menggelontorkan banyak rizki kepada manusia.Sehinga kadang ada orang yang mendapatkan
untung 100 atau lebih, hanya dengan modal 10. Dia membeli barang ketika harganya sangat
murah, kemudian harga naik, sehingga dia bisa mendapat untung besar. Dan kadang terjadi
sebaliknya, dia membeli barang ketika harga mahal, kemudian tiba-tiba harganya turun
drastis. Karena itu, tidak ada batasan keuntungan yang boleh diambil seseorang.

Beliau melanjutkan,

‫وربِح على الناس‬


َ ‫ لو كان هذا اإلنسان هو الذي يختص بإيراد هذه السلع وتسويقها‬. ‫نعم‬
‫ ألن الناس‬، ‫كثيرا فإنه ال يَ ِح ّل له ذلك ؛ ألن هذا يُشبه بيع المضطر يعني البيع على المضطر‬
ً
‫إذا تعلَّقت ح اجتهم به ذا الش يء ولم يكن موج ودا اال عن د ش خص معين فإن ه في حاج ة‬
، ‫ ومثل هذا يجوز التسعير عليه‬، ‫للشراء منه وسوف يشتروا منه ولو زادت عليهم األثمان‬
‫ ويمنعونه من‬، ‫ربح ا ُمناسبا ال يضره نقصه‬
ً ‫وأن تتدخل الحكومة أو والة األمر فيضربون له‬
‫ضر غيره‬
ّ َ‫الربح الزائد الذي ي‬
Jika ada orang yang memonopoli barang, hanya dia yang menjualnya, lalu
dia mengambil keuntungan besar-besaran dari masyarakat, maka ini tidak halal baginya.
Karena semacam ini sama dengan bai’ al-Mudhthor, artinya menjual barang kepada orang
yang sangat membutuhkan. Karena ketika masyarakat sangat membutuhkan benda tertentu,
sementara barang itu hanya ada pada satu orang, tentu mereka akan membeli darinya
meskipun harganya sangat mahal. Dalam kasus ini, pemerintah bisa dilakukan pemaksaan
harga, dan pemerintah berhak untuk turut campur, dan membatasi keuntungan yang sesuai
baginya, yang tidak sampai merugikannya, dan dia dilarang untuk membuat keuntungan yang
lebih, yang merugikan orang lain.
(Fatawa Islamiyah, 2/759).

Kedua, Fatwa Prof. Dr. Sulaiman Alu Isa (Guru besar di Universitas King Saud).

Pertanyaan: adakah batasan keuntungan yang ditetapkan dalam islam?

Jawaban:

‫فالجواب أنه ال مانع من زيادة السعر في سلعة ما لم تكن طعام اً فيدخل في االحتكار المنهي‬
‫ لكن ينبغي أال يخ رج في زيادت ه عن الس عر المعت اد في دخل في الغبن ال ذي يك ون‬،‫عن ه‬
‫للمش تري في ه الخي ار بع د ثب وت ال بيع وق د ح ده بعض أه ل العلم ب الثلث؛ لقول ه –ص لى اهلل‬
‫”الثلث والثلث كثير” وهذا كما أسلفت على رأي‬:‫ فيما رواه البخاري ومسلم‬-‫عليه وسلم‬
.‫بعض أهل العلم‬

Jawaban untuk kasus ini, tidak ada masalah dengan tambahan harga untuk suatu barang
dagangan, selama bukan makanan, sehingga termasuk ihtikar (menimbun barang) yang
hukumnya terlarang. Hanya saja, selayaknya tidak keluar dari harga normal, sehingga
termasuk penipuan, yang menyebabkan pembeli memiliki hak pilih setelah jual beli.
Sebagian ulama menetapkan batasannya adalah sepertiga. Berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, “Sepertiga, dan
sepertiga itu sudah banyak.” Dan ini, seperti yang telah saya sebutkan, adalah pendapat
sebagian ulama.

Beliau melanjutkan,

‫هذا وال يظهر لي والعلم عند اهلل تعالى نسبة محددة للربح ال يجوز تجاوزها ألن اإلنسان قد‬
‫يشتري سلعة برخص فيبيعها بضعف ما اشتراها به أو ينتظر فيها حلول وقتها المناسب لها‬
– ‫) عن عروة‬3384( ‫) وأبو داود في سننه‬3641( ‫فيبيعها بربح كثير وقد روى البخاري‬
‫ أعطاه ديناراً ليشتري له به شاة فاشترى به‬-‫ أن النبي –صلى اهلل عليه وسلم‬-‫رضي اهلل عنه‬
‫ وك ان ل و اش ترى‬.‫شاتين فب اع إح داهما ب دينار فج اء ب دينار وش اة ف دعا ل ه بالبركة في بيع ه‬
،‫ حيث باع إحدى الشاتين بدينار‬،‫ فهذا الحديث فيه أن عروة ربح الضعف‬.‫التراب لربح فيه‬
‫ وق د أق ره الن بي –ص لى اهلل علي ه‬،‫وك ان ق د اش ترى ب ه ش اتين ف ربح في نص ف ال دينار مثل ه‬
.‫ واهلل أعلم‬،‫ على فعله ودعا له بالبركة‬-‫وسلم‬

Namun menurut saya – Allahu a’lam – tidak ada batasan tertentu untuk harga, hingga tidak
boleh dilampaui. Karena seseorang terkadang membeli barang dagangan sangat murah,
kemudian dia jual dengan harga berkali lipat dari kulakannya, atau dia tunggu kesempatan
yang cocok, lalu dia jual sehingga mendapatkan untuk besar. Diriwayatkan Bukhari (3641)
dan Abu Daud dalam Sunannya (3384) dari Urwah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya 1 dinar untuk membeli seekor kambing. Namun
oleh Urwah satu dinar itu digunakan untuk membeli 2 ekor kambing. Kemudian satu
kambing dijual lagi dengan harga 1 dinar. Sehingga dia pulang dengan membawa 1 dinar dan
seekor kambing. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan keberkahan untuknya.
Andai Urwah ini menjual pasir, dia akan mendapat untung. Dalam hadis ini, Urwah mendapat
untuk berlipat. Beliau menjual salah satu kambingnya dengan 1 dinar, padahal dia membeli
dengan 1 dinar untuk 2 ekor kambing. Sehingga dia untuk satu kambing. Dan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam merestui perbuatan Urwah, bahkan mendoakannya dengan
kebaikan.

Allahu a’lam.
(Fatawa wa Istisyarat Mauqi’ Islam al-Yaum, 3/2/1424 ‫)هـ‬.

Kesimpulan fatwa:
1. Keuntungan adalah bagian dari rizki Allah, karena itu islam tidak membatasi keuntungan
perdagangan.
2. Boleh saja mengambil keuntungan dua kali lipat, sebagaimana disebutkan dalam hadis
Urwah, selama memenuhi syarat.
3. Syarat bolehnya mengambil keuntungan besar:
4. Barang itu bukan kebutuhan pokok masyarakat
5. Untungnya tidak berlebihan hingga termasuk penipuan
6. Keuntungan itu tidak disebabkan karena usaha penimbunan (ihtikar), sehingga
menyebabkan barang itu langka dan harganya menjadi mahal.

Konsumen yang membeli barang terlalu mahal, hingga terhitung penipuan, maka konsumen
punya hak ‘khiyar ghabn’ (khiyar karena harga yang sangat tidak layak).

Islam memberikan kebebasan pasar, dan menyerahkannya kepada hukum naluri yang kiranya
dapat melaksanakan fungsinya selaras dengan penawaran dan permintaan, nanun tidak boleh
melakukan ikhtikar. Ikhtikar yaitu: mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan
menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi.
Dalam hal praktik tidak terpuji tersebut, maka Islam yang sifatnya rahmatan lil a’alamin
mengajarkan intervensi otoritas resmi dan memberikan kewenangan kepada pemerintah
untuk melakukan kebijakan pengendalian harga (price fixing). Bila ada kenaikan harga
barang diatas batas kemampuan masyarakat, maka pemerintah melakukan pengaturan dengan
operasi pasar. Sedangkan, bila harga terlalu turun sehingga merugikan produsen, maka
pemerintah meningkatkan pembelian atas produk tersebut dari pasar.
Dalam fiqih Islam dikenal dua istilah berbeda mengenai harga suatu barang, yaitu ats-tsaman
dan ats-si’r. as-saman adalah patokan harga satuan barang, sedangkan as-si’r adalah harga
yang berlaku secara aktual di pasar.

1. Al-Tsaman
Mencari keuntungan dalam bisnis pada prinsipnya merupakan suatu perkara yang jaiz
(boleh) dan dibenarkan syara’. Dalam al-Qu’an dan hadits tidak ditemukan berapa persen
keuntungan atau laba (patokan harga satuan barang) yang diperbolehkan. Tingkat laba
atau keuntungan berapa pun besarnya selama tidak mengandung unsur-unsur keharaman
dan kezhaliman dalam praktek pencapaiannya, maka hal itu dibenarkan syariah sekalipun
mencapai margin 100 % dari modal bahkan beberapa kali lipat. Firma Allah Firman Allah
swt. Dalam al-Qur’ân Surat al-Nisa’ ayat 29 : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka.”
2. Al-tsi’r
Ulama fiqih membagi as-si’r menjadi dua macam:
a. Harga yang berlaku secara alami, tanpa campur tangan pemerintah. Dua dari empat
mazhab terkenal, Hambali dan Syafi’i, menyatakan bahwa pemerintah tidak
mempunyai hak untuk menetapkan harga. 
b. Harga suatu komoditas yang ditetapkan pemerintah setelah mempertimbangkan modal
dan keuntungan wajar bagi pedagang ataupun produsen serta melihat keadaan
ekonomi riil dan daya beli masyarakat. Mekanisme ini lazim al-Tas’ir al-Jabari. 
Islam menghargai hak penjual dan pembeli untuk menentukan harga sekaligus
melindungi hak keduanya. Dalam rangka melindungi hak penjual dan pembeli, Islam
membolehkan bahkan mewajibkan pemerintah melakukan penetapan harag bila
kenaikan harga disebabkan adanya penyimpangan antara permintaan dan penawaran. 
Konsep harga yang adil telah dikenal oleh rasullulah, yang kemudian banyak menjadi
pembahasan dari para ulama di masa kemudian. Adanya suatu harga yang adil telah
menjadi pegangan yang mendasar dalam transaksi yang Islami. Secara umum harga
yang adil adalah : harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan
(kezaliman) sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang
lain. Penentuan harga dalam Islam ditentukan oleh kekuatan penawaran dan
permintaan yang terjadi secara alami.

Dari uraian di atas dapat penulis pahami bahwa diperbolehkan bagi siapapun untuk mencari
keuntungan tanpa ada batasan keuntungan tertentu selama mematuhi hukum-hukum Islam.
Serta menentukan standar harga sesuai dengan kondisi pasar yang sehat. Namun bila terjadi
penyimpangan dan kesewenang-wenangan harga dengan merugikan pihak konsumen, tidak
ada halangan bagi pihak penguasa, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, untuk
membatasi keuntungan pedagang atau mematok harga. Tindakan ini dilakukan harus melalui
konsultasi dan musyawarah dengan pihak-pihak terkait agar tidak ada yang dilangkahi
maupun dirugikan hak-haknya.

Anda mungkin juga menyukai