Ta’sir adalah penentapan harga oleh pemerintah. Pemerintah menitervensi harga di pasar
sehingga tidak mengikuti harga pasar. Dalam ekonomi, seharusnya harga pasar mengikuti
interaksi supply dan demand. Jika supply dan demand bertemu maka terciptalah harga
equilibrium. Itulah yang disebut dengan harga pasarm yaitu harga yang mengikuti interaksi
supply dan demand. Murah atau mahalnya harga tergantung interaksi antara supply dan demand.
Namun dalam konteks pembahasan ini, harga di pasar tidak mengikuti nteraksi supply dan
demand, melainkan harga telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan kata lain, ta’sir terjadi
ketika pemerintah atau perwakilan pemerintah memerintah pernjual untuk menjual produknya
dengan harga tertentu, dan dilarang untuk menaikkan dan menurunkannya. Pada bab ini kita
Berkaitan dengan hal ini, terdapat dua pendapat yang berbeda dari para ulama yang berdalil
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu.”
Para ulama yang berpendapat tidak boleh melakukan ta’sir berasalan bahwa dengan adanya
ta’sir maka akan membuat seseorang memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
Contohnya adalah harga bawang saat ini Rp 5.000, kemudian hari esoknya terjadi kelangkaan
supply yang mengakibatkan demand naik dan harga juga naik. Kemudian pemerintah
menetapkan harga tertentu untuk bawang agar tidak dijual kurang atau lebih dari harga tersebut.
Menurut ulama yang tidak membolehkan praktik ta’sir, perbuatan ini dianggap dzalim. Karena
pemerintah telah mengambil harta penjual dengan cara yang batil. Sebab seharusnya jika tidak
ada praktik ta’sir, penjual memiliki hak untuk menaikkan harga. Begitupula sebaliknya ketika
harga sedang murah, dan pemerintah menetapka harga tertentu. Maka dalam hal ini pemerintah
mendzolimi pembeli karena pembeli bisa saja membeli dengan harga yang lebih murah dari
pemerintah. Para ulama yang mengharamkan ta’sir juga berargumen dengan dalil hadist berikut
“Wahai Rasulullah tentukanlah harga untuk kami!” Beliau menjawab, “Allah ta’ala itu
sesunguhnya adalah penentu harga, penahan, serta pemberi rizki. Aku mengharapkan dapat
menemui Tuhanku dimana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kedzoliman
dalam hal darah dan harta”. Diriwayatkan oleh enam imam hadits yang utama kecuali An-
Para ulama yang membolehkan, beralasan bahwa dalam konteks muamalah, hukum akan
menjadi lebih fleksibel dari pada konteks ibadah. Agama Islam adalah agama yang
mempermudah. Dalam kaidah juga disebutkan bahwa hukum asal muamalah adalah halal atau
dibolehkan sampai ada dalil yang melarangnya. Membuat kebijakan seperti ta’sir termasuk
dalam praktik muamalah karena hablumminannas (interaksi antar manusia). Disamping itu, jika
praktik ta’sir dilarang, bisa jadi nanti ada oknum oportunis yang menimbun barang kemudian
melakukan monopoli pasar. Jika pemerintah tidak melakukan ta’sir maka ini akan
menguntungkan para penimbun. Sehingga dibolehkannya ta’sir yaitu untuk mewujudkan salah
satu maqashid syariah yakni melindungi harta. Para ulama berpendapat bahwa ta’sir tidak
melanggar satupun syariat Islam dan bahkan pada masa yang semakin kompleks seperti
sekarang, campu tangan pemerintah dirasa sangat penting. Karena bisa jadi ada oknum-oknum
yang memonopoli pasar tadi seperti harga Gojek yang pada awal-awal dulu terlampau murah,
dan Shopee yang didominasi pedagang China. Para ulama yang membolehkan mengatakan
bahwa ta’sir bisa menjadi haram kalau memang kebijakan pemerintah tersebut bisa mendzolimi
rakyat. Namun jika tujuannya untuk melakukan fungsi controlling, maka tidak mengapa. Para
ulama dengan pendapat membolehkan ta’sir memberikan syarat kapan ta’sir diperbolehkan,
1) Ketika rakyat butuh barang. Yaitu saat barang tersebut berupa barang kebutuhan dan para
penjual mencari celah untuk mendapat keuntungan yang berlebih (penjual nakal). 2) Ketika
adanya ihtikar atau penimbunan. Jika terjadi seperti ini maka pemerintah harus melakukan
wasallam yang menolak melakukan ta’sir di atas terjadi ketika harga naik saat barang
memang sedang langka, bukan karena adanya penimbunanan. Dan bisa
56
jadi berbeda jika barang saat itu mahal karena ditimbun, bukan karena memang sedang
langka.
4) Ketika adanya oligopoli, atau kartel, yaitu kongkalikong antara penjual untuk menaikkan
harga.
Kenaikan Harga
Apakah boleh penjual menaikkan harga atau menjual barang di atas harga pasar? Untuk
menjawab pertanyaan ini, kita perlu kembali pada kaidah asal muamalah yaitu semua
dibolehkan sampai ada dalil yang melarangnya. Maka jawabannya adalah boleh pada umumnya,
kecuali ada kondisi tertentu yang mengakibatkan hal itu menjadi haram, antara lain:
Secara bahasa, ba’i adalah jual beli, dan najasy adalah upaya pemburu merayu hewan
agar hewan tersebut keluar dari persembunyiannya lalu ditembak. Secara istilah yaitu
praktik jual beli dengan pura-pura (tidak berniat membeli) menawarkan harga yang
mahal supaya orang lain terpengaruh untuk menaikkan penawarannya juga. Biasanya
pura tersebut adalah teman dari penjual. Begitupula dalam hal online seperti endorsement
yang berpura-pura atau tidak mereview secara jujur. Sebagaimana hadist berikut “ .. dan
janganlah kalian melakukan jual beli najasy … “ (HR. Bukhari dan Muslim) “Nabi
shallAllah ta’alau ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli najasy.” (HR. Bukhari dan
- Berpura-pura menawar dengan harga tinggi seperti dijelaskan sebelumnya. Praktik ini
banyak terjadi pada lelang. Dimana penawar pertama biasanya adalah orang yang
berpura pura menawar dengan harga tinggi (namun tidak berniat membeli) agar diikuti
- Berpura-pura memuji barang yang dijual dengan kualitas yang tidak seperti kenyatannya
sehingga pembeli tertarik untuk menaikkan penawaran.
57
- Berpura-pura barang tersebut dicari atau digemari banyak orang padahal sebenarnya tidak,
seperti kasus penjualan apartemen di televise yang mengatakan “beli sekarang, tinggal 1
Yakni memborong barang dagangan orang-orang desa sebelum mereka sampai ke kota.
Kemudian di jual di kota dengan harga yang mahal. Ini dapat merugikan penjual desa
karena harga barang mereka jadi murah tanpa mengetahui harga sebenarnya di pasar. Ini
berikut.
membeli barang darinya lantas pedagang luar tersebut masuk pasar (dan tahu ia tertipu
dengan penawaran harga yang terlalu rendah), maka ia punya hak khiyar (pilihan untuk
Mirip dengan ba’i talaqqi rukban. Bedanya, pada ba’i talaqqi rukban para penjual desa
belum sampai kota. Sedangkan hadir li baad, para penjualnya sudah sampai kota.
Kemudian didatangi para calo dimana kehadiran para calo ini tidak dinginkan oleh
pedagang aslinya. Dan terkadang keuntungan calo ini jauh lebih besar dari penjual
aslinya. Berbeda hal ketika kehadiran calo atau perantara ini dinginkan oleh penjual
aslinya atau resmi dari perusahaan maka ini dibolehkan. Dalam hadist disebutkan bahwa
“Janganlah menyambut para pedagang dari luar (talaqqi rukban) dan jangan pula
menjadi calo untuk menjualkan barang orang desa”. Ayah Thowus lantas berkata pada
Ibnu ‘Abbas, “Apa maksudnya dengan larangan jual beli hadir li baad?”Ia berkata,
6) Ghabn
Yaitu menipu, memperdaya, atau mengurangi dari sisi kualitas. Dalam istilah fiqih
disebutkan makna ghabn adalah menjual atau membeli sesuatu dengan harga lebih atau
kurang dari yang sebanding. Seperti contohnya Oreo Supreme yang dijual hinggal 1 juta.
Ini namanya pembodohan karena tidak ada proses atau bahan yang membedakan kualitas
oreo 1 juta dengan oreo 3 ribuan pada umumnya, hanya berbeda kemasan. Berbeda
halnya
58
ketika menjual barang mahal namun kualitasnya memang bagus atau proses produksinya
yang mahal dan memakan biaya. Maka hal ini tidak mengapa. Terdapat dua jenis Ghabn,
yakni:
∙ Ghabn yasir atau ringan yang berari naik turunnya harga dalam rentang yang wajar,
dan ini dibolehkan. Para ulama mengatakan bahwa batasan rentang yang wajar
adalah 1/3.
“Apabila barang dijual 1/3 lebih mahal dari harga normal (harga pasar), atau
1/3 lebih murah maka terjadi ghabn.” Asy-Syaikh bin Baaz rahimahullah
(norma setempat).
∙ Kedua adalah ghabn fahisy atau berat yakni naik turunnya harga diluar rentang
Paksaan (Coercieon)
Pemaksaan dalam hal ini berarti setiap usaha untuk memaksa calon konsumen untuk membeli
produk, baik secara fisik maupun psikis, sebagaimana telah disinggung dalam pembahasan
1) Dosa riba fadl, yaitu menukarkan rupiah dengan rupiah namun dengan nilai yang
berbeda, karena kita mendapat klaim lebih besar dari premi yang kita bayarkan.
2) Ghoror Fahisy (berat), yaitu asuransi tidak dapat diukur. Bayar premi 100.000 untuk
membeli apa?
3) Paksaan, yaitu menakut-nakuti dengan masa depan, seakan-akan kita akan mati dalam
kecelakaan atau sakit parah. Ini menunjukkan lemahnya hati kita. Sebagai seorang
mukmin harusnya kita bertawakal kepada Allah ta’ala tentang masa depan.
Allah ta’ala berfirman dalam QS. Al An’am: 116-117
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allâh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persanggkaan belaka,
dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih
mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang