Anda di halaman 1dari 9

2.

Pengertian Surplus Konsumen

Pengertian surplus konsumen adalah perbedaan antara jumlah maksimum yang seseorang
ingin membayar (willing to pay) atas suatu barang dengan harga barang tersebut saat ini
dipasar. Jumlah yang seseorang ingin membayar menunjukkan harga yang konsumen
mau/bersedia membayar untuk suatu barang. Harga pasar menunjukkan harga yang harus
dibayar untuk membeli barang tersebut.

Dengan demikian, surplus konsumen adalah perbedaan/selisih dari harga yang bersedia
dibayar oleh konsumen dengan harga yang harus dibayarkan untuk membeli barang.
Misalkan seseorang bertanya kepada anda “berapa harga yang bersedia anda bayar untuk
membeli produk A?” Katakanlah anda bersedia/mau membayar produk A seharga 5 juta. Dan
harga barang A dipasar ternyata hanya sebesar 2 juta. Harga barang ternyata lebih murah dari
harga yang bersedia anda bayar. Disitulah adanya surplus konsumen.

Surplus konsumen terjadi ketika harga suatu produk atau jasa lebih rendah dari harga
tertinggi yang bersedia dibayar konsumen. Bayangkan sebuah lelang, di mana pembeli
memikirkan batas harga yang tidak akan dilampaui untuk lukisan tertentu yang ia sukai.
Surplus konsumen terjadi jika pembeli ini akhirnya membeli karya seni tersebut dengan harga
kurang dari batas yang telah ditentukan. Dalam contoh lain, mari kita asumsikan harga per
barel minyak turun, menyebabkan harga gas turun di bawah harga yang biasa dikeluarkan
oleh pengemudi di SPBU. Dalam hal ini, konsumen mendapat keuntungan, dengan surplus.

Agar lebih memahami, mari kita pelajari surplus konsumen serta grafiknya sebagai berikut:

Kurva surplus konsumen dan surplus produsen


Pengertian Surplus Produsen

Pengertian surplus produsen adalah perbedaan antara harga pasar saat ini untuk suatu barang
dengan total biaya penuh untuk produksi dari perusahaan/produsen. Harga pasar merujuk
pada harga yang berlaku untuk barang tersebut di pasar. Total biaya disini merujuk pada
harga yang perusahaan harapkan untuk dibayar. Harga yang diharapkan disini tentu harga
yang pantas bagi perusahaan agar bertahan dalam industry tersebut. Dengan demikian, Biaya
total yang diharapkan perusahaan akan menyangkut total biaya produksi dan keuntungan
yang cukup.
Surplus produsen terjadi ketika barang-barang dijual dengan harga yang lebih tinggi dari
harga terendah yang bersedia dijual oleh produsen. Dalam konteks lelang yang sama, jika
sebuah rumah lelang menetapkan tawaran pembukaan pada harga terendah ia akan menjual
lukisan dengan nyaman, surplus produsen terjadi jika pembeli membuat perang penawaran,
sehingga menyebabkan barang tersebut dijual dengan harga yang lebih tinggi, jauh di atas
pembukaan minimum.

Price Floor (Harga Dasar) dan Price Ceiling (Harga Tertinggi) merupakan suatu
kebijakan pemerintah dalam perekonomian untuk mempengaruhi bekerjanya mekanisme
pasar, yang bertujuan untuk mengendalikan keseimbangan (ekuilibrium) pasar.

Ceiling Price

Price Ceiling atau harga tertinggi adalah harga maksimum yang ditetapkan berkenaan dengan
menurunnya penawaran barang di pasar. Price Ceiling efektif dalam melindungi konsumen
dari gejolak harga yang tak terhingga. Pada price ceiling, harga maksimum terdapat di bawah
harga keseimbangan. Dengan menurunnya harga jual, maka permintaan akan meningkat
(hukum permintaan).  Kondisi ini mendorong permintaan terus bertambah, sehingga jumlah
barang yang diminta lebih tinggi dari barang yang ditawarkan (shortage). Hal tersebut yang
akhirnya mengakibatkan kelangkaan barang . Kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui
“Operasi Pasar” yang dilakukan pada waktu tertentu. Pemerintah terus memantau jumlah
penawaran, permintaan dan harga keseimbangan. Bila sudah sampai titik shortage, maka
pemerintah akan menambah jumlah penawaran barang di pasar, contohnya dengan cara
pemberian subsidi, mengimpor barang, mengurangi pajak, dan lain sebagainya.
Floor Price

Price Floor atau harga dasar adalah harga eceran terendah yang ditetapkan oleh pemerintah
terhadap suatu barang yang disebabkan oleh melimpahnya penawaran barang tersebut di
pasar. Price Floor efektif melindungi produsen dari penurunan harga barang yang tak
terhingga. Pada kondisi ini tingkat  penawaran barang lebih tinggi dari permintaan (surplus).
Penawaran yang lebih tinggi akan mengurangi tingkat permintaan barang. Terus menurunnya
jumlah permintaan mengakibatkan harga barang terus merosot sampai dibawah harga
keseimbangan. Bila hal tersebut terus dibiarkan maka produsen akan merugi. Oleh sebab itu
pemerintah menetapkan harga dasar, untuk mencegah harga pasar terus merosot tajam.
Mekanisme kebijakan pemerintah lainnya adalah dengan cara membeli surplus produksi atau
kelebihan penawaran tersebut. Kelebihan penawaran juga bisa diekspor ke luar negeri untuk
mengurangi kerugian.
4. Pengertian Jual Beli

Jual beli adalah saling tukar menukar antara benda dengan harta benda atau harta benda
dengan uang ataupun saling memberikan sesuatu kepada pihak lain, dengan menerima
imbalan terhadap benda tersebut dengan menggunakan transaksi yang didasari saling ridha
yang dilakukan secara umum.

Jual beli menurut istilah atau etimologi adalah tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang
lain.

Pengertian jual beli menurut bahasa adalah tukar menukar secara mutlak. Berdasarkan
pengertian tersebut maka jual beli adalah tukar menukar apa saja, baik antara barang dengan
barang, barang dengan uang atau uang dengan uang.

Dalil alquran tentang konsep jual beli yg didasarkan pada prinsip suka sama suka

Kaidah yang diambil dari dalil-dalil syariat. Kaidah tersebut berhubungan dengan kaidah jual
beli atau berhubungan dengan akad. Kaidah tersebut berbunyi, “jual beli itu harus didasarkan
kepada rasa suka sama suka.”

Dua orang yang sedang jual beli harus suka sama suka. Tidak boleh ada yang dipaksa, tidak
boleh ada yang ditipu, harus suka sama suka. Inilah makna global dari kaidah ini.

Asal kaidah ini adalah dari hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang
diriwayatkan oleh Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam telah bersabda:

ٍ ‫ِإنَّ َما ْالبَ ْي ُع َع ْن تَ َر‬


‫اض‬
“Jual beli harus didasarkan atas rasa suka sama suka (saling meridhai).” (HR. Ibnu Majah)
Kalau tidak ada rasa ridha, tidak ada rasa suka, tidak ada rasa rela, maka jual beli tersebut
tidak diperbolehkan.

Di dalam surat An-Nisa ayat 29 Allah SWT berfirman:


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-
suka diantara kamu. (Q.S, An-Nisa : 29)

Ini adalah dalil yang menunjukkan benarnya kaidah yang sedang kita bahas.

Ayat ini merujuk pada perniagaan atau transaksi – transaksi dalam muamalah. Allah Subhanahu wa
Ta’ala melarang kita untuk saling memakan harta diantara kita dengan cara yang batil. Dan
Allah Subhanahu wa Ta’ala membenarkan perdagangan yang didasari atas rasa suka sama
suka.

Oleh karenanya jangan sampai kita saling memakan harta diantara kita dengan cara yang
batil, dengan cara yang dilarang oleh Islam, dengan cara mendzalimi orang lain, dengan cara
menipu orang lain, dengan cara memaksa orang lain, jangan sampai kita melakukan hal-hal
yang demikian. Karena sebenarnya jatah rezeki kita sudah ditentukan kadarnya oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala.

Dan kadar tersebut tidak akan berkurang, tidak akan bertambah. Semuanya sudah ditentukan
kadarnya. Makanya kita harus sabar dalam mencari rezeki. Dan yakinlah apapun yang kita
lakukan tidak akan menambah jatah rezeki kita. Kalaupun kita melakukan semua yang
dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menambah jatah rezeki kita, maka itu
mustahil bisa kita lakukan, itu mustahil bisa kita dapatkan. Jatah rezeki kita sudah ditentukan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebelum kita dilahirkan.

Diperkuat Sabda Nabi Muhammad SAW berikut:

Artinya: “Dari Abi Hurairah R.A dari Nabi SAW bersabda: janganlah dua orang yang berjual
beli berpisah, sebelum saling meridhai”. (Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi).

Hadits di atas membukti bahwa dalam melaksanakan jual beli keridhaan selalu dituntut. Dari
dalil Al-Quran dan Hadits ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa jual beli hukumnya adalah
boleh dengan ketentuan harus suka sama suka dan tidak saling menzhalimi.

Seseorang harus didasarkan atas suka sama suka. Kalau ada orang memberi tapi karena
terpaksa, maka jangan diterima. Kalau ada yang memberi atas dasar sungkan, maka jangan
diterima.

Kaidah ini adalah kaidah yang sangat umum dan sangat luas maknanya. Inti dari kaidah ini
adalah akad jual beli atau akad yang lainnya itu harus didasarkan suka sama suka.

Namun kaidah ini harus dibatasi dengan batasan-batasan yang lainnya. Diantara batasan
tersebut adalah akad tersebut harus tidak dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila
akad tersebut dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka walaupun didasarkan atas suka
sama suka maka tetep tidak diperbolehkan. Ini adalah pengecualian yang pertama dari kaidah
ini.

5. Konsumsi adalah suatu bentuk perilaku ekonomi yang asasi dalam kehidupan manusia.
Dalam hal konsumsi, al-Qur‟an memberi petunjuk yang sangat jelas dan mudah dipahami,
al-Qur‟an mendorong untuk menggunakan barang-barang yang baik (halal) dan bermanfaat
serta melarang untuk hidup boros dan melakukan kegiatan konsumsi untuk hal-hal yang
tidak penting, al-Qur‟an juga melarang untuk bermewah-mewahan dalam hal pakaian
ataupun makan.
PRINSIP-PRINSIP KONSUMSI DALAM ISLAM
Ada tiga prinsip dasar konsumsi yang digariskan oleh Islam, yakni konsumsi barang halal,
konsumsi barang suci dan bersih, dan tidak berlebihan.
1. Pertama, Prinsip Halal: seorang muslim diperintah oleh Islam untuk makan-makanan
yang halal (sah menurut hokum dan diizinkan) dan tidak mengambil yang haram
(tidak sah menurut hukum dan terlarang).
Al-Quran surah Al-Maidah ayat 88 yang menyatakan:

Artinya: “makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang mau beriman kepadanya.”

Prinsip halal-haram juga berlaku bagi hal selain makanan.Contohnya untuk


kosmetika, dan lain-lain.Pemeluk Islam diharuskan membelanjakan pendapatannya
hanya pada barang yang halal saja dan dilarang membelanjakannya pada barang
haram seperti minuman keras, narkotika, pelacuran, judi, kemewahan, dan
sebagainya.

2. Kedua, prinsip kebersihan dan menyehatkan: Al-Quran memerintahkan manusia


dalam surah Al-baqarah ayat 168 yang menyatakan:

Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkahlangkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.”
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yangbaik-baik
yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
kepada-Nya kamu menyembah.”(Al-baqarah (2) : 172)

3. Ketiga, prinsip kesederhanaan: prinsip kesederhanaan dalam konsumsi berarti bahwa


orang haruslah mengambil makanan dan minuman sekadarnya dan tidak berlebihan
karena makan berlebihan itu berbahaya bagi kesehatan. Al-quran surah Al-A’raaf ayat
31 yang menyatakan:

Artinya: " Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus di setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan."
Salah satu pakar ekonomi muslim Muhammad Abdul Mannan menawarkan lima prinsip
konsumsi dalam Islam diantaranya:
1. Prinsip Keadilan
Syariat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara halal dan
tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan minuman, yang terlarang adalah darah,
daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang yang ketika disembelih
diserukan nama selain Allah. (QS. Al-Baqarah: 173)
2. Prinsip Kebersihan
Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun Sunnah tentang
makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga
merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum
dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumlah yang bersih dan
bermanfaat.
3. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah sikap tidak
berlebih-lebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebihan. Sebagaimana firman Allah
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.”
Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat mempengaruhi
pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara berlebih-lebihan tentu
akan ada pengaruhnya pada perut. Praktik memantangkan jenis makanan tertentu dengan
tegas tidak dibolehkan dalam Islam.
4. Prinsip Kemurahan Hati
Dengan menaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan
meminum makanan halal yang disediakan Tuhan karena kemurahan hati-Nya. Selama
maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan
menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam tuntutan-Nya, dan perbuatan
adil sesuai dengan itu, yang menjamin persesuaian bagi semua perintah-Nya. Hal tersebut
tertuang dalam firman Allah SWT berikut: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan
makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi orang-orang
dalam perjalanan”.
5. Prinsip Moralitas
Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi dengan tujuan terakhirnya,
yakni untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. Seseorang muslim
diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepada-
Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran Ilahi pada waktu
memenuhi keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini penting artinya karena Islam menghendaki
perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia.
Pengertian dari istilah utilitas, utilitas marginal
Marginal utility atau utilitas marjinal adalah istilah ekonomi yang mengukur manfaat
pelanggan dalam membeli layanan dari suatu organisasi. Hukum utilitas marjinal yang
semakin berkurang menggambarkan bagaimana manfaat atau utilitas produk memiliki efek
yang berlawanan pada jumlah unit kontemporer yang sudah mereka miliki.

Utilitas marjinal suatu produk dapat didasarkan pada persepsi pelanggan terhadap suatu
merek yang mempengaruhi keputusan mereka untuk tetap setia padanya atau melihat produk
serupa yang dibuat oleh perusahaan yang berbeda karena tingkat kepuasan mereka.

Selanjutnya, pemasar perlu bekerja mengembangkan strategi yang menjaga permintaan tetap
tinggi untuk produk dan layanan meskipun utilitas marjinalnya menurun.

Utilitas adalah istilah yang diturunkan dari konsep pemanfaatan. Mengacu pada kepuasan
konsumen saat mengkonsumsi barang atau jasa.

Kegunaan teori utilitas dalam bidang ekonomi pertama kali dicanangkan pada abad ke-18
oleh Daniel Bernoulli, seorang matematikawan Swiss. Mulai saat itu, teori ekonomi selalu
mengalami perkembangan dna mengarah ke berbagai jenis penggunaan ekonomi.

Disebutkan juga dalam teori ekonomi, berdasarkan pilihan rasional, biasanya konsumen akan
berusaha meningkatkan dan memaksimalkan utilitasnya. Namun, secara praktek, sulit untuk
mengukur utilitas konsumen karena sifatnya sangat relatif.

Dari penjelasan di atas, maka bisa kita simpulkan bahwa utilitas adalah kemampuan suatu
produk atau komoditas dalam memuaskan keinginan manusia. Sehingga, utilitas juga disebut
sebagai segala sesuai yang memuaskan komoditas produk atau layanan.
6. Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kardinal dan ordinal yaitu dengan
pendekatan ordinal konsumen akan melihat daya guna suatu barang sedangkan dengan
pendekatan kardinal konsumen melihat suatu barang dengan cara melihat daya guna
dengan satuan uang.

Perbedaan yang mecolok dari perilaku konsumen dengan pendekatan ordinal dan kardinal
yaitu dengan pendekatan ordinal konsumen dapat mengurutkan kebutuhannya berdasarkan
kebutuhannya sedangkan dengan pendekatan kardinal konsumen akan mengurutkan
kebutuhannya dengan mengukur kemampuan yang dimilikinya dan dengan pendapatannya.

Dalam pendekatan Ordinal menganggap bahwa kegunaan (utilitas) tidak dapat dihitung.
Utilitas hanya dapat dibandingkan seperti kita menilai kecantikan atau kepandaian.
Pendekatan Ordinal menggunakan kurva Indifference Curve untuk menjelaskan pendapatnya.

Dalam teori perilaku konsumen dengan pendekatan kardinal memiliki pandangan bahwa
kegunaan dapat dihitung secara nominal. Hal ini mirip seperti kita menghitung berat dengan
satuan berat (kilogram, gram), panjang dengan satuan panjang (meter, cm).  Adapun untuk
menghitung kegunaan dalam pandangan kardinal yaitu dihitung dengan satuan util.

Jenis konsumen ini yang menggunakan 2 pendekatan ini pada dasarnya jenis konsumen yang
rasional, namun mereka mempunyai titik ukur yang berbeda dalam membeli suatu barang,
ada yang mengukur berdasarkan skala prioritas atas kebutuhannya dan ada juga yang
mengukur berdasarkan kemampuan finansial yang dimilikinya.

Dan biasanya konsumen yang menggunakan pendekatan kardinal dalam mengkonsumsi suatu
barang adalah konsumen dengan pendapatan tetap, sehingga ia dapat mengukur besarnya
pengeluaran yang dia gunakan untuk konsumsi dengan pendapatan yang ia terima setiap
bulannya.

Anda mungkin juga menyukai