Price is a component that directly affects the company's profit. The set price level
affects the quantity of goods sold. In addition, the price also indirectly affects costs,
because the quantity sold affects the costs incurred in relation to production efficiency.
Because pricing affects total revenue and total costs, pricing decisions and strategies play
an important role in every company. Pricing is a must for the reason of upholding human
benefit by fighting market distortions (fighting mafsadah or damage that occurs in the
field). In the Islamic concept, the most principle is that the price is determined by the
balance of supply and demand and economic justice by considering the interests of the
parties involved in the market.
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Harga Dalam prespektif islam
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka samasuka di antara kamu.Dan janganlah kamu
membunuhdirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Maksud dari ayat tersebut adalah Dasar halalnya perniagaan adalah saling
meridhai antara pembeli dengan penjual, Penipuan, pendusataan dan pemalsuan
adalah hal-hal yang diharamkan. Segala yang ada di dunia berupa perniagaan dan
yang tersimpan di dalam maknanya seperti kebatilan yang tidak kekal dan tidak
tetap, hendaknya tidak melalaikan orang berakal untuk mempersiapkan diri demi
kehidupan akhirat yang lebih baik dan kekal. sebagian besar jenis perniagaan
mengandung makna memakan harta dengan batil. Sebab, pembatasan nilai sesuatu
dan menjadikan harganya sesuai dengan ukurannya berdasar neraca yang lurus,
hampir-hampir merupakan sesuatu yang mustahil, oleh karena itu, disini berlaku
toleransi jika salah satu diantara dua benda pengganti lebih besar daripada yang
lainnya, atau jika yang menjadi penyebab tambahnya harga itu adalah kepandaian
pedagang di dalam menghiasi barang dagangannya, dan melariskannya dengan
perkataan yang indah tanpa pemalsuan dan penipuan. Sering orang membeli
sesuatu, sedangkan dia mengetahui bahwa dia mungkin membelinya di tempat
lain dengan harga yang lebih murah. Hal ini lahir karena kepandaian pedagang di
dalam berdagang. Ia termasuk kebatilan perniagaan yang dihasilkan karena saling
meridhai, maka hukumnya halal.
Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa ketentuan penetapan harga ini tidak
dijumpai di dalam al-Qur‘an. Adapun dalam hadits Rasulullah saw, dijumpai
beberapa riwayat yang menurut logikanya dapat diinduksikan bahwa penetapan
harga itu dibolehkan dalam kondisi tertentu. Faktor dominan yang menjadi
landasan hukum at-tas‘ir al-jabbari, menurut kesepakatan para ulama fiqh adalah
al-maslahah al-mursalah (kemaslahatan).sebagaimana hadist dibawah ini :
صلَّى ُ فَقَا َل َر.س ِّع ْر لَنَا
َ ِ سو ُل هَّللا َ َس ْع ُر ف
ِّ سو َل هَّللا ِ َغاالَ ال ِ َعَنْ َأن
ُ َّ قَا َل الن:سى ْب ِن َملِ ٍك قَا َل
ُ يَا َر: اس
َ ق وَِإنِّي نََأ ْر ُجو َأنْ َأ ْلقَى هَّللا ِ َولَ ْي
س ُ اسطُ ال َّرا ِز
ِ َض ا ْلب
ُ ِس ِّع ُر ا ْلقَاب
َ ِإنَّ هَّللا َ ه َُو ا ْل ُم: سلَّ َم
َ هَّللا ِ َعلَ ْي ِه َو
) ( رواه ابو داود.ال ٍ َأ َح ُد ِم ْن ُك ْم يُطَالِبُنِ َي بِ َم ْظلَ َم ٍة فِي د ٍَم َواَل َم
Dari Anas bin Malik, ia berkata:”Pernah (terjadi) kenaikan harga di Madinah zaman
Rasulullah SAW, kemudian orang-orang berkata, “Ya Rasulallah, telah naik harga,
karena itu tetapkanlah harga bagi kami”. Rasulullah bersabda, sesungguhnya Allah itu
penetap harga, yang menahan, yang melepas, yang memberi rizqi, dam sesungguhnya
aku berharap bertemu Allah SWT di dalam keadaan tidak seorangpun dari kamu
menuntut aku lantaran menzalimi di jiwa atau di harga”
Ulama fiqih menyatakan bahwa kenaikan harga yang terjadi di zaman
Rasulullah saw tersebut bukanlah karena tindakan sewenang-wenang dari para
pedagang, tetapi karena memang komoditas yang ada terbatas. Sesuai dengan
hukum ekonomi apabila stok terbatas, maka wajar barang tersebut naik. Oleh
sebab itu, dalam keadaan demikian Rasulullah saw tidak mau campur tangan
membatasi harga komoditas tersebut.
Hadits tersebut mengandung pengertian mengenai keharaman penetapan
harga (termasuk upah dalam transaksi persewaan atau perburuhan) walau dalam
keadaan harga-harga sedang naik, karena jika harga ditentukan murah akan dapat
menyulitkan pihak penjual. Sebaliknya, menyulitkan pihak pembeli jika harga
ditentukan mahal.Sementara penyebutan darah dan harta pada hadis tersebut
hanyalah merupakan kiasan.Selain itu, karena harga suatu barang adalah hak
pihak yang bertransaksi maka kepadanya merekalah diserahkan
fluktuasinya.Karenanya, imam atau penguasa tidak layak untuk mencampuri
haknya kecuali jika terkait dengan keadaan bahaya terhadap masyarakat
umum.Jika terjadi perselisihan di antara dua pihak, penjual dan pembeli, maka
pihak terkait itu harus melakukan ijtihad bagi kepentingan diri mereka sendiri.
Konsep Penetapan Harga Dalam Islam
1. Menurut Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun membagi jenis barang menjadi dua jenis, yaitu barang
kebutuhan pokok dan barang pelengkap. Menurutnya, bila suatu kota
berkembang dan selanjutnya populasinya bertambah banyak (kota besar),
maka pengadaan barang-barang kebutuhan pokok akan mendapat prioritas
pengadaan. Akibatnya, penawaran meningkat dan ini berarti turunnya harga.
Ibnu Khaldun juga menjelaskan tentang mekanisme penawaran dan
permintaan dalam menentukan harga keseimbangan. Secara lebih rinci, ia
menjabarkan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk mendapatkan
barang pada sisi permintaan.
Menurut Ibnu Khaldun : “ Ketika barang-barang yang tersedia sedikit,
harga-harga akan naik, Namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk
melakukan perjalanan, akan banyak barang yang diimpor sehingga
ketersediaan barang akan melimpah, dan harga-harga akan turun”.
Maksudnya bahwa jika barang-barang yang tersedia di pasar-pasar sedikit,
sedangkan barang-barang tersebut diperlukan oleh banyak konsumen, maka
harga akan naik.Sebaliknya bila transportasi antar kota lancar dan cepat
sehingga jarak antar kota terasa dekat, dan perjalanan dapat dilakukan dalam
keadaan aman, maka akan banyak barang impor yang masuk ke pasar-pasar
sehingga barang yang tersedia menjadi banyak dan melimpah, akibatnya
harga barang akan turun.
2. Menurut Abu Yusuf
Fenomena yang berlaku pada amasa Abu Yusuf dapat dijelaskan
dalam teori permintaan yang mana teori ini menjelaskan hubungan antara
harga dengan banyaknya kuantitas yang diminta. Abu Yusuf menyatakan,
‚tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan.
Hal tersebut ada batasan yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui.
Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak
disebabkan kelangkaan makanan. Abu Yusuf berpendapat harga tidak
bergantung pada penawaran saja, tetapi juga bergantung pada kekuatan
permintaan. Karena itu, peningkatan atau penurunan harga tidak selalu
berhubungan dengan penurunan atau peningkatan produksi. Abu yusuf
menegaskan bahwa ada beberapa variable lain yang mempengaruhi, tetapi dia
tidak menjelaskan lebih rinci. Bisa jadi, variable itu adalah pergeseran dalam
permintaan atau jumlah uang yang beredar di suatu negara, atau penimbunan
dan penahanan barang atau semua hal tersebut. Abu Yusuf
menyatakan:“Kadang-kadang makanan berlimpah tetapi tetap mahal dan
kadang-kadang makanan sangat sedkit tetapi murah.”
3. Menurut Ibnu Taimiyah
Ibnu taimiyah menyatakan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran. Dari perspektif ilmu ekonomi, Ibn Taimiyah
juga berpendapat bahwa naik turunnya harga tidak selalu diakibatkan oleh
kedzaliman orang-orang tertentu, akan tetapi adanya beberapa faktor seperti
kekurangan produksi atau penurunan kuota impor terhadap barang-barang
yang dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, bila permintaan terhadap
barang tertentu itu naik sementara penawaran barang tersebut menurun, maka
kecenderungan harga akan semakin naik. Di sisi lain, bila persediaan barang
atau penawaran barang naik, sementara permintaan berkecenderungan
menurun, maka harga barang tersebutpun akan menurun. Kelangkaan atau
surplus komoditas perdagangan tidak jarang bukan tindakan pihak-pihak
tertentu atau hal itu terjadi bukan karena unsur dzulmakan tetapi hal ini terjadi
karena kemahakuasaan Allah SWT yang telah menciptakan keinginan di hati
manusia.
Ia mengatakan, ‚jika penduduk menjual barangnya dengan cara yang
normal (al-wajh al-ma‘ruf) tanpa menggunakan cara-cara yang tidak adil,
kemudian harga itu meningkat karena pengaruh kekurangan persediaan
barang itu atau meningkatnya jumlah penduduk (meningkatnya permintaan).
Dalam kasus seperti itu, memaksa penjual untuk menjual barangnya pada
harga khusus merupakan paksaan yang salah (ikrah bi ghai>ri haq), karena
bisa merugikan salah satu pihak. Secara umum, harga yang adil ini adalah
harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan (kezaliman)
sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang lain.
Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjualnya secara adil
yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli memperoleh
manfaat yang setara dengan harga yang dibayarkannya.39 Ada dua terma
yang seringkali ditemukan dalam pembahasan Ibnu Taimiyah tentang
masalah harga, yakni kompensasi yang setara/adil (‘Iwad al-Mitsl) dan harga
yang setara/adil (Tsaman al-Mitsl). Dia berkata: ‚Kompensasi yang setara
akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan itulah esensi dari
keadilan (Nafs al-‘Adl).
Metode Penetapan Harga
Menurut Fandy Tjiptono, metode penetapan harga dikelompokkan menjadi
empat macam berdasarkan basisnya, yaitu berbasis permintaan, biaya, laba, dan
persaingan.
Dalam metode ini harga ditentukan dengan peaing lain atas dasar
produk yang dijual sama.
4. Stabilisasi harga