Anda di halaman 1dari 3

MEMBANDINGKAN DAN MENYUSUN RESENSI

Resensi biasanya memuat informasi tentang identitas karya yang diresensi, ringkasan isi,
kepengarangan, dan penilaian.
TEKS 1
Resensi Buku Koala Kumal
Judul : Koala Kumal
Penulis : Raditya Dika
Tahun Terbit : 2015
Penerbit : Gagas Media
Tebal : 250 hlm.
Kepengaranga Proses BERUBAH menuju kedewasaan adalah hal yang lumrah bagi
n penulis. Perubahan itu bakal terasa kepada pembaca setia yang memang
dari awal mengikuti karya sang penulis. Reaksinya pasti bermacam-macam,
ada yang semakin nge-fans pada sang penulis, tapi kebanyakan yang
terjadi adalah kecewa berat dan justru mencaci maki penulis. Biasanya ini
terjadi kepada penulis yang karya perdananya langsung meledak. Persis
seperti yang terjadi di ranah musik. Mungkin Anda sudah tahu bahwa yang
saya maksud adalah Arctic Monkeys. Perubahan drastis yang dibuat
mereka pada album AM malah membuat nama mereka semakin harum.
Apakah Raditya Dika termasuk dalam kategori sukses instan pada
karya perdana? Jelas. “Kambing Jantan” menggebrak dengan menawarkan
sesuatu yang berbeda: komedi kasar yang merupakan adaptasi langsung
dari blognya Raditya Dita. Namun, apakah “Koala Kumal” Raditya Dika bisa
menjawab seperti AM karya Arctic Monkeys?
Raditya Dika, yang akrab disapa Dika, akhirnya merilis buku
ketujuhnya yang berjudul “Koala Kumal”. Ini merupakan hal yang sangat
ditunggu-tunggu oleh penggemarnya karena sudah tiga tahun dia absen
menulis buku. Di tiga tahun terakhir, dia disibukkan oleh proyek serial
popular “Malam Minggu Miko” dan film dari adaptasi novel-novelnya. Dia
berperan sebagai penulis skenario, pemain, sekaligus sutradara.
ISI BUKU Mengapa diberi judul “Koala Kumal”? Di bab terakhir, Dika menjelaskan
tentang patah hati. Tentang orang yang dulunya saling memberi rasa
nyaman, tapi saat bertemu lagi perasaan itu sudah berubah total. Persis
seperti seekor koala yang bermigrasi dari hutan tempat tinggalnya, tetapi
saat kembali, koala itu kebingungan karena hutan yang pernah menjadi
rumahnya habis dibabat manusia. Karena itulah, buku ini diberi judul “Koala
Kumal”. Mayoritas, isinya bercerita tentang patah hati, tentang rasa yang
pernah ada, dan tentang kenyamanan yang punah ditelan cinta yang baru.
“Koala Kumal” sedikit lebih tipis dibandingkan dengan buku
sebelumnya “Manusia Setengah Salmon”. Selain kembali menggunakan
judul binatang, Dika pun meneruskan konsep “Komedi Pakai Hati” miliknya.
Kedewasaan dan kematangan pun semakin terlihat di sini. Struktur bahasa
pun semakin rapi. Jelas saja, dengan usia yang sudah menginjak 30 tahun,
Raditya Dika berangsur-angsur menghilangkan kata-kata kasar dan tidak
baku, seperti yang biasa ditemukan di buku-buku sebelumnya. Sebenarnya,
tidak penting membicarakan struktur bahasa dalam sebuah buku komedi.
Namun, perbedaan itu semakin jelas dengan “Kambing Jantan”, buku
pertama Dika yang sangat slengean dan hancur-hancuran dalam segi
bahasa.
Namun, apakah dengan patah hati sebagai tema utama dan
kedewasaan membuat “Koala Kumal” tidak lucu lagi? Justru, di situlah
kepiawaian Dika bekerja. Lucu tidak harus dengan komedi kasar. Komedi
pakai hati pun bisa, begitulah prinsip Dika yang memang terbukti benar.
Anda tidak perlu khawatir dengan sense of comedy-nya Raditya Dika bakal
meluntur seiring dengan menuanya dia. Namun, jangan harap komedi
“Koala Kumal” bakal serusak dan sekasar “Kambing Jantan”. Ini serius.
Kesimpulannya, “Koala Kumal” sangat layak untuk dibeli dan dibaca.
Banyak pelajaran yang dapat kita petik dari “Koala Kumal”, terutama bagi
yang baru saja patah hati. Patah hati adalah proses menuju kedewasaan.
Cinta butuh perjuangan. Perjuangan itu adalah mempertahankan
kenyamanan.

TEKS 2
Resensi Novel Rindu
Judul : Rindu
Penulis : Darwis Tere Liye
Penerbit : Republika
Tahun Terbit : 2014
Tebal : 544 hlm.
Novel ini bercerita tentang perjalanan panjang sebuah kerinduan.
Perjalanan kerinduan yang membawa banyak hal yang terbeban di hati.
Mulai dari bagaimana ia menghadapi perjalanan dengan penuh dosa di
masa lalu. Lalu, seseorang yang melakukan perjalanannya dengan penuh
kebencian. Ada pula dia yang kehilangan cintanya menjadi sebab mengapa
ia melakukan perjalanan ini.
Cerita berlatar waktu pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Yakni
pemerintah Hindia Belanda memberikan layanan perjalanan haji untuk
rakyat pribumi yang memiliki cukup uang. Perjalanan dilakukan lewat laut
yakni menggunakan kapal uap besar yang merupakan perkembangan
teknologi transportasi tercanggih pada masa itu. Salah satu kapal yang
beroperasi untuk melakukan perjalanan haji ini adalah Blitar Holland. Di
kapal besar inilah segala kisahnya dimulai.
Tere Liye meracik cerita dengan begitu menarik. Belum lagi dengan
nuansa latar yang berbeda seperti kehidupan di atas kapal uap besar. Di
atas kapal juga terjadi interaksi sosial antarpenumpang kapal. Terdapat juga
fasilitas-fasilitas umum seperti kantin, masjid, dan tukang jahit kapal.
Diceritakan mengenai keluarga Daeng Andipati yang terdiri dari orang
tua, seorang pembantu rumah tangga, serta dua anak yang mengikuti
perjalanan haji ini, yakni Anna dan Elisa. Mereka menjalani lamanya waktu
perjalanan haji dengan riang gembira. Seakan tidak pernah mengerti
tentang apa yang terpendam di hati Daeng, ayah mereka.
Ada pula tokoh yang bernama Ambo Uleng. Dia adalah seorang
pelaut. Hampir seluruh hidupnya dihabiskan di atas lautan. Ambo Uleng
rupanya menuruni sifat ayahnya yang seorang pelaut juga. Ia menaiki kapal
Blitar Holland tidak dengan tujuan apapun. Ia hanya ingin pergi sejauh-
jauhnya meninggalkan tanah Makassar yang ia jalani melalui kisah pilunya.
Di sisi lain, ada seorang keturunan Tionghoa. Ia sering mengajari
ngaji anak-anak di mushola kapal sepanjang perjalanan haji. Anak-anak
biasa memangilnya Bonda Upe. Bonda Upe ini rupanya sedang memendam
masa lalunya sebelum memeluk Islam. Hingga tiap malam ia selalu
menangisi dosa-dosanya yang dulu.
Diceritakan pula Gurutta Ahmad Karaeng, ulama tersohor asal
Makassar yang mengikuti perjalanan haji. Beliau rutin melaksanakan salat
berjemaah bersama penumpang lain. Secepat itu pula, Gurutta meminta izin
kepada kapten mengadakan pengajian di atas kapal. Beliau adalah sosok
yang selalu memberikan jawaban terbaik atas pertanyaan orang-orang,
namun ternyata ia sendiri telah memendam lama sebuah pertanyaan yang
tak mampu seorang pun menjawab.
PENILAIAN Adapun kelebihan buku ini adalah alurnya yang begitu menarik untuk
dibaca. Latar peristiwa kehidupan yang terjadi di atas kapal uap besar itu
adalah ibarat sebuah kampung. Kekurangan buku ini terletak pada sampul
buku yang kurang begitu menarik, tidak sebanding dengan isinya yang
begitu menarik untuk dibaca.

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN RESENSI


Aspek Teks 1 Teks 2
Unsur Judul, identitas, kepengarangan, isi Judul, identitas, sinopsis,
buku, keunggulan, dan simpulan. keunggulan dan kelemahan.
Sistematika Judul-identitas-kepengarangan-isi Judul-identitas-sinopsis-keunggulan-
buku-keunggulan-simpulan kelemahan
Isi 1. Fokus pada unsur 1. Fokus pada ….
kepengarangan. 2. Unsur resensi kurang lengkap.
2. Unsur resensi …. 3. Tidak dilengkapi dengan …
3. Sedikit mengulas isi buku.
Kebahasaan 1. Penulisan kata tidak baku (kal. 5 1. Beberapa kalimat tidak baku:
par. 1 dan kal. 2 par. 2) kalimat 2 dan 3 paragraf….
2. Penulisan judul buku harusnya ….. 2. Tidak tepat tanda baca (koma)
3. Kata berubah dan tapi seharusnya khususnya pada kata ….
…. dan … . 3. Penulisan mushola seharusnya

Anda mungkin juga menyukai