Anda di halaman 1dari 4

Menyusun Kritik dan Essai

1. Menyusun Kritik terhadap karya sastra


Novel Bekisar Merah Karya Ahmad Tohari
Dalam dwilogi Bekisar Merah pengarang menggunakan dua tempat untuk menuangkan kejadian-
kejadian dalam novelnya. Karangsoga dan Jakarta merupakan dua tempat yang berlawanan. Kedua
tempat itulah Lasi menjalani kehidupannya.

Karangsoga digambarkan secara rinci oleh pengarang sehingga dapat diperoleh informasi yang
kuat tentang latar tersebut. Penggambaran keadaan masyarakat disampaikan oleh pengarang secara
detail. Karangsoga adalah sebuah desa di kaki pegunungan vulkanik. Tanahnya hitam dan berhumus.
Pohon kelapa tumbuh dengan pelepah yang kuncup sehingga tidak dapat menghasilkan buah. Oleh
karena itu, masyarakat Karangsoga memilih sebagai penyadap pohon kelapa untuk diambil niranya
sebagai pembuatan gula. Masyarakat penyadap pohon kelapa adalah dunia yang mengelilingi
kehidupan Lasi. Setiap hari kehidupan Lasi diisi dengan menyiapkan tungku dan kawah untuk
mengolah nira, juga harus menjual gula merah. Harga gula merah sering dipermainkan oleh
tengkulak. Seperti kutipan berikut.

Hari-hari Lasi adalah hari-hari anak perawan keluarga Wiryaji, satu di antara sekian banyak keluarga
penyadap kelapa di Karangsoga. Pagi-pagi Lasi mempunyai pekerjaan tetap: menyiapkan tungku
dengan kawah besar. Nira akan dituangkan dari pongkor-pongkor lewat ayakan bambu sebagai
saringan (Tohari, 1993: 42)

Kehidupan para penyadap penuh dengan kepahitan dan kegetiran. Itu menunjukkan bahwa Lasi
sebagai salah satu anggota masyarakat mau tidak mau harus akrab dengan kemiskinan.

Tempat kedua yang dipakai oleh pengarag untuk menuangkan peristiwanya di Jakarta. Jakarta
merupakan dunia baru bagi Lasi, dunia yang harus diraba-raba dan yang belum dikenal maupun yang
mengenalnya. Keberanian Lasi menetap di Jakarta merupakan sebuah pilihan. Jakarta memberikan
wawasan kehidupan yang lain dalam diri Lasi. Pengarang tidak begitu detail menggambarkan Jakarta.
Yang diungkapkan oleh pengarang bahwa Jakarta merupakan tempat yang telah member
kemewahan pada diri Lasi. Di Jakarta Lasi tidak pernah mengeluarkan keringat, segala macam
kebutuhan sudah tercukupi. “Lasi tak pernah keluar keringat tetapi segala kebutuhan tercukupi:
baju-baju bagus, anting, jam tangan, bahkan sepatu yang dulu tak pernah terbayang akan
dimilikinya” (Tohari, 1993: 156)

Jakarta dan Karangsoga merupakan dua tempat yang dikemas oleh pengarang sebagai gambaran
social yang bertolak belakang. Karangsoga merupakan gambaran kesengsaraan sedang Jakarta
merupaka gambaran kemewahan. “Namun entahlah bagi Lasi dunia yang makmur adalah dunia yang
belum lama dikenalnya. Lasi merasa sudah ikut mengecap enaknya, tetapi sungguh tidak mudah
melarutkan diri di dalamnya” (Tohari, 1993: 23). Dua tempat itulah Lasi menjalani kehidupannya. Itu
memberi wawasan kepada Lasi tentang kehidupan yang berbeda yang harus dijalaninya. Oleh sebab
itu tidak heran bahwa Lasi secara alami tertempa oleh dua kehidupan yang berbeda. Namun dalam
kenyataan Lasi tetap sebagai warga desa Karangsoga yang sederhana dan tidak pernah larut dalam
kehidupan Jakarta. “Namun Lasi merasakannya…..dalam perjalanan yang begitu jelas dan indah
tujuannya: pulang. Ah, pulang untuk kembali menjadi dirinya sendiri” (Tohari, 2001: 142).

Pada bagian alur pengarang menyajikan alur dengan cara tarik balik atau back tracking. Pengarang
memulai ceritanya dengan masa kini yaitu dimulai ketika Darsa dan Lasi sebagai keluarga penyadap
kelapa. Darsa mengalami kecelakaan jatuh dari pohon kelapa. Penderitaan pertama dialami oleh Lasi
sebagai istri seorang penderes kelapa. Cerita kembali ke masa lalu ketika Lasi masih kecil, cerita
diteruskan Darsa sembuh dari sakit. Kebahagiaan Darsa dan Lasi tidak lama ketika Sipah menuntut
untuk dikawin Darsa. Merasa dikhianati Darsa, Lasi lari ke Jakarta.

Pada bagian berikutnya pengarang menceritakan keadaan Darsa setelah ditinggal Lasi, diceritakan
pula hubungan Kanjat dan Lasi pada waktu kecil. Cerita dilanjutkan pada perjalanan hidup Lasi di
Jakarta yang akhirnya Lasi jatuh ke tangan Handarbeni. Penyajian alur seperti ini memang unik dan
menarik untuk dinikmati. Namun bagi pembaca pemula membaca novel seperti ini memerlukan
pemikiran yang rumit.

Pada akhir cerita dalam novel ini, pengarang belum menyelesaikannya sehingga pembaca diajak
untuk menikmati novel berikutnya yang berjudul Belantik. Memang novel ini dikemas oleh
pengarang sebagai dwilogi novel. Oleh karena itu memang pembaca disarankan tidak hanya
membaca Bekisar Merah saja, dan harus membaca Belantik juga. Pada akhir cerita dalam dwilogi ini,
pengarang menyajikan cerita dengan happy ending. Pada akhirnya Lasi dan Kanjat dapa hidup
bahagia.

Apabila diperhatikan novel ini menggunakan pola dongeng yaitu disajikan oleh pengarang dengan
tokoh yang cantik. Tokoh tersebut mengalami peristiwa-peristiwa yang menyayat hati. Selain itu juga
ditampilkan tokoh Kanjat sebagai tokoh yang rupawan, cerdas, pahlawan. Untuk memperoleh
pujaan hatinya diperlukan perjuangan yang jatuh bangun bak pahlawan yang akan menyelamatkan
putri yang cantik jelita. Akhir cerita sang pahlawan, Kanjat, dapat hidup bahagia selamanya dengan
putri pujaan hatinya, Lasi. Oleh karena itu, walaupun sarat dengan nilai-nilai budaya yang agung,
novel ini sangat digemari oleh banyak kalangan.

Kritik Novel Berkisar Merah Karya Ahmad Tohari

Berkisar Merah adalah novel dwilogi karangan Ahmad Tohari yang cerita novelnya
berkesinambungan dengan novel Belantik. Hal ini menjadikan pembaca tertarik untuk membaca
novel Belantik setelah membaca novel Berkisar Merah.

Pengarang menggambarkan begitu detail tentang kehidupan dua kota yang saling berlawanan,
yaiutu Karangsoga dan Jakarta. Alur yang disajikan secara tarik balik atau back tracking
memberikan kesan unik dan menarik bagi pembaca.

Namun, dengan penyajian alur yang begitu unik dan menarik bukan tanpa masalah. Bagi
pembaca novel pemula yang membaca novel Berkisar Merah akan memerlukan pemikiran yang
rumit untuk memahami dan menikmati alur yang disajikan.
2. Menyusun pernyataan essai terhadap objek atau permasalahan
Sukses Terbesar Dalam Hidupku
Bicara sukses berarti bicara ukuran. Sebuah ukuran yang akan digunakan untuk mengukur sukses
itu sudah tercapai atau belum. Ukuran tersebut akan berbeda-beda tiap orangnya. Seorang
karyawan mungkin mematok ukuran suksesnya melalui pencapaian karir. Seorang mahasiswa
mungkin menentukan ukuran suksesnya dengan perolehan IPK-nya. Seorang pengusaha merasa
sukses ketika omzet penjualannya mencapai angka tertentu, dan sebagainya. Dengan demikian,
sukses itu bisa dibilang subjektif. Lain orang, lain pula ukurannya.

Bagi saya, sukses dalam hidup itu bersifat diskrit, terdiri dari elemen-elemen berbeda dan kadang
tidak berhubungan. Dengan demikian, seseorang sebenarnya telah, sedang, dan akan terus
mengalami banyak kesuksesan dalam hidupnya. Tinggal bagaimana persepsi seseorang dalam
menilai setiap peristiwa dalam hidupnya, apakah dinilai sebagai sebuah kesuksesan atau sebaliknya.
Masalahnya, seringkali ukuran sukses itu adalah sesuatu yang terlalu mainstream. Kekayaan,
jabatan, karir, dan status sosial seringkali menjadi ukuran utama kesuksesan seseorang. Padahal,
seseorang bisa saja membuat ukuran sukses yang sederhana. Bagi mahasiswa misalnya, tidak
menyontek dalam ujian adalah kesuksesan. Bagi seorang karyawan, mampu menyelesaikan setiap
tugasnya dengan baik juga merupakan kesuksesan.

Jika dalam kehidupan seseorang itu berisi kesuksesan-kesuksesan sederhana yang berbeda-beda,
maka pertanyaan tentang “sukses terbesar dalam kehidupan” akan menjadi pertanyaan yang cukup
menantang. Mana yang menjadi sukses terbesar? Tidak menyontek saat ujiankah? Lulus dengan IPK
cum laude-kah? Memiliki karir yang baguskah? Atau yang mana? Lagi-lagi suatu hal yang subjektif.

Saya teringat dengan sabda Nabi Muhammad shollallahu „alaihi wa sallam yang mengatakan,
“Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”. Untaian kalimat ringkas nan indah
itu menginspirasi saya dalam menentukan mana yang menjadi kesuksesan terbesar dalam hidup.
Bagi saya, sukses terbesar adalah ketika saya bisa bermanfaat bagi orang lain. Terdengar klise
memang, tetapi tidak jika dipahami lebih dalam. Bagi saya, ukuran sukses yang cenderung
mainstrem tidaklah masalah. Namun, semata-mata menjadi sukses dengan ukuran mainstream saja
rasanya ada yang kurang. Ibarat sayur kurang garam, kurang sedap dirasa. Oleh sebab itu,
menambahkan bumbu “bermanfaat bagi orang lain” akan menambah sedap kesuksesan tersebut.

Menjadikan asas kebermanfaatan bagi orang lain sebagai pondasi kesuksesan akan menambah
kokoh kesuksesan itu sendiri. Sebaliknya, menafikannya akan membuat bangunan kesuksesan itu
berpotensi runtuh sewaktu-waktu. Saya merasakan betul hal ini ketika berstatus sebagai
mahasiswa.Menjadi mahasiswa, apalagi di jurusan dan perguruan tinggi negeri favorit, adalah
sebuah kesuksesan tersendiri bagi saya. Hal ini ditambah kenyataan bahwa kesempatan untuk
berkuliah adalah sesuatu yang agak langka bagi sebagian orang di negeri ini. Pada saat itulah, nilai
sesungguhnya dari kesuksesan itu diuji. Seberapa bermanfaatkah saya ketika menjadi mahasiswa?
Apalagi, menjadi mahasiswa adalah momentum yang sangat tepat dalam melatih diri untuk menjadi
bermanfaat bagi sesama.

Selanjutnya, bagian terpenting dari sebuah kesuksesan yang bermanfaat, menurut saya, adalah
usaha seseorang dalam menjadikan kesuksesan itu bermanfaat, bukan hasilnya. Maksudnya,
seberapa terasa manfaat dari sebuah kesuksesan bagi sesama itu penting, namun usaha dan proses
menuju ke arah itu justru lebih penting. Sebagaimana petuah yang sering disampaikan, “yang
penting itu prosesnya, bukan hasilnya”, maka begitu pula berlaku dalam hal ini. Dengan demikian,
sejauh mana usaha saya untuk menjadikan kesuksesan yang telah diraih bisa dinikmati pula oleh
sesama merupakan bagian yang saya anggap paling penting. Adapun masalah hasil dari usaha itu,
biarlah orang lain yang menilai.

Dengan menyadari hal ini, saya termotivasi untuk selalu berbuat yang terbaik tanpa sibuk
memikirkan hasilnya. Saya tidak mengatakan bahwa hasil itu tidaklah penting. Hasil itu penting,
karena hal itulah yang biasanya kasat mata dan bisa dinikmati oleh orang lain. Akan tetapi, saya
berkeyakinan bahwa hasil terbaik akan lahir dari usaha yang terbaik pula. Dengan melakukan yang
terbaik, maka hasil yang terbaik tinggal masalah waktu. Oleh karena itu, lakukanlah yang terbaik
dalam upaya menjadikan kesuksesan kita bermanfaat bagi sesama, maka manfaat terbaik dari
kesuksesan kita itu akan benar-benar bisa dirasakan oleh sesama.

Sebagai penutup tulisan singkat ini, saya mengajukan sebuah definisi tentang sukses. Menurut
saya, sukses adalah ketika Anda bisa bermanfaat bagi orang lain. Kata “ketika” yang merupakan
preposisi waktu, menandakan bahwa sukses bisa terjadi kapan saja, tidak ada batasan waktu
tertentu. Satu-satunya yang menjadi tolok ukur adalah “bermanfaat bagi orang lain”. Oleh karena
itu, setiap kali Anda bisa bermanfaat bagi orang lain, setaip kali itu pula Anda telah sukses.
Demikianlah, kalimat ringkas tersebut selain mampu mendefinisikan kata “sukses” itu sendiri, juga
mampu menjawab pertanyaan: apakah yang menjadi sukses terbesar dalam hidupmu?

Pernyataan Essai terhadap Sukses Terbesar Dalam Hidupku

Selanjutnya, bagian terpenting dari sebuah kesuksesan yang bermanfaat, menurut saya,
adalah usaha seseorang dalam menjadikan kesuksesan itu bermanfaat, bukan hasilnya.
Maksudnya, seberapa terasa manfaat dari sebuah kesuksesan bagi sesama itu penting, namun
usaha dan proses menuju ke arah itu justru lebih penting. Sebagaimana petuah yang sering
disampaikan, “yang penting itu prosesnya, bukan hasilnya”, maka begitu pula berlaku dalam hal
ini. Dengan demikian, sejauh mana usaha saya untuk menjadikan kesuksesan yang telah diraih
bisa dinikmati pula oleh sesama merupakan bagian yang saya anggap paling penting. Adapun
masalah hasil dari usaha itu, biarlah orang lain yang menilai.

Dengan menyadari hal ini, saya termotivasi untuk selalu berbuat yang terbaik tanpa sibuk
memikirkan hasilnya. Saya tidak mengatakan bahwa hasil itu tidaklah penting. Hasil itu penting,
karena hal itulah yang biasanya kasat mata dan bisa dinikmati oleh orang lain. Akan tetapi, saya
berkeyakinan bahwa hasil terbaik akan lahir dari usaha yang terbaik pula. Dengan melakukan
yang terbaik, maka hasil yang terbaik tinggal masalah waktu. Oleh karena itu, lakukanlah yang
terbaik dalam upaya menjadikan kesuksesan kita bermanfaat bagi sesama, maka manfaat
terbaik dari kesuksesan kita itu akan benar-benar bisa dirasakan oleh sesama.

Dari kutipan di atas, penulis mengajak pembaca untuk sadar bahwa yang terpenting dari
kesuksesan itu adalah usaha dan proses yang dijalani bermanfaat bagi orang sekitar. Dan hasil
dari kesuksesan itu biarkan orang lain yang menilai.

Jangan terlalu sibuk memikirkan hasil dari usaha tersebut. Bukan berarti hasil itu tidak
penting. Akan tetapi, hasil terbaik akan lahir dari usaha yang terbaik pula. Penulis juga mengajak
pembaca untuk berusaha sebaik mungkin untuk menjadikan kesuksesan itu bermanfaat dan
bisa dirasakan oleh orang sekitar.

Anda mungkin juga menyukai