Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH BAHASA INDONESIA

“Analisis Unsur Pembangun dalam Cerpen Robohnya Surau Kami”

HALAMAN SAMPUL

OLEH :

KELOMPOK III
KELAS XI MIPA I

- LA ODE AMIRUDIN HALIM


- RAHMAN JAYA
- RAHMAT HIDAYAT HAMU
- SHINTA KUMALA
- SENIWATI
- WA ODE NUR AZIZAH

SMA NEGERI 1 WANGI-WANGI


KABUPATEN WAKATOBI
2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyanyang. Saya panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta karunia-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
ini untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai
tepat waktu. Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karenanya Kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata Kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
untuk pembaca.

Pongo, 10 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Tujuan Atas Unsur Intrinsik.........................................................................2
BAB III. PENUTUP................................................................................................8
A. Kesimpulan......................................................................................................8
B. Saran................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

iii
1

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Cerita pendek (cerpen) sebagai salah satu jenis karya sastra ternyata dapat
memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan
pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan
pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang
universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup
dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia bisa berupa masalah perkawinan,
percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan
sebagainya. Jadi tidaklah mengherankan jika seseorang pembaca cerpen, maka
sepertinya orang yang membacanya itu sedang melihat miniatur kehidupan
manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya.
Akibatnya, si pembacanya itu ikut larut dalam alur dan permasalahan cerita.
Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalahan
cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si pembacanya itu akan tertawa, sedih,
bahagia, kecewa, marah , dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau
membencinya.
Tidak hanya itu, kiranya cerpen dengan segala permasalahannya yang
universal itu ternyata menarik juga untuk dikaji. Seperti halnya kami mencoba
mengkaji cerpen yang dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas. Cerpen
yang kami kaji itu adalah sebuah cerpen yang berjudul Robohnya Surau Kami
karya A.A. Navis. Jadi, dengan mempelajari cerpen (sastra) berarti siswa diajak
untuk mempelajari manusia dan lingkungannya. Biasanya siswa akan sangat
antusias jika diajak untuk membicarakan atau mendiskusikannya juga akan
mengeluarkan segala pengalaman dan pengetahuannya.
Sayangnya, kendala pembelajaran itu sering terletak pada guru. Sebab,
masih saja guru yang terlalu mengandalkan LKS (Latihan Kerja Siswa), tidak
menyukai sastra, dan tidak bisa memilih bahan ajar yang tepat dan menarik untuk
seusia siswa yang dididiknya.
Berangkat dari permasalahan yang sudah diuraikan di atas, saya mencoba
mengkaji keterkaitan cerpen dalam kegiatan pembelajaran dan berusaha
menemukan kemungkinan-kemungkinannya cerpen dijadikan bahan ajar di kelas.
Dengan harapan, hasil pengkajian ini dapat memberikan solusi dalam upaya
memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran apresiasi sastra (cerpen).
2

BAB II. PEMBAHASAN


A. Tujuan Atas Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya
sastra. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, alur, penokohan, dan gaya. Keenam
unsur yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami itu sebagai berikut:
1. Tema
Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema
dan gagasan seperti ini selalu berupa pokok bahasan. Tema atau pokok persoalan
cerpen Robohnya Surau Kami sesungguhnya terletak pada persoalan batin kakek
Garin setelah mendengar bualan Ajo Sidi. Gambaran ini terletak pada kutipan
sebagai berikut:
“Sedari mudaku aku disini, bukan? Tak ku ingat punya istri, punya anak, punya
keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak
ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, ku serahkan
kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain.
Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia
terkutuk. Umpan neraka…. Tak ku pikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan
itu ada dan pengasih penyayang kepada umatNya yang tawakkal. Aku bangun
pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya,
supaya bersujud kepadaNya. Aku bersembahyang setiap waktu. Aku puji-puji dia.
Aku baca KitabNya. “Alahamdulillah” kataku bila aku menerima karuniaNya.
“Astaghfirullah” kataku bila aku terkejut. ” Masa Allah bila aku kagum.” Apakah
salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.”
Kemudian gambaran itu ditegaskan kembali, yaitu :
“Tidak, kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan diri mu sendiri.
Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau
melupakan kaum mu sendiri, melupakan kehidupan anak istimu sendiri, sehingga
mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahan mu yang terbesar, terlalu
egoistis, padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau
tak memperdulikan mereka sedikitpun.”
Dengan demikian, jika kita buat kesimpulan atas fakta-fakta di atas maka
tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga lalai itu sehingga masalah
kelalaiannya itu akhirnya mampu membunuh dirinya. Dan simpulan temanya itu
ternyata bersifat universal. Oleh karena itu, wajarlah kalau cerpen karya A.A.
Navis ini diteima oleh setiap orang.
3

2. Amanat
Amanat pokok yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya
A.A. Navis adalah: “Pelihara, jaga, dan jangan bermasabodoh terhadap apa yang
kau miliki.” Amanat pokok/utama ini kemudian diperjelas atau diuraikan dalam
ceritanya. Akibatnya muncullah amanat-amanat lain yang mempertegas amanat
utama itu. Amanat-amanat yang dimaksud itu di antaranya:
a) Jangan cepat marah kalau ada orang yang mengejek atau menasehati kita
karena ada perbuatan kita yang kurang layak di hadapan orang lain. Amanat
ini dimunculkan melalui ucapan kakek Garin:
“Marah ? Ya, kalau aku masih muda, tetapi aku sudah tua. Orang tua
menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau
imanku rusak karenanya, ibadahku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku
berbuat baik, beribadah bertawakkal kepada Tuhan .…”
b) Jangan cepat bangga akan perbuatan baik yang kita lakukan karena hal ini bisa
saja baik di hadapan manusia tetapi tetap kurang baik di hadapan Tuhan itu.
Coba saja tengok pengalaman tokoh yang bernama Haji Saleh ketika dia
disidang di akhirat sana:
“Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di Neraka itu banyak teman-
temannya didunia terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan tambah tak
mengerti lagi dengan keadaan dirinya, karena semua orang-orang yang
dilihatnya di Neraka itu tak kurang ibadahnya dari dia sendiri. Bahkan ada
salah seorang yang telah sampai 14 kali ke Mekkah dan bergelar Syekh pula.
c) Kita jangan terpesona oleh gelar dan nama besar sebab hal itu akan
mencelakakan diri pemakainya.
3. Latar
a) Latar Tempat
Latar jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah,
bangunan, kapal, sekolah, kampus, hutan, dan sejenisnya. Latar tempat yang ada
dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat pasar, di
surau, dan sebagainya :
Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan
menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri
jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah
Tan di jalan kampungku. Pada simpang kecil kekanan, simpang yang kelima,
membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan tuan temui
sebuah surau tua. Di depannya ada kolan ikan, yang airnya mengalir melalui
empat buah pancuran mandi.
4

b) Latar Waktu
Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan
latar tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada latar tempat atau contoh
yang lainnya seperti berikut :
“Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa
orang-orang yang sudah berpulang ….”
4. Alur
Alur menurut Suminto A. Sayuti (2000:31) diartikan sebagai peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu
dan berdasarkan hubungan-hubungan konsolitas itu memiliki struktur. Strukturnya
itu terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir.
Didalam cerpen ini, struktur plot itu dapat diuraikan seperti berikut.
a) Bagian Awal
Pada bagian awal cerita ini yang terdapat dalam cerpen ini terbagi atas dua
bagian, yaitu bagian eksposisi, yang menjelaskan/ memberitahukan informasi
yang diperlukan dalam memahami cerita. Dalam hal ini, eksposisi cerita dalam
cerpen ini berupa penjelasan tentang keberadaan seorang kakek yang menjadi
garim di sebuah surau tua beberapa tahun yang lalu. Dan yang kedua adalah
sebagai instabilitas (ketidakstabilan), yaitu bagian yang didalamnya terdapat
keterbukaan. Yang dimaksud di sini adalah cerita mulai bergerak dan terbuka
dengan segala permasalahannya.
b) Bagian Tengah
Meskipun ketidakstabilan dalam cerita memunculkan suatu pengembangan
cerita tetapi bagian tengah tidak dimulai dari ketidakstabilan itu. Justru, bagian
tengah dimulai dengan jawaban atas pertanyaan yang muncul, seperti yang
disebutkan dalam bagian awal. Jawaban itu sedikitnya menggambarkan suatu
konrflik, bahwa si Kakek wafat karena dongengan yang tak dapat disangkal
kebenarannya. Konflik ini berkembang menjadi konplikasi manakala tokoh aku
menanyakan sesuatu yang berupa pisau kepada si Kakek. Akibatnya, klimaks
kekecewaan si Kakek berakhir dengan cara yang tragis. Dia nekat membunuh
dirinya sendiri dengan cara menggorok lehernya.
c) Bagian Akhir
Bagian terakhir cerita ini ternyata menarik. Menarik karena adanya kejutan
(surprise). Kejutannya itu terletak pemecahan masalahnya, yaitu ketika orang-
orang terkejut mendapatkan si Kakek garin itu meninggal dengan cara
mengenaskan, justru Ajo Sidi menganggap hal itu biasa saja bahkan dia berusaha
untuk membelikan kain kafan meskipun hal ini dia pesankan melalui istrinya.
5

Jika struktur alurnya seperti di atas maka alur cerpen ini dikelompokkan ke
dalam alur regresif atau alur flash back (sorot balik). Dikatakan demikian karena
benar-benar bertumpu pada kisah sebelumnya, yang oleh tokoh Aku kisah itu
diceritakan.
5. Penokohan
Yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang
menampilkan perilaku tokoh-tokohnya berikut wataknya. A.A. Navis
menampilkan tokoh-tokohnya sebagai berikut.
a) Tokoh Aku
Tokoh ini begitu berperan dalam cerpen ini. Pengarang menggambarkan
tokoh ini sebagai orang yang ingin tahu perkara orang lain. Datanya seperti
berikut:
Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah
Ajo Sidi tidak membuat bualan tentang kakek ? Dan bualan itukah yang
mendurjakan kakek ? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya pada kakek lagi: “Apa
ceritanya, kek ?”
Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak.
Aku tanya lagi kakek : “Bagaimana katanya, kek ?”
“Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya ceepat-ceepat meninggalkan
istriku yang tercengang-cengang. Aku cari AjoSidi ke rumahnya. Tapi aku
berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia.
b) Ajo Sidi
Tokoh ini sangat istimewa. Tidak banyak dimunculkan tetapi sangat
menentukan keberlangsungan cerita ini . Secara jelas tokoh ini disebut sebagai si
tukang bual. Data untuk ini seperti berikut.

….Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan
aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa
mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi
ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual,
sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya
menjadi pemeo akhirnya. Ada-ada saja orang di sekitar kampungku yang cocok
dengan watak pelaku-pelaku ceritanya….
c) Si Kakek
Tokoh ini agaknya menjadi tokoh sentral. Dia menjadi pusat cerita. Oleh si
pengarang tokoh ini digambarkan sebagai orang yang mudah dipengaruhi dan
6

gampang mempercayai omongan orang, pendek akal dan pikirannya, serta terlalu
mementingkan diri sendiri dan lemah imannya.
Penggambaran watak seperti ini karena tokoh kakek mudah termakan
cecrita Ajo Sidi. Padahal yang namanya cerita tidak perlu ditanggapi serius tetapi
bagi si kakek hal itu seperti menelanjangi kehidupannya. Seandainya si kakek
panjang akal dan pikirannya serta kuat imannya tidak mungkin ia mudah termakan
cerita Ajo Sidi. Dia bisa segera bertobat dan bersyukur kepada Tuhan sehingga dia
bisa membenahi hidup dan kehidupannya sesuai dengan perintah tuhannya. Tetapi
sayang, dia segera mengambil jalan pintas malah masuk ke pintu dosa yang lebih
besar.
Sedangkan gambaran untuk tokoh si Kakek yang terlalu mementingkan
diri sendiri digambarkan melalui ucapanya sendiri, seperti data berikut:
“ Sedari mudaku aku di sini, bukan ? tak kuingat punya istri, punya anak, punya
keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak terpikirkan hidupku sendiri…
d) Haji Saleh
Tokoh ini adalah ciptaan Ajo Sidi. Pemunculannya sengaja untuk
mengejek atau menyindir orang lain. Dengan begitu wataknya sudah dipersiapkan
oleh penciptanya dan karena kemahirannya Ajo Sidi tokoh ini demikian hidup.
Secara jelas dan gamblang watak tokoh ini digambarkan sebagai orang terlalu
mementingkan diri sendiri.
6. Gaya
Gaya merupakan sarana bercerita. Dengan demikian gaya biasa disebut
sebagai cara pengungkapan seorang yang khas bagi seorang pengarang atau
sebagai cara pemakaian bahasa spesifik oleh seorang pengarang. Jadi, gaya
merupakan kemahiran seorang pengarang dalam memilih dan menggunakan kata,
kelompok kata, atau kalimat dan ungkapan.
Di dalam cerpen ini ternyata pengarang menggunakan kata-kata yang biasa
digunakan dalam bidang keagamaan (Islam), seperti garin, Allah Subhanau
Wataala, Alhamdulillah, Astagfirullah, Masya-Allah, Akhirat, Tawakal, dosa dan
pahala, Surga, Tuhan, beribadat menyembah-Mu, berdoa, menginsyafkan umat-
Mu, hamba-Mu, kitab-Mu, Malaikat, neraka, haji, Syekh, dan Surau serta fitrah Id,
juga Sedekah.
Selain ini, pengarang pun menggunakan pula simbol dan majas. Simbol yang
terdapat dalam cerpen ini tampak jelas pula judulnya, yakni Robohnya Surau
Kami. Suaru di sini merupakan simbol kesucian, keyakinan. Jadi, melalui simbol
ini sebenarnya pengarang ingin mengingatkan kepada pembaca bahwa kesucian
hati atau keyakinan kita terhadap Tuhan dan agamanya sudah roboh.
7

Sedangkan majas yang digunakan dalam cerpen ini di antaranya majas alegori
karena di dalam cerita ini cara berceritanya menggunakan lambang, yakni tokoh
Haji Saleh dan kehidupan di akhirat, atau lebih tepatnya menggunakan majas
parabel (majas ini merupakan bagian dari majas alegori) karena majas ini berisi
ajaran agama, moral atau suatu kebenaran umum dengan mengunakan ibarat.
Majas ini sangat dominan dalam cerpen ini
Selain majas alegori atau parabol, pengarang pun menggunakan majas
Sinisme seperti yang diucapkan tokoh aku: ”…Dan yang terutama ialah sifat
masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak
dijaga lagi”
Inilah sebuah kritik untuk masyarakat kita sekarang ini. Dengan demikian
penggunaan majas-majas itu untuk mengingatkan atau menasehati sekaligus
mengejek pembaca atau masyarakat. Nasehat dan ejekannya itu ternyata berhasil.
Buktinya, ketika cerpen ini diterbitkan tidak lama kemudian cerpen ini mendapat
tempat di hati pembacanya dan masih terus dibicarakan hingga kini.
8

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut: Cerpen Robohnya
Surau Kami karya A.A. Nvis ini memang sebuah sastra (cerpen) yang menarik dan
baik. Hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur intrinsik dan kesesuaiannya sebagai
bahan pembelajaran. Adapun hasil analisisnya sebagai berikut.
a. Tema
Tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga yang lalai menghidupi
keluarganya.
b. Amanat
Amanat cerpen ini adalah :
1) jangan cepat marah kalau diejek orang,
2) jangan cepat bangga kalau berbuat baik,
3) jangan terpesona oleh gelar dan nama besar,
4) jangan menyia-nyiakan yang kamu miliki, dan
5) jangan egois.
c. Latar
Latar yang ada dalam cerpen ini adalah latar tempat, latar waktu, dan latar
sosial.
d. Alur
Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan
peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan
strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai
muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir.
e. Penokohan
Tokoh dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi,
Kakek, dan Haji Soleh.
1) Tokoh Aku berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain.
2) Ajo Sidi adalah orang yang suka membual
3) Kakek adalah orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan
mempercayai orang lain.
4) Haji Soleh yaitu orang yang telah mementingkan diri sendiri.
f. Gaya
Di dalam cerpen ini pengarang benar-benar memanfaatkan kata-kata, dan
majas alegori, dan sinisme.
B. Saran
Saran dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
9

1. Saran untuk guru


- Guru yang sudah berani menetapkan cerpen sebagai bahan pembelajaran sastra
harus pula membacanya berkali-kali agar memahami isinya.
- Di dalam kegiatan pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan minat
dan rasa ingin tahu siswa terhadap cerita tersebut kemudian mengarahkannya
ke dalam pengalaman siswa sehingga ketika siswa membahas cerita itu,
bahasannya benar-benar berdasarkan pengalaman siswa.
- Pemilihan bahan/materi pembelajaran sastra yang berbentuk cerpen sebaiknya
mengikuti kriteria yang ada, yaitu bagaimana bahasanya, bagaimana
kesesuaian psikologisnya, baik untuk tokoh cerita maupun pembacanya yang
duduk di tingkat SMU, dan bagaimana latar budaya yang dimunculkan dalam
cerita itu ? Tentu saja hal ini dilakukan guru sebelum pembelajaran dimulai.
2. Saran untuk siswa
- Sebaiknya siswa harus membaca cerpennya secara utuh berkali-kali agar
memahami isinya.
- Selain itu, baca pula buku-buku yang mengulas isi cerpen itu jika ada.
- Berdiskusilah dengan penuh minat dan perhatian agar manfaat sastra bisa
dirasakan
- Jika mungkin dan sempat, ikutilah setiap seminar atau diskusi sastra di
manapun.
10

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Badudu, J.S. 1979. Sari Kesusasteraan Indonesia Jilid 2. Bandung: Pustaka Prima.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.1994. Metode Penelitian Seni Budaya Jakarta: Dinas
Kebudayaan DKI Jakarta.
Esten, Mursal. 1984. Kesusastraan: Pengantar teori dan sejarah. Bandung: Angkasa.
Haryati, A. dan Winarto Adiwardoyo.1990. Latihan Apresiasi dan Sastra. Malang:
Yayasan A3 Malang.
Hoerip, Satyagraha.1984. Cerita Pendek Indonesia 1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat, edisi ketiga. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Prima.
Lubis, Mochtar. 1980. Teknik Mengarang. Jakarta : Kurnia Esa.
Sayuti, Suminto A.2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Jogjakarta: Gama Media.
Sukada, Made.1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia: Masalah Sistematika Analisis
Struktur Fiksi. Bandung : Angkasa.
Suroto.1989. Teori dan Pembimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta :
Erlangga.
Tarigan, Henri Guntur.1993. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai