Anda di halaman 1dari 2

FIKTIF selalu dikaitkan dengan hal yang mengada-ada, berbohong.

Fiktif
bersifat fiksi, tidak realistis, atau tidak bersifat nyata. Setiap orang yang
mendengar kata fiktif, pasti mempunyai persepsi negatif. Kata fiktif
dianggap negatif lantaran dibebani sesuatu yang tak nyata sehingga kata
itu selalu dimaknai dengan kebohongan. Dalam Kamus Besar Bahasa -
Indonesia (KBBI), fiktif berarti sebuah kata adjektiva yang memiliki sifat fiksi
dan hanyalah khayalan.Fiktif berbeda dengan fiksi.
Fiksi merupakan sebuah prosa naratif imajiner. Suatu energi untuk meng-
aktifkan imajinasi dan kreativitas. Dalam ranah sastra, fiksi ialah karya
yang dibuat bukan berdasarkan pada kisah nyata. Hal ini kita kenal juga
sebagai karya sastra fiksi.   Dari paparan di atas jelas bahwa fiksi ialah
kata benda yang berarti sesuatu yang berwujud, yang dinyatakan dalam
sebuah pemikiran seseorang (khayalan).  Fiksi cenderung bersifat positif
(tidak negatif).
Kembali kepada fenomena bahasa kata fiktif. Fiktif termasuk kelompok
kata negatif dan bisa ‘menempel’ di mana pun. Contohnya, belakangan ini
banyak orang yang membicarakan desa fiktif. Desa yang dimaksud itu
merupakan desa tak berpenghuni, tetapi menerima dana desa. Padahal,
untuk membentuk sebuah desa harus memenuhi persyaratan, seperti
struktur desa, aturan-aturan, perangkat desa, dan  harus ada warganya.
Indikator utama desa fiktif ialah ada nama desa, tetapi tidak memiliki
penduduk.Keberadaan desa fiktif ini tentunya merugikan negara karena
desa fiktif tersebut terus mendapat transfer dana desa, mengingat dana
desa selalu meningkat setiap tahunnya. Desa fiktif tidak berpenghuni
karena tidak terdaftar sebelumnya dan belum diketahui siapa yang
membuatnya. Munculnya desa-desa baru tak berpenghuni yang menerima
transferan dana desa disebabkan oleh tak efektifnya sistem evaluasi
pengelolaan dana desa dan buruknya koordinasi antarkementerian/-
lembaga terkait. Lemahnya sistem pengawasan menjadikan para -
penyelenggara desa melakukan praktik kejahatan. Munculnya desa fiktif itu
diduga sebagai modus supaya bisa mendapat dana desa. Dalam hal ini,
seharusnya pemerintah daerah memiliki ownership atau rasa memiliki
sehingga mereka dapat mengidentifikasi jumlah desa yang masih tertinggal
dan desa baru yang sah atau tidak. Dengan adanya desa fiktif, akan ada
banyak juga data fiktif yang dimanipulasi perangkat daerah. Hal ini
menunjukkan tingkat kemunduran dan kebobrokan perilaku masyarakat
pada saat ini. Ke depan, tidak menutup kemungkinan akan terciptanya juga
‘negara fiktif’.Untuk mengatasi permasalahan ini, penegak hukum, seperti
KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri harus lebih fokus mengawasi aliran dana
desa agar tidak terjadi penyimpangan. Fungsi pengawasan berperan
penting agar tidak adanya praktik korupsi, karena dugaan kuat adanya
praktik korupsi berlapis dalam aliran dana desa ke desa-desa ‘siluman’
itu.Korupsi merupakan masalah kita bersama. Perihal kekuasaan memang
cenderung untuk korup serta abai dengan kepentingan publik, tetapi justru
mendahulukan hasrat pribadi. Publik perlu berliterasi yang utuh, bahwa
korupsi ialah masalah besar bangsa ini. Tidak malah semakin -
menyuburkan peluang korupsi, tetapi korupsinya harus diberantas dengan
lembaga powerfull.

Sumber: https://m.mediaindonesia.com/weekend/271997/fiktif

Anda mungkin juga menyukai