Anda di halaman 1dari 7

Nama : RESTU WAHYU RIZKI AR, A.Md.

Kep

NIP : 199310252022031007

Angkatan/Kelompok : IV/1

Pengampu materi agenda 3 : Ir. H. Hery Erpa Rayes, M. M.

Kasus : Polemik Dana Desa yang Melahirkan Desa Fiktif KOMPAS.com - Setiap tahun,
pemerintah mengalokasikan triliunan rupiah dana desa di dalam Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN). Jumlah tersebut terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah desa yang
menerima bantuan. Tahun 2020 misalnya, dana desa yang akan dialokasikan pemerintah sebesar
Rp 72 triliun. Jumlah itu naik Rp 2 triliun bila dibandingkan alokasi pada tahun 2019. Presiden
Joko Widodo mengungkapkan, peningkatan dana desa dilakukan sebagai upaya untuk
pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi desa. Sehingga, diharapkan
dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat desa. "Di samping itu,
dana desa diharapkan dapat mendorong inovasi dan entrepreneur baru, sehingga produk-produk
lokal yang dimiliki oleh setiap desa dapat dipasarkan secara nasional, bahkan global melalui
marketplace," ucap Jokowi saat menyampaikan pidato nota keuangan di Kompleks Parlemen, 16
Agustus lalu. Ironisnya, harapan peningkatan kesejahteraan itu pupus. Maraknya kabar
keberadaan desa fiktif di sejumlah wilayah Tanah Air menjadi indikasi bahwa dana desa yang
selama ini dikucurkan pemerintah pusat hanya sekedar menjadi bancakan untuk dibagi-bagi oleh
oknum tidak bertanggung jawab di daerah. Desa fiktif Temuan desa fiktif tersebut salah satunya
berada di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Kepolisian daerah setempat memperoleh
informasi adanya 56 desa yang terindikasi fiktif. Tim khusus pun telah diterjunkan untuk
melakukan pengecekan fisik di 23 desa yang tidak terdata di Kementerian Dalam Negeri maupun
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Kepala Subdit Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh mengatakan, dari 23 desa yang telah dicek,
dua desa di antaranya diketahui tidak memiliki penduduk sama sekali. Namun, Dolfi masih
merahasiakan identitas desa tersebut lantaran masih dalam proses penyelidikan. "Penyidik sudah
periksa saksi dari Kemendagri, kemudian ahli pidana dan ahli adiministrasi negara. Telah
dilakukan pemeriksaan fisik kegiatan dana desa bersama ahli lembaga pengembangan jasa
konstruksi," ujar Dolfi, di ruang kerjanya, Kamis (7/11/2019). Di lain pihak, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) siap turun tangan untuk membantu Polda Sulawesi Tenggara
menangani kasus yang terindikasi ada dugaan tindak pidana korupsi ini. "Salah satu bentuk
dukungan KPK adalah memfasilitasi keterangan para ahli pidana dan kemudian dilanjutkan gelar
perkara bersama 16 September 2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan
tertulis, Rabu (6/11/2019). Dalam kasus ini, KPK mengindikasi adanya 34 desa yang
bermasalah. Tiga desa fiktif, sedangkan 31 lainnya ada tapi surat keputusan pembentukannya
dibuat dengan tanggal mundur. Sementara, ketika desa tersebut dibentuk sedang berlaku
kebijakan moratorium dari Kemendagri. Sehingga untuk bisa mendapatkan dana desa harus
dibuat tanggal pembentukan backdate. Perkara ini kemudian telah naik ke tahap penyidikan dan
membutuhkan keterangan ahli pidana. "Akan dilakukan pengambilan keterangan ahli hukum
pidana untuk menyatakan proses pembentukan desa yang berdasarkan peraturan daerah yang
dibuat dengan tanggal mundur (backdate), merupakan bagian dari tindak pidana dan dapat
dipertanggungjawabkan atau tidak," ucap Febri. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani
menilai, desa fiktif mulai bermunculan setelah pemerintah secara rutin mengucurkan dana desa
setiap tahun. Momentum inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung
jawab untuk untuk membentuk desa baru. "Kami mendengar beberapa masukan karena adanya
transfer ajeg dari APBN maka sekarang muncul desa-desa baru yang bahkan tidak ada
penduduknya. Hanya untuk bisa mendapatkan (dana desa)," ujar Sri Mulyani saat rapat kerja
evaluasi kinerja 2019 dan rencana kerja 2020 bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin
(4/11/2019). Hingga September 2019, penyaluran dana desa baru mencapai Rp 44 triliun atau
62,9 persen dari total alokasi Rp 70 triliun pada tahun ini. Serapan ini turun bila dibandingkan
periode sebelumnya yang mencapai 63,2 perse atau sekitar Rp 37,9 triliun. Verifikasi lemah
Pihak Istana Kepresidenan bukannya tutup mata dan telinga melihat realita ini. Jokowi bahkan
menegaskan, akan mengejar oknum pelaku yang sengaja memanfaatkan kucuran dana desa untuk
kepentingan pribadi. "Kami kejar agar yang namanya desadesa tadi diperkirakan, diduga, itu
fiktif, ketemu, ketangkep," kata Jokowi usai membuka acara Konstruksi Indonesia 2019 di
JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (6/11/2019). Menurut Jokowi, ada oknum yang dengan
sengaja menciptakan desa fiktif. Oknum tersebut memanfaatkan celah pengelolaan yang tidak
mudah dilakukan pemerintah, mengingat luasnya wilayah sebaran yang ada yaitu dari Sabang
hingga Merauke. Hingga kini, tercatat ada sekitar 78.400 desa yang tersebar di seluruh wilayah
Tanah Air. "Manajemen pengelolaan desa sebanyak itu tidak mudah. Tetapi, kalau informasi
benar ada desa siluman itu, misalnya dipakai plangnya saja, tapi desanya enggak, bisa saja
terjadi," ucapnya. Di lain pihak, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, munculnya kasus desa fiktif menjadi indikasi
bahwa proses verifikasi di lapangan masih lemah. Sedianya, setiap desa memiliki kode wilayah
yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri. Desa yang ingin mendapatkan bantuan dari
pemerintah pusat, harus mengajukan usulan melalui pemerintah kabupaten/kota sebelum ke
Kementerian Keuangan. Adapun besaran alokasi bantuan untuk setiap wilayah tidak sama.
Tergantung dari letak geografis, jumlah penduduk, hingga tingkat kemiskinan. "Saat masuk ke
Kemenkeu, ketika memasukkan desa itu dalam variabel perhitungan kan tidak asal angkut begitu
saja. Dia harus koordinasi dengan Kemendagri yang punya kode wilayah, bahkan juga
Kementerian Desa," kata Robert saat dihubungi, Rabu (6/11/2019). "(Dengan kasus ini), berarti
dari kabupaten/kota langsung ke Kemenkeu dipakai tanpa ada koordinasi kiri-kanan dengan dua
kementerian lain," imbuh dia. Sementara itu, Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi mengatakan, alokasi dana desa yang cukup besar
memerlukan pengawalan maksimal dari seluruh elemen masyarakat. Ia menambahkan, tidak
boleh hanya sekedar menjadi penonton ketika dana desa ini mulai dimanfaatkan. Justru,
masyarakat lah yang harus berperan aktif bila ada dugaan penyelewengan dana tersebut. "Kalau
ada masalah, kita akan langsung cari dan temukan solusi untuk mengatasinya. Rakyat jangan jadi
penonton pembangunan. Pengawasan dana desa terbaik adalah lewat peran aktif masyarakat,"
ucapnya.
Soal 1 : Mendeskripsikan rumusan kasus dan/ atau masalah pokok, aktor yang terlibat dan peran
setiap aktornya berdasarkan konteks deskripsi kasus.

Jawab :

a. deskripsi kasus : Maraknya kasus korupsi terkait desa fiktif di kabupaten konawe,
Sulawesi tenggara.
b. Aktor yang terlibat dan peran setiap aktornya
1. Pemerintah : Pengalokasian Dana Desa di dalam Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN).
2. Jokowidodo : sebagai presiden republik Indonesia, Sebagai pemberi mandat dan
pendapat tentang Maraknya kasus korupsi terkait desa fiktif.
3. Oknum desa : Sebagai pihak melakukan korupsi
4. Kepolisian : penerima laporan dan mengidentifikasi kasus korupsi.
5. Kepala Subdit Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Polda Sultra, Kompol
Dolfi : kepala tim penyidikan
6. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) : memfasilitasi keterangan para ahli pidana
dan kemudian dilanjutkan gelar perkara.
7. Menteri Keuangan Sri Mulyani : pengawasan pengeluaran dana desa.
8. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)
Robert Endi Jaweng : memberikan pendapat bahwa proses verifikasi di lapangan
masih lemah.
9. Masyarakat : Pengawas dana desa.
Soal 2 : Melakukan analisis terhadap : A. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai
dasar PNS, dan Pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dan NKRI oleh setiap aktor
yang terlibat berdasarkan konteks deskripsi kasus. B. Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai
dasar PNS dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dalam NKRI berdasarkan
konteks deskripsi kasus

Jawab :

A. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai dasar PNS, dan Pengetahuan
tentang kedudukan dan peran PNS dan NKRI oleh setiap aktor yang terlibat berdasarkan
konteks deskripsi kasus
1) Pemerintah :
Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang merupakan wujud dari core
values berakhlak yaitu beriorentasi pelayanan.
Pemerintah juga sudah Mengalokasikan dana desa untuk kesejahteraan masyarakat sebai
bentuk penerapan nilai dasar asn yaitu akuntabel, bertanggung jawab terhadap tugas dan
fungsi sebagai pemerintah.
2) Jokowidodo
Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, serta disiplin dan
berintegritas tinggi yang merupakan penerapan kedudukan dan peran ASN dalam NKRI.
Dan sesuai dengan core values berakhlak yaitu akuntabel dengan tanggung jawab sebagai
presiden.
3) Oknum desa
Melakukan pelanggaran yaitu menggunakan dana desa untuk kepentingan pribadi
Sebagai bentuk pelanggaran terhadap core values ASN yaitu,Akuntabel : Menggunakan
kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif dan efisien.
4) Kepolisian
Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, serta disiplin dan
berintegritas tinggi sebagai bentuk penerapan core values ASN yaitu berorientasi
pelayanan dengan melakukan perbaikan tanpa henti melalui tindakan berupa penerimaan
laporan dan melakukan pemeriksaan untuk kasus korupsi
5) Kepala Subdit Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Polda Sultra, Kompol Dolfi
: kepala tim penyidikan
Sudah melakukan tugas dengan memberikan mandat untuk dilakukan penyelidikan
terhadap kasus desa fiktif yang merupakan bentuk dari penerapan core valus yaitu
akuntabel, bertanggung jawab. Loyal, memberikan yang terbaik dalam melaksanakan
tugas menyelidiki.
6) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) : memfasilitasi keterangan para ahli pidana dan
kemudian dilanjutkan gelar perkara sebagai bentuk dari penerapan core values berakhlak
aitu kolaboratif yaitu kerjasama dengan kepolisian.
7) Menteri Keuangan Sri Mulyani : pengawan pengeluaran dana desa, sebagai bentuk
penerapan core values berakhlak yaitu akuntabel, bertanggungjawab dan cermat.
8) Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert
Endi Jaweng : memberikan pendapat bahwa proses verifikasi di lapangan masih lemah
sudah melakukan core values berakhlak yaitu memberi pendapat sesuai dengan
kedudukannya
9) Masyarakat : Pengawas dana desa.
Sebagai bentuk kerjasama antara pemerintah, kepolisisan dalam mencegah dan
mengawasi desa fiktif merupakan bentuk penerapan core values berkahlak yaitu
kolaboratif.
B. Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai dasar PNS dan pengetahuan tentang kedudukan
dan peran PNS dalam NKRI berdasarkan konteks deskripsi kasus

1) Ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah terutama pemerintah desa.


2) Semakin meningkatnya kasus korupsi.
3) Semakin lemahnya peraturan dalam mengawasi pemerintahan desa.
4) Tidak tepatnya sasaran aloksi dana desa, sehingga tujuan dari dana desa tidak tercapai
Soal 3 : Mendeskripsikan gagasan-gagasan alternatif pemecahan masalah berdasarkan konteks
deskripsi kasus

Jawaban :

1. Membuat peraturan yang mengikat dan memberikan sanksi yang membuat jera pelaku
alokasi dana desa fiktif.
2. Memberikan penyuluhan terhadap masyarakat dalam membantu pengawasan dana desa.
3. Melakukan perbaikan terhadap system di pemerintah desa.

Anda mungkin juga menyukai