Anda di halaman 1dari 2

KH.

WAHAB HASBULLAH

KH. Abdul Wahab Hasbullah lahir dari pasangan Kiai Hasbullah dan Nyai Latifah, pada 31 maret 1888
di Tambakberas, jombang. KH. Abdul Wahab Hasbullah mempunyai empat orang saudara kandung,
yaitu KH Abdul Hamid, KH Abdurrahman, Fatimah, dan Khadijah (istri KH Bisri Syansuri, pendiri
Pesantren Denanyar). Beliau di kenal sebagai kiai yang cerdas, dinamis, intelek,
Nasab K.H Wahab Hasbullah masih bersambung dengan keturunan Jaka Tingkir dan Brawijaya VI, raja
Majapahit. Dari garis keturunan raja Majapahit, beliau memiliki garis keturunan yang sama dengan K.H
Hasyim Asy’ari yang berasal dari Kiai Shihhah bin Abdul Jabar bin Ahmad bin Pangeran Benowo yang
pada akhirnya merupakan keturunan Jaka Tingkir, putra Brawijaya VI.
Pendidikan Kyai Abdul Wahab Hasbullah dari kecil sampai besar semuanya hanya di pesantren.
Artinya, ia adalah anak didik sistem pendidikan Islam tradisional. Ketika kecil, ayahnya Kyai Said
mengajarkan pelajaran agama kepadanya secara sungguhsungguh agar mendapatkan hasil dan
pemahaman yang maksimal.
Proses pendidikan pesantren yang dijalani oleh Kyai Abdul Wahab Hasbullah ini berlangsung sekitar 9
tahun. Dengan menimba keilmuan Islam pada tujuh pesantren yaitu: (1) Pesantren Langitan, Tuban
yang di asuh oleh Kyai Ahmad Sholeh. (2) Pesantren Mojosari, Nganjuk yang diasuh oleh Kyai Sholeh
dan menantunya yaitu Kyai Zainuddin. Kepada Kyai Zainuddin, Kyai Abdul Wahab Hasbullah belajar
ilmu fiqh dari kitab Fathul Mu’in yang cukup mendalam. (3) Pesantren Cempaka, karena tidak ada Kyai
yang lebih tinggi pengetahuannya dari Kyai terdahulu yang sudah wafat, Kyai Abdul Wahab Hasbullah
memutuskan untuk pindah dari pesantren tersebut.9 (4) Pesantren Tawangsari, Sepanjang di bawah
asuhan Kyai Mas Ali. Disini Kyai Abdul Wahab Hasbullah belajar ilmu fiqh (iqr’a) yang lebih
mendalam lagi. Selain itu, ia mempelajari ilmu tajwid AlQur’an yang didapat dari Kyai Mas Abdullah,
yaitu kakak dari Kyai Mas Ali. (5) Pesantren Kademangan Bangkalan, Madura yang di asuh oleh Kyai
Waliyullah Muhammad Kholil. Di Pondok ini, Kyai Abdul Wahab Hasbullah memperdalam ilmu yang
berkaitan dengan bahasa Arab, yang diperoleh dari kitab-kitab diantaranya: Alfiyahdan syarahnya karya
Ibnu Malik dan Ibnu Aqil. (6) Pesantren Bronggahan, Kediri yang berada di bawah asuhan Kyai
Fakihuddin. Banyak kitab yang penting di Pondok ini diantaranya: Tafsir Al-Qur’an, Tauhid dan
Tasawuf, Sejarah Islam serta kitab-kitab fiqh dari madzhab Syafi’i seperti Fathul
Wahab.10(7)Pesantren Tebuireng, Jombang11. Pondok ini berada di bawah asuhan Kyai Hasyim
Asy’ari. Di Pesantren ini Kyai Abdul Wahab Hasbullah cukup lama menjadi santri sekitar 4 tahun.
KH.WAHAB HASBULLAH

Kyai Abdul Wahab Hasbullah mempunyai tiga kegemaran, yang pertama yaitu kegemarannya dalam
berdiskusi. Di Makkah, ia bertemu dengan guru mujaladah (ilmu perdebatan) yang bernama Kyai
Muchith berasal dari Panji, Sidoarjo. Ia belajar kepada Kyai Muchith untuk menguasai ilmu perdebatan
dan berguru kepada Kyai Asy’ari berasal dari Pasuruan untuk memperdalam ilmu hisab atau ilmu
falak.29 Yang kedua, kegemarannya dalam mengunjungi orang-orang alim, tempat-tempat suci dan
keramat, dan juga mempelajari bahasa dan kesusastraan Arab30. Untuk itu, banyak syair karangan
penyair zaman permulaan Islam dihafalnya, diantaranya adalah kumpulangubahan sajak yang sangat
terkenal dari Ka’ab bin Zuhair adalah seorang penyair yang dikenal dengan nama Banat Su’ad31 dan
kumpulan gubahan sajak dari Al-Busyiri yang terkenal dengan nama Burdah,32 yang dihafal diluar
kepala disertai komentarkomentarnya.33 Yang ketiga, kegemerannya dalam berolahraga. Olahraga
yang Kyai Abdul Wahab Hasbullah sukai adalah pencak silat. Ia dan teman-temannya di Makkah
mendirikan perguruan pencak silat yang bernama perguruan “Pencak Timur”. Di antara
temantemannyaseperti Mahfudz dari Bogor, Abbas dan Mansur dari Cirebon, serta Mas ‘Aly Sidoresmo
dari Surabaya.
Kyai Abdul Wahab Hasbullah meninggalkan Muktamar dalam keadaan sakit yang semakin menurun,
akan tetapi jiwanya tidak sakit. Ia merasa bertanggung jawab sepenuhnya dalam jabatan baru yang telah
dipercayakan kepadanya, karena baginya jabatan itu menyangkut dunia dan akhirat.
Pada hari Rabu, 12 Dzulqa’dah 1391 H/ 29 Desember 1971 M. KH. Abdul Wahab Hasbullah meninggal
dunia empat hari setelah berlangsungnya Muktamar NU yang ke-25 di Surabaya. Duka mendalam atas
meninggalnya beliau cepat tersebar luas sampai pada tingkat Nasional. Rasa kehilangan yang sangat
mendalam dirasakan oleh warga NU maupun bangsa Indonesia. Dan pada tahun 2014, atas seluruh
perjuangan yang dilakukan semasa hidupnya, Presiden Joko Widodo memberikan gelar Pahlawan
Nasional Indonesia atas peran beliau dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai