Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hanya guru yang diskriminatif sajalah yang memotong hak anak untuk belajar

secara menyenangkan. Guru seperti itu biasanya ditandai oleh pilih kasih, punya anak

emas, tidak tahu semua siswa, dan alakadarnya. Padahal, semua anak berhak

mendapatkan proses belajar-mengajar di sekolah/madrasah yang menyenangkan yang

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing.

Karena itu, kebijakan pendidikan yang berdampak pada anak-anak ini jangan

dipenuhi dengan kepentingan politik penguasa, namun benar-benar berpusat pada

kepentingan anak sebagai generasi masa depan bangsa. Dalam hal ini Seto menegaskan

bahwa: ”Belajar itu hak. Istilah wajib belajar itu datangnya dari pemerintah. Jadi, anak-

anak jangan diajak ke sekolah/madrasah hanya untuk mengejar pencapaian statistik

wajib belajar. Tetapi ajakan belajar itu memang benar-benar untuk membuat anak

memiliki pengetahuan dan mendorong potensi diri setiap anak berkembang secara

bebas” (kompas.com, 18 Januari 2008)

Menurut Seto (kompas.com, 18 Januari 2009), kebijakan pendidikan yang ada

sekarang ini belum mampu menciptakan suasana belajar di sekolah/madrasah yang

menyenangkan untuk anak-anak. Para guru masih mendidik anak-anak secara kaku

untuk menjadi penurut dengan mengekang kebebasan dan kreativitas anak.

Seto mengatakan pendidikan memang harus mampu mengantarakan anak-anak

untuk mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan. Tetapi yang tidak boleh dilupakan
2

adalah pengembangan diri anak untuk menjadi manusia yang utuh yang tidak semata-

mata dinilai dari pencapaian angka-angka secara absolut.

Untuk mengubah suasana belajar di sekolah yang masih belum memenuhi

harapan anak dan orang tua, kata Seto, para guru harus dibekali dengan keterampilan

belajar. Pembekalan ini dibutuhkan agar guru bisa menemukan proses belajar-mengajar

dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.

Sulistiyo, Ketua Umum Asosiasi Lembaga Pendidikan dan Tenaga

Kependidikan Swasta Seluruh Indonesia (kompas.com, 18 Januari 2009), mengakui jika

guru Indonesia umumnya belum mampu memenuhi harapan masyarakat dalam

menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga belajar di sekolah menjadi

pengalaman terbaik dalam perjalanan hidup seorang anak. Selanjutnya, tegas Sulistyo,

bahwa: ”Menjadi guru kebanyakan pilihan terakhir atau terpaksa. Tidak heran jika

kualitas guru terus digugat. Karena itu, pemerintah harus benar-benar mendukung

peningkatan kualitas guru. Lembaga pendidikan guru juga harus bertanggung jawab

untuk menghasilkan guru yang sesuai dengan harapan masyarakat”.

Fenomena lemahnya kompetensi guru dimaksud di atas juga terdapat di

madrasah pada banyak mata pelajaran, diantaranya adalah mata pelajaran Sejarah

Kebudayaan Islam. Mata pelajaran sejaran yang penuh dengan cerita dan pengenalan

fakta-fakta semakin tidak diminati siswa seiring dengan gaya mengajar guru yang

monoton dan konvensonal.

Hasil diskusi dengan Nawawi, S.Pd.I. (Pengawas Pendidikan) dan Sumraini,

S.Pd. (Kepala Madrasah) dapat dikemukakan bahwa proses belajar mengajar di kelas V

MIN Mataram juga berlangsung monoton dan konvensional.


3

Guru melakukan hal-hal yang tidak menarik dalam mengajar seperti ceramah,

mencatat, mendikte, melakukan tanya jawab di kelas. Mengajar dengan cara seperti ini

bukan saja tidak membuat anak aktif dalam belajar tetapi juga berdampak negatif

terhadap hasil belajarnya.

Berdasarkan hasil diskusi dan beberapa temuan di atas, peneliti (selaku guru

SKI di MIN Mataram) selanjutnya ingin memperbaiki keadaan dengan cara mengubah

cara mengajar dari pola lama ke pola baru yang dalam hal ini menggunakan metode

bermain peran. Memang tidak semua kompetensi dasar akan efektif menggunakan

metode bermain peran, tetapi menurut hemat peneliti dan diperkuat oleh pendapat guru-

guru lainnya untuk Standar Kompetensi Mengenal sejarah Khulafaur Rasyidin diduga

akan lebih jika menggunakan metode bermain peran.

Dari uraian di atas menarik kiranya untuk diteliti lebih mendalam dengan

menggunakan penelitian tindakan kelas mengenai peningkatan hasil belajar siswa dalam

mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan menggunakan metode bermain peran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas dapat

dirumuskan masalah penelitian yaitu: Apakah dengan menggunakan metode bermain

peran dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran sejarah

kebudayaan islam di kelas V MIN Mataram Musirawas?

C. Cara Pemecahan Masalah

Cara pemecahan masalah yang akan digunakan dalam Penelitian Tindakan

Kelas ini yaitu metode bermain peran. Dengan metode ini diharapkan aktivitas dan hasil

belajar siswa dalam pembelajaran SKI di Kelas 5 meningkat.


4

D. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan adalah suatu dugaan yang bakal terjadi jika suatu tindakan

dilakukan. Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

”Dengan diterapkan metode bermain peran dapat meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar siswa dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Kelas 5 MIN

Mataram”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan:

1. Guru dapat meningkatkan strategi dan kualitas pembelajaran Sejarah

Kebudayaan Islam di kelas 5 ;

2. Siswa merasa dirinya mendapatkan perhatian dan kesempatan untuk

menyampaikan pendapat, ide, gagasan, dan pertanyaan ;

3. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok serta mampu

mempertanggung jawabkan segala tugas individu maupun kelompok.

F. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian pasti ada manfaatnya, adapun manfaat dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Proses belajar mengajar Sejarah Kebudayaan Islam di kelas 5 menjadi

menarik dan menyenangkan.

2. Ditemukan strategi pembelajaran yang tepat (tidak konvensional), tetapi

bersifat variatif.
5

3. Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas mandiri maupun kelompok

meningkat.

4. Keberanian siswa mengungkapkan ide, pendapat, pertanyaan, dan saran

meningkat

5. Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di

kelas 5 meningkat.
6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

1. Makna Belajar

Belajar tidak akan pernah lepas dari manusia karena pada hakikatnya belajar

dilakukan manusia sepanjanghayatnya atau sekurang-kurangnya dia terus belajar

walaupun sudah lulus sekolah. Di era globalisasi dewasa ini yang mana situasi

lingkungan terus berubah seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi kearah yang lebih modern, belajar menjadi suatu kebutuhan yang

penting.

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai

tindakan, maka belajar hanya dialami, dilakukan dan dihayati oleh siswa itu sendiri,

dimana siswa adalah penentu terjadi atau tidaknya proses belajar, proses belajar

terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan baik itu berupa

keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang

dijadikan bahan belajar (Dimyati & Mudjiono,1997:7).

Pada abad sekarang ini banyak teori-teori belajar yang dikemukakan oleh

para ahli, berikut ini akan dikemukakan beberapa teori belajar, pengertian belajar

menurut pandangan teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku

sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon, seorang siswa

dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya

(Budiningsih, 2005:20). Teori kognitif mendefinisikan belajar sebagai perubahan


7

persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang

tampak sehingga dapat diasumsikan bahwa proses belajar akan belajar dengan baik

jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang

telah dimiliki seseorang (Budiningsih, 2005:51).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan ciri-ciri kegiatan

belajar adalah:

1. Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu

pembelajar

2. Perubahan itu tidak harus segera nampak setelah proses belajar tetapi dapat

tampak pada kesempatan yang akan datang

3. Perubahan itu pada intinya adalah didapatkannya kecakapan baru

4. Perubahan itu terjadi karena usaha dengan sengaja

Sedangkan pembelajaran menurut Gagne (dalam Saputra, dkk, 2003:31)

pembelajaran adalah ”seperangkat peristiwa yang diciptakan dan dirancang untuk

mendorong, menggiatkan, dan mendukung belajar siswa.”

2. Makna Pembelajaran

Menurut Gagne sebagaimana yang dikemukan oleh Margaret E. Bell Gredler

(1991: 207) bahwa istilah pembelajaran dapat diartikan sebagai seperangkat acara

peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar yang

sifatnya internal”. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran merupakan

proses yang sengaja direncanakan dan dirancang sedemikian rupa dalam rangka

memeberikan bantuan bagi terjadinya proses belajar.


8

Pendapat yang semakna dengan definisi di atas dikemukakan oleh J. Drost

(1999: 2) yang menyatakan bahwa “pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan

untuk menjadikan orang lain belajar”. Sedangkan Mulkan (1993: 113) memahami

pembelajarn sebagai suatu aktifitas guna menciptakan kreaktivitas siswa. Dari

pendapat ini dapt dikemukakan bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan

yang diusahakan dengan tujuan agar orang (misalnya guru, siswa) dapat melakuakn

aktifitas belajar.

Dengan demikian pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu peristiwa atau

situasi yang sengaja dirancang dalam rangka membantu dan mempermudah proses

belajar dengan harapan dapat membangun kreativitas siswa.

Untuk lebih jelas lagi masalah pembelajaran ada beberapa langkah-langkah

pembelajaran yaitu:

Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori kondisioning operan,

menurut Mudjiono (1994: 12) adalah sebagai berikut:

a. Mempelajari keadaan kelas, guru mencari dan menemukan

perilaku siswa yang positif atau negatif. Perilaku positif akan diperbuat dan

perilaku negatif diperlemah atau dikurangi

b. Membuat daftar penguat positif, guru mencari perilaku yang

lebih disukai oleh siswa, peri laku yang kena hukuman, dan kegaiatn luar sekolah

yang dapat dijadikan penguat

c. Memilih dan menentukan urutan tingkah laku yang dipelajari

serta jenis penguatnya.


9

d. Membuat program pembelajaran. Program pembelajaran ini

berisi urutan perilaku yang dikehendaki penguatan, waktu mempelajari perilaku

dan evaluasi

Menurut Piaget, langkah-langkah pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri

b. Menilai dan mengembangkan aktivitas kelas

c. Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan

pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah

d. Menilai pelaksanaan kegiatan memperhatiakn keberhasilan dan

melakukan revisi

Rogers (dalam, Mudjiono, 1994: 17) mengemukakan saran tentang langkah-

langkah pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru yaitu:

a. Guru memberikan kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih

belajar secara terstruktur

b. Guru dan siswa membuat kontrak belajar

c. Guru menggunakan metode inkuiri atau belajar menemukan

d. Guru menggunakan metode simulasi

e. Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu

menghayati perasaan dan berpartisipasi dengan kelompok lain

f. Guru bertindak sebagai fasilitator belajar

g. Sebaliknya guru menggunakan progaram agar terciptanya peluan

bagi siswa untuk tumbuhnya kreativitas.


10

Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa guru harus dapat

menguasai kelas atau ruangan dan guru harus dapat memahami kaeadaan psikologi

anak didik, guru mengerti apa yang diinginkan oleh siswa, guru hendakanya dapat

membedakan tingkah laku antara anak dengan anak yang lainnya.seorang guru harus

dapat membina anak untuk belajar berkelompok agar anak dapat berinteraksi antara

anak dengan anak yang lainnya.

B. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

1. Dasar Pemikiran

Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang

bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi

kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan

setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik

pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan

membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi

pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi

spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan,

serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif

kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada


11

optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya

mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama

diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa

kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan

manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis

dan produktif, baik personal maupun sosial. Tuntutan visi ini mendorong

dikembangkannya standar kompetesi sesuai dengan jenjang persekolahan yang

secara nasional ditandai dengan ciri-ciri:

a. lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secata utuh selain penguasaaan

materi;

b. mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang

tersedia;

c. memberiklan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk

mengembangkan strategi dan program pembelajaran seauai dengan kebutuhan

dan ketersedian sumber daya pendidikan.

Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu

berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun

peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban

bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam

menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan

masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.


12

Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran sesuai

dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian seluruh kompetensi

dasar perilaku terpuji dapat dilakukan tidak beraturan. Peran semua unsur sekolah,

orang tua siswa dan masyarakat sangat penting dalam mendukung keberhasilan

pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam.

2. Tujuan

Pendidikan Agama Islam di SD/MI bertujuan untuk:

a. menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan

pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta

pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia

muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;

b. mewujudkan manuasia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu

manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,

berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan

sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.

3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi aspek-aspek sebagai

berikut.

a. Al-Qur’an dan Hadits

b. Aqidah

c. Akhlak

d. Fiqih

e. Tarikh dan Kebudayaan Islam


13

Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan

keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan

sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia

dengan alam sekitarnya.

4. SK dan KD SKI Kelas VI Semester 1 Mata Pelajaran SKI

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


Mengenal sejarah 1. Menjelaskan arti dan tugas
Khulafaur Rasyidin Khulafaur Rasyidin
Mengenal sejarah 1. Menceritakan silsilah dan
Khalifah Abu Bakar as- kepribadian Abu Bakar as-Siddiq serta
Siddiq perjuangannya dalam dakwah Islam
2. Menunjukkan contoh-contoh
nilai positif dari Khalifah Abu Bakar as-
Siddiq
3. Meneladani nilai-nilai positif
dari kekhalifahan Abu Bakar as-Siddiq
Mengenal sejarah 1. Menceritakan silsilah dan
Khalifah Umar bin kepribadian Khalifah Umar bin Khattab
Khattab serta perjuangannya dalam dakwah Islam
2. Menunjukkan contoh-contoh
nilai-nilai positif dari Khalifah Umar bin
3. Khattab
4. Meneladani nilai-nilai positif
dari kekhalifahan Umar bin Khattab
Mengenal sejarah 1. Menceritakan silsilah dan
Khalifah Usman bin kepribadian Usman bin Affan serta
Affan perjuangannya dalam dakwah Islam
14

2. Menunjukkan contoh-contoh
nilai positif dari Khalifah Usman bin Affan
3. Meneladani nilai-nilai positif
dari kekhalifahan Usman bin Affan
Mengenal sejarah 1. Menceritakan silsilah,
Khalifah Ali bin Abi kepribadian, dan perjuangan Khalifah Ali
Talib bin Abi Talib
2. Menunjukkan contoh-contoh
nilai-nilai positif dari kekhalifahan Ali
binAbi Talib
3. Meneladani nilai-nilai positif
dari kekhalifahan Ali bin Abi Talib

C. Metode Bermain Peran

Metode bermain peran ialah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui

pengembangan dan penghayatan anak didik. Pengembangan imajinasi dan

penghayatan dilakukan oleh anak didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup

atau benda mati. Dengan kegiatan memerankan ini akan membuat anak didik lebih

mencapai perolehannya (Syaiful Bahri Djamarah, 2000:199).

Melalui metode ini dapat dikembangkan keterampilan mengamati, menarik

kesimpulan, menerapkan, dan mengkomunikasikan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan metode bermain

peran, yaitu:

b. Penentuan topik

c. Penentuan anggota pemeran.


15

d. Pembuatan lembar kerja (kalau perlu)

e. Latihan singkat dialog (kalau diperlukan)

f. Pelaksanaan bermain peran.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di MIN Mataram Musi Rawas untuk

mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tahun ajaran baru 2009/2010, yaitu bulan

Nopember sampai dengan Desember 2009. Penentuan waktu penelitian mengacu

pada kalender akademik madrasah, karena Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

memerlukan beberapa siklus yang membutuhkan proses belajar mengajar yang

efektif di kelas.

3. Siklus Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk

melihat peningkatan hasil belajar dalam mengikuti mata pelajaran Sejarah

Kebudayaan Islam melalui metode bermain peran.


16

B. Persiapan PTK

Sebelum PTK dilaksanakan dibuat berbagai input instrumental yang akan

digunakan untuk memberi perlakuan dalam PTK, yaitu RPP yang akan dijadikan

PTK, yaitu: Menjelaskan arti dan tugas Khulafaur Rasyidin, Menceritakan silsilah

dan kepribadian Abu Bakar as-Siddiq serta perjuangannya dalam dakwah Islam,

Menceritakan silsilah dan kepribadian Abu Bakar as-Siddiq serta perjuangannya

dalam dakwah Islam, Menunjukkan contoh-contoh nilai positif dari Khalifah Abu

Bakar as-Siddiq, Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan Abu Bakar as-

Siddiq.

Selain itu juga akan dibuat perangkat penelitian berupa: lembar

pengamatan/observasi dan lembar evaluasi. Dalam persiapan juga akan disusun

daftar nama kelompok bermain peran yang dibuat secara heterogen.

C. Subjek Penelitian

Dalam Penelitian Tindakanh Kelas ini yang menjadi subyek penelitian

adalah siswa kelas V yang terdiri dari 20 siswa dengan komposisi perempuan 12

siswa dan laki-laki 10 orang siswa.

D. Sumber Data

1. Siswa

Melalui siswa peneliti ingin mendapatkan data tentang hasil belajar dalam proses

belajar mengajar.

2. Guru

Melalui guru peneliti ingin melihat tingkat keberhasilan implementasi

pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran dan hasil belajar.


17

3. Teman Sejawat dan Kolaborator

Teman sejawat dan kolaborator dimaksudkan sebagai sumber data untuk melihat

implementasi PTK secara komprehensif, baik dari sisi siswa maupun guru.

E. Teknik dan Alat Pengumpul Data

1. Teknik Pengumpulan Data:

a. Tes

b. Observasi

c. Wawancara

d. Kuesioner atau angket

2. Alat Pengumpulan Data

a. Tes: menggunakan butir soal/instrumen soal untuk mengukur

hasil belajar siswa ;

b. Observasi: menggunakan lembar observasi

c. Wawancara: menggunakan panduan atau pedoman wawancara

untuk mengetahui pendapat atau sikap siswa dan teman sejawat tentang

pembelajaran secara terbuka ;

F. Indikator Kinerja

1. Siswa

a. Tes: rata-rata nilai ulangan harian


18

b. Observasi: keaktifan siswa dalam proses belajar

mengajar.

2. Guru

a. Dokumentasi: kehadiran siswa

b. Observasi: hasil observasi

G. Analisis Data

Data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan observasi dari pelaksanaan

siklus PTK dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk

melihat kecenderungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran.

Hasil belajar: dengan menganalisis nilai rata-rata ulangan harian.

Kemudian dikategorikan dalam klasifikasi tinggi, sedang dan rendah.

Implementasi tindakan dalam pembelajaran: dengan menganalisis tingkat

keberhasilannya, kemudian dikategorikan dalam klasifikasi berhasil, kurang berhasil

dan tidak berhasil.

H. Prosedur Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka

penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart

(dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang

berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation

(pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah

perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk

pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi

permasalahan. Berikut rinciannya:


19

SIKLUS 1

Ada empat kegiatan yaitu:

1. Perencanaan

a. Tim peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui

kompetensi dasar yang akan disampaikan dalam pembelajaran

b. Membuat rencana pembelajaran dengan mengacu pada tindakan

(treatment) yang diterapkan dalam PTK

c. Membuat lembar kerja siswa

d. Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK

e. Menyusun alat evaluasi pembelajaran

2. Pelaksanaan

Deskripsi tindakan yang akan dilakukan, skenario kerja tindakan perbaikan yang

akan dikerjakan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.

a. Membagi siswa dalam lima kelompok.

b. Menyajikan materi pelajaran

c. Diberikan materi/tema bermain peran.

d. Dalam diskusi kelompok, guru mengarahkan kelompok.

e. Kelompok bermain memerankan materinya sesuai dengan metode bermain

peran

f. Guru memberikan kuis atau pertanyaan.

g. Siswa diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan

h. Penguatan dan kesimpulan secara bersama-sama.

3. Melakukan pengamatan atau observasi.


20

Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan terhadap : 1, Situasi kegiatan belajar

mengajar guru dan siswa, 2. Keaktifan siswa, 3. Kemampuan siswa dalam

kelompok peran.

4. Refleksi

Penelitian tindakan kelas ini berhasil apabila :

– Sebagian besar (75 % dari siswa) berani dan mampu bermain peran

sesuai dengan skenario yang sudah ditentukan.

– Sebagian besar (70 % dari siswa) berani menanggapi dan mengomentari

peran yang sudah ditampilkan teman-temannya.

– Sebagian besar (70 % dari siswa) berani dan mampu untuk bertanya

tentang materi bermain peran pada hari itu.

– Lebih dari 80 % anggota kelompok aktif dalam mengerjakan tugas

kelompoknya.

– Penyelesaian tugas kelompok sesuai dengan waktu yang disediakan.

Siklus 2

1. Perencanaan (Perbaikan Rencana 1)

Tim peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada

siklus pertama

2. Pelaksanaan

Guru melaksanakan pembelajaran dengan metode bermain peran berdasarkan

rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus pertama.

3. Pengamatan
21

Tim Peneliti (guru dan kolaborator) melakukan pengamatan terhadap aktivitas

pembelajaran dengan metode bermain peran.

4. Refleksi

Tim peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan

menyusun rencana (replaning) untuk siklus ketiga

Siklus 3

1. Perencanaan (perbaikan rencana 2)

Tim peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada

siklus kedua

2. Pelaksanaan

Guru melaksanakan pembelajaran dengan metode bermain peran berdasarkan

rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus kedua.

3. Pengamatan

Tim Peneliti (guru dan kolaborator) melakukan pengamatan terhadap aktivitas

pembelajaran dengan metode bermain peran Putar


an 1
4. Refleksi

Tim peneliti melakukan


Refleksi refleksi terhadap
Rencanapelaksanaan siklus ketiga dan
awal/rancanga
Putar
menganalisis untuk serta membuat kesimpulan n atas pelaksanaan pembelajaran
an 2
Tindakan/
kooperatif tipe Jigsaw dalam peningkatan aktivitas dan hasil belajar sisiwa dalam
Observasi
pembelajaran PPKN Rencana yang
Refleksi direvisi
Putarpada gambar
Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat
an 3
Tindakan/
berikut: Observasi

Rencana yang
Refleksi direvisi

Tindakan/
Observasi
22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Hasil Pengolahan Data

1. Data hasil observasi

Observasi dalam penelitian tindakan kelas ini diarahkan pada aktifitas

belajar siswa. Untuk itu sudah disiapkan lembar observasi yang menjadi

tanggung jawab kolaborator sebagai pengamat yang mencatat, merekam semua

yang terjadi di kelas ketika pembelejaran berlangsung.

Aktivitas belajar disini kemudian dibagi ke dalam tiga bagian yaitu

terlibat aktif, terlibat pasif dan tidak terlibat.


23

Terlibat aktif, artinya siswa mengikuti pembelajaran dengan sungguh-

sungguh, aktif bertanya dan menjawab pertanyaan dengan benar tentang materi

pelajaran. Terlibat pasif, artinya siswa tidak sungguh-sungguh dalam

pembelajaran. Tidak aktif bertanya dan menjawab pertanyaan seadanya. Tidak

terlibat, artinya siswa duduk diam saja tidak mau bertanya maupun menjawab

pertanyaan.

Berdasarkan hasil observasi pengamat terhadap keterlibatan siswa

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran mata pelajaran mulok bahasa inggris di

kelas V MIN Mataram sebagai berikut:

Tabel 1

Aktifitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran

Siklus 1

No. Aktifitas Siswa f %


1 Terlibat aktif 1 4,55
2 Terlibat pasif 8 36,36
3 Tidak terlibat 13 59,09
Jumlah 22 100

Berdasarkan data table 1 di atas dapat dikemukakan bahwa ketika

pembelajaran mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam diberikan pada siklus 1

ternyata hanya 1 orang siswa atau 4,55% yang terlibat aktif. Kemudian ada 8
24

orang siswa atau 36,36% yang terlibat pasif kemudian ada 13 orang siswa atau

59,09% yang tidak terlibat.

Tabel 2

Aktifitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran

Siklus 2

No. Aktifitas Siswa f %


1 Terlibat aktif 8 36,36
2 Terlibat pasif 10 45,45
3 Tidak terlibat 4 18,18
Jumlah 22 100

Berdasarkan data table 2 di atas dapat dikemukakan bahwa pada ketika

pembelajaran mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam diberikan pada siklus 2

ternyata ada 8 orang siswa atau 36,36% yang terlibat aktif. Kemudian ada 10

orang siswa atau 45,45% yang terlibat pasif kemudian ada 4 orang siswa atau

18,18% yang tidak terlibat.

Tabel 3

Aktifitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran

Siklus 3

No. Aktifitas Siswa f %


1 Terlibat aktif 18 81,82
2 Terlibat pasif 4 18,18
3 Tidak terlibat 0 0
Jumlah 22 100
25

Berdasarkan data table 3 di atas dapat dikemukakan bahwa pada ketika

pembelajaran mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam diberikan pada siklus 3

ternyata ada 18 orang siswa atau 81,82% yang terlibat aktif. Kemudian ada 4

orang siswa atau 18,18% yang terlibat pasif kemudian tidak ada siswa yang tidak

terlibat.

Tabel 4

Perbandingan Persentase Aktivitas Belajar Siswa Tiga Siklus

No. Aktifitas Siswa Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3


1 Terlibat aktif 4,55% 36,36% 81,82%

2 Terlibat pasif 36,36% 45,45% 18,18%

3 Tidak terlibat 59,09% 18,18% 0

Jumlah 100% 100% 100%

Berdasarkan tabel 4 di atas dapat dikemukakan bahwa jumlah siswa dan

persentase siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

pada Siklus 1, Siklus 2 dan Siklus 3 menunjukkan adanya peningkatan atau

kenaikan. Pada Siklus 1 pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam siswa yang terlibat

aktif hanya 4,55%%, kemudian naik menjadi 36,36%% dan pada siklus selanjutnya

naik lagi menjadi 81,82%. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa aktifitas belajar atau

keterlibatan siswa kelas V di Madrasah Ibtida’iyah Negeri (MIN) Mataram Musi

Rawas dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan menggunakan

metode bermain peran mengalami peningkatan.


26

Untuk lebih jelasnya peningkatan aktivitas belajar siswa dalam tiga siklus

dapat dilihat dalam grafik berikut ini.

Grafik 1

Peningkatan Aktivitas Belajar Dalam Tiga Siklus

Terlibat aktif

90,00% 81,82%
80,00%
70,00%
60,00%
50,00%
36,36% Terlibat aktif
40,00%
30,00%
20,00%
10,00% 4,55%
0,00%
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3

2. Data Hasil Tes

Sedangkan hasil perbaikan pembelajaran pembelajaran mulok bahasa

inggris di kelas 5 yang dilaksanakan melalui 3 siklus diperoleh hasil analisis ulangan

harian sebagai berikut:

Tabel 5

Hasil Ulangan Harian Dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

No Intem Siklus 1 Siklus II Siklus III


27

1 Jumlah siswa 22 22 22
2 Banyak siswa yang telah tuntas 14 19 20
3 Presentase siswa yang tuntas 63,6% 86,4% 90,9%
4 Rata-rata % nilai ulangan harian 61,8% 81,8% 86,3%
siswa

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dikemukakan bahwa jumlah siswa dan persentase

siswa yang tuntas dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sebelum perbaikan

pembelajaran dan setelah perbaikan menunjukkan adanya peningkatan atau kenaikan.

Sebelum perbaikan pembelajaran siswa yang tuntas hanya 63%, kemudian naik menjadi

86,4% dan pada siklus selanjutnya naik lagi menjadi 90,9%. Hal ini dapat

diinterpretasikan bahwa hasil belajar siswa kelas V di Madrasah Ibtida’iyah Negeri

(MIN) Mataram Musi Rawas dalam kompetensi dasar: 1. Mengenal sejarah Khulafaur

Rasyidin, 2. Mengenal sejarah Khalifah Abu Bakar as-Siddiq, 3. Mengenal sejarah

Khalifah Umar bin Khattab, 4. Mengenal sejarah Khalifah Usman bin Affan, 5.

Mengenal sejarah Khalifah Ali bin Abi Talib

Dilihat dari rata-rata nilai ulangan harian juga mengalami peningkatan

dimana sebelum perbaikan 61,8% kemudian naik menjadi 81,8% dan naik lagi

menjadi 86,3%.

Jika dilihat dari data tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa

meningkatnya rata-rata nilai ulangan harian siswa dan prosentase ketuntasan siswa

dalam belajar, menunjukkan korelasi positif dengan prosentase ketuntasan siswa

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Untuk meningkatkan motivasi siswa dalam


28

kegiatan pembelajaran merupakan salah satu hal yang harus dilakukan guru dengan

melakukan berbagai strategi, metode serta penggunaan media pembelajaran yang

efektif.

Untuk lebih jelasnya peningkatan hasil belajar siswa dalam tiga siklus dapat

dilihat dalam grafik berikut ini.

Grafik 2

Ketuntasan Hasil Belajar Dalam Tiga Siklus

Hasil Belajar

100 90,9
86,4
90
80
70 63,6
60
50 Hasil Belajar
40
30
20
10
0
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil tes dan observasi oleh pengamat baik pada siklus I, II dan III

untuk mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, guru kemudian melakukan refleksi

untuk mengetahui sejauh mana hasil dari penelitian yang telah dilakukan.

Berdasarkan temuan di lapangan dan proses refleksi diri diketahui bahwa guru

dalam menyampaikan materi di kelas kebanyakan menggunakan metode konvensional

yaitu metode ceramah dan tanya jawab, murid bersifat pasif dan hanya menjadi objek
29

yang selalu dijejali dengan penjelasan konsep tanpa proses dari dalam diri siswa itu

sendiri. Siswa menjadi bosan dan kurang termotivasi dalam belajar sehingga pada saat

guru menyampaikan materi mereka sering bicara sendiri dengan kawannya dan bahkan

perhatiannya sering beralih ke hal-hal lain di luar pelajaran.

Keadaan ini ditemui dengan kurang tersedianya buku sumber dan bahan ajar di

sekolah terutama untuk mata pelajaran mulok bahasa inggris, kalaupun ada jumlahnya

sangat terbatas dan hanya cukup ntuk guru dan beberapa orang siswa saja. Jika dilihat

dari segi isi dan penyajiannya pun kadang mata pelajaran mulok bahasa inggris ini

mengakibatkan siswa menjadi kurang siap dalam melakukan dan mengikuti proses

pembelajaran. Jadi dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak tepatnya strategi

pembelajaran yang diambil guru dalam menyampaikan materi ke siswa dan kurang

tersedianya bahan ajar dan sumber belajar yang sesuai dengan karakteristik siswa secara

tidak langsung merupakan penyebab rendahnya nilai ulangan harian siswa terutama

untuk mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.

Seiring dengan pembahasan di atas berdasarkan data hasil analisis ulangan

harian siswa dan banyaknya siklus perbaikan yang dilakukan dalam kegiatan,

pembelajaran, serta meningkatnya rata-rata nilai ulangan harian siswa dan presentase

ketuntasan siswa dalam belajar, menunjukkan korelasi dengan presentase keterlibatan

aktif siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Nilai rata-rata ulangan harian dan presentase ketuntasan siswa dalam belajar

merupakan suatu dampak atau akibat dari meningkatnya presentase keterlibatan anak

dalam pembelajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keterlibatan bahwa

keterlibatan anak dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu kunci penting yang
30

harus diperhatikan guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Mengapa demikian,

karena keterlibatan anak dalam mengerjakan sesuatu mencerminkan motivasinya,

sedangkan motivasi akan mempengaruhi besar kecilnya usaha untuk mencapai hasil

yang diinginkan.

Peningkatan nilai anak juga sangat dipengaruhi oleh frekuensi atau banyaknya

tindakan perbaikan yang dilakukan. Semakin banyak tindakan perbaikan yang

dilakukan, nilai rata-rata ulangan harian siswa semakin meningkat. Bagi guru, hal ini

memberi pengertian bahwa semakin terbiasa atau sering diberi tugas secara teratur dan

sistematis untuk dipecahkan sendiri melalui metode inquiri, maka daya serap siswa

semakin meningkat dan prestasinya semakin mantap. Jadi dengan demikian, penggunaan

media serta pemberian soal-soal dalam kegiatan pembelajaran perlu dilakukan secara

kontinyu supaya kegiatan pembelajaran lebih menarik perhatian siswa dan nilai siswa

menjadi lebih mantap.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan melalui penelitian

tindakan kelas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :


31

1. Aktivitas dan Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran

Sejarah Kebudayaan Islam dapat meningkat secara simultan melalui pembelajaran

yang menggunakan metode bermain peran.

2. Penggunaan metode bermain peran dalam kegiatan

pembelajaran terbukti mampu menarik perhatian dan kreativitas siswa sehingga

kreativitas siswa dalam mengikuti pembelajaran tidak membosankan.

3. Semakin besar presentase keterlibatan aktif anak dalam

kegiatan pembelajaran maka nilai rata-rata ulangan harian siswa semakin meningkat

serta presentase ketuntasan siswa dalam belajar juga meningkat.

B. Saran dan Tindak Lanjut

1. Guru harus mampu menggunakan model pembelajaran

yang sesuai dengan materi pembelajaran yang diberikan.

2. Berdasarkan pengalaman melaksanakan pelatihan

pembelajaran melalui PTK, kiranya perlu ada kelompok kerja diantara guru untuk

selalu bertukar pikiran dan pengalaman berkenaan dengan masalah dan tugas

mengajar sehari-hari.

3. Guru harus dapat menjaga dan membina keterlibatan aktif siswa dalam kegiatan

pembelajaran agar daya serap anak terhadap materi yang diberikan guru menjadi

lebih mantap.

4. Guru harus menguasai berbagai kemampuan. Salah satu kemampuan yang harus

dikuasai adalah mengembangkan diri secara profesional. Guru tidak hanya

dituntut menguasai materi ajaran atau mampu menyajikannya secara tepat, tetapi
32

juga dituntut mampu melihat/menilai kerjanya secara tepat, tetapi juga dituntut

mampu melihat/menilai kinerjanya sendiri. Kemampuan ini berkaitan dengan

penelitian, yang dalam konteks ini ruang lingkupnya berada seputar kelas, yaitu

penelitian dikelas sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.

Joyce, Bruce dan Weil, Marsh. 1972. Models of Teaching Model. Boston: A Liyn dan
Bacon.
33

Laksono, Kisyani, 2008, Penelitian Tindakan Kelas Untuk Peningkatan Kualitas


Pembelajaran, Jurnal QUANTUM Vol. 3 No.1 Januari – April 2008.

Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press.

Marwanto, Buku Bingkai Sejarah Kebudayaan Islam 3 untuk Kelas V Madrasah


Ibtidaiyah, PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo

Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Panitia Pelatihan
Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press.
Universitas Negeri Surabaya.

Rahman, Nazarudin, 2009, Penelitian Tindakan Kelas, Hand-Out Workshop Penelitian


Tindakan kelas MDC Sumsel.

Rahman, Nazarudin, 2009, Manajemen Pembelajaran; Konsep, Karakteristik dan


Metodologi PAI di Sekolah Umum, Yogyakarta; Pustaka Felicha.

Soedjadi, dkk. 2000. Pedoman Penulisan dan Ujian Skripsi. Surabaya; Unesa
Universitas Press.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Usman, Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Ro...akarya.

Widoko. 2002. Metode Pembelajaran Konsep. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.


34

Anda mungkin juga menyukai