Anda di halaman 1dari 63

Wanaraksa Vol. 8 No.

2 September 2014

PROSPEK KONTRIBUSI HUTAN RAKYAT TERHADAP


PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN KUNINGAN
(Studi Kasus di Kawasan Hutan Rakyat Bekas Lahan Kritis Desa Karangsari Kecamatan
Darma Kabupaten Kuningan)

Nina Herlina, Ika Karyaningsih, Muhammad Agus Rianto

Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan


Jl. Cut Nyak Dhien 36 A, Kuningan, Jawa Barat

ABSTRAK

Dalam rangka otonomi daerah, sesuai dengan UU RI No. 22 tahun 1999 dimana
daerah diberi kewenangan untuk menggali sumber keuangannya sendiri, hutan rakyat
dapat dijadikan sebagai salah satu sumber untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD), menyingkapi perihal tersebut penelitian ini memberikan informasi bagi pemerintah
dalam menentukan kebijakan pengusahaan hutan rakyat di wilayah Kabupaten Kuningan
khususnya di Desa Karangsari dan menganalisis kelayakan usaha serta produktifitas secara
kualitatif dan kuantitatif kepada masyarakat sebagai bahan pertimbangan komoditas usaha
hutan rakyat di masa yang akan datang. Penelitian yang dilaksanakan merupakan jenis
penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity, and Threat).Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan
analisis kelayakan pada aspek perbandingan antara biaya dan pendapatan masyarakat dari
hasil hutan rakyat cukup tinggi. Oleh sebab itu usaha hutan rakyat sangat layak untuk
masyarakat.

Kata Kunci : Prospek Kontribusi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Hutan Rakyat,
Karangsari, Kuningan

I. PENDAHULUAN kehutanan/tanaman berkayu di lahan


miliknya yang biasa disebut hutan rakyat.
Departemen Kehutanan (1996) hutan Hasil dari kegiatan pembentukan
rakyat merupakan hutan buatan, melalui hutan rakyat ini beragam dari bentuknya,
penanaman tanaman tahunan (tanaman ada hutan rakyat murni, hutan rakyat
keras) di lahan milik baik secara campuran danhutan rakyat agroforestry.
perseorangan, marga maupun kelompok. Hasil dari hutan rakyat tersebut dapat
Kebutuhan kayu yang semakin digunakan untuk menunjang tingkat
meningkat tidak dapat dipenuhi oleh pendapatan rumah tangga pemiliknya
produksi hutan alam seiring menipisnya sekaligus mendorong pertumbuhan
persediaan kayu di hutan alam. Hal ekonomi daerah (Guruh, 2008).
tersebut mendorong masyarakat untuk Dalam rangka otonomi daerah,
menanam pohon-pohon sesuai dengan UU RI No. 22 tahun 1999

1
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

dimana daerah diberi kewenangan untuk ketelitian sebesar 10% (0,1) (Sevila et al.
menggali sumber keuangannya sendiri, 1993 dalam Singarimbun, 1987).
hutan rakyat dapat dijadikan sebagai Sehingga diketahui luas kawasan
salah satu sumber untuk meningkatkan maksimal yang akan diamati sebesar 7
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ha, disesuaikan dengan luas kepemilikan
Secara institusi tidak ada Peraturan lahan responden.
Pemerintah (PP), Peraturan Daerah Penentuan jumlah responden
ataupun Surat Keputusan Bupati yang didapat dari jumlah populasi petani yang
mengatur besarnya retribusi terhadap hutan merupakan pemilik sekaligus penggarap
rakyat. Belum adanya pedoman sebagai sejumlah 300 orang.
dasar perhitungan retribusi terhadap kayu
rakyat di Kabupaten Kuningan
mengakibatkan pemasukan terhadap PAD
berkurang dan data yang diperoleh menjadi
tidak akurat. Oleh sebab itu maka perlu
dilakukan penelitian mengenai ―Prospek
Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Dimana:
Kuningan‖ n = Ukuran Sampel
N = Ukuran Populasi Responden
II. METODOLOGI e = Nilai Kritis atau Batas
Ketelitian
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di
Hutan Rakyat Desa Karangsari B. Metode Analisis Data
Kecamatan Darma Kabupaten Kuningan.
Penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) 1. Gambaran dan Karakteristik
bulan pada tahun 2014. Masyarakat
Data yang diperoleh dari hasil
B. Bahan dan Alat wawancara dan observasi kemudian
Bahan dan alat yang digunakan di analisis secara deskriptif dalam
dalam penelitian ini yaitu peta areal bentuk tabulasi dan gambar untuk
penelitian, pedoman wawancara, alat mendapatkan gambaran mengenai
karakteristik masyarakat penggarap
tulis menulis, kamera foto (digital),
hutan rakyat
komputer dan printer, recorder dan
literatur.. 2. Analisis Pendapatan
a. Volume Kayu Per Pohon.
C. Metode Penelitian

1. Metode Pengambilan Sampel


Kawasan hutan rakyat di Desa
Karang Sari Kecamatan Darma seluas 70 Keterangan :
Ha. Berdasarkan luasan tersebut diambil Vp = Volume kayu rata-rata yang
sampel dengan nilai kritis e atau batas dijual oleh masyarakat.

2
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

d = Rata-rata diameter kayu 3. Analisis Potensi Hutan Rakyat


yang dijual.
t = Rata-rata tinggi bebas
cabang

b. Volume Total Pohon. Keterangan :


Ni = Jumlah batang pohon yang
harus ditanam atau dipanen pada
setiap periode (ph)
Keterangan: No = Jumlah pohon /Ha dari
Tvp = Total volume rata-rata rata-rata kerapatan setiap petani.
kayu yang dijual. L = Luas lahan petani (m2)
Np = Jumlah pohon yang D = Daur unsur batang
dijual. t = Periode tanam atau tebang.

c. Analisis Pendapatan III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengusahaan Lahan
Pb = (Tvp X P) – Tc Besarnya luas pengusahaan lahan
hutan rakyat di Desa Karangsari
Keterangan: Kecamatan Darma dalam penelitian ini
Pb = Pendapatan Bersih seluruhnya adalah sebesar 21,18 Ha yang
P = Harga kayu per m3 rata-rata setiap petani hutan rakyat
Tc = Total Cost (Biaya) menggarap lahan sebesar 0,28 Ha.
Adapun luas pengusahaan lahan hutan
rakyat tersebut lebih jelas dapat dilihat
pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Luas Pengusahaan Lahan Hutan Rakyat


No. Luas Pengusahaan Lahan Jumlah Persentase
1. 0,14 s/d 0,28 Ha 54 72,00%
2. 0,29 s/d 0,43 Ha 13 17,33%
3. 0,44 s/d 0,58 Ha 4 5,33%
4. 0,59 s/d 0,73 Ha 4 5,33%
Jumlah 75 100%
Sumber: Analisis Data Angket 2014

3
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

B. Jenis Komoditas Hutan Rakyat (Pangium edule), Sengon


Jenis komoditas yang ditanam oleh (Paraserianthes falcataria), Pinus (Pinus
petani hutan rakyat di Desa Karangsari mercusii), Kihujan (Samanea saman),
Kecamatan Darma terdiri dari tanaman Mahoni (Swietenia mahagoni), Salam
keras yang diantaranya adalah jenis (Syzigyum polyanthum), Jati (Tectona
Akasia (Acacia mangium), Jenjing grandis) dan Suren (Toona sureni).
(Albizia falcataria), Nangka (Artocarpus Besarnya jumlah masing-masing jenis
heterophyllus), Jati Putih (Gmelina komoditas hutan rakyat tersebut lebih
arborea), Tisuk (Hibiscus jelas dapat dilihat pada tabel 2 berikut
macrophyllus), Manglid (Michelia ini.
velutina), Mindi (Melia azedarach),
Bintinu (Melochia umbellata), Picung

Tabel 2. Komoditas Hutan Rakyat


No. Nama Daerah Nama Ilmiah Jumlah
1. Akasia Acacia mangium 1
2. Jenjing Albizia falcataria 4
3. Nangka Artocarpus heterophyllus 4
4. Gmelina Gmelina arborea 1
5. Tisuk Hibiscus macrophyllus 262
6. Aprika Maesopsis emini 210
7. Manglid Michelia velutina 22
8. Mindi Melia azedarach 21
9. Bintinu Melochia umbellata 17
10. Picung Pangium edule 1
11. Sengon Paraserianthes falcataria 74
12. Pinus Pinus mercusii 34
13. Kihujan Samanea saman 6
14. Mahoni Swietenia mahagoni 77
15. Salam Syzigyum polyanthum 5
16. Jati Tectona grandis 11
17. Suren Toona sureni 140
Jumlah 890
Sumber: Survey Lapangan 2014

4
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

C. Potensi Hutan Rakyat mengetahui potensi kayu hutan rakyat


Berdasarkan seluruh jenis tersebut secara keseluruhan di Desa Karangsari
diketahui rata-rata diameter yaitu sebesar maka diukur pula volume total kayu
21,7 cm dan jumlah rata-rata tinggi hutan rakyat sebesar 1.939,08 m3. Seperti
sebesar 20,9 m. Berdasarkan data disajikan dalam tabel berikut ini.
tersebut diketahui rata-rata volume
seluruh jenis yaitu sebesar 0,7 m3. Untuk

Tabel 3. Komoditas Hutan Rakyat


Rata- Rata-rata Rata-rata Volume
Nama Rata Ø Tinggi Volume Total
No. Nama Ilmiah
Daerah
(Cm) (m) (m3) (m3)
1. Akasia Acacia mangium 36,94 7 0,75 0,75
2. Jenjing Albizia falcataria 24,28 9 0,42 1,67
3. Nangka Artocarpus heterophyllus 16,96 0,94 0,02 0,09
4. Gmelina Gmelina arborea 30,25 0,1 0,01 0,01
5. Tisuk Hibiscus macrophyllus 21,88 99,13 3,73 976,12
6. Aprika Maesopsis emini 19,46 95,48 2,84 596,05
7. Manglid Michelia velutina 17,74 7,16 0,18 3,89
8. Mindi Melia azedarach 23,58 6,91 0,30 6,34
9. Bintinu Melochia umbellata 20,6 7,77 0,26 4,40
10. Picung Pangium edule 13,37 0,6 0,01 0,01
11. Sengon Paraserianthes falcataria 18,74 27,32 0,75 55,73
12. Pinus Pinus mercusii 20,23 12,21 0,39 13,34
13. Kihujan Samanea saman 18,09 3,81 0,10 0,59
14. Mahoni Swietenia mahagoni 22,16 24,87 0,96 73,80
15. Salam Syzigyum polyanthum 26,49 1,43 0,08 0,40
16. Jati Tectona grandis 19,57 2,61 0,08 0,86
17. Suren Toona sureni 19,38 49,7 1,46 205,06
Jumlah Total 369,71 356,04 12,33 1.939,08
Rata-rata 21,7 20,9 0,7 114,06
Sumber: Survey Lapangan 2014

D. Potensi Ekonomi Kayu Hutan Karangsari memiliki produktifitas hutan


Rakyat secara ekonomi sebesar Rp
Harga jual yang digunakan di 1.557.661.500,. Besarnya potensi secara
asumsikan berdasarkan harga rata-rata ekonomi Hutan Rakyat Desa Karangsari
log kayu masing-masing jenis. Secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4
keseluruhan, Hutan Rakyat Desa berikut ini.

5
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Tabel 4. Nilai Potensi Ekonomi Kayu Hutan Rakyat Desa Karangsari


Nama Volume Harga
No. Nama Ilmiah rata-rata Jumlah (Rp)
Daerah Total
(Rp)/m3
1. Akasia Acacia mangium 0,75 1.250.000 937.500
2. Jenjing Albizia falcataria 1,67 750.000 1.252.500
3. Nangka Artocarpus heterophyllus 0,09 1.200.000 108.000
4. Gmelina Gmelina arborea 0,01 1.100.000 11.000
5. Tisuk Hibiscus macrophyllus 976,12 800.000 780.896.000
6. Aprika Maesopsis emini 596,05 700.000 417.235.000
7. Manglid Michelia velutina 3,89 900.000 3.501.000
8. Mindi Melia azedarach 6,34 600.000 3.804.000
9. Bintinu Melochia umbellata 4,40 1.350.000 5.940.000
10. Picung Pangium edule 0,01 1.200.000 12.000
11. Sengon Paraserianthes falcataria 55,73 750.000 41.797.500
12. Pinus Pinus mercusii 13,34 1.500.000 20.010.000
13. Kihujan Samanea saman 0,59 1.300.000 767.000
14. Mahoni Swietenia mahagoni 73,80 1.000.000 73.800.000
15. Salam Syzigyum polyanthum 0,40 950.000 380.000
16. Jati Tectona grandis 0,86 2.500.000 2.150.000
17. Suren Toona sureni 205,06 1.000.000 205.060.000
Jumlah (Rp) 1.557.661.500
Sumber: Analisis Data 2014

E. Analisis Biaya
Akumulasi jumlah biaya rata-rata Perawatan tanaman merupakan
yang dikeluarkan oleh petani hutan akumulasi antara perawatan tanaman
rakyat terdiri dari jumlah biaya bibit setiap periode dan antisipasi dari
tanaman, biaya angkut, pupuk, perawatan serangan hama.Untuk mengetahui lebih
tanaman, dan upah tebang saat panen. jelas mengenai biaya rata-rata yang harus
Biaya bibit tanaman merupakan dikeluarkan dapat dilihat pada tabel 5
perkalian antara jumlah bibit dengan berikut ini.
harga satuan bibit tersebut.

6
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Tabel 5 Distribusi Biaya Rata-rata Berdasarkan Luas Lahan

Luas Lahan
No. Keterangan 0,14 s/d 0,29 s/d 0,44 s/d 0,59 s/d
0,28 Ha 0,43 Ha 0,58 Ha 0,73 Ha
1. Biaya Bibit Tanaman 130.815 591.923 662.500 1.437.500
2. Biaya Angkut/Tenaga Kerja 248.519 349.615 311.250 297.500
3. Pupuk 175.000 357.308 506.250 797.500
4. Perawatan/hama 952.778 1.100.000 925.000 797.500
5. Upah Tebang 335.000 900.000 - 75.000
6. Total Biaya 1.842.112 3.298.846 2.405.000 3.405.000
Sumber: Analisis Data 2014

F. Analisis Pendapatan mengkalikan jumlah rata-rata batang


Analisis pendapatan dalam kayu yang dihasilkan dengan rata-rata
penelitian ini dilakukan dengan volume. Lebih jelas mengenai
menghitung jumlah produktifitas kayu pendapatan rata-rata dapat dilihat pada
yang dihasilkan dengan harga jual rata- tabel berikut ini.
rata. Produktifitas kayu dihitung dengan

Tabel 6. Distribusi Pendapatan Rata-Rata Berdasarkan Luas Lahan


Luas Lahan
No. Keterangan 0,14 s/d 0,29 s/d 0,44 s/d 0,59 s/d
0,28 Ha 0,43 Ha 0,58 Ha 0,73 Ha
1. Rata-rata Jumlah Panen 30 87 133 289
2. Rata-rata Diameter Batang 0,37 0,42 0,35 0,34
3. Rata-rata Tinggi Pohon 7,67 6,98 8,54 8,97
4. Rata-Rata Volume 0,82 0,97 0,82 0,81
5. Volume Total 24,73 84,09 109,22 235,24
6. Rata-rata Harga Jual/m3 500.000 450.000 480.000 400.000
7. Total Pendapatan Saat Panen 12.365.000 37.840.500 52.425.600 94.096.000
Sumber: Analisis Data 2014

G. Kesediaan Masyarakat Membayar membayar retribusi hasil kayu ketika


Retribusi hasil hutan rakyatnya tinggi. Sedangkan
Kesediaan masyarakat untuk pada kondisi lain atau ketika kayu hasil
membayar retribusi hasil kayu pada hutan rakyat rendah, sebagian besar
hutan rakyat Desa Karangsari masyarakat tidak bersedia.
dipengaruhi oleh tingkat produktifitas Lebih jelas mengenai jumlah dan
hutan rakyat tersebut. Sebagian besar persentase kesediaan masyarakat
masyarakat menyatakan bersedia untuk

7
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

membayar retribusi hasil kayu dapat


dilihat pada tabel 7 berikut ini.

Tabel 7 Kesediaan Masyarakat Membayar Retribusi Kayu Hutan Rakyat.

No. Kesediaan membayar Retribusi Jumlah Persentase


1. Bersedia jika hasil hutan rakyat rendah 8 10,67%
2. Tidak bersedia jika hasil hutan rakyat rendah 67 89,33%
Jumlah 75 100%
3. Bersedia jika hasil hutan rakyat sedang 25 33,33%
4. Tidak bersedia jika hasil hutan rakyat sedang 50 66,67%
Jumlah 75 100%
5. Bersedia jika hasil hutan rakyat tinggi 61 81,33%
6. Tidak bersedia jika hasil hutan rakyat tinggi 14 18,67%
Jumlah 75 100%
Sumber: Analisis Data 2014

H. Kontribusi Hutan Rakyat retribusi tersebut cukup berpotensi


Terhadap Pendapatan Asli Daerah terhadap kenaikan Pendapatan Asli
(PAD). Daerah (PAD) yang di masa depan dapat
Berdasarkan hasil wawancara dengan digunakan untuk melaksanakan program
masyarakat, menunjukkan bahwa pemerintah dalam rangka peran sertanya
sebagian besar masyarakat tidak meningkatkan perekonomian masyarakat
keberatan dengan pemungutan pajak desa sekitar hutan. Lebih jelas mengenai
retribusi hasil kayu hutan rakyat, selama kontribusi hutan rakyat Desa Karangsari
hasil yang diperoleh cukup tinggi. Rata- terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
rata masyarakat bersedia membayar dapat dilihat pada tabel berikut ini.
retribusi sebesar Rp 2.640,./m3. Besarnya

Tabel 8. Kontribusi Hutan Rakyat Desa Karangsari Terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten Kuningan.
No. Keterangan Jumlah
3
1. Rata-rata Potensi Hutan Rakyat (Standing Stock) (m /Ha) 127,97
2. Rata-rata kesediaan petani membayar retribusi (Rp/m3) 2.640
3. Luas penggarapan Hutan Rakyat (Ha) 70
4. Potensi PAD Hutan Rakyat (Rp) 23.648.856
5. Jumlah PAD Kabupaten Kuningan (Rp) 42.910.935.111
6. Persentase PAD Hutan Rakyat (%) 0,06%
Sumber: Analisis Data 2014

8
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Besarnya rata-rata potensi hutan tersebut perlu peningkatan peran


rakyat (Standing Stock) menunjukan pemerintah dalam pengelolaan
besarnya potensi kayu pada saat sekarang hutan rakyat.
yang merupakan potensi optimal dari 2. Perlu adanya program kemitraan
suatu luasan lahan dalam menghasilkan yang diselenggarakan pemerintah
kayu yang dapat dijadikan acuan dalam dalam penyaluran bantuan modal
menghitung besarnya produktifitas suatu untuk meningkatkan usaha hutan
lahan. rakyat sehingga dapat dikelola
secara optimal.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA


1. Berdasarkan analisis kelayakan
Afriantho Guruh, 2008. Prospek dan
pada aspek perbandingan antara
Kontribusi Hutan Rakyat di
biaya dan Pendapatan masyarakat
Kecamatan Nanggung Kabupaten
dari hasil hutan rakyat cukup
Bogor. Institut Pertanian Bogor.
tinggi. Oleh sebab itu usaha hutan
Bogor.
rakyat sangat layak untuk
masyarakat. Departemen Kehutanan. 1995. Hutan
2. Pada dasarnya masyarakat desa Rakyat. Departemen Kehutanan
Karangsari bersedia untuk Republik Indonesia. Jakarta.
membayar retribusi hasil kayu
hutan rakyat pada kondisi hasil Departemen Kehutanan. 1999. Undang-
yang diperoleh cukup tinggi Undang Republik Indonesia. Nomor
41 Tentang Kehutanan. Jakarta.
B. Saran
1. Besarnya retribusi tersebut cukup Kuningan Media. 2012. Penataan Hasil
berpotensi terhadap kenaikan Usaha Hutan di Kuningan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) www.Kuninganmedia.com [10-05-
yang di masa depan dapat 2014].
digunakan untuk melaksanakan Singarimbun, M. 1987. Metode
program pemerintah dalam penelitian survai,. Pembangunan
rangka peran sertanya jakarta. Djambatan.Sitompul. 1987.
meningkatkan perekonomian Keuangan Negara. Jakarta: Erlangga.
masyarakat desa sekitar hutan,
oleh sebab itu dalam proses

9
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

PENGARUH CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA)


UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (phaseolus radiatus, l.)
PADA TANAH BEKAS GALIAN C

Ai Nurlaila, Nurdin

Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan


Jl. Cut Nyak Dhien 36 A, Kuningan, Jawa Barat

ABSTRACT

This research is to see the effect of the use of the ArbuscularMycorrhizalFungi (AMF) and
phosphorus on growth and yield of mung bean ( Phaseolus radiatus L. ) were carried out
on a laboratory scale . The study is expected to evolve and ultimately provide complete
information aboutthe technology of cultivation and appropriate commodity to be applied
in land - mined land so that the land can be put to good use . Thus not only the economic
benefits that will be obtained , but also environmental quality can be improved such as
water management and land fertility .
This study used a randomized complete block design with three levels of two factors
treatments . The first factor is the AMF with a dose of 0 g / polybag , 10 g / polybag , and
20 g / polybag . The second factor is fertilizer P with a dose of 0 g / polybag , 5 g /
polybag , and 10 g / polybag . Every treatment factorswererepeatedthree times.
The results showedthatthere is an interaction between AMF treatment and P fertilizer
on growth and yield components of green beans . Treatments that provide the most
excellent effect on growth and yield are treated M2 ( 10 g AMF / hole ) and F2 ( 5 g SP -
36 / hole ) . Obtained an increase in yield of about 60 % when compared to the control
treatment (without giving AMF and fertilizer P) .

Keywords : AMF , Phosphorus , mung beans ( Phaseolus radiatus L.), growth, yield

I. PENDAHULUAN ekonomi yang cukup tinggi. Untuk itu,


diperlukan komoditas pertanian yang
Kabupaten Kuningan mempunyai dapat beradaptasi pada kondisi-kondisi
banyak potensi lahan kering yang belum tersebut, contohnya kacang hijau.
dimanfaatkan secara optimal, terutama Kacang hijau (Phaseolus radiatus)
lahan-lahan bekas penambangan pasir selain sebagai sumber protein nabati,
(galian C) dan lahan kering yang kurang merupakan komoditas strategis karena
subur. Masyarakat biasanya tidak permintaannya cukup besar setiap tahun,
memanfaatkan lahan tersebut dengan baik untuk bahan pangan, pakan, maupun
alasan cukup sulit memilih komoditas industri. Keunggulan lain tanaman
yang cocok dengan kondisi lahan kacang hijau adalah berumur genjah,
demikian sekaligus memiliki nilai toleran terhadap kekeringan karena

10
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

berakar dalam, dapat tumbuh pada lahan generatifnya yang berupa biji. Oleh
yang miskin hara karena kacang hijau karena itu, untuk memenuhi kebutuhan
merupakan jenis tanaman legum tersebut terutama pada lahan dengan
sehingga dapat bersimbiosis dengan tingkat kesuburan rendah peran CMA
rhizobium, cara budidaya mudah, hama sangatlah diperlukan.
yang menyerang relatif sedikit, dan Dalam rangka memanfaatkan lahan-
harganya relatif stabil. lahan dengan kelas kesuburan rendah di
Potensi kacang hijau perlu daerah Kuningan, maka penelitian
dioptimalkan melalui teknologi budidaya mengenai penggunaan CMA terhadap
yang tepat, efisien dan mampu pertumbuhan dan hasil tanaman kacang
mendorong pengembangan sistem hijau perlu dilakukan. Penelitian ini
agribisnis sehingga dapat mendukung merupakan penelitian awal untuk
ketahanan pangan nasional. Teknologi mengetahui kesesuaian lahan bekas
yang diterapkan bisa bermacam-macam galian C yang berada di Kabupaen
sesuai tahapan budidaya tanaman. Kuningan terhadap komoditas kacang
Tahapan budidaya kacang hijau meliputi hijau. Tujuan yang hendak dicapai dalam
: pengolahan tanah, penanaman, penelitian ini adalah :1) mengetahui
pemupukan, pengairan interaksi pupuk P dan CMA terhadap
(irigasi),pengendalian hama dan serapan P dan hasil tanaman, 2)
penyakit, pemanenan, dan penanganan mengetahui dosis pupuk P dan CMA
pascapanen. yang memberikan pengaruh terbaik bagi
Untuk mengurangi penggunaan serapan P dan hasil tanaman, dan 3)
pupuk kimia, belakangan ini gencar mengetahui korelasi komponen
dikembangkan berbagai jenis pupuk pertumbuhan dengan hasil tanaman
alami. Pupuk alami tersebut dapat berupa kacang hijau.
pupuk organik, pupuk kandang, pupuk
kompos, atau pupuk hayati (biofertilizer). II. METODOLOGI
Pupuk hayati(biofertilizer) adalah
jenis pupuk yang mengandung A. Lokasi dan Waktu Penelitian
mikroorganisme hidup baik itu bakteri Penelitian dilaksanakan di Fakultas
maupun jamur. Cendawan Mikoriza Kehutanan Universitas Kuningan selama
Arbuskular (CMA) adalah jenis pupuk 6 bulan dari bulan Mei sampai bulan
hayati yang berasal dari jamur. CMA Oktober 2014.
berperan sebagai pupuk hayati yang
dapat meningkatkan kemampuan B. Bahan dan Alat
tanaman dalam menyerap hara terutama Bahan yang digunakan adalah benih
fosfor. Tanaman seperti kacang hijau kacang hijau varietas Walet, inokulan
memerlukan fosfor dalam jumlah yang Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA),
banyak supaya hasilnya tinggi. pupuk TSP, KCl dan Urea. Sedangkan
Fosfor adalah unsur hara makro yang alat yang digunakan adalah polibag,
berperan dalam pertumbuhan generatif cangkul, timbangan analitis, alat analisis
tanaman seperti bunga, buah, atau biji. serapan hara, dan alat pendukung
Kacang hijau adalah tanaman yang lainnya.
dimanfaatkan hasil perkembangan

11
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

C. Metode Penelitian Dari analisis sidik ragam, jika didapat


1. Metode Pengumpulan Data hasil yang berbeda nyata maka
Pengamatan terdiri dari pengamatan dilanjutkan dengan uji berjarak Duncan
penunjang dan pengamatan utama. (Stell dan Torrie, 1991).
Pengamatan penunjang meliputi kondisi
tanah sebelum tanam, curah hujan, dan 2. Metode Analisis Data
hama penyakit tanaman. Pengamatan Analisis serapan P menggunakan
utama meliputi pengukuran dan dilakukan dengan cara mengukur kadar
pengamatan terhadap : hara tanaman. Dari tiap petak diambil 3
a. Umur mulai berbunga (HST) sampel tanaman untuk dianalisis kadar
b. Umur panen (HST) haranya. Organ tanaman yang dianalisis
c. Tinggi tanaman (cm) kadar haranya adalah seluruh bagian
d. Serapan P tanaman tanaman. Analisis hara P menggunakan
e. Jumlah Daun (buah) metode pengabuan basah dengan
f. Bobot 100 biji (gram) kuantifikasi masing-masing
g. Produksi (gram) menggunakan UV-Vis Spektrofotometer.
Analisis Data menggunakan
Penelitian merupakan penelitian program SPSS 20.0.
eksperimen dengan menggunakan
rancangan acak lengkap yang terdiri dari
dua faktor. Faktor pertama adalah CMA III. HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan tiga taraf yaitu 0, 10, dan 20
gr/lubang tanaman. Faktor kedua adalah A. Pengamatan Penunjang
Fosfor dengan tiga taraf dosis yaitu 0, 5, Lokasi penelitian terletak di
dan 10 gr/lubang. Masing-masing kelurahan Cijoho Kabupaten Kuningan
perlakuan diulang masing-masing sekitar ±14 km dari lokasi bekas galian
sebanyak tiga kali ulangan. pasir tempat pengambilan sampel tanah
Persamaan matematis untuk di Desa Setianegara. Lokasi penelitian
rancangan percobaan tersebut adalah : berada pada ketinggian 600 m di atas
Y  permukaan laut (mdpl), dengan suhu
harian rata-rata adalah 20-27˚C.
Dimana: Pengamatan terhadap curah hujan
Y ijk= Nilai pengamatan pada faktor A yang diperoleh dari Dinas Sumberdaya
taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan ulangan Air dan Pertambangan Kabupaten
ke-k Kuningan, dapat diketahui bahwa tipe
(ij ) = Komponen aditif dari curah hujan menurut Schmidt dan
rataan, pengaruh utama faktor A dan Fergusson (1951) termasuk ke dalam
pengaruh utamafaktor B. hujan tipe C (33,30 ≤ Q < 60,00) yang
bersifat agak basah. Pengamatan curah
( )ij = Merupakan kompenen interaksi
hujan rata-rata bulanan di lokasi
dari faktor A dan faktor B
penelitian yang diperoleh dari stasiun
ijk = Pengaruh acak yang menyebar
68/UPTD Wilayah Kuningan
normal (0,2 ) . menunjukkan bahwa rata-rata curah

12
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

hujan harian selama percobaan di B. Pengamatan Utama


lapangan adalah 8,15 mm/hari.
Penelitian dilakukan di bawah 1. Tinggi Tanaman
naungan untuk menghindari curah hujan Terjadi interaksi antara perlakuan
yang tinggi dan cuaca yang tidak pupuk P dan CMA terhadap tinggi
menentu. Naungan dibuat dari bahan tanaman pada umur 28 HST. Perlakuan
plastik transparan supaya 100% sinar pupuk P sebanyak 10 g/polibag dan
matahari dapat mengenai tanaman untuk CMA sebanyak 10 g/polibag
memaksimalkan proses fotosintesis memperlihatkan pengaruh terbaik dengan
tanaman. tinggi tanaman mencapai 13,77 cm.
Menurut hasil analisis tanah yang Interaksi yang terjadi pada umur 21 HST
diperoleh dari Laboratorium dapat disebabkan karena keberadaan
Tanah/Sumber Daya Lahan Fakultas CMA yang sudah berhasil
Pertanian Universitas Jenderal mengkolonisasi akar sehingga
Soedirman menunjukkan bahwa pH meningkatkan serapan hara tanaman
tanah adalah 4,77 (masam), kandungan yang bermikoriza. Akibatnya
bahan organik yang dinyatakan dengan pertumbuhan tanaman berjalan dengan
C-organik 3,833 % (tinggi), kandungan baik dan berbeda nyata diantara
N total 0,369% (rendah), kandungan perlakuan yang dicobakan.
nisbah C/N 10,39 (sedang), kandungan Pada umur 35 HST dan 49 HST
P2O5 tersedia 0,249 ppm (sangat rendah), terjadi pengaruh mandiri CMA terhadap
Kapasitas Tukar Kation 13,463 me% tinggi tanaman. Pada umur 35 HST
(rendah). Tekstur tanah adalah lempung perlakuan CMA sebanyak 20 g/polibag
berdebu dengan kandungan pasir memberikan pengaruh terbaik dengan
23,50%, debu 65,30%, dan liat 11,24%. tinggi tanaman 18,11 cm, sedangkan
Penetapan kriteria berdasarkan kriteria pada umur 49 HST perlakuan CMA
penetapan status hara dan status sebanyak 10 g/polibag memberikan
kesuburan tanah Balai Penelitian Tanah pengaruh terbaik dengan tinggi tanaman
(2005). Keadaan tanah yang ideal untuk 28 cm. pada umur 42 HST tidak terjadi
pertumbuhan kacang hijau adalah tanah pengaruh mandiri dari perlakuan CMA.
lempung yang banyak mengandung Perlakuan pupuk P secara mandiri
bahan organik seperti tanah podsolik tidak memberikan pengaruh yang nyata
merah kuning (pmk) dan latosol. Kacang terhadap tinggi tanaman pada umur 35
hijau tumbuh subur pada tanah dengan HST, 42 HST, maupun 49 HST. Hal ini
pH 5,5-7,0 (Rukmana, 1997). Keadaaan disebabkan karena pupuk P lebih
tanah di lokasi penelitian tergolong berpengaruh pada proses pertumbuhan
kurang subur. generatif tanaman seperti pembentukan
biji, pengembangan polong, dan
pematangan polong.
Grafik tinggi tanaman yang
dihasilkan berbagai perlakuan pada
setiap periode pengamatan dapat dilihat
pada Gambar 1.

13
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

menyerap 5-20% fotosintat. Sejumlah


energi diperlukan dalam proses suplai P
ke tanaman inang misalnya serapan P
oleh fungi, konversi menjadi
polyphosphate, transport dan aliran ke
tanaman (Kiers et al., 2006). Dengan
kata lain semakin banyak jumlah CMA,
maka semakin banyak fotosintat dari
tanaman yang dibutuhkan untuk
berlangsungnya kehidupan CMA.
Pada umur 49 HST terjadi pengaruh
interaksi antara perlakuan pupuk P dan
CMA terhadap jumlah daun. Perlakuan
Gambar 1. Tinggi Tanaman (cm) Pada CMA sebanyak 10 g/polibag dengan
Berbagai Perlakuan
pupuk P sebanyak 5 g/polibag dan 10
g/polibag sama-sama memberikan
2. Jumlah Daun
pengaruh terbaik terhadap rata-rata
Tidak terjadi pengaruh interaksi
jumlah daun yang banyaknya 7,2 buah.
antara perlakuan pupuk P dan CMA
Hal ini berbeda nyata dengan perlakuan
terhadap jumlah daun pada umur 28
lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa
HST, 35 HST, dan 42 HST. Tetapi
pemberian CMA secara nyata dapat
terjadi pengaruh mandiri dari perlakuan
meningkatkan pertumbuhan tanaman,
pupuk P dan CMA.Pengaruh mandiri
karena perannya dalam peningkatan
CMA terjadi pada umur 35 HST dan 42
penyerapan unsur hara tanaman. Dapat
HST. Pada umur 35 HST perlakuan
juga dikatakan bahwa aplikasi CMA
CMA sebanyak 20 g/polibag
tidak bergantung pada jumlah atau
memberikan pengaruh terbaik dengan
dosisnya, tetapi lebih pada aktif atau
jumlah daun rata-rata aadalah 4,3 buah.
tidaknya CMA dalam mengkolonisasi
Sedangkan pada umur 42 HST perlakuan
akar.
CMA sebanyak 10 g/polibag
memberikan pengaruh terbaik dengan
jumlah daun rata-rata adalah 5,5 buah.
Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan
CMA sebanyak 20 g/polibag mempunyai
kecenderungan menurunkan
pertumbuhan tanaman, mungkin pada
perlakuan ini terjadi kompetisi antara
CMA sehingga menurunkan perannya
dalam peningkatan serapan hara
tanaman. Oleh sebab itu, saat mencapai
umur 42 HST jumlah daun yang
dihasilkan perlakuan CMA dosis 10 Gambar 2. Jumlah Daun pada Berbagai
g/polibag lebih banyak. Perlakuan
Pembentukan, pemeliharaan, dan
berfungsinya struktur mikoriza dapat

14
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

3. Umur Berbunga dan Umur Panen Tanah yang digunakan pada


Tanaman kacang hijau rata-rata penelitian mempunyai kandungan P2O5
mulai berbunga pada umur 37 HST. tersedia 0,249 ppm (sangat rendah).
Munculnya bunga tidak serempak dan Pemberian pupuk P dapat meningkatkan
berlangsung sampai umur 45 HST. Hal ketersediaan P dalam tanah. Sedangkan
ini yang menyebabkan kacang hijau tidak CMA membantu meningkatkan serapan
dapat dipanen serempak. Satu tanaman unsur P oleh tanaman. Jadi, secara
rata-rata mempunyai 4-6 tangkai yang bersamaan pemberian pupuk P dan
berisi 5-6 polong. Panjang polong CMAdapat meningkatkan serapan unsur
bervariasi dari 8-12 cm. hara terutama unsur P bagi tanaman.
Panen dilakukan setelah tanaman Tetapi, peningkatan pupuk P dan CMA
berumur 60 HST setelah polong secara terus menerus tidak serta merta
berwarna hitam. Pemanenan dilakukan terus meningkatkan serapan P. Dari hasil
dengan cara dipetik dengan tangan, penelitian dapat dilihat bahwa serapan P
kemudian polong ditampung dalam tertinggi dihasilkan oleh perlakuan
kantong kertas dan kemudian dijemur M2F2. Pada perlakuan M3F3 (pupuk P
sampai kering. Kacang hijau varietas sebanyak 10 g/lubang dan CMA 20
Walet mempunyai polong yang cukup g/lubang) terlihat penurunan serapan P.
kuat dan tidak mudah pecah saat panen Hal ini dapat disebabkan karena populasi
sehingga dapat mengurangi kehilangan CMA yang banyak, sehingga
hasil panen. Setelah polong kering, memerlukan unsur P yang banyak pula
dilakukan pembijian untuk memisahkan bagi kelangsungan hidupnya. Pemberian
biji dengan polongnya. Selanjutnya biji CMA dan pupuk P secara bersamaan
dikeringkan lagi sampai kadar air 10- dapat meningkatkan serapan P tanaman.
15%, ditimbang dan dikemas. Pembentukan, pemeliharaan, dan
berfungsinya struktur mikoriza dapat
4. Serapan P menyerap 5-20% fotosintat. Sejumlah
Analisis serapan hara P dilakukan energi diperlukan dalam proses suplai P
pada periode akhir pengamamatan, yaitu ke tanaman inang misalnya serapan P
umur 49 HST. Dari hasil analisis terjadi oleh fungi, konversi menjadi
interaksi antara perlakuan pupuk P dan polyphosphate, transport dan aliran ke
CMA terhadap serapan P tanaman tanaman (Kiers et al., 2006). Dengan
kacang hijau. Perlakuan pupuk P kata lain semakin banyak jumlah CMA,
sebanyak 5 g/lubang dan CMA sebanyak maka semakin banyak fotosintat dari
10 g/lubang (perlakuan M2F2) tanaman yang dibutuhkan untuk
memberikan nilai serapan P tertinggi, berlangsungnya kehidupan CMA.
yaitu 34,044 mg/BKT. Hal ini berbeda
nyata dengan perlakuan M1F1 (kontrol) 5. Hasil Tanaman
yang memberikan hasil serapan P sebesar Hasil tanaman yang diukur adalah
5,522 mg/BKT. Terdapat peningkatan bobot kering biji 100 butir (g), bobot
serapan P sebesar 16,22% pada kering biji per polibag (g), dan indeks
perlakuan M2F2 dibandingkan dengan panen. Berikut adalah hasil yang
perlakuan M1F1 (kontrol). diperoleh dalam penelitian

15
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Tabel 1. Hasil Panen Tanaman Kacang berkembang dengan baik, tetapi


Hijau ketersediaan P dalam tanah rendah
Perlakuan Bobot Bobot Indeks sehingga serapan P oleh tanaman tidak
Kering Kering Panen berjalan optimal. Serapan P yang rendah
Biji 100 Biji per mengakibatkan hasil panen kacang hijau
Butir Polibag rendah, karena hasil panen kacang hijau
(g) (g) berupa biji yang perkembangannya
M1F1 3,81 6,97 0,29 sangat dipengaruhi oleh unsur hara P.
M1F2 4,49 8,77 0,23 Grafik hasil tanaman kacang hijau
M1F3 3,72 7,23 0,20 dapat dilihat pada gambar berikut.
M2F1 3,87 5,53 0,27
M2F2 5,90 11,03 0,51
M2F3 5,67 11,36 0,31
M3F1 4,63 7,75 0,27
M3F2 5,75 10,50 0,32
M3F3 5,97 10,49 0,38

Dari tabel 1diketahui bahwa hasil


tanaman kacang hijau relatif kecil. Hal
ini terlihat dari nilai indeks panen yang
berada pada rentang nilai 0,20-0,51.
Selain itu bobot kering biji 100 butir
yang berkisar 3,2-5,97 g, padahal untuk Gambar 3. Bobot Kering Biji 100 Butir dan
varietas Walet bobot kering biji 100 butir Bobot Kering Biji per Polibag
adalah sekitar 6,3 g. Hal ini disebabkan
karena kondisi tanah yang relatif kurang Analisis korelasi antara jumlah daun
subur seperti terlihat pada hasil analisis pada 49 HST terhadap bobot kering biji
tanah yang dilakukan sebelum 100 butir dan bobot biji per polibag
percobaan. Pemberian pupuk P dan CMA menunjukkan korelasi yang nyata dengan
belum mampu meningkatkan hasil kategori r yang sedang, yaitu 0,456 untuk
tanaman kacang hijau disebabkan bobot kering biji 100 butir dan 0,475
beberapa hal. untuk bobot kering biji per polibag. Hal
Kandungan bahan organik yang ini disebabkan karena daun berperan
dinyatakan dalam C-organik tergolong penting dalam pembentukan fotosintat
tinggi (3,88%). Bahan organik yang yang dibutuhkan dalam pertumbuhan
tinggi biasanya menurunkan ketersediaan tanaman. Jumlah daun yang banyak
P dalam tanah karena banyak meningkatkan luas daun yang dapat
mengandung mikroorganisme yang berfotosintesis sehingga fotosintat yang
memerlukan P untuk kelangsungan dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman
hidupnya. Di sisi lain, CMA terutama dapat tercukupi. Jika hal ini terjadi, maka
yang bersifat heterotropik membutuhkan tanaman dapat tumbuh dengan sehat,
bahan organik untuk mengembangkan tahan penyakit, dan dapat mengahasilkan
populasinya (Simarmata, 1995). Kondisi biji yang banyak.
ini menyebabkan CMA dapat

16
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Analisis korelasi antara tinggi 10 g/lubang (M2F3) memberikan


tanaman pada 49 HST terhadap bobot hasil bobot kering biji per polibag
kering biji 100 butir dan bobot biji per tertinggi, yaitu 11,36 g. Terjadi
polibag tidak menunjukkan korelasi yang peningkatan hasil sebesar 61,36%
nyata dengan kategori r yang sedang, dibandingkan dengan perlakuan
yaitu 0,259 untuk bobot kering biji 100 kontrol (M1F1) yang
butir dan 0,217 untuk bobot kering biji menghasilkan bobot kering biji
per polibag. Hal ini disebabkan karena per polibag sebesar 6,97 g.
unsur P lebih berperan dalam 3. Terdapat korelasi yang positif
perkembangan generatif seperti antara komponen pertumbuhan
pembentukan bunga, pembentukan biji, dan hasil tanaman. Jumlah daun
dan pematangan biji. Perbedaan tinggi dan serapan P menunjukkan
tanaman mempunyai korelasi yang tidak korelasi yang nyata terhadap hasil
nyata terhadap hasil tanaman. tanaman dengan tingkat korelasi
Analisis korelasi antara serapan P sedang. Tinggi tanaman tidak
pada 49 HST terhadap bobot kering biji menunjukkan korelasi yang nyata
100 butir dan bobot biji per polibag terhadap hasil tanaman.
menunjukkan korelasi yang sangat nyata
dengan kategori r yang sedang, yaitu B. Saran
0,501 untuk bobot kering biji 100 butir
dan menunjukkan korelasi yang tidak 1. Dosis CMA sebanyak 10
nyata dengan kategori r sedang, yaitu g/lubang dan pupuk P sebanyak
0,353 untuk bobot kering biji per 10 g/lubang dapat digunakan
polibag. Kemampuan tanaman dalam untuk meningkatkan hasil
menyerap unsur hara, terutama unsur P tanaman kacang hijau pada tanah
dapat meningkatkan pertumbuhan dan yang kurang subur. Tetapi, untuk
perkembangan biji karena unsur P efisiensi dapat digunakan 80%
berperan dalam pertumbuhan dan dari dosis yang disarankan.
perkembangan generatif tanaman. 2. Perlu dilakukan penelitian dengan
Tanaman dengan kecukupan unsur P variabel yang berbeda misalnya
akan menghasilkan biji dengan jumlah penggunaan jenis pupuk, varietas,
dan ukuran yang optimal. atau pupuk hayati yang berbeda
untuk menentukan dosis yang
IV. KESIMPULAN DAN SARAN lebih akurat.
3. Perlu dilakukan penelitian untuk
A. Kesimpulan komoditas yang berbeda untuk
mendapatkan gambaran yang tepat
1. Terdapat interaksi antara mengenai komoditas yang sesuai
Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk dimanfaatkan pada lahan
(CMA) dan pupuk P terhadap bekas galian C
serapan P maupun terhadap hasil
tanaman.
2. Perlakuan CMA sebanyak 10
g/lubang dan pupuk P sebanyak

17
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

DAFTAR PUSTAKA Rao Subra, N.S. 1994. Mikroorganisme


Tanah dan Pertumbuhan Tanaman.
Baylis, G. T. S. 1975. The Magnolioid Penerbit Universitas Indonesia
Mycorrhiza and Myotrophy in (UI-PRESS). Jakarta.
Root Systems Derived From It. Sieverding, E. 1991. Vesicular-
Hlm. 373-389, Dalam : F. E. Arbuscular Mycorrhizal
Sanders, B. Moose, dan P.B. Management in Tropical
Tinker, Penyunting Agroecosystems. GTZ GmbH,
Endomycorrhizas. Academic Eschborn, Republic of Germany.
Press, London. Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tumbuhan: (Spermatophyta).
Kememtrian Pertanian. 2013. Gadjah Mada University Press.
Petunjuk Teknis Budidaya Yogyakarta.
Tanaman Pangan. Kementerian
Pertanian. Jakarta.
Manjunath, A., D.J. Bagyaraj dan G.H.S,
Gorda. 1984. Dual Inoculation
With VA Mycorrhiza and
Rhizobium is Beneficial to
Leucaena. Plant and Soil 78:445-
448.

18
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

STRATEGI PENGEMBANGANEKONOMI HUTAN KOTA BUNGKIRIT


DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KUNINGAN PROVINSI JAWA
BARAT

Muhaimin, Rinekawiati S, Usmadi Sulaiman

Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan


Jl. Cut Nyak Dhien 36 A, Kuningan, Jawa Barat

ABSTRAK

Penelitian ini mengungkap strategi pengembangan ekonomi hutan Kota Bungkirit


dalam pembangunan Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat dan menganalisis peran
hutan Kota Bungkirit dalam pembangunan Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat.
Penelitian yang dilaksanakan merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan
menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat). Data dalam
penelitian ini terdiri data primer dan data sekunder.Data primer berupa data hasil
wawancara dengan Dishutbun dan Bappeda, masyarakat perkotaan Kuningandan LSM
yaitu Kanopi dan Akar. Data sekunder yaitu data hasil kajian literatur/dukumen,
hukum/aturan-aturan, Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan
Daerah (Perda), dan Surat Keputusan (SK) bupati Kuningan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsep utama pengembangan hutan
Kota Bungkirit meliputi : pengembangan area hutan Kota Bungkirit menjadi kawasan
wisata hutan Kota Bungkirit yang memiliki nilai jual tinggi bagi para pengunjung,
pengembangan area persawahan menjadi kawasan agrowidyawisata, penataan kembali
area industri rumah tahu lamping kembali menjadi area wisata kuliner tahu lamping dan
penataan area permukiman untuk mencegah perkembangan fisik dan fungsi yang tidak
berkesesuaian dengan pengembangan kawasan hutan Kota Bungkirit. Hutan Kota
Bungkirit Kabupaten Kuningan provinsi Jawa Barat memiliki peran dalam pembangunan
Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat khususnya peran ekonomi yang cukup tinggi
bagi masyarakat sekitar hutan Kota Bungkirit. Pembukaan hutan Kota Bungkirit
setidaknya telah membuka lapangan bagi dua pekerja hutan Kota Bungkirit dengan gaji
pokok sebesar Rp. 750.000 setiap bulan.
Berdasarkan pada Analisis SWOT, maka strategi pengembangan hutan kota
bungkirit yang dipilih adalah Strategi S + O, dan Strategi W + O. Kedua strategi tersebut
dipilih berdasarkan pada karakteristik hutan kota Bungkirit yang memiliki kekuatan yang
potensial dan kelemahan yang dapat diatasi melalui strategi S + O dan W + O dan
mengacu kepada Matriks SWOT Strategi Pengembangan Hutan Kota.

Kata Kunci : Strategi pengembangan ekonomi, hutan Kota Bungkirit, peran


ekonomi, analisis SWOT, pembangunan Kabupaten Kuningan Provinsi
Jawa Barat.

19
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

I. PENDAHULUAN dengan meningkatnya taraf hidup,


kemampuan dan kebutuhan manusia,
Hutan memiliki berbagai manfaat maka sejak tahun 1950-an sampai
bagi manusia diantaranya adalah dengan 1970-an ruang terbuka hijau
manfaatwisataalam yang merupakan banyak dialih-fungsikan menjadi
salah satu modal penting bagi pemukiman, bandar udara, industri, jalan
pembangunan. Dengan demikian wisata raya, bangunan perbelanjaan dan lain-
alam perlu dikembangkan untuk tujuan lain. Dengan semakin meningkatnya
inspirasi, edukasi, kultural dan rekreasi, kemampuan dan kesejahteraan
yang tujuan utamanya untuk pelestarian masyarakat, pembangunan fisik kota
alam dan lingkungan. terus melaju dengan pesat, di lain pihak
Sumber daya alam merupakan salah korbannya antara lain menyusutnya
satu unsur utama dalam pembangunan luasan lahan bervegetasi. Setelah
ekonomi yang menentukan kesejahteraan manusia menyadari akan kekeliruannya
masyarakat. Oleh karena itu, sumber selama ini, yakni terjadinya kekurang-
daya alam harus dimanfaatkan secara akraban manusia dengan
optimal. Namun saat ini, pemanfaatannya tumbuhan/hutan, khususnya di
belum optimal oleh sebagian besar perkotaan, bahkan ada kecenderungan
masyarakat. untuk memusnahkannya, maka hubungan
Pembangunan kota sering lebih yang kurang baik tersebut ingin
banyak dicerminkan oleh adanya diperbaiki kembali. Hutan kota kemudian
perkembangan fisik kota yang lebih menjadi perhatian utama untuk dibangun
banyak ditentukan oleh sarana dan dan dikembangkan di seluruh kota, baik
prasarana yang ada gejala pembangunan kota besar, kota menengah, kota kecil
kota pada masa yang lalu mempunyai bahkan sampai tingkat kecamatan.
kecendrungan untuk meminimalkan Kuningan sebagai kabupaten
ruang terbuka hijau dan menghilangkan konservasi memiliki 17rancangan hutan
wajah alam. menurut Perda Nomor 11 tahun 2013
Hijaunya kota tidak hanya tentang hutan kota diantaranya terdapat
menjadikan kota itu indah dan sejuk di Desa Mekarwangi, Babakanjati,
namun aspek kelestarian, keserasian, Luragunglandeuh, Garatengah, Kasturi,
keselarasan dan keseimbangan Ciniru, Cigugur, Bayuning, Cigugur,
sumberdaya alam, yang pada gilirannya Tenjolayar, Sayana, Citangtu, Caracas,
akan memberikan jasa-jasa berupa Paniis, Pakembangan, Pakapasan Hilir
kenyamanan, kesegaran, terbebasnya dan Winduherang. Untuk mendukung
kota dari polusi dan kebisingan serta menjadi Kabupaten konservasi salah
sehat dan cerdasnya warga kota. Dari satunya adalah membuat hutan kota pada
catatan sejarah dinyatakan, taman kabupaten tersebut.
kerajaan milik bangsawan, taman rumah Hutan kota selama ini dipandang
milik pedagang kaya raya, alun-alun hanya sebagai tempat perlindungan yang
dengan pohon beringin yang indah tidak memberikan manfaat ekonomi
merupakan cerminan kehidupan manusia secara langsung bagi pemerintah atau
sejak jaman dulu sangat membutuhkan masyarakat. Hutan kota hanya dibangun
tumbuhan. Pada kenyataan selanjutnya sebagai kawasan perlindungan atau

20
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

kawasan taman rekreasi yang manfaatnya meningkatkan perekonomian serta


lebih kecil dibandingkan kawasan pasar pengetahuan masyarakat akan tumbuhan
atau hotel. Pandangan tersebut tentunya obat. Pengembangan berbagai jenis
harus diubah untuk mempertahankan satwa juga berpotensi mendatangkan
posisi penting hutan kota di kawasan manfaat ekonomi. Budidaya berbagai
perkotaan. Sementara hutan kota dapat jenis burung yang memiliki nilai
memberi manfaat antaralain untuk ekonomi tinggi dapat dilakukan di
pariwisata alam, rekreasi, olahraga, kawasan hutan kota dengan tidak
penelitian dan pengembangan, mengganggu fungsi utamanya.
pendidikan, pelestarian plasma nutfah Pengembangan pariwisata
dan budidaya hasil non kayu (Darmawan, merupakan potensi yang besar mengingat
2011). pariwisatamerupakankebutuhan setiap
Pemanfaatan hutan kota dapat orang dari semua golongan.
dilakukan sepanjang tujuan dan fungsi Pemandangan alamperkotaan yang indah
serta manfaat hutan kota tidak terganggu. dan tertata rapi akan menjadi wisata yang
Pemanfaatan hutan kota untuk tujuan menarik.Kota yang hijau dan bersih akan
meningkatkan ekonomi masyarakat dan nyaman untuk dikunjungi oleh
perkotaan dapat dilakukan dengan wisatawan dan menjadi daya tarik
mengembangkan budidaya hasil hutan tersendiri. Pariwisata yang berkembang
non kayu, pengembangan pariwisata, pesat akan mendatangkan manfaat
menambah nilai jual suatu bahan ekonomi serta mendorong kegiatan
property dan berbagai bentuk perekonomian di wilayah tersebut.
pemanfaatan lain. Pembangunan pariwisata yang baik tidak
Pengembangan budidaya hasil hutan mengganggu fungsi utama hutan kota
nonkayu dapat dilakukan di kawasan akan tetapi akan dapat mendukung dan
hutan kota misalnya dengan budidaya membantu pengelolaannya.
tanaman hias, tanaman obat, satwa Di bidang properti, hutan kota
budidaya dan objek lainnya. Tanaman menjadi daya tarik konsumen untuk
hias dapat dibudidayakan di lantai hutan membeli bangunan. Bangunan
kota atau di atas tajuk hutan kota untuk perumahan atau perkantoran yang
tanaman epifit dan liana. Budidaya terletak di dekat kawasan hutan kota
tanaman hias memiliki potensi sangat lebih diminati oleh pembeli karena
besar mengingat berbagai tanaman hias memiliki hawa yang sejuk dan memiliki
memiliki nilai jual yang tinggi misalnya nilai keindahan tersendiri. Masyarakat
jenis anggrek, aglonema, anthurium, dan lebih memilih rumah yang hijau dan
lain-lain.Budidaya tersebut tentunya dikelilingi taman. Berbagaikegiatanjuga
tidak mengurangi fungsi utama hutan akan berjalan lancar dalam kondisi yang
kota. Budidaya tanaman obat juga sejuk dan kondusif. Gedung perkantoran
memiliki potensi yang besar. Beberapa atau supermarket yang terletak di dekat
tanaman obat memiliki nilai jual yang hutan kota akan membangun iklim
tinggi seperti pasak bumi, pule pandak, kondusif dalam setiap aktivitas
akar kuning dan lain-lain. Budidaya perkantoran dan supermarket tersebut.
tanaman obat di lantai hutan kota Pemanfaatan hutan kota sangat
menjadi potensi yang besar dan dapat berpotensi untuk meningkatkan

21
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

perekonomian. Pandangan saat ini bahwa komputer dan printer, recorder dan
hutan kota tidak mendatangkan manfaat literatur..
secara langsung merupakan pendapat
yang salah. Hutan kota memiliki potensi C. Metode Penelitian
yang besar untuk dikembangkan.
Pengetahuan dan teknologi 1. Metode Pengumpulan Data
pemanfaatannya harus dikembangkan Penelitian yang dilaksanakan
dan disebarluaskan agar pembangunan merupakan jenis penelitian deskriptif
hutan kotatidaklagi menemui kualitatif dengan menggunakan analisis
kendala.Kedepannya dilharapkan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity,
pembangunan hutan kota harus didasari and Threat). Seperti yang dipaparkan
motivasi yang tinggi untuk menjaga oleh (Alwasilah, 2006) bahwa deskriptif
lingkungan kota disamping dapat kualitatif berhubungan dengan
dimanfaatkan untuk menjalankan bagaimana menganalisis suatu data tanpa
perekonomian perkotaan. tergantung pada kuantitas. Relevansinya
Berdasarkan pada identifikasi dengan penelitian ini yaitu bagaimana
masalah di atas, maka rumusan masalah peneliti memusatkan diri pada
penelitian ini adalah: pemecahan masalah strategi
1. Bagaimana strategi pengembangan ekonomi hutan kota yang
pengembangan ekonomi hutan selama ini dipandang hanya sebagai
Kota Bungkirit dalam tempat perlindungan yang tidak
pembangunan Kabupaten memberikan manfaat ekonomi secara
Kuningan Provinsi Jawa Barat? langsung bagi pemerintah atau
2. Bagaiman peran ekonomi hutan masyarakat, kemudian data yang
Kota Bungkirit Kabupaten dikumpulkan mula-mula disusun,
Kuningan dalam pembangunan dijelaskan, dan kemudian
Kabupaten Kuningan Provinsi dianalisis.Analisis Strength mengkaji
Jawa Barat? kekuatan dan potensi ekonomi hutan
Kota Bungkirit dalam pembangunan
II. METODOLOGI Kabupaten Kuningan. Analisis Weakness
mengungkap kelemahan yang dimiliki
A. Lokasi dan Waktu Penelitian oleh hutan Kota Bungkirit dalam
Penelitian ini dilakukan di Hutan pembangunan Kabupaten Kuningan.
Kota Bungkirit Kabupaten Kuningan Analisis Opportunity mengkaji
yang beralamat di jalan raya kesempatan, potensi dan peluang yang
Kuningan-Cigugur, Kabupaten dimiliki oleh hutan Kota Bungkirit dalam
Kuningan, Provinsi Jawa Barat. pembangunan Kabupaten Kuningan.
Sedangkan analisis Threat mengungkap
B. Bahan dan Alat tantangan dan ancaman yang menjadi
Bahan dan alat yang digunakan kendala hutan Kota Bungkirit dalam
dalam penelitian ini yaitu peta areal pembangunan Kabupaten Kuningan.
penelitian, pedoman wawancara, alat Data dalam penelitian ini terdiri data
primer dan data sekunder.Data primer
tulis menulis, kamera foto (digital),
berupa data hasil wawancara dengan

22
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Dishutbun dan Bappeda, masyarakat pembangunan Kabupaten Kuningan.


perkotaan Kuningandan LSM yaitu Sedangkan analisis Threat mengungkap
Kanopi dan Akar. Data sekunder yaitu tantangan dan ancaman yang menjadi
data hasil kajian literatur/dukumen, kendala hutan Kota Bungkirit dalam
hukum/aturan-aturan, Undang-Undang pembangunan Kabupaten Kuningan.
(UU), Peraturan Pemerintah (PP), Menurut (Sugiyono, 2012), statistik
Peraturan Daerah (Perda), dan Surat deskriptif adalah statistik yang digunakan
Keputusan (SK) bupati Kuningan. untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan
data yang telahterkumpul sebagaimana
adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum
atau generalisasi.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Berdasarkan data pada hasil
wawancara dengan Pemerintah
(Dishutbun, Bappeda), Masyarakat
Perkotaan Kuningan, LSM (Kanopi,
Akar), data hasil kajian
literatur/dukumen dan hukum/aturan-
aturan, Undang-Undang (UU), Peraturan
Pemerintah (PP), Peraturan Daerah
D. Metode Analisis Data (Perda), dan Surat Keputusan (SK)
Menurut (Rangkuti, 2005), analisis bupati Kuningan diperoleh data strategi
SWOT merupakan salah satu metode atau konsep rencana tata bangunan dan
untuk menggambarkan kondisi lingkungan hutan Kota Bungkirit sebagai
dan mengevaluasi suatu masalah, proyek berikut :
atau konsep bisnis yang berdasarkan
faktor internal (dalam) dan faktor 1. Arah Pengembangan Kawasan
eksternal (luar) yaitu Strengths, Hutan Kota Bungkirit
Weakness, Opportunities dan Threats,
yang akan dilakukan. Analisis Strength a) Visi Pengembangan
mengkaji kekuatan dan potensi hutan Kawasan Wisata Berkarakter Hutan
Kota Bungkirit dalam pembangunan kota :
Kabupaten Kuningan. Analisis Weakness - Memiiki Fungsi Utama sebagai
mengungkap kelemahan yang dimiliki kawasan lindung.
oleh hutan Kota Bungkirit dalam - Dapat menampung berbagai
pembangunan Kabupaten Kuningan. kegiatan, baik berupa wisata rekreasi
Analisis Opportunity mengkaji dan olah raga warga kota, maupun
kesempatan, potensi dan peluang yang
dimiliki oleh hutan Kota Bungkirit dalam

23
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

kegiatan-kegiatan pendidikan yang 2. Perbaikan infrastruktur


berkaitan dengan alam. permukiman supaya tidak
- Merupakan satu bagian dari mencemari lingkungan alam.
rangkaian obyek wisata yang 3. Pengembangan area industri tahu
terdapat di Cigugur-Kuningan yang lamping menjadi pusat wisata
terdiri dari Paseban Tripanca kuliner.
Tunggal, Kolam Cigugur, Hutan
Kota Mayasih, Pusat Industri Tahu 2. Konsep Rencana Tata Bangunan
Lamping, Agro Widyawisata Dan Lingkungan Kawasan
Cigugur dan Hutan Kota Bungkirit. Perencanaan

b) Isu Sentral Pengembangan a) Konsep Utama


Kawasan perencanaan dibagi menjadi Konsep utama penataan kawasan
3 zona berdasarkan perannya dalam hutan kota bungkirit meliputi hal-hal
Kawasan Wisata Hutan Kota Bungkirit sebagai berikut :
dengan isu sentral pengembangan - Area hutan kota pasir bungkirit akan
sebagai berikut : dikembangkan menjadi kawasan
- zona inti/hutan kota bungkirit, wisata hutan kota bungkirit
dengan isu sentral : .pengembangan tersebut meliputi
- Pengembangan daya tarik wisata pengembangan fungsinya dari area
hutan kota yang sesuai dengan lindung dan area rekreasi sehari-hari
fungsi lindung, yaitu dengan warga/olahraga ke arah
intervensi minimum terhadap lahan pengembangan kegiatan- kegiatan
salah satunya dengan pengembangan wisata yang bersifat pendidikan dan
canopy walk ; dan intensifikasi penelitian. Potensi hutan kota pasir
keanekaragaman hayati. bungkirit dari sisi keanekaragaman
- zona penyangga/persawahan dan hayati akan dikembangkan secara
taman makam pahlawan, dengan isu maksimal, sehingga dapat menjadi
sentral : bahan pelajaran dan penelitian baik
1. Pengembangan kegiatan wisata bagi siswa-siswi sekolah, maupun
yang tidak mengganggu fungsi para akademisi. Oleh karena itu akan
pertanian, yaitu dengan direncanakan pengembangan fasilitas-
pengembangan di area kurang fasilitas yang menunjang ke arah
produktif dan jalur infrastruktur. pengembangan kegiatan wisata
2. Pengembangan akses antara edukasi.
taman makam pahlawan dan - Area persawahan dikembangkan
hutan kota bungkirit. menjadi kawasan agrowidyawisata.
- zona pengaruh/area pemukiman Pengembangan tersebut meliputi
dengan isu sentral : pengembangan fungsinya dari area
1. Pengendalian perkembangan area pertanian ke arah pengembangan
permukiman supaya tidak kegiatan-kegiatan agrowidyawisata,
mengambil area non terbangun sesuai dengan gagasan dari
terlalu banyak. pemerintah setempat. Pengembangan
kegiatan ini bertujuan untuk

24
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

memperkuat keberadaan area b) Konsep Pembagian Blok


persawahan, dengan memberikan nilai Struktur peruntukan lahan makro
tambah ekonomi bagi area pertanian, Kawasan Wisata Hutan Kota
yang bersinergi dengan kebutuhan Bungkirit mengacu pada rencana
adanya area transisi antara hutan kota zonasi didalam Rencana Detail Tata
dengan area terbangun. Selain itu, Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan
pengembangan fungsi ini juga Kuningan yang dipadukan dengan
bermanfaat untuk mendorong kondisi perkembangan fungsi yang
peningkatan kegiatan pendidikan dan terjadi di lapangan, di mana
penelitian pertanian. pembagian peruntukan lahan adalah
- Area industri rumahan tahun lamping sebagai berikut.
akan ditata kembali menjadi area - Blok Permukiman
wisata kuliner tahu lamping. Penataan 1. Blok P1 60.190 m2 hunian
tersebut adalah untuk meningkatkan (karakter perkotaan).
daya jualnya, melalui a) peremajaan 2. Blok P2 66.657 m2
kawasan dan b) perluasan area campuran (hunian –
industri rumahan tahu ini disertai komersial).
pengembangan sarana prasarana 3. Blok P3 11.589 m2
penunjang yang baru. Peremajaan campuran (hunian –
kawasan dilakukan untuk komersial).
mengembangkan industri rumahan 4. Blok P4 30.831 m2
tahu ini menjadi sebuah tujuan wisata campuran (hunian – industri
kuliner. rumahan).
- Area permukiman ditata untuk - Blok Ruang Terbuka
mencegah perkembangan fisik dan 1. Blok H1 104.196 m2 ruang
fungsi yang tidak berkesesuaian terbuka hijau (hutan kota)
dengan pengembangan kawasan hutan 2. Blok H2 346.887 m2
kota bungkirit. Untuk itu, hal pertama pertanian (persawahan)
yang ditetapkan dalam penataan area
pemukiman adalah batas fisik c) Konsep Sistem Sirkulasi dan Jalur
pengembangan. Batas fisik Penghubung
pengembangan akan dibentuk oleh Akses utama Kawasan Wisata Hutan
koridor ruang terbuka hijau (RTH), Kota Bungkirit adalah jalan utama yang
yang juga berfungsi sebagai lokasi berada disekeliling luar kawasan
untuk meletakkan fasum fasos dan perencanaan (jl. A. Yani, jl. Veteran dan
utilitas lingkungan. Hal berikutnya jl, Cigugur – Sukamulya). Jalan utama
yang direncanakan dalam penataan ini memiliki dua fungsi, yaitu sebagai
kawasan pemukiman adalah akses menuju blok-blok yang berbentuk
pengembangan lahan-lahan yang kantung seperti Blok P1, Blok P4 dan
masih kosong di area pemukiman (in- Blok H1, dan sebagai akses masuk
fill development), yang sesuai dengan langsung ke dalam kavling bangunan
karakteristik dan kebutuhan fungsi pada blok-blok yang memanjang linear
lingkungan. di sepanjang jalan utama seperti Blok P2
dan P3. Adapun sebagai penghubung

25
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

antar-blok direncanakan adanya jalur e) Konsep Tata Kualitas Lingkungan


pejalan kaki.
Adapun sebagai kelengkapan Perencanaan tata kualitas lingkungan
aktivitas Wisata Hutan Kota Bungkirit di Kawasan Wisata Hutan Kota
dan Agrowidyawisata yang terpusat pada Bungkirit terdiri dari tiga elemen, yaitu :
Blok H1 dan H2, direncanakan adanya 1) tata informasi – meliputi reklame,
kantung parkir untuk menampung papan penanda, dan papan interpretasi
pengunjung dengan perkiraan kapasitas wisata (interpretative point); 2)
kurang lebih 30 mobil dan 3 mini bus kelengkapan jalan – meliputi lampu
pada masing-masing kantung parkir. jalan, bangku, pagar, tempat sampah,
Sedangkan pemilihan lokasi serta luasan serta patung dan tengaran; dan 3) sektor
kantung parkir didasarkan pada informal – meliputi pedagang kaki lima.
ketersediaan lahan di lapangan. Tata informasi di Kawasan Wisata Hutan
Kota Bungkirit diarahkan untuk
d) Konsep Sistem Ruang Terbuka memperhatikan konteks lingkungan
Dan Tata Hijau alami kawasan ini, yaitu dengan batasan
Ruang terbuka utama pada kawasan dimensi, warna, bahan, dan penempatan
perencanaan adalah Blok H1 (hutan kota) yang tidak dominan dan lebih
dan Blok H2 (persawahan). Sedangkan menonjolkan karakter alam.
ruang terbuka di area permukiman Street furniture atau kelengkapan
direncanakan terdiri dari a) RTH yang jalan diletakkan di titik-titik tertentu di
membatasi blok dan b) RTH di dalam sepanjang jalur pejalan kaki dengan
blok. Blok-blok permukiman P1, P2, P3 mempertimbangkan ukuran daerah milik
dan P4 dibatasi oleh RTH berbentuk jalan maupun lebar jalur pejalan kaki.
linear, yang menandai batas Sektor informal diwadahi di area-area
perkembangan fisik yang diperbolehkan. kantung parkir, terutama pada area fungsi
RTH ini berfungsi jiga sebagai peletakan komersial, seperti di blok P4 (area
fasum fasos dan prasarana/utilitas industri rumahan tahu lamping).
lingkungan blok tersebut. Tata hijau pada
perencanaan direncanakan terutama f) Konsep Prasarana dan Utilitas
untuk memiliki fungsi peneduh dan Lingkungan
pengarah. Pohon pengarah yang dapat Prasarana dan utilitas kawasan
digunakan di antaranya adalah pohon direncanakan dikembangkan dengan
Kelapa (Cocos nucifera), Cemara Damar prinsip 3R, yaitu reduce (pengurangan
(Agathis alba). Adapun vegetasi yang limbah dari sumbernya); reuse
dapat digunakan sebagai pohon peneduh (penggunaan kembali limbah yang dapat
sangat bervariasi, mulai dari Sengon digunakan); dan recycle (daur ulang
(Albizia falcataria), Katapang limbah yang sudah tidak dapat digunakan
(Terminalia catappa), Bungur, Asam kembali). Beberapa bentuk prasarana dan
Kranji, dan lain sebagainya. utilitas lingkungan dengan prinsip
tersebut meliputi:
- Instalasi biogas, untuk pengolahan
kembali limbah industri menjadi
sumber energi.

26
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

- Pemisahan sampah organik dan non- dan jalur pejalan kaki; merupakan
organik, composting dan lubang bentuk-bentuk arsitektural yang
biopori untuk pengolahan sampah diusulkan dengan mempertimbangkan
organik menjadi pupuk dan sumber kelestarian maupun sifat-sifat alamiah
pendapatan warga. dari keanekaragaman hayati.
- Septic tank dengan on-site treatment
serta kolam sanita (constracted 4. Struktur Peruntukan Lahan
wetland), untuk pengolahan limbah Struktur peruntukan lahan blok H1
langsung dari sumbernya sehingga adalah ruang terbuka hijau hutan kota.
dapat mengurangi beban pengolahan Fungsi utama dari blok ini adalah untuk
limbah langsung dari sumbernya pelestarian alam, terutama dari sisi
sehingga dapat mengurangi beban keanekaragaman hayati dan penghasil
pengolahan limbah pusat dan area oksigen. kegiatan wisata rekreasi dan
penjernihan air limbah sekaligus oahraga sehari-hari bagi bagi warga kota
dapat menjadi taman lingkungan. Kuningan juga diwadahi di area hutan
- Rain garden dan instalasi rainwater kota ini, selain kegiatan-kegiatan yang
harvesting, untuk pengelolaan air bersifat pendidikan dan penelitian. Oleh
hujan sebagai bentuk lain sistem karena itu, di area hutan kota disediakan
drainase yang lebih ekologis. fasiitas-fasilitas jogging track, plaza,
jalur pejalan kaki dan saung-saung untuk
3. Panduan Umum Rancangan Blok menunjang fungsi wisata rekreasi
H1 (Hutan Kota Bungkirit) sebagai areal tersebut.
wisata lindung, edukasi, dan rekreasi
Pengembangan blok H1 sebagai area 5. Intensitas Pemanfaatan Lahan
wisata lindung, edukasi, dan rekreasi Intensitas pemanfaatan lahan di blok
dilakukan dengan pengembangan h1 dirancang untuk mengoptimalkan area
fasilitas-fasilitas yang menunjang terbuka hijau yang berupa hutan kota.
kegiatan wisata edukasi dan rekreasi; Oleh sebab itu, intensitas pemanfaatan
yaitu 1) museum alam, 2) plaza, 3) lahan dibatasi maksimal hanya 1 persen
canopy walk, dan 4) jalur pejalan kaki; dari luas lahan.
serta peningkatan kualitas ekologis area
hutan kota Bungkirit dengan konservasi 6. Tata Bangunan
dan penambahan keanekaragaman hayati. Bangunan yang diperbolehkan untuk
Pengembangan fasilitas-fasilitas dibangun pada blok H1 yang berupa
untuk kegiatan edukasi dan rekreasi hutan kota adalah bangunan yang bersifat
dimaksudkan untuk meningkatan nonpermanen atau bangunan yang tidak
ketersampaian materi edukasi, yaitu terlalu banyak mengintervensi lahan
mengenai jenis-jenis keanekaragaman hijau. Ketinggian bangunan yang
hayati pada area hutan kota, peran dan diperkenankan adalah 1 (satu) lantai,
fungsinya pada area perkotaan, maupun kecuali menara pandang / menara
usaha-usaha untuk menjaga kelestarian observasi lingkungan alam yang juga
hutan kota itu sendiri. Adapun bentukan befungsi sebagai tengaran kawasan.
fasilitas yang direncanakan untuk
dikembangkan; terutama canopy walk

27
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

7. Sistem sirkulasi dan jalur titik penting lain sebagai penunjuk


penghubung jalanataupun vista; seperti titik mata air,
Akses dari jalan utama (jalan Ahmad titik vegetasi langka, titik dengan
Yani / jalan Moertasia Soepomo) menuju pemandangan utama yang dapat
Blok H1 dihubungkan dengan jalan lokal menjelaskan signifikansi maupun
eksiting selebar 4,50 m. Sistem sirkulasi keindahan kawasan.
yang dikembangkan didalam Blok H1
berorientasi pada sirkulasi pejalan kaki 9. Sistem Ruang Terbuka dan Tata
dan kendaraan tidak bermotor (sepeda) Hijau
yang dapat berupa broadwalk atau Blok H1 merupakan ruang terbuka
canopy walk. Sistem sirkulasi ini dibuat hijau yang berbentuk hutan kota. Sistem
dengan sistem loop, sehingga dapat ruang terbuka di Blok H1 adalah ruang
memaksimalkan daya jelajah dan terbuka alami yang minim intervensi
pencapaian ke hampir seluruh area Hutan manusia. Adapun rencana tata hijau di
Kota Bungkirit. Blok H1 adalah memperkaya
Untuk kendaraan bermotor dari jalan keanekaragaman hayati eksisting.
utama difasilitasi dengan titik-titik
kantung parkir. Sebagaimana telah 10. Sistem Prasarana dan Utilitas
disebutkan pada bab sebelumnya. Lingkungan
Kantung parkir untuk aktivirtas wisata Sistem prasarana dan utilitas
hutan kota Bungkirit direncanakan untuk lingkungan mencakup penyediaan air
dapat menampung kurang lebih 30 mobil bersih yang menginduk pada jaringan air
dan 3 mini bus pada masing-masing titik, bersih kabupaten kuningan, serta
dengan luasan dan lokasi bergantung pengolahan limbah dan air kotor yang
pada ketersediaan lahan. memanfaatkan kolam sanita dan
pengkomposan.
8. Tata Kualitas Lingkungan Jaringan drainase untuk air hujan
Komponen-komponen tat kualitas pada area hutan kota dibuat untuk
lingkungan yang diperbolehkan ada di melayani jaringan jalan dari, ke, maupun
blok H1 meliputi : 1) papan interpretasi didalam area Blok H1. Jaringan drainase
wisata untuk tata informasi; dan 2) lampu didalam blok H1 direncanakan dibuat
jalan, bangku, serta patung dan tengaran dengan prinsip mengalirkan air selama
untuk kelengkapan jalan. Sedangkan mungkin. Penerapan teknis prinsip ini
komponen sektor informasi pedagang dapat dilakukan dengan menggunakan
kaki lima tidak diperbolehkan ada di blok material saluran drainase yang tidak
H1. kedap air (pervious) untuk meningkatkan
Peletakkan papan interpretasi wisata, kemungkinan infiltrasi air hujan kembali
lampu jalan, serta bangku pada blok H1 ke tanah maupun dengan bentuk-bentuk
dilakukan secara bersamaan untuk saluran yang memungkinkan pengolahan
mengarahkan sekaligus menjadi jalur hidrolik untuk mengurangi laju air larian.
edukasi wisatawan. Peletakkan papan Dengan prinsip, bentuk, dan pengolahan
interpretasi wisata direncanakan pada hidrolik tersebut maka area Blok H1
jarak setiap 100 meter atau pada titik dapat mengoptimalkan peran ekologinya
persimpangan pedestrian maupun titik- sebagai daerah tangkapan, mengurangi

28
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

tingkat erosi, dan mengurangi penghasil bahan pangan dan komoditas


peningkatan debit air larian yang masuk ekonomi. Area persawahan ini akan
ke air permukan setempat. dikembangkan sebagai kawasan Agro
Widya Wisata. Pengembangan ini dapat
- H2 (Persawahan Bungkirit) sebagai memberikan nilai tambah bagi kegiatan
area agrowidyawisata pertanian, serta menunjang kegiatan
Peran sebagai zona penyangga untuk wisata hutan kota di Pasir Bungkirit.
zona inti hutan kota bungkirit - P1 (Permukiman) sebagai area
diaktualisasikan dengan menjadikan blok hunian berkepadatan rendah dengan
H2 area agrowidyawisata. Bentuk kualitas lingkungan memadai.
pengembangan tersebut dipilih dengan - P2 (campuran) sebagai area hunian-
harapan pertumbuhan kawasan mikro komersial berkepadatan rendah tepi
sebagai kawasan perkotaan yang jalan utama yang tidak mengganggu
berpotensi mengurangi luasan area hutan fungsi hutan kota dan kegiatan jalan.
kota dapat dikendalikan melalui adaptasi - P3 (campuran) sebagai area hunian-
fungsi persawahan dengan dinamika komersial berkepadatan rendah di
perkembangan perkotaan. Adaptasi perbatasan dengan sarana penunjang
tersebut dilakukan dengan integrasi kegiatan wisata.
fungsi persawahan dan fungsi wisata - P4 (industri rumahan tahu lamping)
serta edukasi. sebagai area wisata kuliner.
Pengembangan area wisata dan
edukasi pertanian dilakukan dnegan B. Pembahasan
pengembangan fasilitas-fasilitas yang
,enunjang kegiatan wisata edukasi dan 1. Strategi Pengembangan Hutan
usaha-usaha proteksi area persawahan. Kota Bungkirit Kabupaten
Fasilitas-fasilitas tersebut meliputi 1) Kuningan Provinsi Jawa Barat
gerbang area agrowidyawisata blok H2; Berdasarkan pada hasil temuan
2) camping ground; 3) saung atau penulis dilapangan, konsep utama
gazebo; 4) jalur wisata berupa jalur pengembangan sektor kawasan hutan
pejalan kaki yang sebagai sistem Kota Bungkirit meliputi hal-hal sebagai
integrasi dengan jejaring RTH berikut :
penyangga; tata lingkungan, mencakup - Pengembangan area hutan kota
sistem informasi; prasarana dan utilitas Bungkirit menjadi kawasan wisata
lingkungan, mencakup jaringan drainase, hutan Kota Bungkirit yang memiliki
jaringan air kotor, berikut sistem nilai jual tinggi bagi para
pengolahan air kotor dan air hujan; serta pengunjung. Pengembangan tersebut
fasilitas wisata lainnya. meliputi pengembangan fungsinya
dari area lindung dan area rekreasi
11. Struktur Peruntukan Lahan sehari hari warga/olahraga ke arah
Struktur peruntukan lahan blok H2 pengembangan kegiatan kegiatan
adalah pertanian, sebagaimana wisata yang bersifat pendidikan dan
keberadaannya saat ini, yang akan penelitian. Potensi hutan Kota
dipertahankan kedepan. Fungsi utama Bungkirit dari sisi keanekaragaman
dari area-area di blok ini adalah terutama hayati akan dikembangkan secara

29
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

maksimal sehingga dapat menjadi hutan Kota Bungkirit. Untuk itu, hal
bahan pelajaran dan penelitian baik pertama yang ditetapkan dalam
bagi siswa siswi sekolah, maupun penataan area pemukiman adalah
para akademisi, oleh karena itu akan batas fisik pengembangan. Batas
direncanakan pengembangan fisik pengembangan akan dibentuk
fasilitas-fasilitas yang menunjang ke oleh koridor ruang terbuka hijau
arah pengembangan kegiatan wisata (RTH), yang juga berfungsi sebagai
edukasi. lokasi untuk meletakkan fasum fasos
- Pengembangan area persawahan dan utilitas lingkungan. Hal
menjadi kawasan agrowidyawisata. berikutnya yang direncanakan dalam
Pengembangan tersebut meliputi penataan kawasan pemukiman
pengembangan fungsinya dari area adalah pengembangan lahan-lahan
pertanian kearah pengembangan yang masih kosong diarea
kegiatan-kegiatan agrowidyawisata, pemukiman (in-fill development)
sesuai dengan gagasan dari yang sesuai dengan karakteristik dan
pemerintah setempat. Pengembangan kebutuhan fungsi lingkungan.
kegiatan ini bertujuan untuk
memperkuat keberadaan area
persawahan, dengan memberikan 2. Pembangunan Kabupaten
nilai tambah ekonomi bagi area Kuningan Provinsi Jawa Barat
pertanian, yang bersinergi dengan melalui Peran Ekonomi Hutan
kebutuhan adanya area transisi Kota Bungkirit
antara hutan kota dengan area Hutan Kota Bungkirit Kabupaten
terbangun. Selain itu, pengembangan Kuningan provinsi Jawa Barat memiliki
fungsi ini juga bermanfaat untuk peran ekonomi yang cukup tinggi bagi
mendorong peningkatan kegiatan Kota Bungkirit Kabupaten Kuningan
pendidikan dan penelitian pertanian. dalam pembangunan Kabupaten
- Penataan kembali area industri Kuningan Provinsi Jawa Barat terutama
rumahan tahu lamping kembali bagi masyarakat sekitar hutan Kota
menjadi area wisata kuliner tahu Bungkirit. Pembukaan hutan Kota
lamping. Penataan tersebut adalah Bungkirit setidaknya telah membuka
untuk meningkatkan daya jualnya, lapangan bagi warga sekitar hutan Kota
melalui a) peremajaan kawasan dan Bungkirit. Di bawah ini dipaparkan
b) perluasan area industri rumahan tanggapan masyarakat yang meliputi
tahu ini disertai pengembangan Pemerintah Kabupaten Kuningan,
sarana prasarana penunjang yang masyarakat perkotaan Kuningan dan
baru. Peremajaan kawasan dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat.Elah (42)
untuk mengembangkan industri dan Inah (46) penjual nasi serta Iin (35),
rumahan tahu ini menjadi sebuah penjual sombako di sekitar hutan kota
tujuan wisata kuliner. bungkirit mengaku bahwa dengan
- Penataan area permukiman untuk dibukanya hutan bungkirit, mereka
mencegah perkembangan fisik dan mendapatkan kesempatan yang sangat
fungsi yang tidak berkesesuaian baik untuk berjualan disana. Alhasil,
dengan pengembangan kawasan mereka mampu meraup rupiah sekitar

30
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Rp. 50.000 sampai Rp. 250.000 rupiah. pelestarian plasma nutfah, penahan dan
Jumlah ini bersifat fluktuatif tergantung penyaring partikel padat dari udara,
pada jumlah pengunjung yang penyerap dan penjerap partikel timbal,
mendatangi hutan kota ini. penyerap dan penjerap debu semen,
LSM Kanopi dan AKAR kabupaten peredam kebisingan, mengurangi bahaya
kuningan juga mengungkapkan bahwa hujan asam, penyerap karbon-
pembukaan hutan kota bungkirit monoksida, penyerap karbon-dioksida
membawa peran ekonomi yang positif dan penghasil oksigen, penahan angin,
yaitu memberikan lapangan pekerjaan penyerap dan penapis bau, mengatasi
kepada beberapa warga sekitar. Selain penggenangan, mengatasi intrusi air laut,
itu, pembukaan hutan kota bungkirit produksi terbatas, ameliorasi iklim,
memberikan lokasi usaha untuk pengelolaan sampah, pelestarian air
masyarakat sekitar guna peluang usaha tanah, penapis cahaya silau,
misalnya : meningkatkan keindahan, sebagai habitat
Usaha kerajinan tangan, makanan burung, mengurangi stress,
khas kuningan atau cenderamata bagi mengamankan pantai terhadap abrasi,
para pengunjung. Serta pada hakekatnya meningkatkan industri pariwisata. Selain
merupakan pemberdayaan sejati yang itu, hutan kota Bungkirit memiliki perat
terintegrasi, yaitu pemberdayaan manusia ekonomi bagi pembangunan kabupaten
seutuhnya agar mampu membangkitkan Kuningan khususnya bagi masyarakat
ketiga daya yang telah dimiliki manusia sekitar hutan kota Bungkirit.
secara integratif, yaitu daya Sedangkan kelemahan Hutan Kota
pembangunan agar tercipta masyarakat Bungkirit Kabupaten Kuningan dalam
yang peduli dengan pembangunan pembangunan Kabupaten Kuningan
perumahan dan permukiman yang Provinsi Jawa Barat yaitu Kurangnya
berorientasi pada kelestarian lingkungan, informasi kepada masyarakat tentang
daya sosial agar tercipta masyarakat adanya hutan kota, masih kurangnya
efektif secara sosial, dan daya ekonomi fasilitas yang ada, tidak adanya papan
agar tercipta masyarakat produktif secara informasi mengenai jenis-jenis tanaman
ekonomi. di hutan kota.
Peluang atau kesempatan yang
3. Kekuatan, Kelemahan, Peluang dimiliki oleh Hutan Kota Bungkirit
dan Ancaman (Strength, Weakness, Kabupaten Kuningan dalam
Opportunity, and Threat) Hutan pembangunan Kabupaten Kuningan
Kota Bungkirit Kabupaten Provinsi Jawa Barat terdiri dari bisa
Kuningan dalam pembangunan menambah pendapatan pemerintah dan
Kabupaten Kuningan Provinsi masyarakat di sekitar hutan kota dengan
Jawa Barat pembukaan lapangan kerja baru di sekitar
Berdasarkan pada hasil penelitian di hutan kota Bungkirit misalnya penjual
atas, kekuatan Hutan Kota Bungkirit tahu lamping.
Kabupaten Kuningan dalam Ancaman yang kini menjadi kendala
pembangunan Kabupaten Kuningan Hutan Kota Bungkirit Kabupaten
Provinsi Jawa Barat adalah peran hutan Kuningan dalam pembangunan
kota Bungkirit sebagai identitas kota, Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa

31
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Barat yaitu perubahan alih status dari memiliki kekuatan yang potensial dan
hutan kota menjadi hutan wisata. Ini kelemahan yang dapat diatasi melalui
dikhawatirkan akan mengubah peran strategi S + O dan W + O dan mengacu
hutan kota yang sebenarnya menjadi kepada Matriks SWOT Strategi
eksploitasi hutan kota untuk kepentingan Pengembangan Hutan Kota.
ekonomi semata dengan dalih status
hutan wisata. B. Saran
Pengembangan Hutan Kota
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Bungkirit Kabupaten Kuningan provinsi
Jawa Barat memiliki dalam
A. Kesimpulan pembangunan Kabupaten Kuningan
Konsep utama pengembangan Provinsi Jawa Barat khususnya melalui
kawasan hutan kota bungkirit meliputi: sektor perekonomian kawasan Hutan
pengembangan area hutan Kota Kota Bungkirit perlu dioptimalisasi
Bungkirit menjadi kawasan wisata Hutan kembali sehingga peran ekonomi yang
Kota Bungkirit yang memiliki nilai jual dihasilkan akan lebih optimal lagi.
tinggi bagi para pengunjung, Hutan Kota Bungkirit Kabupaten
pengembangan area persawahan menjadi Kuningan provinsi Jawa Barat dalam
kawasan agrowidyawisata, penataan pembangunan Kabupaten Kuningan
kembali area industri rumahan tahu Provinsi Jawa Barat memiliki peran
lamping kembali menjadi area wisata ekonomi yang cukup tinggi bagi
kuliner tahu lamping dan penataan area masyarakat sekitar hutan Kota Bungkirit.
permukiman untuk mencegah Namun demikian, masih banyak warga
perkembangan fisik dan fungsi yang yang belum tahu tentang keberadaan
tidak berkesesuaian dengan hutan kota tersebut. Oleh karena itu, tim
pengembangan kawasan hutan kota pengelola hutan Kota Bungkirit perlu
bungkirit. mempromosikan Hutan Kota Bungkirit
Hutan kota bungkirit Kabupaten dengan lebih giat lagi.
Kuningan provinsi Jawa Barat dalam Selain itu, mengacu kepada
pembangunan Kabupaten Kuningan kesimpulan penelitian, maka pihak
Provinsi Jawa Barat memiliki peran pengelola hutan kota Bungkiris
ekonomi yang cukup tinggi bagi seyogyanya mengembangkan Strategi S
masyarakat sekitar hutan Kota Bungkirit. + O, dan Strategi W + O. Kedua strategi
Pembukaan hutan Kota Bungkirit tersebut akan sangat efektif terkait
setidaknya telah membuka lapangan dua dengan karakteristik hutan kota Bungkirit
orang pekerja hutan Kota Bungkirit yang memiliki kekuatan yang potensial
dengan gaji pokok sebesar Rp. 750.000 dan kelemahan yang dapat diatasi
setiap bulan. melalui strategi S + O dan W + O dan
Berdasarkan pada Analisis SWOT, juga mengacu kepada Matriks SWOT
maka strategi pengembangan hutan kota Strategi Pengembangan Hutan Kota.
bungkirit yang dipilih adalah Strategi S +
O, dan Strategi W + O. Kedua strategi
tersebut dipilih berdasarkan pada
karakteristik hutan Kota Bungkirit yang

32
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

DAFTAR PUSTAKA Grey, G.W. dan F.I. Deneke. 1978.


Urban Forestry. John Wiley and
Anonymous. 2012. RTBL Pemerintah
Sons.
Provinsi Jawa Barat.
Hernowo, J.B. dan L.B. Prasetyo.
Buku I Kriteria Dan Indikator
1989. Konsepsi Ruang Terbuka
Pengelolaan Kawasan Lindung
Hijau di Kota sebagai
DalamRangka Perwujudan Green
Province Jawa Barat. Pendukung Pelestarian Burung.
Buku I Repelita V hal. 429 Media Konservasi II (4) : 61-71.
Dahlan, E.N. 1989. Studi Irawati, R. 1991. Studi Pemilihan 10
Kemampuan Tanaman dalam Jenis Tanaman untuk
Menjerap dan Menyerap Timbal Pengembangan Hutan Perkotaan
Emisi dari Kendaraan Bermotor. di Kawasan Pabrik Semen.
Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, Skripsi. Jurusan Konservasi
Institut Pertanian Bogor. 102 p. Sumberdaya Hutan, Fakultas
Darmawan. 28 Juli 2011. Perlunya Kehutanan, Institut Pertanian
Cadangan Hutan Kota di Bangka Bogor.
Barat. Bangkapos: Irwan, Z.D. 1997. Tantangan
http://bangka.tribunnews.com/ Lingkungan dan Lansekap
2011/07/28/perlunya-cadangan- Hutan Kota. CIDES. PT. Pustaka
hutan-kota-di-bangka-barat. CIDESINDO.
Draper N, Smith H. 1981. Analisis Krishnayya, N.S.R. dan Bedi. 1986.
Regresi Terapan. Sumantri B, An Effect of Automobile Lead
penerjemah. Jakarta: Gramedia Pollution on Cassia tora and C.
Pustaka Utama. occidentalis. J. Environment.
Fakuara, Y. 1987. Hutan Kota Pollut. (Series A). Vol. 40:221.
Ditinjau dari Aspek Nasional. Manan, S. 1976. Pengaruh Hutan dan
Kanwil Dephut DKI Jakarta. Manajemen Daerah Aliran
Seminar Kehutanan DKI Jakarta Sungai. Diktat. Fakultas
15 Desember 1987. Jakarta. Kehutanan IPB. 228 p.
Fakuara, Y., et. al. 1987. Konsepsi Nazaruddin. 1996. Penghijauan Kota.
Pengembangan Hutan Kota. Jakarta : Penebar. Swadaya.
Bogor: Fakultas Kehutanan IPB Peraturan Pemerintah Republik
Goldsmith, J.R. dan A.C. Hexter. Indonesia Nomor 63 Tahun 2002
1967. Respiratory Exposure to Perhimpunan Kebun Binatang Se-
Lead : Epidemiological and Indonesia 1989
Experimental Dose-response Robinette, J. 1983. Landscape
Relationship. Science. Vol. 158 : Planning for Energy
132-134. Conservation. Van Nostrand
Reinhold Co., New York. 224 p.

33
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Samsoedin, I. 1997. Potential Smith, W.H. 1981. Air Pollution and


Indigenous Plants for Urban Forest : Interaction between Air
Areas. Workshop on Biodiversity Contaminants and Forest
Conservation & Utilization Ecosystems. Springer-Verlag,
Present Status & Future New York. 379 p.
Directions. Indonesia-Malaysia, Widyastama, R. 1991. Jenis Tanaman
Joint Working Committee on Berpotensi untuk Penghijauan
Forestry, Kuala Lumpur. Kota. Kompas 11 Juli 1991.

34
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI JENIS BURUNG


PADA BERBAGAI TIPE HABITAT DI RESORT DARMA
TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI

Iing Nasihin, Dede Kosasih, Oman Dede Permana,

Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan


Jl. Cut Nyak Dhien 36 A, Kuningan, Jawa Barat

ABSTRAK

Kawasan Resort Darma Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) memiliki berbagai
tipe habitat. Hal ini muncul sebagai akibat dari sejarah perjalanan terbentuknya TNGC
yang menimbulkan efek terhadap satwa liar dan keanekaragaman hayati di dalamnya.
Salah satunya adalah satwa burung yang dapat dijadikan sebagai bio indikator yang baik
terhadap kualitas habitat sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter
berbagai tipe habitat, keanekaragaman, dan distribusi burung serta status konservsi
berbagai tipe habitat tempat burung ditemukan di Resort Darma TNGC. Penelitian
dilakukan pada 3 tipe habitat di Resort Darma TNGC yaitu Habitat Hutan Alam, Hutan
Pinus dan Semak belukar. Metode yang dilakukan adalah: 1) Pembuatan kuadrat sampling
untuk mengetahui karakter tutupan vegetasi; 2) Pembuatan plot sampling dengan Point
Count’s dengan systematic sampling untuk mengukur nilai indeks diversitas burung dan
mengetahui distribusi jenis burung; 3) Analisis Bray-Curtis untuk kesamaan jenis burung;
4) perhitungan Conservation Value Index (CVI) untuk mengetahui status kawasan
konservasi. Berdasarkan hasil penelitian, komposisi jenis burung di kawasan Resort
Darma TNGC terdiri atas 79 jenis dari 33 famili dengan total 1.069 individu burung
dengan nilai keanekaragaman tinggi sebesar 3,73. Nilai keanekaragaman jenis burung
pada tiap tipe habitat termasuk kategori sedang. Pola distribusi jenis burung pada seluruh
kawasan Resort Darma secara umum mengelompok. Habitat yang memiliki nilai
kesamaan jenis yang paling besar yaitu antara habitat Hutan Pinus dan Semak Belukar
yaitu sebesar 52,98 %. Sedangkan habitat yang memiliki nilai kesamaan yang paling kecil
antara habitat Hutan Alam dan habitat semak belukar sebesar 12,01 %. Nilai konservasi
tiap tipe habitat Hutan Alam, Hutan Pinus, Semak belukar berturut-turut sebesar 3,81;
3,35; 1,41 dan semunya termasuk ke dalam kategori rendah (CVI<5).
.
Kata Kunci : Keanekaragaman dan distribusi, Burung, Taman Nasional Gunung Ciremai.

35
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

I. PENDAHULUAN (Maulana, 2013). Khusus penelitian


keanekaragaman jenis burung di Resort
Burung adalah salah satu kekayaan Darma (Sunandi, 2009) terdapat
hayati yang dimiliki oleh Indonesia. perbedaan jenis vegetasi, yaitu pada
Sukmantoro et al. (2007), menyebutkan tahun 2009 masih ada kegiatan
bahwa jumlah burung di Indonesia pengolahan lahan berbasis pertanian
mencapai 1.598 jenis dari 10.000 jenis yang sekarang sudah berubah menjadi
burung yang ada di dunia, dengan 372 semak belukar, sehingga perlu dilakukan
jenis status endemik Indonesia. penelitian kembali. Mengingat data
Hilangnya habitat, fragmentasi keanekaragaman jenis ini
habitat dan kerusakan habitat merupakan merupakan hal yang paling pokok
faktor utama penyebab kepunahan dalam deskripsi avifauna (satwa burung)
berbagai jenis burung di muka bumi. suatu lokasi, dan juga mengingat
Taman Nasional Gunung Ciremai diberlakukannya pengelolaan kawasan
(TNGC) merupakan kawasan konservasi berbasis resort (Resort Base
Sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Management), sehingga dirasa perlu
Menteri Kehutanan No. 424/Menhut- dilakukan penelitian mengenai
II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang keanekaragaan jenis burung dan
perubahan fungsi kelompok hutan distribusinya pada tingkat resort untuk
lindung pada kelompok hutan Gunung dijadikan dasar pertimbangan dalam
Ciremai seluas ± 15.500 hektar yang pengelolaan kawasan TNGC.
terletak di Kabupaten Kuningan dan Berdamsarkan latar belakang dan
Majalengka, Propinsi Jawa Barat rumusan masalah timbul beberapa
menjadi Taman Nasional. Pada awalnya pertanyaan, yaitu:
TNGC merupakan hutan lindung, sampai 1. Bagaimana karakteristik habitat
pada tahun 1978 dialihfungsikan menjadi penyusun kawasan Resort Darma
hutan produksi yang dikelola oleh Perum TNGC ?
Perhutani dan pada tahun 2003 sebagian 2. Bagaimana keanekaragaman dan
kelompok hutan produksi distribusi jenis burung pada
dialihfungsikan kembali menjadi hutan berbagai tipe habitat di Resort
lindung. Kondisi ini menjadikan Darma TNGC ?
terbentuknya berbagai tipe penutupan 3. Bagaimana status konservasi pada
lahan, yang pada waktu tertentu kondisi berbagai tipe habitat di Resort
tersebut dapat membentuk berbagai tipe Darma TNGC berdasarkan jenis
habitat di kawasan TNGC menjadi burung yang ditemukan ?
bervariasi, antara lain terbentuknya
kawasan hutan pinus, hutan alam dan
lahan bekas pertanian. II. METODOLOGI
Penelitian tentang keanekaragaman
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
jenis burung di Taman Nasional Gunung
Penelitian dilaksanakan di kawasan
Ciremai sudah dilakukan, yakni di Resort
Resort Darma Taman Nasional Gunung
Darma (Sunandi, 2009), Seksi
Ciremai (TNGC). Secara administratif
Pengelolaan TN Wilayah I Kuningan
pemerintahan, Resort ini terletak di
(Surahman, 2010) dan Resort Cigugur
wilayah Kecamatan Darma Kabupaten

36
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

kuningan, Jawa Barat. Pengelolaan resort c) Pengambilan data burung


ini berada di bawah naungan Seksi Pengambilan data burung di lokasi
Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) penelitian dilakukan dengan
Wilayah I Kuningan. Penelitian menggunakan metode point count’s yang
dilakukan pada seluruh kawasan Resort ditempatkan secara sistematik pada
Darma. setiap tipe hutan yang dianggap mewakili
Waktu pelaksanaan penelitian kondisi pada kawasan resort. Luas
dilaksanakan selama dua bulan, yaitu seluruh kawasan Resort Darma ± 980
bulan Mei sampai dengan Juni 2014. hektar. Pada lokasi pengamatan, dibuat
point count’s pada tiga tipe habitat. Point
B. Bahan dan Alat Count’s dibuat dengan jarak antar plot
Bahan dan alat yang digunakan pengamatan 500 meter x 200 meter pada
dalam penelitian ini yaitu Komunitas hutan alam, hutan Pinus dan semak
burung di kawasan hutan Resort Darma belukar. Dasar penentuan interval ini
Taman Nasional Gunung Ciremai, disesuaikan dengan waktu, biaya dan
Karakter habitat berupa tipe vegetasi tenaga. Jumlah point count’s seluruhnya
kawasan Resort Darma Taman Nasional sebanyak 96 dengan rincian 47 di areal
Gunung Ciremai, GPS, Kompas, semak belukar, 33 di hutan alam dan 16
Binokuler, Tallysheet dan alat tulis, di hutan pinus. Dari jumlah titik
Stopwacth, Buku panduan lapangan pengamatan sebanyak 96 plot, realisasi
pengenalan jenis burung, Kamera, Pita titik pengamatan yang bisa dilaksanakan
meter, Peta kawasan, Rol meter. adalah sebanyak 73 plot dengan rincian
37 di areal Semak belukar, 20 di Hutan
C. Metode Penelitian Alam dan 16 di Hutan Pinus

1. Metode Pengumpulan Data D. Analisis Data


a) Penentuan Tipe habitat
Tipe habitat ditentukan dengan 1. Keanekaragaman jenis burung dan
melakukan deliniasi pada peta kawasan vegetasi
dengan bantuan analisis Citra satelit. Keanekaragaman jenis burung dan
kemudian dibuat peta tutupan lahannya vegetasi diukur dengan menggunakan
atau tipe habitat. Tipe habitat atau Indeks Shannon-Wiener (Ludwig &
tutupan lahan yang dimaksud adalah Reynolds, 1988 diacu dalam Maulana,
Hutan Alam, Hutan Pinus, Semak 2013), dengan rumus :
belukar.

b) Deskripsi karakter habitat


Deskripsi habitat dilakukan dengan
cara menggambarkan/ mendeskripsikan Keterangan :
karakter vegetasi tiap tipe habitat yang H’ = indeks keanekaragaman jenis
diteliti. Karakter vegetasi ini meliputi Shannon- wiener
indeks diversitas jenis tumbuhan bawah/ ni = jumlah individu spesies i
semak dan pada tingkatan semai, n = jumlah individu total
sapihan, tiang dan pohon. ln = logaritma natural

37
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

besarnya Indeks Keanekaragaman jenis jika rasio < 1 (mendekati 0)


menurut Shannon-Wiener didefinisikan menunjukkan distribusi teratur; dan jika
sebagai berikut : > 1 menunjukkan distribusi
a) Nilai H’ > 3 menunjukan bahwa mengelompok.
keanekaragaman jenis pada suatu
transek adalah melimpah tinggi 3. Kesamaan jenis burung
b) Nilai H’ 1 ≥ H’ ≤ 3 menunjukan Kesamaan komunitas antara tipe-tipe
bahwa keanekaragaman jenis pada habitat diukur dengan menggunakan
suatu transek adalah sedang melimpah kesamaan Bray-Curtis (Ludwig &
c) Nilai H’ < 1 menunjukan bahwa Reynold, 1988, diacu dalam Maulana,
keanekaragaman jenis pada suatu 2013) dengan rumus sebagai berikut :
transek adalah sedikit atau rendah

2. Distribusi Jenis Burung


Penentuan sebaran spesies ditentukan Dimana :
berdasarkan Indeks Dispersi yang SI : Similarity index (Indeks Kemiripan
merupakan analisis Rasio Varian-Mean Komunitas)
(Ludwig&Reynold, 1988 diacu dalam W : Jumlah individu spesies yang lebih
Maulana, 2013), metode ini merupakan kecil
metode yang tertua dan paling sederhana untuk jenis-jenis yang terdapat
untuk menentukan pola spasial suatu pada kedua
organisme. Persamaan Indeks Dispersi komunitas
(ID) : A : Jumlah individu spesies yang
terdapat pada
komunitas pertama
B : Jumlah individu spesies yang
terdapat pada
komunitas kedua

Nilai Indeks kesamaan komunitas


berkisar antar 0-1 semakin tinggi nilai
indeks kesamaan komunitas antara dua
Dimana : sampel maka semakin miriplah kedua
ID : Indeks Dispersi sampel tersebut, demikian pula
x : Rata-rata pengamatan sebaliknya semakin rendah nilai indeks
xi : Jumlah individu jenis ke i kesamaan komunitas antara dua sampel
n : Jumlah Sampel/ plot maka semakin tidak mirip.
Jika sampel mengikuti sebaran 4. Status Konservasi tiap tipe habitat
Poisson, maka varians contoh akan Nilai konservasi habitat diukur dengan
sebanding dengan rata-rata contoh dan menggunakan Conservation Value Index
selanjutnya nilai ID yang diharapkan (Paquet et al., 2006) dengan
selalu 1, yang menunjukkan bahwa menggunakan rumus :
populasi mengikuti pola sebaran acak;

38
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Hutan alam ini memiliki tutupan


tajuk yang rapat. Indeks keanekaragaman
vegetasi pada kawasan hutan alam ini
Keterangan : termasuk sedang, yaitu pada tumbuhan
CVI = indeks nilai konservasi bawah sebesar 2,24; pada tingkatan
Fi = Frekuensi kehadiran semai sebesar 2,40; pada tingkatan
spesies i pancang 2,59; pada tingkatan tiang 2,63;
Spec. Valuei = Skor status konservasi dan pada tingkatan pohon sebesar 2,78.
jenis i Komposisi jenis pohon penyusun hutan
alam antara lain Ki Jamuju (Dacrycarpus
Skor nilai berdasarkan kriteria imbicratus), Peutag (Acemena
keterancaman menurut IUCN : critically acuminatissima), Saninten (Castanopsis
endangered = 16, endangered = 8, javanica), Huru (Litsea sp.).
vulnerable = 4, low risk = 1
Nilai konservasi dikategorikan
berdasarkan range yang sama seperti 2. Hutan Pinus
pada nilai keanekaragaman Shannon- Habitat hutan pinus merupakan
Wiener (Fachrul, 2007) yaitu : warisan peninggalan Perum Perhutani
a) Nilai CVI > 10 menunjukkan bahwa pada tahun 1976. Habitat ini memiliki
status konservasi kawasan tinggi. luasan sebesar 117 ha. Ketinggian
b) Nilai 5 ≤ CVI ≤ 10 menunjukkan berkisar antara 1.100 - 1.500 m.dpl
bahwa status konservasi kawasan dengan kelas kelerengan datar hingga
sedang. curam. Kondisi topografi secara umum
landai sehingga lebih mudah diakses.
Nilai CVI < 5 menunjukkan bahwa nilai Hasil pengamatan, tutupan tajuk kawasan
konservasi kawasan rendah. ini rapat sedangkan tutupan tumbuhan
bawahnya sangat rapat. Indeks
III. HASIL DAN PEMBAHASAN keanekaragaman vegetasi tumbuhan
bawah sebesar 1,78; pada tingkatan
A. Deskripsi Karakter Habitat semai, sapihan dan tiang termasuk
1. Hutan Alam sedang, yang secara berturut-turut
sebesar 1,81; 1,80; 1,79, sedangkan pada
Kawasan hutan alam Resort Darma tingkatan pohon memiliki indeks
Taman Nasional gunung Ciremai keanekaragaman yang rendah sebesar
memiliki luas sekitar 303 ha dan 0,56. Hal ini disebabkan karena kawasan
ketinggian 1.200 - 1.800 m.dpl dengan ini dahulu diperuntukan sebagai hutan
kelas kelerengan landai hingga sangat pinus sehingga didominasi oleh jenis
curam. Kondisi topografi secara umum pohon Pinus merkusii. Jenis pohon lain
bergelombang dan banyak terdapat kebanyakan baru tumbuh hingga
jurang sehingga cukup sulit diakses. Dari tingkatan tiang.
hasil pengamatan di lapangan ditemui
dua lokasi mata air, yaitu mata air 3. Semak Belukar
Lamping Pasang dan mata air Pugag. Selain hutan pinus, warisan Perum
Perhutani adalah lahan bekas pertanian

39
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

yang sekarang sudah menjadi areal burung yang paling rendah sebesar 2,89
semak belukar. Habitat ini memiliki dengan 42 jenis burung.
persentase yang tinggi di Resort Darma Jumlah jenis burung total yang
seluas 513 ha. Dari hasil pengamatan, ditemukan dalam penelitian ini sebanyak
kawasan ini didominasi oleh semak 80 jenis burung, jumlah individu
belukar yang rapat dan tinggi, rumput sebanyak 1.072 individu, dengan indeks
alang-alang dan sebagian kecil oleh keanekaragaman Shannon-Wiener
tanaman muda hasil reboisasi dan sebesar 3,74.
kaliandra. Pada kawasan ini dijumpai Dari 80 jenis burung tersebut
beberapa pohon pinus dengan sedikit terdapat 5 jenis burung yang masuk
ranting dan lebar tajuk yang kecil. Pohon dalam status peraturan perdagangan
ini diperkirakan merupakan pohon sisa internasional menurut CITES
hasil pembukaan lahan pertanian pada (Conservation on International Trade of
waktu masih digarap secara intensif. Endangered Spesies of Wild Fauna and
Habitat semak belukar ini tersebar pada Flora) Appendix II, yaitu Elang Brontok
ketinggian 1.000 - 1.600 m.dpl. Kawasan (Spizaetus cirrhatus), Elang Hitam
ini memiliki kelerengan datar sampai (Ictinaetus malayensis), Elang Ular Bido
dengan curam. Indeks keanekaragaman (Spilornis cheela), Alap-alap Sapi (Falco
vegetasi pada tingkatan tumbuhan moluccensis) dan Serindit Jawa
bawah, semai, pancang dan tiang (Loriculus pusillus). Hasil pengamatan
termasuk sedang yaitu berturut-turut : juga menunjukkan terdapat 1 jenis
2,28; 2,10; 1,89; 1,69 sedangkan pada burung yang berada dalam kategori
tingkatan pohon termasuk rendah sebesar status keterancaman Near Threatened
0,97. Beberapa jenis pohon pada habitat (NT) mengacu kepada Redlist IUCN
semak belukar, antara lain Nangka version 2014.1 yaitu Serindit Jawa
(Arthocarfus heteropyllus), Suren (Toona (Loriculus Pusillus) . Hasil lain juga
surenii) dan Pinus (Pinus merkusii) menunjukkan bahwa terdapat 19 jenis
burung yang termasuk jenis endemik
Indonesia
B. Keanekaragaman Jenis Burung
2. Berdasarkan Tipe Pakan
1. Berdasarkan Seluruh Tipe Habitat Dari hasil analisis data berdasarkan
Berdasarkan hasil pengamatan tipe pakan, diketahui bahwa proporsi
jumlah jenis dan jumlah individu burung terbesar adalah burung-burung
pada ketiga tipe habitat yang ada di insectivorous yang mencakup 56 % dari
Resort Darma Taman Nasional Gunung keseluruhan burung, diikuti burung-
Ciremai berbeda. Tipe habitat Hutan burung jenis Omnivorous, Frugivorous,
Alam memiliki indeks keanekaragaman Carnivorous dan Granivorous serta
jenis burung paling tinggi sebesar 3,34 Nectarivorous
dan memiliki jumlah jenis burung yang
paling tinggi sebanyak 50 jenis.
Sedangkan tipe habitat semak memiliki
indeks keanekaragaman dan jumlah jenis

40
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

peringkat kedua, terdapat 48 jenis burung


yang tersebar di kawasan hutan Pinus ini.
Jenis-jenis burung pada habitat
hutan alam dan semak belukar sebagian
besar ditemui juga di habitat Hutan
Pinus. Hal ini bisa terjadi karena pada
hutan Pinus sudah mulai muncul jenis-
jenis vegetasi Hutan Alam yang
mengakibatkan hadirnya jenis-jenis
burung Hutan Alam. Selain itu juga,
C. Keanekaragaman Jenis Burung hutan Pinus memiliki habitat yang mirip
pada berbagai Tipe Habitat dengan karakter habitat semak belukar
sehingga memungkinkan jenis-jenis di
1. Hutan Alam kedua habitat tersebut hadir pula di
Hutan Alam Resort Darma Cigugur habitat Hutan Pinus.
Taman Nasional Gunung Ciremai
merupakan habitat hutan alam 3. Semak Belukar
pegunungan yang kompleks. Semak Belukar yang sebelumnya
Keanekaragaman jenis burung di merupakan areal pertanian di dalam
kawasan ini termasuk paling tinggi kawasan Resort Darma TNGC memiliki
dibanding habitat yang lain yaitu sebesar jumlah jenis burung 42 jenis dan paling
3,34. sedikit dibanding tipe habitat Hutan
Salah satu jenis burung yang Alam dan Hutan Pinus. Dari 42 jenis,
teridentifikasi pada kawasan ini adalah dua diantaranya termasuk ke dalam
Wergan Jawa (Alcippe pyrrhoptera). perdagangan CITES Appendix II
Burung endemik ini biasa hidup dalam sekaligus termasuk jenis yang dilindungi
kelompok kecil dan sesekali berbaur oleh hukum negara Republik Indonesia,
dengan jenis lain (MacKinnon, 2010) yaitu Elang Brontok (Spizaetus
antara lain Sepah Gunung (Pericrocotus cirrhatus) dan Elang Hitam (Ictinaetus
miniatus), Walik Kepala Ungu malayensis). Keanekaragaman jenis pada
(Ptilinopus porphyreus), Anis Sibirica habitat semak belukar burung sebesar
(Zoothera sibirica), Cikrak Muda 2,89, nilai ini termasuk pada kategori
(Siecercus grammiceps), Tepus Pipi sedang. Hal ini berarti pada habitat
Perak (Stachyris melanothorax), tersebut memiliki komunitas burung
Kacamata Gunung (Zosterops montanus) yang cukup stabil namun terdapat jenis
dan Tesia Jawa (Tesia superciliaris) yang mendominasi dimana hampir 30%
dari jumlah total individu burung yang
2. Hutan Pinus ditemukan di areal Semak belukar,
Dari hasil pengamatan menunjukkan adalah jenis Cucak Kutilang (Pycnonotus
nilai indeks keanekaragaman jenis aurigaster)
burung di Hutan Pinus termasuk kategori
sedang yaitu sebesar 3,28.
Berdasarkan jumlah jenis
burungnya, kawasan ini menduduki

41
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

D. Distribusi Jenis Burung dijumpai pada ketinggian di atas 1.200 m


dpl yaitu Paruh Kodok Jawa
1. Seluruh Tipe Habitat (Batrachostomus javensis). Sedangkan
Berdasarkan hasil analisis Indeks jenis-jenis dengan pola sebaran teratur
Dispersi, secara umum pola distribusi (uniform) sebesar 14 %. Jenis burung
jenis burung di kawasan Resort Darma yang ditemui antara lain Takur bultok
TNGC adalah clumped (mengelompok). (Megalaima lineata) dan Uncal buau
Pengelompokkan menunjukkan bahwa (Macropygia emiliana). Jenis ini hampir
individu-individu berkumpul pada di temui secara teratur dan stabil di
beberapa habitat yang menguntungkan, beberapa plot dan dengan jumlah yang
kejadian ini bisa disebabkan oleh tingkah sedikit.
laku mengelompok, lingkungan yang
heterogen, model reproduksi dan 3. Hutan Pinus
sebagainya (Pemberton & Frey, 1984 Sebesar 71 % burung yang ditemui
dalam Sunandi, 2009). Sebesar 72 % di Hutan Pinus merupakan jenis dengan
burung yang di temui di Hutan Alam pola distribusi yang mengelompok.
merupakan jenis dengan pola distribusi Pertemuan antara jenis Cucak kutilang
yang mengelompok. Jenis-jenis burung (Pycnonotus aurigaster) dan Kacamata
yang ditemui dengan pola distribusi biasa (Zosterops palpebrosus) di Hutan
teratur (uniform) sebesar 17 %. Pinus cenderung pada populasi yang
Penyebaran yang seragam dihasilkan dari banyak, yang biasanya terbang
interaksi negatif antara individu-individu, berkelompok untuk bertengger disiang
seperti kompetisi terhadap makanan. hari setelah beraktifitas di lahan terbuka/
Sedangkan jenis-jenis dengan pola semak belukar. Jenis-jenis dengan pola
sebaran acak (random) hanya sebesar sebaran teratur (uniform) sebesar 19 %.
11% dari jumlah jenis burung yang Jenis burung yang ditemui antara lain
ditemui. Berdasarkan hasil analisis, jenis- Kangkok ranting (Cuculus saturatus) dan
jenis yang termasuk pada pola ini Wiwik uncuing (Cacomantis
merupakan jenis yang dijumpai hanya sepulcralis). Sedangkan jenis-jenis yang
satu kali dan dengan jumlah 1 individu ditemui dengan pola sebaran acak
(random) sebesar 10 %. Beberapa jenis
2. Hutan Alam diantaranya Pelatuk besi (Dinopium
Berdasarkan hasil analisis Indeks javanense) dan Cekakak jawa (Halcyon
Dispersi, secara umum pola distribusi cyanoventris).
jenis burung di Hutan Alam Resort
Darma TNGC adalah clumped 4. Semak Belukar
(mengelompok) sebesar 70 %. Jenis-jenis Berdasarkan hasil analisis Indeks
yang ditemui dengan pola sebaran acak Dispersi, secara umum pola distribusi
(random) sebesar 16 %. Berdasarkan jenis burung di areal Semak belukar
hasil analisis, jenis-jenis yang termasuk Resort Darma TNGC adalah clumped
pada pola ini merupakan jenis yang di (mengelompok) sebesar 64 %. Jenis-jenis
jumpai hanya satu kali dan dengan yang ditemui dengan pola sebaran acak
jumlah 1 individu. Beberapa jenis (random) sebesar 19 %. Beberapa jenis
merupakan jenis yang tidak umum diantaranya Elang ular bido (Spilornis

42
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

cheela) dan Pijantung kecil burung endemik di lokasi penelitian. Dari


(Arachnothera longirostra). Jenis-jenis ketiga tipe habitat tersebut, nilai
dengan pola sebaran teratur (uniform) konservasi yang tertinggi adalah habitat
sebesar 17 %. Jenis burung yang ditemui Hutan Alam dengan skor 3,33 dan yang
antara lain Takur tohtor (Megalaima terkecil habitat Semak Belukar sebesar
armillaris) dan Alap-alap sapi (Falco 1,41 (lihat gambar 5.17). Perbedaan nilai
moluccensis). konservasi ini lebih disebabkan
perbedaan jumlah individu burung yang
E. Kesamaan Jenis Burung ada. Semakin banyak jumlah
Kesamaan jenis burung yang individunya, semakin besar nilai
paling tinggi adalah antara habitat Hutan konservasinya. Semua skor yang
Pinus dengan Semak belukar yaitu diperoleh termasuk pada nilai konservasi
sebesar 52,98 %. Hal ini dapat rendah. Namun pertemuan dengan jenis
disebabkan karena kondisi habitat Hutan yang termasuk kategori NT dan beberapa
Pinus dan Semak belukar memiliki jenis burung sebaran-terbatas dapat
kesamaan. Dengan kata lain, kondisi sedikit menjelaskan bahwa kondisi hutan
Hutan Pinus dan Semak belukar belum kawasan Resort Darma TNGC ini
mampu mendekati kondisi Hutan Alam mampu menjadi habitat yang baik bagi
dalam hal kompleksitas vegetasi seperti kelangsungan jenis-jenis tersebut
keanekaragaman spesies, kapadatan tajuk
dan kepadatan vegetasi. IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Hal berbeda terjadi antara habitat Hutan
Alam dengan Semak belukar. Indeks A. Kesimpulan
kesamaan jenis burung antara keduanya 1. Karakter vegetasi di berbagai tipe
hanya sebesar 12,01 %. Hal ini habitat di Resort Darma Taman
menunjukkan bahwa habitat Semak Nasional gunung Ciremai
belukar masih jauh dari kondisi Hutan berbeda untuk setiap tipe
Alam. Oleh karena itu, perlu adanya habitatnya yaitu :
upaya pengelolaan pada habitat Semak 2. Pada habitat Hutan Alam: indeks
belukar agar mampu menciptakan diversitas pada tingkatan pohon
kondisi habitat yang baik bagi banyak sebesar 2,78; tiang sebesar 2,63;
jenis burung. Rehabilitasi kawasan sapihan sebesar 2,59; semai
dengan reboisasi menjadi salah satu sebesar 2,40; dan tumbuhan
alternatif yang bisa dipilih bawah sebesar 2,24.
3. Pada habitat Hutan Pinus: indeks
F. Status Konservasi Kawasan pada diversitas pada tingkatan pohon
Berbagai Tipe Habitat sebesar 0,56; tiang sebesar 1,79;
Jenis-jenis burung di lokasi penelitian sapihan sebesar 1,66; semai
adalah jenis-jenis generalis, yang sebesar 1,81; dan tumbuhan
memiliki skor konservasi yang rendah. bawah sebesar 1,91.
Hanya terdapat 1 jenis burung yang 4. Pada habitat Semak Belukar:
termasuk kategori Near Threatened (NT) indeks diversitas pada tingkatan
yaitu Serindit jawa (Loriculus pusiculus) pohon sebesar 0,97; tiang sebesar
namun demikian, terdapat 19 jenis 1,69; sapihan sebesar 1,75; semai

43
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

sebesar 2,10; dan tumbuhan c) Kesamaan jenis burung paling


bawah sebesar 2,37. tinggi adalah antara habitat
5. Keanekaragaman dan distribusi Hutan Pinus dan Semak
jenis burung di kawasan Resort Belukar dengan nilai kesamaan
Darma TNGC berbeda-beda pada sebesar 52,98 % sedangkan
masing-masing variasi habitat, kesamaan jenis antara Hutan
yaitu: Alam dan Semak Belukar
a) Keanekaragaman jenis burung adalah yang paling rendah
tertinggi pada Hutan Alam sebesar 12,01%.
sebesar 3,34; Hutan Pinus 6. Tidak ada jenis burung yang
sebesar 3,28 dan Semak memiliki prioritas tinggi untuk
belukar sebesar 2,89. dilindungi di kawasan Resort
Keanekaragaman jenis burung Darma Taman Nasional Gunung
seluruh kawasan termasuk Ciremai, sehingga nilai
tinggi sebesar 3,74. konservasi di berbagai kawasan
b) Distribusi jenis burung pada tersebut adalah rendah. Nilai
habitat Hutan Alam di konservasi Hutan Alam, Hutan
dominasi oleh jenis dengan Pinus dan Semak belukar secara
pola mengelompok sebesar 70 berturut-turut sebesar 3,81;3,35;
% ; pola acak 16 % ; pola dan 1,41
teratur 14 %. Pada habitat
Hutan Pinus di dominasi oleh B. Saran
jenis dengan pola 1. Perlu dilakukan inventarisasi
mengelompok sebesar 71 % ; burung secara berkala dengan plot
pola teratur 19 % ; pola acak permanen guna memonitoring
10 %. Pada habitat Semak keberadaan jenis burung yang
belukar di dominasi oleh jenis ada.
dengan pola mengelompok 2. Perlu dilakukan rehabilitasi
sebesar 64 % ; pola acak 19 % habitat pada habitat Semak
; pola teratur 17%. Distribusi Belukar agar tercipta kondisi
jenis burung pada seluruh yang mendukung kehidupan jenis
kawasan didominasi oleh jenis burung lebih banyak lagi..
dengan pola mengelompok
sebesar 71%, pola teratur
sebesar 17% dan pola acak
sebesar 11%.

44
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

DAFTAR PUSTAKA Maulana, I., 2013. Keanekaragaman dan


Distribusi Jenis Burung pada
[BTNGC] Balai Taman Nasional Berbagai Tipe Habitat di Resort
Gunung Ciremai. 2012. Statistik. Cigugur Taman Nasional Gunung
Kuningan: BTNGC Ciremai [skripsi].Yogyakarta.
Mac Kinnon, J., Karen Philipps dab Bas Fakultas Kehutanan UGM.
van Balen, 2010. LIPI-Seri Panduan Sunandi, I. 2009. Keanekaragaman Jenis
Lapangan Burung-burung di Burung dari Dua Tipe Habitat di
Sumatera, Jawa, Bali dan Blok Semplo Taman Nasional
Kalimantan. Jakarta. Puslitbang Gunung Ciremai Resort Darma.
Biologi LIPI [Skripsi]. Kuningan. Fakultas
Kehutanan UNIKU.

45
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Persepsi Masyarakat mengenai Pengelolaan Hutan Rakyat


(studi kasus Kec. Pasawahan Kab. Kuningan)

Yayan Hendrayana, Satrya Permadi, Oding Syafrudin

Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan


Jl. Cut Nyak Dhien 36 A, Kuningan, Jawa Barat

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pengelolaan hutan rakyat di


Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan dan untuk mengetahui persepsi masyarakat
Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan mengenai hutan rakyat.
Melalui penelitian ini diharapkan masyarakat dapat melakukan pengelolaan hutan
dengan teknologi dan ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini. Sehingga pengelolaan
hutan lestari dapat tercapai tanpa harus mengurangi nilai ekologi, ekonomi dan sosial
budaya.
Penelitian ini menggunakan metode survei langsung di lapangan dengan Sampel
Acak Sederhana dan Purposive Sampling. Data diperoleh menggunakan quesioner yang
dibagikan kepada penduduk desa terpilih, kemudian di interpretasikan dengan teori-teori
yang digunakan. Tingkat persepsi diukur dengan pendekatan dari metode penghitungan
persepsi menurut Imam Gozali.
Tingkat persepsi masyarakat mengenai pengelolaan hutan rakyat termasuk dalam
kriteria tinggi. Besarnya tingkat persepsi masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat pada
penelitian ini dilihat berdasarkan pemahaman mengenai hutan rakyat, silvikultur dan
agroforestri.
Karakteristik responden berdasarkan Usia 40-60 tahun, Pekerjaan petani, tempat
tinggal dan jenis kelamin laki-laki berpesepsi tinggi terhadap pengelolaan hutan rakyat di
Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan.
Tingkat persepsi masyarakat mengenai pengelolaan hutan rakyat termasuk dalam
kriteria tinggi yaitu 72 %. Besarnya Tingkat persepsi masyarakat mengenai pengelolaan
hutan rakyat pada lokasi penelitian dilihat dari pemahaman tentang hutan rakyat (istilah,
pengertian dan luasan hutan rakyat), pemahaman mengenai silvikultur (pengelolaan teknis
dan administrasi), pemahaman mengenai agroforestri (jenis campuran) hutan rakyat,
silvikultur dan agroforestri.
.
Kata Kunci : Persepsi, Pengelolaan, Hutan Rakyat

46
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

I. PENDAHULUAN berupa surat-surat Nota Angkutan, Nota


Angkutan Penggunaan Sendiri: atau
Menurut Undang-undang Nomor 41 SKAU (surat keterangan asal usul) yang
Tahun 1999 tentang Kehutanan, bisa diterbitkan oleh Kepala Desa/Lurah
pengertian hutan adalah suatu kesatuan atau Perangkat Desa/Kelurahan ditempat
ekosistem berupa hamparan lahan berisi hasil hutan hak tersebut akan diangkut.
sumberdaya alam hayati yang didominasi Di Kabupaten Kuningan masyarakat
pepohonan dalam persekutuan alam lebih mengenal istilah Leuweung, kebon,
lingkungan, yang satu dengan yang gibug dan lain-laindaripada hutan rakyat.
lainnya tidak dapat dipisahkan. Luas Menurut masyarakat hutan rakyat itu
seluruh hutan di Indonesia adalah merupakan hutan yang berada di tanah
133.300.543,98 ha. Luas ini mencakup pemerintah sedangkan hutan yang berada
kawasan suaka alam, hutan lindung dan di tanah milik itu disebut Leuweung. Hal
hutan produksi. inilah yang menyebabkan perbedaan
Salah satu bagian dari hutan pandangan dan pemahaman antara
produksi adalah hutan rakyat. Menurut masyarakat yang satu dengan yang
Keputusan Menteri Kehutanan No. lainnya. Sehingga menyebabkan kurang
49/Kpts-II/1997 menyebutkan hutan baiknya pengelolaan yang dilakukan
rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas terhadap hutan rakyat.
tanah yang dibebani hak milik atau hak Dalam mengelola hutan rakyat
lainnya dengan luas minimum 0,25 masyarakat sebagian besar menggunakan
hektar serta penutupan tajuk tanaman sistem tumpangsari. Di hutan rakyat yang
kayu lebih dari 50% atau jumlah pohon dikelola oleh masyarakat kegiatan
minimum 500 batang/Ha. tumpangsari dilakukan dengan
Berdasarkan data luasan hutan mencampurkan antara tanaman berkayu
rakyat di Kabupaten Kuningan (Dinas dengan tanaman ternak dan tanaman
Kehutanan dan Perkebunan, 2013), pertanian. Secara teknik dalam
Kabupaten Kuningan memiliki hutan pengelolaan hutan rakyat, dari awal
rakyat yang cukup besar yaitu 23.976,17 penanaman, masyarakat kebanyakan
ha yang tersebar di 32 kecamatan. membeli bibit yang sudah siap untuk
Sedangkan luas hutan rakyat di Kec. ditanam, akan tetapi masyarakat tidak
Pasawahan Kab. Kuningan adalah 537,91 tahu apakah bibit yang mereka beli itu
ha. berasal dari benih yang bersertifikasi atau
Pengelolaan hutan rakyat di bukan. Pada saat setelah penanaman,
Kabupaten Kuningan mulai berkembang masyarakat cenderung membiarkan
pada awal tahun 2000-an, dengan adanya tanaman tanpa melakukan perawatan
bantuan dari pemerintah untuk yang seharusnya dilakukan setelah
merehabilitasi lahan kritis. Dan makin penanaman seperti penyulaman bila ada
berkembang pesat dengan adanya tanaman yang mati, penyiangan agar
P.30/MENHUT-II/2012:Tentang tidak terjadi persaingan memperebutkan
Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal makanan, pendangiran, pemberantasan
Dari Hutan Hak, yang meringankan hama dan penyakit agar tanaman yang
pemilik hutan rakyat untuk menjual hasil mereka kelola memiliki kualitas yang
hutannya yang berupa kayu, terutama baik, serta penjarangan yang bertujuan

47
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

untuk memperbesar jarak tanam dan II. METODOLOGI


mengurangin persaingan untuk
memperebutkan makanan antar tanaman. A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Oleh karena itu, hutan rakyat yang
Penelitian ini dilaksanakan pada
dikelola oleh masyarakat di Kecamatan
bulan Mei 2014 di hutan rakyat
Pasawahan Kabupaten Kuningan, setelah
Kecamatan Pasawahan Kabupaten
penanaman banyak tumbuh rumput di
Kuningan.
tempat yang telah ditanami, selain itu
setelah beberapa tahun banyak tanaman
B. Bahan dan Alat
hasil penanaman itu banyak yang
Bahan dan alat yang digunakan :
terserang hama serta pertumbuhan
1. Alat tulis
tanamannya tidak optimal karena jarak
2. Buku catatan
tanam yang terlalu pendek. Sehingga
3. Kamera
hasil yang diperoleh dari pengusahaan
4. Pita ukur
hutan rakyat tidak maksimal dan kualitas
5. Tally sheet
kayu hasil pengusahaan hutan rakyat
6. Quisioner
kurang baik.
7. Dokumen Kecamatan dan Desa.
Berdasarkan hal diatas tersebut maka
perlu diadakan penelitian tentang
C. Metode Penelitian
―Persepsi Masyarakat Mengenai
1. Metode Pengambilan Sampel
Pengelolaan Hutan Rakyat (studi kasus di
Penelitian ini dilaksanakan pada
Kecamatan Pasawahan Kabupaten
bulan Mei 2014. Lokasi penelitian ini
Kuningan)‖.
dilakukan di Kecamatan Pasawahan
Survey pendahuluan di lokasi
Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa
penelitian menunjukan bahwa persepsi
Barat. Dengan sampel 4 Desa dari 10
masyarakat petani tentang pengelolaan
Desa yang ada di Kecamatan Pasawahan
tanaman hutan rakyat seperti Jati,
Kabupaten Kuningan. Pengembilan
Sengon, Jabon, dan Gmelina persepsinya
sampel Desa sebanyak 40%.
tidak seragam, hal itu di tunjukan oleh
Lokasi ini ditetapkan secara
tingkat pemahaman petani yang berbeda.
Purposive Sampling yaitu pemilihan
Padahal di satu sisi harapan mereka
sempel berdasarkan pada karakteristik
tanaman yang diusahakan sangat tinggi
tertentu yang dianggap mempunyai
terutama harapan dari faktor ekonomi :
sangkutpautnya dengan karakteristik
kurangnya pemahaman terhadap
populasi yang sudah diketahui
pengelolaan hutan rakyat akan berakibat
sebelumnya (Singarimbun, 1987). Untuk
kurangnya optimalnya dalam
pengambilan Desa sebanyak 4 Desa
membudidayakan tanaman hutan yang
mengunakan sistem penunjukan dengan
diusahakan. Sehubungan dengan hal di
ketentuan desa yang ditunjuk dianggap
atas pertanyaan penelitian ini adalah : ―
dapat memberikan informasi yang
bagaimana persepsi petani dalam
dibutuhkan. Jumlah sampling yang
mengelola dan mengusahakan tanaman
digunakan pada penelitian ini,
yang di usahakan baik dari segi teknis
mengunakan Rumus Slovin yaitu :
maupun administrasi ? ―

48
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Rumus Slovin: N yang sama untuk dipilih sebagai sampel


n = ——— (Singarimbun, 1987)
1 + Ne²
Keterangan; 3. Metode Pengumpulan Data
n = Ukuran Sampel
N = Ukuran Populasi a) Data Primer
e = Standar Deviasi Data primer adalah data yang
diperoleh secara langsung dari
Tabel 1. Data penduduk (KK) Desa sumbernya dan diolah sendiri oleh
Cibuntu, Desa Pasawahan, lembaga bersangkutan untuk
Desa Ciwiru dan Desa Cidahu. dimanfaatkan. Data primer dapat
No. Nama Desa Jumlah KK berbentuk opini subjek secara individual
1. Desa Cibuntu 278 atau kelompok, dan hasil observasi
2. Desa Pasawahan 1.245 terhadap karakteristik benda (fisik),
3. Desa Ciwiru 685 kejadian, kegiatan dan hasil suatu
4. Desa Cidahu 723 pengujian tertentu. Ada tiga metode yang
Jumlah 2931 dipergunakan untuk pengumpulan data
Sumber: data penduduk (KK) Kecamatan primer, yaitu melalui survey, penyebaran
Pasawahan Kabupaten quisioner dan observasi.
Kuningan 2013.
b) Data Sekunder
Nilai kritis e atau standar deviasi Data sekunder diperoleh secara tidak
yang dipergunakan adalah 10 % (0.1). langsung melalui kajian pustaka (baik
dengan mengunakan rumus diatas maka berupa buku literature, dokumen Desa
dapat ditentukan jumlah sempel yang dan Kecamatan maupun dari internet),
dianggap telah mewakili keseluruhan
populasi. Dengan demikian, dari rumus 4. Analisis Data
diatas dapat ditentukan besarnya sampel Data kualitatif diperoleh dari
responden dalam penelitian sebagai wawancara dan studi literatur kemudian
berikut : diolah secara deskriptif dengan acuan
N 2931 kk tujuan penelitian. Analisis deskripkif
n= = = kualitatif dituangkan dalam bentuk
96,7 grafik, tabel, bagan, gambar atau teks
1 + N (e)2 1 + 2931 (0.1)2 narasi. Analisis yang dilakukan
berdasarkan jawaban yang diperoleh dari
= 98 responden. responden, berdasarkan tiap topik
pertanyaan dari kuisioner.
Sampel dipilih secara acak dengan a. Untuk memudahkan dalam
mengunakan teknik Sample Random menafsirkan data, maka skor persepsi
Sampling / sampel acak sederhana, masyarakat mengenai pengelolaan
dengan pertimbangan bahwa populasi hutan rakyat di klasifikasikan
penelitian ini adalah masyarakat umum berdasarkan interval kelas,
dan setiap individu memiliki kesempatan sebagaimana rumus berikut :

49
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Maks - Min Tabel 2. Karakteristik Responden


i= Persentasi
No. Karakteristik Jumlah
I (%)
(Jugiyanto, 1984) Berdasarkan
a.
Dimana : jenis kelamin
i = interval kelas 1. Laki-laki 66 76 %
Maks = nilai tertinggi 2. Perempuan 34 34 %
I = jumlah kelas Jumlah 100 100 %
Berdasarkan
Min = nilai terendah b.
tempat tinggal
Desa 25 25 %
b. Penulisan persentase untuk 1.
Pasawahan
mengetahui persepsi masyarakat 2. Desa Cibuntu 25 25 %
mengenai pengelolaan hutan rakyat 3. Desa Ciwiru 25 25 %
(studi kasus di Kecamatan Pasawahan Desa 25 25 %
Kabupaten Kuningan) mengunakan 4.
Pasawahan
rumus sebagai berikut : Jumlah 100 100 %
∑ Nilai Kenyataan Berdasarkan
Persepsi= X100% c.
pekerjaan
∑ Nilai Harapan 1. Kades 3 3%
Ket: Perangkat 5 5%
2.
a. Nilai Harapan = diperoleh dari Desa
jumlah nilai bobot maksimal 3. Mahasiswa 6 6%
dari setiap pertanyaan dalam 4. Wiraswasta 19 19 %
quisioner . 5. Petani 30 30 %
b. Nilai Kenyataan = diperoleh dari 6. Buruh 5 5%
jumlah nilai bobot yang di Ibu rumah 22 22 %
7.
dapat dari pertanyaan dalam tangga
quisioner yang di jawab oleh 8. PNS 10 10 %
responden. Jumlah 100 100 %
Berdasarkan
( Imam Gozali, 2005 ) d.
pendidikan
Kriteria Penilaian Persepsi : 1. Tidak sekolah 2 2%
0% - 33,33% =Persepsi Rendah SD 33 33 %
33,34% - 66,66% =Persepsi Sedang 2.
66,67% - 100% =Persepsi Tinggi 3. SMP 24 24 %
4. SMA 32 32 %
5. Sarjana 9 9%
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah 100 100%
Berdasarkan
A. Karakteristik Responden e.
usia
Berdasarkan hasil penyebaran 1. < 40 tahun 31 31 %
quisioner, dapat diketahui karakteristik 2. 40-60 tahun 51 51 %
responden berdasarkan jenis kelamin, 3. > 60 tahun 18 18 %
tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan Jumlah 100 100 %
dan usia. Agar lebih jelas lagi mengenai Sumber : Data dari lapangan tahun 2014
analisis data dapat di lihat di tabel 2.

50
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Berdasarkan tabel 2 diatas diketahui dari kisaran usia > 60 tahun sebanyak 18
bahwa sebagian besar responden responden atau 15 %.
penelitian adalah laki-laki yaitu sebanyak
76 responden atau 76 %. Sedangkan B. Persepsi Masyarakat
responden perempuan sebanyak 34 1. Pemahaman Mengenai Hutan
responden atau 34%. Rakyat
Berdasarkan tempat tinggal, Pemahaman mengenai hutan
penyebaran responden merata di 4 Desa rakyat merupakan salah satu faktor
yaitu Desa Pasawahan sebanyak 25 penting dalam melakukan pengelolaan
responden atau 25 %, Desa Cibuntu terhadap tanah yang mereka miliki. Hal
sebanyak 25 responden atau 25 %, Desa ini disebabkan karena pemahaman
Ciwiru sebanyak 25 responden atau 25 % mengenai hutan rakyat adalah alasan
dan Desa Cidahu sebanyak 25 responden utama mereka untuk melakukan
atau 25 %. pengelolaan tanah walaupun lahan yang
Berdasarkan pekerjaan sebagian mereka miliki sedikit. Agar lebih jelas
besar responden adalah petani dengan dapat dilihat di tabel berikut ini.
jumlah 30 responden atau 30 %. Adapun
responden berdasarkan pekerjaan ibu Tabel 3. Persepsi Masyarakat
rumah tangga ada 22 responden atau 22 berdasarkan Pemahaman
%, wiraswasta ada 19 responden atau Tentang Hutan Rakyat
19%, mahasiswa dengan 6 responden No. Kriteria Jumlah Persentasi
atau 6 %, perangkat desa ada 5 1. Tinggi 41 41 %
responden atau 5 %, dan buruh ada 3 2. Sedang 48 48 %
responden atau 3 % dan yang terendah 3. Rendah 11 11 %
adalah kepala desa ada 3 Responden atau Jumlah 100 100 %
3%. Sumber : Pengolahan data lapangan tahun
Berdasarkan tingkat pendidikan 2014.
sebagian besar responden berasal dari
Dari tabel diatas dapat diketahui
tingkat pendidikan SD sebanyak 33
bahwa persepsi masyarakat berdasarkan
responden atau 33 %. Sedangkan untuk
pemahaman tentang hutan rakyat
tingkat pendidikan SMA ada 32
sebagian besar responden menjawab
responden atau 32 %, untuk tingkat
pada katagori sedang, yaitu 48 responden
pendidikan SMP sebanyak 24 responden
atau 48 %. Hal yang mengakibatkan
atau 24 %, untuk tingkat pendidikan
persepsi ada di katagori sedang adalah
Sarjana ada 9 responden atau 9 % dan
Responden tidak mengenai istilah hutan
untuk responden terendah adalah yang
rakyat. Akan tetapi, walau kurang paham
tidak sekolah sebanyak 2 responden atau
mengenai istilah hutan rakyat responden
2 %.
mengetahui arti dari hutan rakyat yaitu
Berdasarkan usia responden
hutan yang tumbuh di atas tanah yang di
terbanyak berasal dari usia kisaran 40
bebani hak. Atau responden lebih
tahun – 60 tahun sebanyak 51 responden
mengenal istilah Leuweng gibug atau
atau 51 %. Sedangkan untuk usia kisaran
kebon. Untuk luasan hutan rakyat sendiri
< 40 tahun sebanyak 31 responden atau
sebagian masyarakat menjawab sesuai
31 % dan responden terendah berasal
dengan luas hutan rakyat yang mereka

51
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

miliki. Untuk persepsi tinggi sebanyak sedang, yaitu sebanyak 49 responden


41 responden atau 41 %. Hal ini atau 49 %. Sedangkan untuk katagori
disebabkan, Responden mengenali istilah tinggi sebanyak 37 responden atau 37 %
pengelolaan hutan rakyat baik secara dan untuk masyarakat pada katagori
teknis dan administrasi. Selain itu, rendah sebanyak 14 responden atau 14
lamanya mengelola hutan rakyat %.
memberikan pengetahuan mengenai Yang menyebabkan persepsi
hutan rakyat. Sedangkan untuk katagori masyarakat berada pada katagori sedang
rendah sebanyak 11 responden atau 11 adalah kurang pahamnya masyarakat
%. Responden tidak mengenal mengenai mengenai istilah silvikultur. Pada
hutan rakyat. Adapun jenis tanaman yang kenyataan dilapang secara tidak langsung
dominan di hutan rakyat Kecamatan masyarakat telah melaksanakan sistem
Pasawahan adalah jenis Sengon, Mahoni, silvikultur. Akan tetapi, masyarakat tidak
Durian, Melinjo, Nangka, Afrika dan memelihara jarak tanam dengan alasan
lain-lain. memanfaatkan lahan kosong. Selain itu,
masyarakat dalam mengelola hutan
2. Pemahaman Mengenai Silvikultur rakyatnya terkendala oleh waktu karena
Selain pemahaman mengenai hutan mereka juga memiliki pekerjaan lain
rakyat, pemahaman mengenai silvikultur seperti petani di sawah, memelihara
juga merupakan salah satu kunci ternak, perangkat desa dan lain
keberhasilan dalam pengusahaan hutan sebagainya. Faktor biaya juga menjadi
rakyat. Penggunaan sistem silvikultur kendala dalam pelaksanaan silvikultur
dalam pengelolaan hutan rakyat dapat sehingga banyak masyarakat yang
meningkatkan kualitas dan kuantitas setelah penanaman tidak melakukan
dalam pembangunan hutan rakyat. Agar perawatan pada lahan yang dikelolanya.
lebih jelas mengenai pemahaman Dan hal penting lainnya adalah
mengenai silvikultur dapat dilihat pada ketidaktahuan masyarakat mengenai
tabel 4. pemberantasan hama dan penyakit pada
tanaman, seperti pemberantasan kangker
Tabel 4. Persepsi Masyarakat pada pohon arbise dan pemberantasan
Berdasarkan Pemahaman hama monyet dan babi yang merusak
mengenai Silvikultur pohon buah-buahan dan tanaman kecil.
No. Kriteria Jumlah Persentasi
1. Tinggi 37 37 % Tabel 5. Jenis Pengelolaan Hutan Rakyat
2. Sedang 49 49 % Jenis Jawaban
Jumlah
3. Rendah 14 14 % Pengelolaan Ya Ragu Tidak
Jumlah 100 100 % Jarak tanam 67 15 18 100
Sumber : Pengolahan data lapangan tahun Pemberantasan 64 16 20 100
2014. hama
Penyulaman 65 11 24 100
Dari tabel diatas dapat diketahui Penyiangan 76 7 17 100
bahwa persepsi masyarakat berdasarkan dan
pendangiran
pemahaman tentang silvikultur sebagian
besar responden menjawab pada katagori Penjarangan 18 1 81 100
Sumber : Pengolahan Data Lapangan

52
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa melakukannya dihutan rakyat mereka


kebanyakan masyarakat Kecamatan dengan alasan mengisi lahan kosong
Pasawahan Kabupaten Kuningan dibawah tegakan pohon dan lebih cepat
melakukan pengelolaan hutan rakyat dalam memperoleh hasil. Adapun system
mengunakan sistem silvikultur akan agroforestri yang dipergunakan adalah
tetapi kebanyakan dari masyarakat tidak sistem agrisilvikultur yaitu
mengenal istilah silvikultur mencampurkan tumbuhan berkayu
dengan tumbuhan semusim. Adapun
3. Pemahaman Mengenai tanaman semusim yang banyak
Agroforestri (Tumpangsari) diusahakan adalah dari jenis buah-
Penggunaan sistem agroforestri buahan seperti salak, pisang, nangka,
dalam pengusahaan hutan rakyat dapat mangga, durian dan lain sebangainya.
memberikan tambahan ekonomi. Selain Adapun faktor yang mempengaruhi
itu, pengunaan sistem agroforestri juga katagori persepsi adalah lamanya
dapat membuat ekologi seperti hutan mengusahakan hutan rakyat, luasan hutan
alam. Untuk mengetahui gambaran rakyat yang dikelola dan interaksi dengan
mengenai pemahaman system masyarakat luar. Sedangkan usia, tingkat
agroforestri dapat di lihat pada tabel pendidikan, jenis kelamin tidak
mempengaruhi persepsi.
Tabel 6. Persepsi Masyarakat
Berdasarkan Pemahaman 4. Penghitungan Persepsi
Mengenai Agroforestri Dari uraian diatas, untuk
mengetahui persepsi masyarakat dalam
No. Kriteria Jumlah Persentasi penelitian ini di analisis menggunakan
1. Tinggi 32 32 % perhitungan sebagai berikut :
2. Sedang 45 45 % ∑ Skor Kenyataan
3. Rendah 23 23 % Persepsi = X 100 %
Jumlah 100 100 % ∑ Skor Harapan
Sumber : Pengolahan data lapangan
tahun 2014. 3910
Persepsi = X 100 %
Dari tabel diatas dapat diketahui 5400
Persepsi = 72,4 % = 72 %.
bahwa persepsi masyarakat berdasarkan
pemahaman tentang agroforestri sebagian
Berdasarkan perhitungan diatas
besar responden menjawab pada katagori
maka dapat diketahui bahwa tingkat
sedang, yaitu sebanyak 45 responden
persepsi masyarakat mengenai
atau 45 %. Sedangkan untuk katagori
pengelolaan hutan (studi kasus
tinggi sebanyak 32 responden atau 32 %
Kecamatan Pasawahan Kabupaten
dan untuk katagori rendah sebanyak 23
Kuningan) termasuk dalam kriteria tinggi
responden atau 23 %.
yaitu 72 %. Besarnya persepsi
Yang menyebabkan persepsi
masyarakat mengenai pengelolaan hutan
masyarakat ada pada katagori tinggi
rakyat pada penelitian ini dilihat
adalah banyaknya responden yang
berdasarkan pemahaman mengenai hutan
memahami istilah agroforestri dan
rakyat (istilah, pengertian dan luasan

53
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

hutan rakyat), pemahaman mengenai hutan rakyat), pemahaman


silvikultur (pengelolaan teknis dan mengenai silvikultur (pengelolaan
administrasi), pemahaman mengenai teknis dan administrasi),
agroforestri (jenis campuran). Sebagian pemahaman mengenai
besar masyarakat tidak mengenal istilah- agroforestri (jenis campuran)
istilah kehutanan, akan tetapi hutan rakyat, silvikultur dan
masyarakat melaksanakan teknis dan agroforestri.
administrasi bidang kehutanan
(khususnya mengenai hutan rakyat) B. Saran
dalam pengelolaan hutan rakyat. 1. Perlu diadakan penyuluhan oleh
Agar lebih jelas mengenai tingkat dinas terkait mengenai istilah-
persepsi masyarakat mengenai istilah baru di bidang kehutanan
pengelolaan hutan dapat dilihat pada seperti hutan rakyat, silvikultur
gambar berikut ini. dan agroforestri.
2. Perlu adanya koordinasi dengan
72 % Intansi terkait mengenai
pemberantasan hama terutama
0% 33,33% 66,66% 100 satwa liar yang berada di kawasan
% Gunung Ciremai.
Rendah Sedang Tinggi 3. Perlunya kesadaran masyarakat
untuk menerima masukan tentang
pengelolaan hutan rakyat dari
Gambar 1. Kedudukan Persepsi Pada Kriteria
dinas terkait, lembaga, orang
yang memahami teknis dan
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
administrasi dalam pengelolaan
hutan rakyat.
A. Kesimpulan
4. Perlu adanya penelitian lanjutan
1. Karakteristik responden
mengenai persepsi pengelolaan
berdasarkan Usia 40-60 tahun,
hutan rakyat di Kecamatan
Pekerjaan petani, tempat tinggal
Pasawahan terutama di desa yang
dan jenis kelamin laki-laki
belum di lakukan penelitian.
berpesepsi tinggi terhadap
pengelolaan hutan rakyat di
Kecamatan Pasawahan DAFTAR PUSTAKA
Kabupaten Kuningan.
2. Tingkat persepsi masyarakat Imam Gozali. 2005. Metode Penulisan
mengenai pengelolaan hutan Penelitian Ilmiah. Universitas
rakyat di lokasi penelitian Diponogoro. Semarang.
termasuk dalam kriteria tinggi Jugiyanto. 1984. Persepsi Pengunjung
yaitu 72 %. Besarnya Tingkat Terhadap Pengelolaan Kawasan
persepsi masyarakat mengenai Alam. Institut Pertanian Bogor.
pengelolaan hutan rakyat pada Bogor.
lokasi penelitian dilihat dari
pemahaman tentang hutan rakyat
(istilah, pengertian dan luasan

54
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Keputusan Menteri Kehutanan No. Singarimbun, M. 1987. Metode


49/Kpts-II/1997 Tentang Penelitian Survey, Jakarta.
Pengertian Hutan Rakyat. Pembangunan Jakarta.
P. 30 / MENHUT-II / 2012: Tentang Djambatan. Sitompul. 1987.
Penatausahaan Hasil Hutan Yang Keuangan Negara. Jakarta :
Berasal Dari Hutan Hak Erlangga.
Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
2002 tentang Tata Hutan dan tentang Kehutanan.
Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan
Hutan dan Penggunaan Kawasan
Hutan.

55
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

KOMUNIKASI LEBAH MADU (Apis mellifera L.)

Iing Nasihin

Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan


Jl. Cut Nyak Dhien 36 A, Kuningan, Jawa Barat

ABSTRAK

Komunikasi yang dilakukan lebah madu dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan,
yaitu dengan melakukan tarian suka cita atau waggle dance, sinyal getaran atau vibration
signal, dan komunikasi kimia (chemical/pheromone communication). waggle dance
dilakukan bertujuan untuk menginformasikan lokasi sumber pakan, sementar vibration
signal bertujuan untuk memberikan tanda/perintah untuk mencari makanan. Komunikasi
kimia berperan dalam sistem reproduksi, komunikasi, koordinasi dan penyebaran
informasi.

Keywords: Lebah madu, Komunikasi

I. PENDAHULUAN kerdil/kecil, terdiri atas


Apis andreniformis dan Apis Florea;
Lebah merupakan serangga sosial lebah madu sedang/menengah, terdiri
yang sangat terogranisir. Kelangsungan atas Apis mellifera, Apis cerana, Apis.
hidup sebuah koloni tergantung dari koschevnikovi,
setiap individu yang lain. Lebah Apis nigrocincta, dan Apis Nuluensis;
menggunakan segregasi sistematis untuk serta lebah madu besar/raksasa terdiri
memastikan kelanjuatan keberadaan dari atas Apis dorsata dan Apis laboriosa
koloninya. Mereka juga melakukan (Nieh, James C. 2011)
berbagai macam tugas seperti mencari Perilaku yang dilakukan oleh koloni
makanan, reproduksi, mengurus lebah lebah masih menjadi misteri selama
yang masih muda, patroli dan bertahun tahun sampai Von Frisch (1965)
pembangunan sarang. Dari jumlah lebah menterjemakan bahasa isyarat yang
yang banyak dalam sebuah koloni, berada pada tarian lebah. Tarian lebah ini
mencari makan merupakan kegiatan digunakan sebagai alat komunikasi yang
utama yang dilakukan oleh koloni lebah digunakan oleh koloni. Misalnya setelah
untuk menjamin pasokan sumber lebah kembali dari sarangnya, ia akan
makanan bagi koloni lainnya. melakukan tarian yang disebut dengan
Saat ini dikenal 9 (sembilan) spesies waggle dance. Dengan menggunakan
lebah madu, yang dikelompokan menjadi tarian ini lebah yang lain menerima
3 (tiga) kelompok, yaitu lebah madu informasi mengenai sumber makanan.

56
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Informasi yang diberikan pada saat sampel tersebut, maka lebah pekerja akan
waggle dance adalah jarak dan arah terus melakukan waggle dance dan
untuk menuju sumber makanan yang bersesura, sampai koloninya pergi
telah ditemukan. menuju sumber makanan. Tetapi
Selain melakukan waggle dance sebaliknya, apabila sampel tersebut
dalam berkomunikasi, dikenal juga sinyal ditolak, maka lebah pekerja akan
getaran (vibration signal) sebagai media berhenti melakukan waggle dance dan
komunikasi lebah madu dalam mencari berhenti bersuara.
makan (Kirchner, 1993).
Sarana komunikasi lain yang juga
dilakukan oleh lebah madu, yaitu melalui
komunikasi kimia atau feromon.

A. Waggle Dance

1. Tarian Lebah Madu Sebagai


Sistem Informasi Spasial
Pada saat lebah pekerja kembali ke
sarang, mereka akan menginformasikan
lokasi tempat nektar (makanan) yang
baru saja mereka kunjungi dengan Gambar 1. a). Pola gerakan waggle
melakukan tarian yang disebut dengan dance
waggle dance. (Sumber : Dyer, 2002)
waggle dance adalah gerakan menari
yang diawali dengan berjalan zig-zag ke
arah tertentu, selanjutnya terbang
membentuk angka 8 (delapan). Kegiatan
tersebut terung diulangi sehingga lebah-
lebah lainya mengikuti (Dyer, 2002).
Arah waggle dance, selalu
membentuk sudut 40° terhadap sumber
cahaya (matahari), dan semakin lama Sumber : Dyer, 2002
durasi tarian dilakuka, maka semakin
jauh jarak loaski sumber makananan.
Pada saat melakukan waggle dance,
lebah pekerja juga mengelurakan suara Gambar 1. b). Hubungan durasi waggle
dari kibasan sayap dan gesekan antara dance dengan jarak lokasi
dada dengan sarang lebah (Kirchner, sumber makanan
1993). .
Durasi suara tersebut rata-rata 100
ms, dengan frekuensi 350 Hz dan
amplitudo 1 µm. Pada saat contoh
makanan disampaikan pada koloninya
dan koloni lebah tersebut menerima

57
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Gambar 2. Signal suara pada saat lebah


madu melakukan waggle
dance
(Sumber : Kirchner, 1993)

2. Prosesing Informasi Spasial dalam Gambar 3. Prosesing Informasi Spasial


Tarian Lebah Madu Sumber Pakan
Pada saat lebah pekerja melakukan Sumber : Dyer, 2002
waggle dance, lebah yang lain
memperhatikan tarian tersebut untuk Selain informasi sumber pakan,
menterjemahkan informasi yang waggle dance juga dilakukan untuk
disampaikan. Informasi tersebut memberikan informasi sumberdaya
menyangkut jarak dan sudut lokasi (arah lainya, seperti sumber air, sumber nektar,
relatif terhadap matahari). sumber polen dan alternatif tempat
Pada proses tersebut, lebah akan bersarang (Dyer, 2002; Nieh, 2011).
mempertimbangkan jalan mana yang Informasi dari waggle dance ini biasanya
akan ditempuh untuk menuju sumber akan dijadikan keputusan bersama koloni
makanan. Apakan akan terbang langsung (terutama dalam penentuan tempat
ke lokasi, atau memutar. bersarang).

Gambar 4. Prosesing Informasi Spasial Sumberdaya


Sumber : Dyer, 2002

58
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

3. Pengaruh Kondisi Habitat


Terhadap Waggle Dance
Hasil penelitian Dornhaus & Chittka,
2004 menunjukan bahwa waggle dance
sangat diperlukan dalam menentukan
lokasi sumber pakan, akan tetapi hal
tersebut tidak berlaku untuk seluruh
kondisi. Ternyata pada daerah temperate,
waggle dance tidak sepenting untuk
daerah tropis. Artinya, pada daerah Gambar 5. Nilai R pada Setiap Tipe
temperat waggle dance penting Habitat
dilakukan. Sumber : Dornhaus & Chittka, 2004
Faktor yang mempengaruhi waggle
dance pada kondisi habitat tropis adalah
karena sumber pakan di daerah tropis Ket :
sangat beranekaragam, terdiri dari I = Hutan Kering India
berbagai macam jenis dan tipe habitat. A = Hutan Campuran Afrika
Sehingga diperlukan waggle dance E = Inggris
(Dornhaus & Chittka, 2004). NY = New York
Sementara itu, kondisi habitat di G = Jerman
daerah temperet relatif homogen, baik CA = California
jenis maupun tipenya. FL = Florida
Pada hutan tropis, banyak terdapat
pohon yang dapat dijadikan sumber Pada daerah temperat, lebah banyak
pakan, terdapat berbagai macam bunga mengkonsumsi nektar dari bunga perdu
dengan nektar yang banyak juga, tetapi dan semak, Hal ini disebabkan
kepadatan setiap jenisnya rendah. kebanyakan pohon berpolinasi dengan
Dengan kondisis iklim yang bantuan angin. Hanya sedikit pohon yang
mempengaruhinya, kadangkala berbunga dan biasanya periode
tumbuhan pada hutan tropis hanya berbunganya lama. Sehingga bagi lebah
berbunga beberapa hari saja. Sehingga, tidak terlalu dibutuhkan komunikasi
dengan kondisi tersebut lebah (melalui waggle dance).
membutuhkan komunikasi (melalui
waggle dance), agar pencariaan makan B. Vibration Signal
lebih efektif dalam waktu yang terbatas. Sinyal getaran dikirim oleh lebah
tertentu kepada lebah lainya dengan cara
mendatangi seluruh sarang. Respon dari
sinyal getaran tersebut biasanya terjadi
antara 10-15 menit (. Schneider & Lewis,
2004).
Sinyal getaran merupakan perintah
kepada lebah pekerja untuk mencari
sumber makan, menentukan tempat

59
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

bersarang, mencari sumber air, dan lain membangun komunikasi antar


sebagainya (Schneider & Lewis, 2004). anggotanya adalah dengan menggunakan
bahasa kimia/feromon yang kompleks
1. Tugas Mencari Sumber Pakan (Maisonnasse, A. et al, 2010). Feromon
Fungsi utama sinyal getaran pada telah terbukti berperan dalam sistem
tugas mencari sumber pakan adalah reproduksi lebah madu, komunikasi antar
untuk memfasilitasi/menginformasikan strata lebah, koordinasi tugas, serta
ketersediaan sumberdaya (pakan) yang penyebaran informasi dan integrasi
ada di sarang, sehingga apabila perilaku sosial.
ketersediaan pakan mulai menipis, maka
sinyal getaran merupakan pertanda 3. Interaksi Antara Ratu dan Lebah
perintah kepada lebah pekerja untuk Pekerja
segera mencarai sumber pakan. Ratu lebah mengeluarkan zat kimia
Beberapa fungsi sinyal getaran pada yang disebut dengan Quen Retinue
kegiatan pencariaan makanan antara lain Pheromone (QRP). Senyawa QRP
berhubungan dengan : kembalinya lebah tersebut yang akan menarik/merangsang
pekerja sebagai pecari makan, aktifitas lebah pekerja untuk merawat ratunya,
pada waggle dance, berubahnya yaitu dengan cara memberi dan menjilati
kebutuhan nutrisi, membutuhkan ratunya. Komponen esensial yang
makanan yang lebih berkualitas, dan pola terkandung dalam QRP adalah 9-oxo-
temporal ketersediaan hijauan. (E)-2-decenoic acid (ODA). Komponen
Pola harian aktivias sinyal getaran lainya adalah molekul aktif biosintetik
untuk mencari makan lebih sering terjadi ODA, yaitu (R) dan (S)-9-hydroxy-(E)-2-
pada waktu pagi hari dan terus menurun decenoic acid (HDA), serta 2 (dua)
pada sore hari. komponen aromatika, methyl p-
hydroxybenzoate (HOB) dan 4-hydroxy-
3-methyoxyphenylethanol (HVA). Semua
senyaea tersebut merupakan produk
campuran dari kelenjar mandibula, yang
disebut Queen Mandibular Pheromone
(QMP).
Senyawa QRP ditransferkan kepada
lebah pekerja oleh sang ratu melalui
sarang rebah, yaitu ketika senyawa QRP
disekresikan oleh sang ratu dan
Gambar 6. Pola Aktivitas Sinyal Getaran menempel pada sarang lebah, secara
Mencari Makan tidak langsung senyawa QRP akan
Sumber : Schneider & Lewis, 2004 menempal pada tubuh lebah pekerja.
Selanjutnya senyawa QRP juga dapat
2. Komunikasi Kimia/Feromon menyebar melalui lebah pekerja yang
(Chemical/Pheromone telah memiliki senyara QRP kepada
Communication) lebah lain yang belum memilikinya,
Salah satu faktor keberhasilan lebah melalui kontak langsung.
madu sebagai serangga sosial dalam

60
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

Senyawa QRP berperan dalam 5. Interaksi Antara Lebah Pekerja


mempengaruhi fisiologi lebah pekerja, Keberhasilan lebah madu sebagai
dan pengaturan sistem reproduksi, yaitu serangga sosial adalah dalam hal
melalui zat aktif etil palmiat yang pembagian tugas dalam pertahanan
terkandung didalamnya, yang ternyata sarang, induk, dan penyimpanan
berfungsi sebagai penghambat makanan.
perkembangan ovarium lebah pekerja. Pertahanan sarang memainkan
Efeklain dari QMP, yaitu berperan peranan penting dalam biologi lebah
dalam menanggulangi kelaparan (ketika madu. Perilaku defensif yang diperankan
sumber pakan terbatas). Yaitu melalui lebah madu diatur melalui mekanisme
mekanisme penyimpanan gizi dengan komunikasi kimia, yaitu dengan induksi
cara penyimpanan lipid dan ekspresi gen. dan modulasi feromon. Tanda bahaya
Hal ini desebabkan karena QMP (alarm) feromon diproduksi di kelenjar
memiliki tingkatan lipid yang tinggi. mandibular dan alat sengat lebah madu
Ekspresi gen ditunjukan melalui pekerja.
vitellogenin RNA yang berfungsi untuk Terdapat 40 senyawa, mulai dari
meng-kode protein kuning telur. awal, proses dan produk akhir
biosintesis, teridentifikasi dari ekstrak
4. Interaksi Antara Ratu dan Lebah sengatan lebah pekerja. Sekitar 15
Jantan komponen melepaskan satu atau lebih
Sistem komunikasi kimia pada lebah alarm perilaku (terbang dari sarangnya
madu juga terjadi pada perilaku sosial untuk mencari sumber gangguan,
dan kawin. 9-oxo-2-decenoic acid (9- mengejar, menggigit dan menyengat).
ODA), sebagai komponen utama dari
sekresi mandibula ternyata merupakan 6. Interaksi Antara Lebah Madu
feromon sek. Dewasa dan Anak-anak
9-ODA merupakan perangsang seks Brood Pheromone (BP) adalah zat
jarak jauh yang paling utama, dimana kimia yang menempel pada permukaan
lebah jantan dan ratu perawan akan pergi tubuh larva lebah madu. BP merupakan
meninggalkan sarangnya untuk media komunikasi antara larva lebah
melakukan penerbangan kawin. Proses madu dengan lebah madu pekerja
ini diawali dengan berkumpulnya para (dewasa).
lebah jantan pada suatu area pada radius BP merupakan senyawa campuran
50 – 200 m, untuk menunggu para ratu dari 10 (sepuluh) lemak asam ester, yaitu
perawan. Setelah metil palmitat, metil oleat, metil stearat,
mendapatkan/mendeteksi sinyal feromon metil linoleat, metil-lino lenate, etil
yang dikeluarkan oleh ratu lebah palmitat, etil oleat, stearat etil, etil
perawan, maka para lebah jantan akan linoleat dan etil linolenate.
berlomba-lomba mengejar sang ratu, dan Komposisi ester pada setiap larva
hanya lebah jantan yang paling cepatlah lebah madu menunjukan proporsi yang
yang akan berhasil kawin dengan sukses. berbeda-beda, hal ini berfungsi sebagai
penanda kasta dan usia larva. Dengan
demikian para lebah perwat akan lebih
mudah mengidentifikai larva lebah madu

61
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

mada yang harus mereka rawat secara Maisonnasse, Alban, Cédric Alaux,
optimal. Dominique Beslay, Didier
Crauser, Christian Gines, Erika
KESIMPULAN Plettner and Yves Le Conte.
2010. New insights into honey
Terdapat 3 (tiga) komunikasi lebah bee (Apis mellifera) pheromone
madu, yaitu melaui tarian suka cita communication. Is the queen
(waggle dance), sinyal getaran atau mandibular pheromone alone in
vibration signal, dan komunikasi kimia colony regulation?. Maisonnasse
(chemical/pheromone communication). et al. Frontiers in Zoology 7:1 - 8
Nieh, James C. 2011. The Evolution of
Honey Bee Communication:
DAFTAR PUSTAKA Learning from Asian Species.
Formosan Entomol. 31: 1-14
Donahoe K, L. A. Lewis and S. S. Schneider, S.S. and Lewis L.A. 2004.
Schneider. 2003. The role of the The vibration signal, modulatory
vibration signal in the house- communication and the
hunting process of honey bee organization of labor in honey
(Apis mellifera) swarms. Behav bees, Apis mellifera. Apidologie
Ecol Sociobiol 54:593 – 600 .35 : 117 – 131
Dornhaus A. and Chittka L. 2004. Why Trhlin, M., and Rajchard, J. 2011.
do honey bees dance?. Behav Chemical communication in the
Ecol Sociobiol. 55:395 – 401 honeybee (Apis mellifera L.).
Dyer FC, Seeley TD. 2002. The biology Veterinarni Medicina, 56 (6): 265
of the dance language. Annu. - 273
Rev. Entomol. 47:917 – 49
Kirchner WH, 1993. Acoustical
communication in honeybees.
Apidologie. 24 : 297 - 307

62
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014

63

Anda mungkin juga menyukai