254 479 1 SM
254 479 1 SM
2 September 2014
ABSTRAK
Dalam rangka otonomi daerah, sesuai dengan UU RI No. 22 tahun 1999 dimana
daerah diberi kewenangan untuk menggali sumber keuangannya sendiri, hutan rakyat
dapat dijadikan sebagai salah satu sumber untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD), menyingkapi perihal tersebut penelitian ini memberikan informasi bagi pemerintah
dalam menentukan kebijakan pengusahaan hutan rakyat di wilayah Kabupaten Kuningan
khususnya di Desa Karangsari dan menganalisis kelayakan usaha serta produktifitas secara
kualitatif dan kuantitatif kepada masyarakat sebagai bahan pertimbangan komoditas usaha
hutan rakyat di masa yang akan datang. Penelitian yang dilaksanakan merupakan jenis
penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity, and Threat).Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan
analisis kelayakan pada aspek perbandingan antara biaya dan pendapatan masyarakat dari
hasil hutan rakyat cukup tinggi. Oleh sebab itu usaha hutan rakyat sangat layak untuk
masyarakat.
Kata Kunci : Prospek Kontribusi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Hutan Rakyat,
Karangsari, Kuningan
1
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
dimana daerah diberi kewenangan untuk ketelitian sebesar 10% (0,1) (Sevila et al.
menggali sumber keuangannya sendiri, 1993 dalam Singarimbun, 1987).
hutan rakyat dapat dijadikan sebagai Sehingga diketahui luas kawasan
salah satu sumber untuk meningkatkan maksimal yang akan diamati sebesar 7
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ha, disesuaikan dengan luas kepemilikan
Secara institusi tidak ada Peraturan lahan responden.
Pemerintah (PP), Peraturan Daerah Penentuan jumlah responden
ataupun Surat Keputusan Bupati yang didapat dari jumlah populasi petani yang
mengatur besarnya retribusi terhadap hutan merupakan pemilik sekaligus penggarap
rakyat. Belum adanya pedoman sebagai sejumlah 300 orang.
dasar perhitungan retribusi terhadap kayu
rakyat di Kabupaten Kuningan
mengakibatkan pemasukan terhadap PAD
berkurang dan data yang diperoleh menjadi
tidak akurat. Oleh sebab itu maka perlu
dilakukan penelitian mengenai ―Prospek
Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Dimana:
Kuningan‖ n = Ukuran Sampel
N = Ukuran Populasi Responden
II. METODOLOGI e = Nilai Kritis atau Batas
Ketelitian
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di
Hutan Rakyat Desa Karangsari B. Metode Analisis Data
Kecamatan Darma Kabupaten Kuningan.
Penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) 1. Gambaran dan Karakteristik
bulan pada tahun 2014. Masyarakat
Data yang diperoleh dari hasil
B. Bahan dan Alat wawancara dan observasi kemudian
Bahan dan alat yang digunakan di analisis secara deskriptif dalam
dalam penelitian ini yaitu peta areal bentuk tabulasi dan gambar untuk
penelitian, pedoman wawancara, alat mendapatkan gambaran mengenai
karakteristik masyarakat penggarap
tulis menulis, kamera foto (digital),
hutan rakyat
komputer dan printer, recorder dan
literatur.. 2. Analisis Pendapatan
a. Volume Kayu Per Pohon.
C. Metode Penelitian
2
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
A. Pengusahaan Lahan
Pb = (Tvp X P) – Tc Besarnya luas pengusahaan lahan
hutan rakyat di Desa Karangsari
Keterangan: Kecamatan Darma dalam penelitian ini
Pb = Pendapatan Bersih seluruhnya adalah sebesar 21,18 Ha yang
P = Harga kayu per m3 rata-rata setiap petani hutan rakyat
Tc = Total Cost (Biaya) menggarap lahan sebesar 0,28 Ha.
Adapun luas pengusahaan lahan hutan
rakyat tersebut lebih jelas dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
3
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
4
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
5
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
E. Analisis Biaya
Akumulasi jumlah biaya rata-rata Perawatan tanaman merupakan
yang dikeluarkan oleh petani hutan akumulasi antara perawatan tanaman
rakyat terdiri dari jumlah biaya bibit setiap periode dan antisipasi dari
tanaman, biaya angkut, pupuk, perawatan serangan hama.Untuk mengetahui lebih
tanaman, dan upah tebang saat panen. jelas mengenai biaya rata-rata yang harus
Biaya bibit tanaman merupakan dikeluarkan dapat dilihat pada tabel 5
perkalian antara jumlah bibit dengan berikut ini.
harga satuan bibit tersebut.
6
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
Luas Lahan
No. Keterangan 0,14 s/d 0,29 s/d 0,44 s/d 0,59 s/d
0,28 Ha 0,43 Ha 0,58 Ha 0,73 Ha
1. Biaya Bibit Tanaman 130.815 591.923 662.500 1.437.500
2. Biaya Angkut/Tenaga Kerja 248.519 349.615 311.250 297.500
3. Pupuk 175.000 357.308 506.250 797.500
4. Perawatan/hama 952.778 1.100.000 925.000 797.500
5. Upah Tebang 335.000 900.000 - 75.000
6. Total Biaya 1.842.112 3.298.846 2.405.000 3.405.000
Sumber: Analisis Data 2014
7
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
Tabel 8. Kontribusi Hutan Rakyat Desa Karangsari Terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten Kuningan.
No. Keterangan Jumlah
3
1. Rata-rata Potensi Hutan Rakyat (Standing Stock) (m /Ha) 127,97
2. Rata-rata kesediaan petani membayar retribusi (Rp/m3) 2.640
3. Luas penggarapan Hutan Rakyat (Ha) 70
4. Potensi PAD Hutan Rakyat (Rp) 23.648.856
5. Jumlah PAD Kabupaten Kuningan (Rp) 42.910.935.111
6. Persentase PAD Hutan Rakyat (%) 0,06%
Sumber: Analisis Data 2014
8
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
9
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
Ai Nurlaila, Nurdin
ABSTRACT
This research is to see the effect of the use of the ArbuscularMycorrhizalFungi (AMF) and
phosphorus on growth and yield of mung bean ( Phaseolus radiatus L. ) were carried out
on a laboratory scale . The study is expected to evolve and ultimately provide complete
information aboutthe technology of cultivation and appropriate commodity to be applied
in land - mined land so that the land can be put to good use . Thus not only the economic
benefits that will be obtained , but also environmental quality can be improved such as
water management and land fertility .
This study used a randomized complete block design with three levels of two factors
treatments . The first factor is the AMF with a dose of 0 g / polybag , 10 g / polybag , and
20 g / polybag . The second factor is fertilizer P with a dose of 0 g / polybag , 5 g /
polybag , and 10 g / polybag . Every treatment factorswererepeatedthree times.
The results showedthatthere is an interaction between AMF treatment and P fertilizer
on growth and yield components of green beans . Treatments that provide the most
excellent effect on growth and yield are treated M2 ( 10 g AMF / hole ) and F2 ( 5 g SP -
36 / hole ) . Obtained an increase in yield of about 60 % when compared to the control
treatment (without giving AMF and fertilizer P) .
Keywords : AMF , Phosphorus , mung beans ( Phaseolus radiatus L.), growth, yield
10
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
berakar dalam, dapat tumbuh pada lahan generatifnya yang berupa biji. Oleh
yang miskin hara karena kacang hijau karena itu, untuk memenuhi kebutuhan
merupakan jenis tanaman legum tersebut terutama pada lahan dengan
sehingga dapat bersimbiosis dengan tingkat kesuburan rendah peran CMA
rhizobium, cara budidaya mudah, hama sangatlah diperlukan.
yang menyerang relatif sedikit, dan Dalam rangka memanfaatkan lahan-
harganya relatif stabil. lahan dengan kelas kesuburan rendah di
Potensi kacang hijau perlu daerah Kuningan, maka penelitian
dioptimalkan melalui teknologi budidaya mengenai penggunaan CMA terhadap
yang tepat, efisien dan mampu pertumbuhan dan hasil tanaman kacang
mendorong pengembangan sistem hijau perlu dilakukan. Penelitian ini
agribisnis sehingga dapat mendukung merupakan penelitian awal untuk
ketahanan pangan nasional. Teknologi mengetahui kesesuaian lahan bekas
yang diterapkan bisa bermacam-macam galian C yang berada di Kabupaen
sesuai tahapan budidaya tanaman. Kuningan terhadap komoditas kacang
Tahapan budidaya kacang hijau meliputi hijau. Tujuan yang hendak dicapai dalam
: pengolahan tanah, penanaman, penelitian ini adalah :1) mengetahui
pemupukan, pengairan interaksi pupuk P dan CMA terhadap
(irigasi),pengendalian hama dan serapan P dan hasil tanaman, 2)
penyakit, pemanenan, dan penanganan mengetahui dosis pupuk P dan CMA
pascapanen. yang memberikan pengaruh terbaik bagi
Untuk mengurangi penggunaan serapan P dan hasil tanaman, dan 3)
pupuk kimia, belakangan ini gencar mengetahui korelasi komponen
dikembangkan berbagai jenis pupuk pertumbuhan dengan hasil tanaman
alami. Pupuk alami tersebut dapat berupa kacang hijau.
pupuk organik, pupuk kandang, pupuk
kompos, atau pupuk hayati (biofertilizer). II. METODOLOGI
Pupuk hayati(biofertilizer) adalah
jenis pupuk yang mengandung A. Lokasi dan Waktu Penelitian
mikroorganisme hidup baik itu bakteri Penelitian dilaksanakan di Fakultas
maupun jamur. Cendawan Mikoriza Kehutanan Universitas Kuningan selama
Arbuskular (CMA) adalah jenis pupuk 6 bulan dari bulan Mei sampai bulan
hayati yang berasal dari jamur. CMA Oktober 2014.
berperan sebagai pupuk hayati yang
dapat meningkatkan kemampuan B. Bahan dan Alat
tanaman dalam menyerap hara terutama Bahan yang digunakan adalah benih
fosfor. Tanaman seperti kacang hijau kacang hijau varietas Walet, inokulan
memerlukan fosfor dalam jumlah yang Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA),
banyak supaya hasilnya tinggi. pupuk TSP, KCl dan Urea. Sedangkan
Fosfor adalah unsur hara makro yang alat yang digunakan adalah polibag,
berperan dalam pertumbuhan generatif cangkul, timbangan analitis, alat analisis
tanaman seperti bunga, buah, atau biji. serapan hara, dan alat pendukung
Kacang hijau adalah tanaman yang lainnya.
dimanfaatkan hasil perkembangan
11
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
12
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
13
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
14
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
15
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
16
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
17
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
18
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
ABSTRAK
19
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
20
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
21
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
perekonomian. Pandangan saat ini bahwa komputer dan printer, recorder dan
hutan kota tidak mendatangkan manfaat literatur..
secara langsung merupakan pendapat
yang salah. Hutan kota memiliki potensi C. Metode Penelitian
yang besar untuk dikembangkan.
Pengetahuan dan teknologi 1. Metode Pengumpulan Data
pemanfaatannya harus dikembangkan Penelitian yang dilaksanakan
dan disebarluaskan agar pembangunan merupakan jenis penelitian deskriptif
hutan kotatidaklagi menemui kualitatif dengan menggunakan analisis
kendala.Kedepannya dilharapkan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity,
pembangunan hutan kota harus didasari and Threat). Seperti yang dipaparkan
motivasi yang tinggi untuk menjaga oleh (Alwasilah, 2006) bahwa deskriptif
lingkungan kota disamping dapat kualitatif berhubungan dengan
dimanfaatkan untuk menjalankan bagaimana menganalisis suatu data tanpa
perekonomian perkotaan. tergantung pada kuantitas. Relevansinya
Berdasarkan pada identifikasi dengan penelitian ini yaitu bagaimana
masalah di atas, maka rumusan masalah peneliti memusatkan diri pada
penelitian ini adalah: pemecahan masalah strategi
1. Bagaimana strategi pengembangan ekonomi hutan kota yang
pengembangan ekonomi hutan selama ini dipandang hanya sebagai
Kota Bungkirit dalam tempat perlindungan yang tidak
pembangunan Kabupaten memberikan manfaat ekonomi secara
Kuningan Provinsi Jawa Barat? langsung bagi pemerintah atau
2. Bagaiman peran ekonomi hutan masyarakat, kemudian data yang
Kota Bungkirit Kabupaten dikumpulkan mula-mula disusun,
Kuningan dalam pembangunan dijelaskan, dan kemudian
Kabupaten Kuningan Provinsi dianalisis.Analisis Strength mengkaji
Jawa Barat? kekuatan dan potensi ekonomi hutan
Kota Bungkirit dalam pembangunan
II. METODOLOGI Kabupaten Kuningan. Analisis Weakness
mengungkap kelemahan yang dimiliki
A. Lokasi dan Waktu Penelitian oleh hutan Kota Bungkirit dalam
Penelitian ini dilakukan di Hutan pembangunan Kabupaten Kuningan.
Kota Bungkirit Kabupaten Kuningan Analisis Opportunity mengkaji
yang beralamat di jalan raya kesempatan, potensi dan peluang yang
Kuningan-Cigugur, Kabupaten dimiliki oleh hutan Kota Bungkirit dalam
Kuningan, Provinsi Jawa Barat. pembangunan Kabupaten Kuningan.
Sedangkan analisis Threat mengungkap
B. Bahan dan Alat tantangan dan ancaman yang menjadi
Bahan dan alat yang digunakan kendala hutan Kota Bungkirit dalam
dalam penelitian ini yaitu peta areal pembangunan Kabupaten Kuningan.
penelitian, pedoman wawancara, alat Data dalam penelitian ini terdiri data
primer dan data sekunder.Data primer
tulis menulis, kamera foto (digital),
berupa data hasil wawancara dengan
22
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan data pada hasil
wawancara dengan Pemerintah
(Dishutbun, Bappeda), Masyarakat
Perkotaan Kuningan, LSM (Kanopi,
Akar), data hasil kajian
literatur/dukumen dan hukum/aturan-
aturan, Undang-Undang (UU), Peraturan
Pemerintah (PP), Peraturan Daerah
D. Metode Analisis Data (Perda), dan Surat Keputusan (SK)
Menurut (Rangkuti, 2005), analisis bupati Kuningan diperoleh data strategi
SWOT merupakan salah satu metode atau konsep rencana tata bangunan dan
untuk menggambarkan kondisi lingkungan hutan Kota Bungkirit sebagai
dan mengevaluasi suatu masalah, proyek berikut :
atau konsep bisnis yang berdasarkan
faktor internal (dalam) dan faktor 1. Arah Pengembangan Kawasan
eksternal (luar) yaitu Strengths, Hutan Kota Bungkirit
Weakness, Opportunities dan Threats,
yang akan dilakukan. Analisis Strength a) Visi Pengembangan
mengkaji kekuatan dan potensi hutan Kawasan Wisata Berkarakter Hutan
Kota Bungkirit dalam pembangunan kota :
Kabupaten Kuningan. Analisis Weakness - Memiiki Fungsi Utama sebagai
mengungkap kelemahan yang dimiliki kawasan lindung.
oleh hutan Kota Bungkirit dalam - Dapat menampung berbagai
pembangunan Kabupaten Kuningan. kegiatan, baik berupa wisata rekreasi
Analisis Opportunity mengkaji dan olah raga warga kota, maupun
kesempatan, potensi dan peluang yang
dimiliki oleh hutan Kota Bungkirit dalam
23
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
24
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
25
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
26
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
- Pemisahan sampah organik dan non- dan jalur pejalan kaki; merupakan
organik, composting dan lubang bentuk-bentuk arsitektural yang
biopori untuk pengolahan sampah diusulkan dengan mempertimbangkan
organik menjadi pupuk dan sumber kelestarian maupun sifat-sifat alamiah
pendapatan warga. dari keanekaragaman hayati.
- Septic tank dengan on-site treatment
serta kolam sanita (constracted 4. Struktur Peruntukan Lahan
wetland), untuk pengolahan limbah Struktur peruntukan lahan blok H1
langsung dari sumbernya sehingga adalah ruang terbuka hijau hutan kota.
dapat mengurangi beban pengolahan Fungsi utama dari blok ini adalah untuk
limbah langsung dari sumbernya pelestarian alam, terutama dari sisi
sehingga dapat mengurangi beban keanekaragaman hayati dan penghasil
pengolahan limbah pusat dan area oksigen. kegiatan wisata rekreasi dan
penjernihan air limbah sekaligus oahraga sehari-hari bagi bagi warga kota
dapat menjadi taman lingkungan. Kuningan juga diwadahi di area hutan
- Rain garden dan instalasi rainwater kota ini, selain kegiatan-kegiatan yang
harvesting, untuk pengelolaan air bersifat pendidikan dan penelitian. Oleh
hujan sebagai bentuk lain sistem karena itu, di area hutan kota disediakan
drainase yang lebih ekologis. fasiitas-fasilitas jogging track, plaza,
jalur pejalan kaki dan saung-saung untuk
3. Panduan Umum Rancangan Blok menunjang fungsi wisata rekreasi
H1 (Hutan Kota Bungkirit) sebagai areal tersebut.
wisata lindung, edukasi, dan rekreasi
Pengembangan blok H1 sebagai area 5. Intensitas Pemanfaatan Lahan
wisata lindung, edukasi, dan rekreasi Intensitas pemanfaatan lahan di blok
dilakukan dengan pengembangan h1 dirancang untuk mengoptimalkan area
fasilitas-fasilitas yang menunjang terbuka hijau yang berupa hutan kota.
kegiatan wisata edukasi dan rekreasi; Oleh sebab itu, intensitas pemanfaatan
yaitu 1) museum alam, 2) plaza, 3) lahan dibatasi maksimal hanya 1 persen
canopy walk, dan 4) jalur pejalan kaki; dari luas lahan.
serta peningkatan kualitas ekologis area
hutan kota Bungkirit dengan konservasi 6. Tata Bangunan
dan penambahan keanekaragaman hayati. Bangunan yang diperbolehkan untuk
Pengembangan fasilitas-fasilitas dibangun pada blok H1 yang berupa
untuk kegiatan edukasi dan rekreasi hutan kota adalah bangunan yang bersifat
dimaksudkan untuk meningkatan nonpermanen atau bangunan yang tidak
ketersampaian materi edukasi, yaitu terlalu banyak mengintervensi lahan
mengenai jenis-jenis keanekaragaman hijau. Ketinggian bangunan yang
hayati pada area hutan kota, peran dan diperkenankan adalah 1 (satu) lantai,
fungsinya pada area perkotaan, maupun kecuali menara pandang / menara
usaha-usaha untuk menjaga kelestarian observasi lingkungan alam yang juga
hutan kota itu sendiri. Adapun bentukan befungsi sebagai tengaran kawasan.
fasilitas yang direncanakan untuk
dikembangkan; terutama canopy walk
27
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
28
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
29
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
maksimal sehingga dapat menjadi hutan Kota Bungkirit. Untuk itu, hal
bahan pelajaran dan penelitian baik pertama yang ditetapkan dalam
bagi siswa siswi sekolah, maupun penataan area pemukiman adalah
para akademisi, oleh karena itu akan batas fisik pengembangan. Batas
direncanakan pengembangan fisik pengembangan akan dibentuk
fasilitas-fasilitas yang menunjang ke oleh koridor ruang terbuka hijau
arah pengembangan kegiatan wisata (RTH), yang juga berfungsi sebagai
edukasi. lokasi untuk meletakkan fasum fasos
- Pengembangan area persawahan dan utilitas lingkungan. Hal
menjadi kawasan agrowidyawisata. berikutnya yang direncanakan dalam
Pengembangan tersebut meliputi penataan kawasan pemukiman
pengembangan fungsinya dari area adalah pengembangan lahan-lahan
pertanian kearah pengembangan yang masih kosong diarea
kegiatan-kegiatan agrowidyawisata, pemukiman (in-fill development)
sesuai dengan gagasan dari yang sesuai dengan karakteristik dan
pemerintah setempat. Pengembangan kebutuhan fungsi lingkungan.
kegiatan ini bertujuan untuk
memperkuat keberadaan area
persawahan, dengan memberikan 2. Pembangunan Kabupaten
nilai tambah ekonomi bagi area Kuningan Provinsi Jawa Barat
pertanian, yang bersinergi dengan melalui Peran Ekonomi Hutan
kebutuhan adanya area transisi Kota Bungkirit
antara hutan kota dengan area Hutan Kota Bungkirit Kabupaten
terbangun. Selain itu, pengembangan Kuningan provinsi Jawa Barat memiliki
fungsi ini juga bermanfaat untuk peran ekonomi yang cukup tinggi bagi
mendorong peningkatan kegiatan Kota Bungkirit Kabupaten Kuningan
pendidikan dan penelitian pertanian. dalam pembangunan Kabupaten
- Penataan kembali area industri Kuningan Provinsi Jawa Barat terutama
rumahan tahu lamping kembali bagi masyarakat sekitar hutan Kota
menjadi area wisata kuliner tahu Bungkirit. Pembukaan hutan Kota
lamping. Penataan tersebut adalah Bungkirit setidaknya telah membuka
untuk meningkatkan daya jualnya, lapangan bagi warga sekitar hutan Kota
melalui a) peremajaan kawasan dan Bungkirit. Di bawah ini dipaparkan
b) perluasan area industri rumahan tanggapan masyarakat yang meliputi
tahu ini disertai pengembangan Pemerintah Kabupaten Kuningan,
sarana prasarana penunjang yang masyarakat perkotaan Kuningan dan
baru. Peremajaan kawasan dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat.Elah (42)
untuk mengembangkan industri dan Inah (46) penjual nasi serta Iin (35),
rumahan tahu ini menjadi sebuah penjual sombako di sekitar hutan kota
tujuan wisata kuliner. bungkirit mengaku bahwa dengan
- Penataan area permukiman untuk dibukanya hutan bungkirit, mereka
mencegah perkembangan fisik dan mendapatkan kesempatan yang sangat
fungsi yang tidak berkesesuaian baik untuk berjualan disana. Alhasil,
dengan pengembangan kawasan mereka mampu meraup rupiah sekitar
30
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
Rp. 50.000 sampai Rp. 250.000 rupiah. pelestarian plasma nutfah, penahan dan
Jumlah ini bersifat fluktuatif tergantung penyaring partikel padat dari udara,
pada jumlah pengunjung yang penyerap dan penjerap partikel timbal,
mendatangi hutan kota ini. penyerap dan penjerap debu semen,
LSM Kanopi dan AKAR kabupaten peredam kebisingan, mengurangi bahaya
kuningan juga mengungkapkan bahwa hujan asam, penyerap karbon-
pembukaan hutan kota bungkirit monoksida, penyerap karbon-dioksida
membawa peran ekonomi yang positif dan penghasil oksigen, penahan angin,
yaitu memberikan lapangan pekerjaan penyerap dan penapis bau, mengatasi
kepada beberapa warga sekitar. Selain penggenangan, mengatasi intrusi air laut,
itu, pembukaan hutan kota bungkirit produksi terbatas, ameliorasi iklim,
memberikan lokasi usaha untuk pengelolaan sampah, pelestarian air
masyarakat sekitar guna peluang usaha tanah, penapis cahaya silau,
misalnya : meningkatkan keindahan, sebagai habitat
Usaha kerajinan tangan, makanan burung, mengurangi stress,
khas kuningan atau cenderamata bagi mengamankan pantai terhadap abrasi,
para pengunjung. Serta pada hakekatnya meningkatkan industri pariwisata. Selain
merupakan pemberdayaan sejati yang itu, hutan kota Bungkirit memiliki perat
terintegrasi, yaitu pemberdayaan manusia ekonomi bagi pembangunan kabupaten
seutuhnya agar mampu membangkitkan Kuningan khususnya bagi masyarakat
ketiga daya yang telah dimiliki manusia sekitar hutan kota Bungkirit.
secara integratif, yaitu daya Sedangkan kelemahan Hutan Kota
pembangunan agar tercipta masyarakat Bungkirit Kabupaten Kuningan dalam
yang peduli dengan pembangunan pembangunan Kabupaten Kuningan
perumahan dan permukiman yang Provinsi Jawa Barat yaitu Kurangnya
berorientasi pada kelestarian lingkungan, informasi kepada masyarakat tentang
daya sosial agar tercipta masyarakat adanya hutan kota, masih kurangnya
efektif secara sosial, dan daya ekonomi fasilitas yang ada, tidak adanya papan
agar tercipta masyarakat produktif secara informasi mengenai jenis-jenis tanaman
ekonomi. di hutan kota.
Peluang atau kesempatan yang
3. Kekuatan, Kelemahan, Peluang dimiliki oleh Hutan Kota Bungkirit
dan Ancaman (Strength, Weakness, Kabupaten Kuningan dalam
Opportunity, and Threat) Hutan pembangunan Kabupaten Kuningan
Kota Bungkirit Kabupaten Provinsi Jawa Barat terdiri dari bisa
Kuningan dalam pembangunan menambah pendapatan pemerintah dan
Kabupaten Kuningan Provinsi masyarakat di sekitar hutan kota dengan
Jawa Barat pembukaan lapangan kerja baru di sekitar
Berdasarkan pada hasil penelitian di hutan kota Bungkirit misalnya penjual
atas, kekuatan Hutan Kota Bungkirit tahu lamping.
Kabupaten Kuningan dalam Ancaman yang kini menjadi kendala
pembangunan Kabupaten Kuningan Hutan Kota Bungkirit Kabupaten
Provinsi Jawa Barat adalah peran hutan Kuningan dalam pembangunan
kota Bungkirit sebagai identitas kota, Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa
31
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
Barat yaitu perubahan alih status dari memiliki kekuatan yang potensial dan
hutan kota menjadi hutan wisata. Ini kelemahan yang dapat diatasi melalui
dikhawatirkan akan mengubah peran strategi S + O dan W + O dan mengacu
hutan kota yang sebenarnya menjadi kepada Matriks SWOT Strategi
eksploitasi hutan kota untuk kepentingan Pengembangan Hutan Kota.
ekonomi semata dengan dalih status
hutan wisata. B. Saran
Pengembangan Hutan Kota
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Bungkirit Kabupaten Kuningan provinsi
Jawa Barat memiliki dalam
A. Kesimpulan pembangunan Kabupaten Kuningan
Konsep utama pengembangan Provinsi Jawa Barat khususnya melalui
kawasan hutan kota bungkirit meliputi: sektor perekonomian kawasan Hutan
pengembangan area hutan Kota Kota Bungkirit perlu dioptimalisasi
Bungkirit menjadi kawasan wisata Hutan kembali sehingga peran ekonomi yang
Kota Bungkirit yang memiliki nilai jual dihasilkan akan lebih optimal lagi.
tinggi bagi para pengunjung, Hutan Kota Bungkirit Kabupaten
pengembangan area persawahan menjadi Kuningan provinsi Jawa Barat dalam
kawasan agrowidyawisata, penataan pembangunan Kabupaten Kuningan
kembali area industri rumahan tahu Provinsi Jawa Barat memiliki peran
lamping kembali menjadi area wisata ekonomi yang cukup tinggi bagi
kuliner tahu lamping dan penataan area masyarakat sekitar hutan Kota Bungkirit.
permukiman untuk mencegah Namun demikian, masih banyak warga
perkembangan fisik dan fungsi yang yang belum tahu tentang keberadaan
tidak berkesesuaian dengan hutan kota tersebut. Oleh karena itu, tim
pengembangan kawasan hutan kota pengelola hutan Kota Bungkirit perlu
bungkirit. mempromosikan Hutan Kota Bungkirit
Hutan kota bungkirit Kabupaten dengan lebih giat lagi.
Kuningan provinsi Jawa Barat dalam Selain itu, mengacu kepada
pembangunan Kabupaten Kuningan kesimpulan penelitian, maka pihak
Provinsi Jawa Barat memiliki peran pengelola hutan kota Bungkiris
ekonomi yang cukup tinggi bagi seyogyanya mengembangkan Strategi S
masyarakat sekitar hutan Kota Bungkirit. + O, dan Strategi W + O. Kedua strategi
Pembukaan hutan Kota Bungkirit tersebut akan sangat efektif terkait
setidaknya telah membuka lapangan dua dengan karakteristik hutan kota Bungkirit
orang pekerja hutan Kota Bungkirit yang memiliki kekuatan yang potensial
dengan gaji pokok sebesar Rp. 750.000 dan kelemahan yang dapat diatasi
setiap bulan. melalui strategi S + O dan W + O dan
Berdasarkan pada Analisis SWOT, juga mengacu kepada Matriks SWOT
maka strategi pengembangan hutan kota Strategi Pengembangan Hutan Kota.
bungkirit yang dipilih adalah Strategi S +
O, dan Strategi W + O. Kedua strategi
tersebut dipilih berdasarkan pada
karakteristik hutan Kota Bungkirit yang
32
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
33
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
34
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
ABSTRAK
Kawasan Resort Darma Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) memiliki berbagai
tipe habitat. Hal ini muncul sebagai akibat dari sejarah perjalanan terbentuknya TNGC
yang menimbulkan efek terhadap satwa liar dan keanekaragaman hayati di dalamnya.
Salah satunya adalah satwa burung yang dapat dijadikan sebagai bio indikator yang baik
terhadap kualitas habitat sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter
berbagai tipe habitat, keanekaragaman, dan distribusi burung serta status konservsi
berbagai tipe habitat tempat burung ditemukan di Resort Darma TNGC. Penelitian
dilakukan pada 3 tipe habitat di Resort Darma TNGC yaitu Habitat Hutan Alam, Hutan
Pinus dan Semak belukar. Metode yang dilakukan adalah: 1) Pembuatan kuadrat sampling
untuk mengetahui karakter tutupan vegetasi; 2) Pembuatan plot sampling dengan Point
Count’s dengan systematic sampling untuk mengukur nilai indeks diversitas burung dan
mengetahui distribusi jenis burung; 3) Analisis Bray-Curtis untuk kesamaan jenis burung;
4) perhitungan Conservation Value Index (CVI) untuk mengetahui status kawasan
konservasi. Berdasarkan hasil penelitian, komposisi jenis burung di kawasan Resort
Darma TNGC terdiri atas 79 jenis dari 33 famili dengan total 1.069 individu burung
dengan nilai keanekaragaman tinggi sebesar 3,73. Nilai keanekaragaman jenis burung
pada tiap tipe habitat termasuk kategori sedang. Pola distribusi jenis burung pada seluruh
kawasan Resort Darma secara umum mengelompok. Habitat yang memiliki nilai
kesamaan jenis yang paling besar yaitu antara habitat Hutan Pinus dan Semak Belukar
yaitu sebesar 52,98 %. Sedangkan habitat yang memiliki nilai kesamaan yang paling kecil
antara habitat Hutan Alam dan habitat semak belukar sebesar 12,01 %. Nilai konservasi
tiap tipe habitat Hutan Alam, Hutan Pinus, Semak belukar berturut-turut sebesar 3,81;
3,35; 1,41 dan semunya termasuk ke dalam kategori rendah (CVI<5).
.
Kata Kunci : Keanekaragaman dan distribusi, Burung, Taman Nasional Gunung Ciremai.
35
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
36
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
37
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
38
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
39
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
yang sekarang sudah menjadi areal burung yang paling rendah sebesar 2,89
semak belukar. Habitat ini memiliki dengan 42 jenis burung.
persentase yang tinggi di Resort Darma Jumlah jenis burung total yang
seluas 513 ha. Dari hasil pengamatan, ditemukan dalam penelitian ini sebanyak
kawasan ini didominasi oleh semak 80 jenis burung, jumlah individu
belukar yang rapat dan tinggi, rumput sebanyak 1.072 individu, dengan indeks
alang-alang dan sebagian kecil oleh keanekaragaman Shannon-Wiener
tanaman muda hasil reboisasi dan sebesar 3,74.
kaliandra. Pada kawasan ini dijumpai Dari 80 jenis burung tersebut
beberapa pohon pinus dengan sedikit terdapat 5 jenis burung yang masuk
ranting dan lebar tajuk yang kecil. Pohon dalam status peraturan perdagangan
ini diperkirakan merupakan pohon sisa internasional menurut CITES
hasil pembukaan lahan pertanian pada (Conservation on International Trade of
waktu masih digarap secara intensif. Endangered Spesies of Wild Fauna and
Habitat semak belukar ini tersebar pada Flora) Appendix II, yaitu Elang Brontok
ketinggian 1.000 - 1.600 m.dpl. Kawasan (Spizaetus cirrhatus), Elang Hitam
ini memiliki kelerengan datar sampai (Ictinaetus malayensis), Elang Ular Bido
dengan curam. Indeks keanekaragaman (Spilornis cheela), Alap-alap Sapi (Falco
vegetasi pada tingkatan tumbuhan moluccensis) dan Serindit Jawa
bawah, semai, pancang dan tiang (Loriculus pusillus). Hasil pengamatan
termasuk sedang yaitu berturut-turut : juga menunjukkan terdapat 1 jenis
2,28; 2,10; 1,89; 1,69 sedangkan pada burung yang berada dalam kategori
tingkatan pohon termasuk rendah sebesar status keterancaman Near Threatened
0,97. Beberapa jenis pohon pada habitat (NT) mengacu kepada Redlist IUCN
semak belukar, antara lain Nangka version 2014.1 yaitu Serindit Jawa
(Arthocarfus heteropyllus), Suren (Toona (Loriculus Pusillus) . Hasil lain juga
surenii) dan Pinus (Pinus merkusii) menunjukkan bahwa terdapat 19 jenis
burung yang termasuk jenis endemik
Indonesia
B. Keanekaragaman Jenis Burung
2. Berdasarkan Tipe Pakan
1. Berdasarkan Seluruh Tipe Habitat Dari hasil analisis data berdasarkan
Berdasarkan hasil pengamatan tipe pakan, diketahui bahwa proporsi
jumlah jenis dan jumlah individu burung terbesar adalah burung-burung
pada ketiga tipe habitat yang ada di insectivorous yang mencakup 56 % dari
Resort Darma Taman Nasional Gunung keseluruhan burung, diikuti burung-
Ciremai berbeda. Tipe habitat Hutan burung jenis Omnivorous, Frugivorous,
Alam memiliki indeks keanekaragaman Carnivorous dan Granivorous serta
jenis burung paling tinggi sebesar 3,34 Nectarivorous
dan memiliki jumlah jenis burung yang
paling tinggi sebanyak 50 jenis.
Sedangkan tipe habitat semak memiliki
indeks keanekaragaman dan jumlah jenis
40
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
41
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
42
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
43
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
44
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
45
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
ABSTRAK
46
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
47
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
48
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
49
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
50
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
Berdasarkan tabel 2 diatas diketahui dari kisaran usia > 60 tahun sebanyak 18
bahwa sebagian besar responden responden atau 15 %.
penelitian adalah laki-laki yaitu sebanyak
76 responden atau 76 %. Sedangkan B. Persepsi Masyarakat
responden perempuan sebanyak 34 1. Pemahaman Mengenai Hutan
responden atau 34%. Rakyat
Berdasarkan tempat tinggal, Pemahaman mengenai hutan
penyebaran responden merata di 4 Desa rakyat merupakan salah satu faktor
yaitu Desa Pasawahan sebanyak 25 penting dalam melakukan pengelolaan
responden atau 25 %, Desa Cibuntu terhadap tanah yang mereka miliki. Hal
sebanyak 25 responden atau 25 %, Desa ini disebabkan karena pemahaman
Ciwiru sebanyak 25 responden atau 25 % mengenai hutan rakyat adalah alasan
dan Desa Cidahu sebanyak 25 responden utama mereka untuk melakukan
atau 25 %. pengelolaan tanah walaupun lahan yang
Berdasarkan pekerjaan sebagian mereka miliki sedikit. Agar lebih jelas
besar responden adalah petani dengan dapat dilihat di tabel berikut ini.
jumlah 30 responden atau 30 %. Adapun
responden berdasarkan pekerjaan ibu Tabel 3. Persepsi Masyarakat
rumah tangga ada 22 responden atau 22 berdasarkan Pemahaman
%, wiraswasta ada 19 responden atau Tentang Hutan Rakyat
19%, mahasiswa dengan 6 responden No. Kriteria Jumlah Persentasi
atau 6 %, perangkat desa ada 5 1. Tinggi 41 41 %
responden atau 5 %, dan buruh ada 3 2. Sedang 48 48 %
responden atau 3 % dan yang terendah 3. Rendah 11 11 %
adalah kepala desa ada 3 Responden atau Jumlah 100 100 %
3%. Sumber : Pengolahan data lapangan tahun
Berdasarkan tingkat pendidikan 2014.
sebagian besar responden berasal dari
Dari tabel diatas dapat diketahui
tingkat pendidikan SD sebanyak 33
bahwa persepsi masyarakat berdasarkan
responden atau 33 %. Sedangkan untuk
pemahaman tentang hutan rakyat
tingkat pendidikan SMA ada 32
sebagian besar responden menjawab
responden atau 32 %, untuk tingkat
pada katagori sedang, yaitu 48 responden
pendidikan SMP sebanyak 24 responden
atau 48 %. Hal yang mengakibatkan
atau 24 %, untuk tingkat pendidikan
persepsi ada di katagori sedang adalah
Sarjana ada 9 responden atau 9 % dan
Responden tidak mengenai istilah hutan
untuk responden terendah adalah yang
rakyat. Akan tetapi, walau kurang paham
tidak sekolah sebanyak 2 responden atau
mengenai istilah hutan rakyat responden
2 %.
mengetahui arti dari hutan rakyat yaitu
Berdasarkan usia responden
hutan yang tumbuh di atas tanah yang di
terbanyak berasal dari usia kisaran 40
bebani hak. Atau responden lebih
tahun – 60 tahun sebanyak 51 responden
mengenal istilah Leuweng gibug atau
atau 51 %. Sedangkan untuk usia kisaran
kebon. Untuk luasan hutan rakyat sendiri
< 40 tahun sebanyak 31 responden atau
sebagian masyarakat menjawab sesuai
31 % dan responden terendah berasal
dengan luas hutan rakyat yang mereka
51
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
52
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
53
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
54
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
55
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
Iing Nasihin
ABSTRAK
Komunikasi yang dilakukan lebah madu dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan,
yaitu dengan melakukan tarian suka cita atau waggle dance, sinyal getaran atau vibration
signal, dan komunikasi kimia (chemical/pheromone communication). waggle dance
dilakukan bertujuan untuk menginformasikan lokasi sumber pakan, sementar vibration
signal bertujuan untuk memberikan tanda/perintah untuk mencari makanan. Komunikasi
kimia berperan dalam sistem reproduksi, komunikasi, koordinasi dan penyebaran
informasi.
56
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
Informasi yang diberikan pada saat sampel tersebut, maka lebah pekerja akan
waggle dance adalah jarak dan arah terus melakukan waggle dance dan
untuk menuju sumber makanan yang bersesura, sampai koloninya pergi
telah ditemukan. menuju sumber makanan. Tetapi
Selain melakukan waggle dance sebaliknya, apabila sampel tersebut
dalam berkomunikasi, dikenal juga sinyal ditolak, maka lebah pekerja akan
getaran (vibration signal) sebagai media berhenti melakukan waggle dance dan
komunikasi lebah madu dalam mencari berhenti bersuara.
makan (Kirchner, 1993).
Sarana komunikasi lain yang juga
dilakukan oleh lebah madu, yaitu melalui
komunikasi kimia atau feromon.
A. Waggle Dance
57
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
58
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
59
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
60
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
61
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
mada yang harus mereka rawat secara Maisonnasse, Alban, Cédric Alaux,
optimal. Dominique Beslay, Didier
Crauser, Christian Gines, Erika
KESIMPULAN Plettner and Yves Le Conte.
2010. New insights into honey
Terdapat 3 (tiga) komunikasi lebah bee (Apis mellifera) pheromone
madu, yaitu melaui tarian suka cita communication. Is the queen
(waggle dance), sinyal getaran atau mandibular pheromone alone in
vibration signal, dan komunikasi kimia colony regulation?. Maisonnasse
(chemical/pheromone communication). et al. Frontiers in Zoology 7:1 - 8
Nieh, James C. 2011. The Evolution of
Honey Bee Communication:
DAFTAR PUSTAKA Learning from Asian Species.
Formosan Entomol. 31: 1-14
Donahoe K, L. A. Lewis and S. S. Schneider, S.S. and Lewis L.A. 2004.
Schneider. 2003. The role of the The vibration signal, modulatory
vibration signal in the house- communication and the
hunting process of honey bee organization of labor in honey
(Apis mellifera) swarms. Behav bees, Apis mellifera. Apidologie
Ecol Sociobiol 54:593 – 600 .35 : 117 – 131
Dornhaus A. and Chittka L. 2004. Why Trhlin, M., and Rajchard, J. 2011.
do honey bees dance?. Behav Chemical communication in the
Ecol Sociobiol. 55:395 – 401 honeybee (Apis mellifera L.).
Dyer FC, Seeley TD. 2002. The biology Veterinarni Medicina, 56 (6): 265
of the dance language. Annu. - 273
Rev. Entomol. 47:917 – 49
Kirchner WH, 1993. Acoustical
communication in honeybees.
Apidologie. 24 : 297 - 307
62
Wanaraksa Vol. 8 No.2 September 2014
63