Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUKURAN DAN INVENTARISASI


SUMBER DAYA HUTAN

ACARA IX
PENAKSIRAN POTENSI HUTAN RAKYAT

NAMA : Dicky Hardi


NIM : 15/377808/KT/07926
CO-ASS : Tyas Ajeng Nastiti
SHIFT : Selasa, Pukul 15.30 WIB

LABORATORIUM PERENCANAAN & PEMBANGUNAN HUTAN


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA IX
PENAKSIRAN POTENSI HUTAN RAKYAT

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui cara atau metode yang digunakan dalam inventarisasi hutan
rakyat.
2. Menyajikan data potensi hutan rakyat.

II. DASAR TEORI

Potensi hutan rakyat di Indonesia mencakup populasi jumlah pohon yang


diharapkan mampu menyokong bahan baku untuk industri. Potensi tegakan hutan
rakyat memilik prospek yang baik untuk dikembangkan dalam rangka menggantikan
peran hutan yang hilang akibat adanya penggunaan lahan dan hutan (Sukadaryati,
2006)
Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang
tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan rakyat
merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan
lahan, karenanya hutan rakyat disebut hutan milik (Hardjanto, 2000).
Sedangkan menurut Dirjen RRL (1976) hutan rakyat adalah hutan yang
tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan
luas minimal 0,25 ha, penutupan tajuk didominasi tanaman perkayuan lebih dari 50
%, dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang. mendefinisikan bahwa hutan
rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan
lahan, karena hutan rakyat juga disebut hutan milik (Suharjito, 2000)
Lembaga Penelitian IPB (1990), membagi bentuk hutan rakyat berdasarkan
jenis tanaman menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Hutan rakyat murni, hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis
tanaman pohon berkayu yang ditanam dan diusahakan secara homogen
atau monokultur.
2. Hutan rakyat campuran, hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis
pohon-pohonan yang ditanam secara campuran.
3. Hutan rakyat agroforestry, hutan rakyat yang memiliki bentuk usaha
kombinasi kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya, seperti
perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan, dan lain-lain secara
terpadu.
Hutan rakyat mulanya dibangun pada lahan-lahan kritis namun dalam
perkembangannya beralih ke lahan-lahan yang subur, dan telah diperhitungkan
sebagai usaha ekonomi. Masyarakat Jawa mempunyai tradisi budidaya kayu yang
dikenal dengan istilah wono atau lebih dikenal dalam bahasa Indonesia dengan hutan
rakyat. Wono dapat berwujud tegalan, pekarangan, kebonan bahkan sawah (Suharjito
dan Darusman 1998).
Dalam masyarakat Gunung Kidul misalnya, hutan rakyat tidak hanya
dikembangkan pada tanah-tanah milik tetapi juga pada tanah-tanah lain di luar
kawasan hutan Negara seperti tanah bengkok, tanah kas desa, tanah sultan ground dan
lain-lain. Dengan demikian pemahaman tentang hutan rakyat penekanannya bukan
pada status kepemilikan tanahnya melainkan pada kata ‘rakyat’ sebagai pengelola.
Masyarakat Gunungkidul juga memiliki memiliki konsepsi lokal wono untuk
menyebut ‘hutan rakyat’ yang bukan hanya diterjemahkan secara fisik sebagai
kumpulan pohon tetapi dimaknai secara lebih luas sebagai kesatuan ekosistem yang
unik sebagai strategi bertahan hidup masyarakat yang merupakan perpaduan antara
tegalan, pekarangan, sawah dan kebonan. Dalam konsepsi wono itulah masyarakat
menanam dan memungut hasil dari tanaman pertanian, menebang kayu untuk
membangun rumah, menjual pohon untuk mendapat cash money apabila ada
keperluan mendadak dan besar. Dalam wono tersebut, masyarakat
memelihara/menghidupi dan memperoleh dukungan kehidupan dari ternak yang
berupa sapi ataupun kambing (Taufik,2008).

III. ALAT DAN BAHAN


1. Data sekunder berupa data LHC Desa Nglanggeran
2. Data rekapitulasi tegakan di Desa Nglanggeran
3. Tally sheet
4. Komputer
IV. CARA KERJA

Pelajari data sekunder berupa luasan tiap penggunaan lahan ditiap dukuh dan data yang
yang diketahui yaitu diameter pohon, tinggi pohon, jumlah pohon beserta jenisnya,
jumlah tiang beserta jenisnya, untuk setiap dukuh

Masing-masing dukuh dikelompokkan luasan tiap penggunaan lahannya dan juga jenis
yang diperhitungkan. Masukkan ke dalam tabel melalui bantuan Ms. Excel.

Dihitung jumlah kayu dan volume kayu per hektar pada masing-masing penggunaan
lahan ditiap dukuh, dimana volume kayu yang dicari merupakan volume kayu perkakas.
Rumus Vkp = 0,25 x 3,14 x d2 x t x f dimana f merupakan bilangan bentuk (untuk jati
0,6 dan untuk jenis lain 0,7).

Kompilasikan hasil perhitungan potensi tegakan untuk satu desa

Dipelajari data sekunder berupa luasan tiap penggunaan lahan ditiap dukuh dan
data yang yang diketahui yaitu diameter pohon, tinggi pohon, jumlah pohon beserta
jenisnya, jumlah tiang beserta jenisnya, untuk setiap dukuh. Masing-masing dukuh
dikelompokkan luasan tiap penggunaan lahannya dan juga jenis yang diperhitungkan.
Masukkan ke dalam tabel melalui bantuan Ms. Excel.Dihitung jumlah kayu dan volume
kayu per hektar pada masing-masing penggunaan lahan ditiap dukuh, dimana volume
kayu yang dicari merupakan volume kayu perkakas. Rumus Vkp = 0,25 x 3,14 x d2 x t
x f dimana f merupakan bilangan bentuk (untuk jati 0,6 dan untuk jenis lain
0,7).Kompilasikan hasil perhitungan potensi tegakan untuk satu desa.
DAFTAR PUSTAKA

Darusman D dan Hardjanto. 1998. Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat. Di dalam


:Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan: 4-13.

Sukadaryati.2006. Potensi Hutan Rakyat dan Permudaannya.


PROSIDING.Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 49-57.Departemen
Kehutanan. Jakarta

Suharjito D. 2000. Hutan Rakyat Di Jawa Perannya dalam Perekonomian


Desa.Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat
(P3KM).Bogor. Fakultas Kehutanan IPB.

Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat Di Jawa dalam


Perannya dalam Perekonomian Desa. Penyuting Didik
Suharjito. Diterbitkan oleh Program Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan Masyarakat (P3KM). Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Anda mungkin juga menyukai