Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“PENERAPAN KOMUNIKASI DALAM PROSES KEPERAWATAN PADA KASUS


JIWA”

Dosen Pengampu : Yufdel S.Kep, Ns, M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Nama Anggota:
Abel Pramusti Sinaga
Chetlin P. Simanjuntak
Delilah Aisyah Sebayang
Irma Yanti Tarigan
Nadila Putri Batubara
Nina Marsaulina
Romasta Adelina Silaen
Romondang Evintha Siregar
Sariana Monika br Surbakti
Warhamni Annisa

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Medan Jurusan Keperawatan
Prodi D-III T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta berbagai upaya, tugas makalah
mata kuliah Komunikasi Keperawatan yang membahas tentang Penerapan Komunikasi dalam
Proses Keperawatan pada Kasus Jiwa dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Dalam
penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan buku yang berkaitan dengan materi yang kami
bawakan, dan serta informasi dari media jurnal yang terkait. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih kurang sempurna. Untuk itu diharapkan berbagai masukan yang bersifat
membangun demi kesempurnaannya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa
manfaat untuk pembaca.

Medan, 15 Maret 2023

Penyusun

ii
iii
DAFTA
R ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................iv


A. LATAR BELAKANG.........................................................................................v
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................... v
C. TUJUAN............................................................................................................. v
D. MANFAAT PENULISAN ................................................................................ v

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................6

BAB III ISI .............................................................................................................8


A. Pengertian Komunikasi Terapeutik.....................................................................8
B. Tujuan dan Manfaat Komunikasi Terapeutik...................................................8
C. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik..............................................................9
D. Faktor-faktor Komunikasi Terapeutik...........................................................10
E. Komunikasi Terapeutik dalam Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Jiwa
................................................................................................................................11

F. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Jiwa.........................................12

BAB IV PENUTUP............................................................................................. 19
A. Kesimpulan....................................................................................................... 19
B. Saran................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2004 gangguan jiwa
termasuk ke dalam penyakit yang menempati urutan kedua, sedangkan pada tahun 2008,
gangguan jiwa termasuk dalam penyakit yang menempati urutan pertama (The World
Health Statistics, 2011). Di Indonesia, khususnya Jawa Tengah, prevalensi gangguan jiwa
mengalami peningkatan mulai tahun 2005 hingga tahun 2010 (Profil Kesehatan Jawa
Tengah, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa gangguan
jiwa termasuk gangguan kesehatan yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah
maupun masyarakat.
Klien yang mengalami sakit secara fisik pun dapat mengalami gangguan pada
psikologisnya (jiwa). Penyebabnya bisa dikarenakan oleh proses adaptasi dengan
lingkungannya sehari-hari. Misalnya, lingkungan di rumah sakit yang sebagian besar
serba putih dan berbeda dengan rumah klien yang bisa beraneka warna, keadaan demikian
menyebabkan klien yang baru masuk terasa asing dan cenderung gelisah atau takut. Tidak
jarang klien membuat ulah yang bermacam-macam, dengan maksud mencari perhatian
orang di sekitarnya. Bentuk dari kompensasi ini bisa berupa teriak-teriak, gelisah,
berusaha melarikan diri, menjatuhkan barang atau alat-alat di sekitarnya. Di sinilah
peranan komunikasi mempunyai andil yang sangat besar.
Komunikasi yang baik dari seorang perawat mampu memberikan kepercayaan diri
klien. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa kesan lahiriyah perawat mampu memberikan
dampak yang luas bagi perkembangan kesehatan klien, mulai dari profil tubuh/ wajah
terutama senyum yang tulus dari perawat, kerapian berbusana, sikap yang familiar, dan
cara berbicara (komunikasi) sehingga terkesan low profile atau bertempramen bijak.
Menurut Videbeck, penanganan klien dengan gangguan jiwa di rumah sakit terdiri
dari penatalaksanaan farmakologi, terapi listrik yang disebut electro convulsive therapy
(ECT), dan penatalaksanaan keperawatan yang di dalamnya terdapat komunikasi
terapeutik. Terapi komunikasi yang biasa disebut komunikasi terapeutik ini merupakan
suatu interaksi interpersonal antara perawat dengan klien, perawat berfokus pada
kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan informasi yang efektif antara perawat dan
klien (Videbeck, 2008; 123).

v
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah kami uraikan di atas, maka dapat rumusan
permasalahan yang kami ambil adalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian komunikasi terapeutik?
2. Apa tujuan dan manfaat komunikasi terapeutik?
3. Apa saja unsur-unsur komunikasi terapeutik?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik?
5. Apa saja contoh-contoh penerapan komunikasi terapeutik dalam strategi
pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa. ?

C. Tujuan
Tujuan umum dalam makalah ini adalah untuk mengetahui komunikasi terapeutik dan
penerapan komunikasi terapeutik dalam strategi pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa.

D. Manfaat Penulisan
Bagi Kelompok
Sebagai tambahan referensi dan bahan pustaka bagi sekolah tinggi ilmu kesehatan
mengenai Penerapan Komunikasi dalam Proses Keperawatan pada Kasus Jiwa.
Bagi Pembaca
Untuk menambah wawasan dan memberikan informasi kepada mahasiswa lain dan
kepada masyarakat tentang Penerapan Komunikasi dalam Proses Keperawatan pada
Kasus Jiwa.

vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi sangat penting bagi kehidupan kita. Salah satunya dalam psikologi
komunikasi dimana komunikasi sebagai sebuah ilmu yang mempelajari peristiwa mental dan
behavioral ketika manusia berkomunikasi. Tujuannya sendiri adalah tidak lain untuk
memahami perilaku komunikasi individu. Berhasil tidaknya suatu komunikasi adalah apabila
kita mengetahui dan mempelajari komponen-komponen yang terkandung dalam proses
komunikasi. Komponen-komponen tersebut adalah pengirim pesan (sender), penerima pesan
(receiver), pesan (message), saluran (channel) dan umpan balik (feed back). Dalam proses
komunikasi ini selalu diusahakan menjadi komunikasi yang efektif, karena komunikasi yang
tidak efektif adalah komunikasi yang tidak bertujuan. Komunikasi yang efektif dimaksudkan
apabila penerima pesan memberikan umpan balik kepada pengirim pesan yang diterima
secara langsung.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia dan pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampaun khusus dan
kepedulian sosial yang besar. Komunikasi juga merupakan proses kompleks yang melibatkan
perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan sekitarnya.
Maka komunikasi itu sendiri dapat dijadikan alat terapi/suatu metode terapi pada profesi-
profesi tertentu, yang dalam menjalankan tugasnya sangat sering berhubungan dengan orang
lain. Kegiatan yang berhubungan dengan hal ini adalah profesi psikologi, konseling kegiatan
medis atau keperawatan, dan klinik alternatif sehingga komunikasi ini berfungsi sebagai alat
terapi yang kemudian disebut dengan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik
digunakan manusia sebagai upaya untuk melakukan penyembuhan dari suatu penyakit.
Komunikasi merupakan aspek yang penting yang harus dimiliki oleh perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien. Komunikasi yang diterapkan oleh perawat
kepada klien merupakan komunikasi terapeutik (therapeutic communication). Komunikasi
terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat dengan klien yang bertujuan
untuk menyelesaikan masalah klien (Mundakir, 2006:116). Dalam hubungan ini, klien
merasa dihargai, diterima, dan diarahkan. Klien dengan sukarela akan mengekspresikan
perasaan dan pikirannya, sehingga beban emosi dan ketegangan yang dirasakannya dapat
hilang sama sekali dan kembali seperti semula. Komunikasi terapeutik memandang gangguan

6
kesehatan yang bersumber pada gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk
mengungkapkan dirinya (Marhaeni, 2009:5). Oleh karena itu, tujuan dari komunikasi
terapeutik adalah membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran, membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu memengaruhi
orang lain, lingkungan fisik, dan diri sendiri.
Penyakit mental, disebut juga gangguan mental, penyakit jiwa, atau gangguan jiwa,
adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi mental. Penyakit mental adalah
gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi
(penangkapan panca indra). Penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi
penderita (dan keluarganya). Penyakit mental dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal
umur, ras, agama, maupun status sosial-ekonomi. Penyakit mental bukan disebabkan oleh
kelemahan pribadi. Sekitar 20% dari kita akan mengalami gangguan mental pada suatu waktu
dalam hidup kita. Gangguan mental yang mungkin dialami oleh tiap orang itu berbeda-beda
dalam hal jenis, keparahan, lama sakit, frekuensi kekambuhan,dan cara pengobatannya.

7
BAB III
ISI

PENERAPAN KOMUNIKASI DALAM PROSES KEPERAWATAN PADA KASUS


JIWA

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan,
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Komunikasi terapeutik mengarah
pada bentuk komunikasi interpersonal (Northouse, 1998: 12).
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan mendasar dan komunikasi
ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien sehingga dapat
dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien; perawat
membantu dan klien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).
Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang
terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran
dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart & Sundeen,1995).
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat kami simpulkan bahwa komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi interpersonal yang terencana antara perawat dengan
klien untuk mendorong proses penyembuhan klien dimana terjadi penyampaian informasi
dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi klien tersebut.

B. Tujuan dan Manfaat Komunikasi Terapeutik


Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh
kualitas hubungan perawat-klien. Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, maka
hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak
terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa. Maka dari
itu, perawat perlu menyadari betul tujuan dari komunikasi terapeutik ini dalam setiap
penatalaksanaan tindakan keperawatannya.
Menurut Purwanto (1994), tujuan sekaligus manfaat dari komunikasi terapeutik
adalah sebagai berikut.
a. Klien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami
perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami
gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti, dan pada akhirnya merasa
putus asa dan depresi. Untuk itu, dengan memulai komunikasi terapeutik, diharapkan

8
perawat dapat membantu klien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran,
serta mempertahakan kekuatan egonya.
b. Taylor, Lilis, dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang merasa
kenyataan dirinya mendekati ideal mempunyai harga diri yang tinggi, sedangkan individu
yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal akan merasa rendah diri. Klien terkadang
menetapkan tujuan yang terlalu tinggi tanpa mempertimbangkan kemampuannya. Maka,
melalui komunikasi terapeutik, perawat dapat membantu klien mengambil tindakan yang
efektif dan realistis untuk mengubah situasi yang ada.
c. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan
dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya,
mengekspresikan kebutuhannya, dan meningkatkan kemampuan koping (Rogers, 1974
dalam Abraham dan Shanley, 1997). Di sisi lain, keraguan para perawat pun akan
berkurang dalam pengambilan tindakan yang efektif dan dapat mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

C. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik


Unsur-unsur yang terkandung dalam komunikasi terpeutik antara lain (Potter dan
Perry 2010) :
1. Keramahan
Keramahan merupakan bagian dari komunikasi terpeutik. Keramahan diberikan untuk
memberikan kesan pertama yang menarik hati lawan bicara.
2. Penggunaan Nama
Pengenalan diri merupakan suatu yang penting agar tidak menimbulkan keraguan.
Memanggil klien dengan nama akan menunjukkan penghargaan diri terhadap klien itu
sendiri.
3. Dapat Dipercaya
Orang yang dapat dipercaya adalah orang yang apabila membantu orang lain tidak
akan memberikan keraguan terhadap orang yang dibantunya. Untuk itu seorang perawat
harus menunjukkan kehangatan, konsistensi, reliabilitas, kejujuran, kompetensi, dan rasa
hormat.
4. Otonomi dan Tanggung Jawab
Seorang perawat harus mampu membuat pilihan sendiri dan berani untuk
mempertanggung jawabkan atas pilihan atau keputusan yang diberikan (Townsend,
2003).

9
5. Asertif
Komunikasi asertif memungkinkan kita untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran
tanpa menuduh atau melukai orang lain (Grover, 2005). Sikap asertif akan memberikan
kepercayaan diri sekaligus penghormatan terhadap orang lain.

D. Faktor-faktor Komunikasi Terapeutik


Menurut Muliha dan Fatmawati (2009), faktor penunjang dan penghambat dari
komunikasi terapeutik, yaitu sebagai berikut.
1. Faktor penunjang
a. Dilihat dari klien :
Kecakapan dan kemampuan klien dalam menceritakan masalahnya. Sikap klien, yaitu
sikap klien yang mau menceritakan masalahnya dengan sungguh-sungguh dan bersedia
dibantu.
b. Dilihat dari perawat :
1) Kecakapan perawat dalam mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat menggali
seluruh masalah
2) Sikap perawat. Harus bersikap ramah, jangan sampai klien curiga, diharapkan perawat
dapat mendekati klien sehingga timbul rasa saling percaya.
3) Pengetahuan perawat. Pengetahuan yang luas dengan mudah dapat mencerna inti
pembicaraan serta cepat tanggap terhadap pembicaraan klien.
4) Seluruh komunikasi perawat (mata, hidung, otak, telinga, dan tangan). Seluruh indera
perawat harus sehat sehingga dengan cepat dapat mengambil kesimpulan pembicaraan.
2. Faktor penghambat
a. Perawat kurang cakap dalam mendengarkan dan mengajukan pertanyaan terbuka serta
menyimpulkan inti pembicaraan, sehingga tidak dapat menangkap pembicaraan.
b. Sikap perawat yang acuh tak acuh, tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
sekelilingnya, sikap yang kurang ramah terhadap klien atau keluarga.
c. Pengetahuan klien kurang. Bila demikian, hendaknya perawat dapat menggunakan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh klien.
d. Prasangka (prejudice) yang tidak mendasar, yaitu kecurigaan yang tidak beralasan,
dimana bisa terjadi di masyarakat yang berpengetahuan rendah atau klien kurang
mengerti tentang perawatan.

10
E. Komunikasi Terapeutik dalam Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Jiwa
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik khusus,
ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan
gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah sebagai berikut.
1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, sedangkan
penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali klien
dengan perubahan fisik, misalnya klien dengan penyakit kulit, klien amputasi, klien
pentakit terminal, dll).
2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri, sedangkan penderita
penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, sedangkan penderita penyakit
fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.
Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap perbedaan
antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode komunikasinya. Komunikasi
dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu
komunikasi yang benar. Ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap
topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata-kata bisa saja kacau
balau.
Ada beberapa trik yang dapat kita gunakan ketika harus berkomunikasi dengan
penderita gangguan jiwa:
1. Pada klien dengan halusinasi, perbanyaklah aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lainnya maupun dengan perawat. Klien halusinasi terkadang
menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
2. Klien dengan harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement.
3. Klien yang menarik diri harus sering dilibatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang
kelompok. Ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri
penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau
berhubungan, dll.
4. Klien yang mengalami perilaku kekerasan, maka harus direduksi atau ditenangkan
dengan obat-obatan sebelum kita support dengan terapiterapi lain. Jika klien masih mudah
mengamuk, maka perawat dan klien lainnya dikhawatirkan bisa menjadi korban.

11
F. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Jiwa
Berikut ini merupakan beberapa contoh penerapan komunikasi terapeutik dalam
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa bagi klien yang mengalami waham, risiko
bunuh dir, isolasi sosial.

SP Waham
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Obyektif : Klien selalu mengucapkan kalimat yang sama berulang kali, isi
pembicaraan tidak sesuai dengan realita, mendominasi pembicaraan.
Data Subyektif : Klien mengatakan, “Saya ini seorang bos”, “Saya orang kaya”, “Saya
punya banyak toko emas”.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan proses pikir : waham kebesaran.
SP-1
3. Tujuan Keperawatan
Tujuan umum :
Klien dapat berorientasi pada realita.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi.
c. Klien dapat mengidentifikasi cara memenuhi kebutuhannya.
d. Klien dapat memasukkan jadwal terapi ke dalam jadwal kegiatannya.
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Identifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi.

B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Orientasi
 Salam terapeutik
“Selamat pagi, Bapak”
 Memperkenalkan diri

12
“Perkenalkan, nama saya A. Bapak bisa memanggil saya dengan Suster A. Hari ini saya
yang akan merawat Bapak mulai pukul 08.00-14.00. Siapa nama, Bapak? Bapak
senangnya dipanggil apa?”
 Membuka pembicaraan dengan topik umum
“Bagaimana perasaan Bapak pagi ini? Bagaimana tidurnya semalam? Kegiatan apa saja
yang sudah Bapak lakukan pagi ini?”
 Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)
“Baiklah, Bapak I, bagaimana kalau sekarang kita berbincangbincang tentang bidang
yang bapak sukai? Pak, tujuan kita berbincang-bincang pagi ini agar kita saling mengenal.
Bagaimana, setuju, Pak? Baik kalau begitu, bagaimana kalau kita sepakati waktu
berbincangnya dulu, Bapak ingin berapa lama kita berbincangbincang? Bagaimana kalau
dari jam 11.00-11.15, jadi ± 15 menit, bagaimana, Pak, setuju tidak? Menurut Bapak, kita
lebih baik berbincang di mana?”
2. Kerja
“Pak, sebelumnya saya ingin bertanya bagaimana awal mula Bapak bisa berada di sini?
Sudah berapa lama Bapak tinggal di sini? Dengan siapa Bapak kesini? Apa yang
membuat Bapak bisa berada disini? Bapak tahu sekarang Bapak berada di mana? Benar,
Pak, sekarang Bapak berada di Rumah Sakit Jiwa CSR, Bapak sedang dirawat untuk
memulihkan kondisi Bapak. Sebelum Bapak berada di sini, kegiatan apa yang sering
Bapak lakukan di rumah? Apa ada keinginan yang belum bisa Bapak penuhi? Coba
Bapak sebutkan keinginan Bapak sekarang! Bidang apa yang Bapak sukai? Tadi Bapak
bilang Bapak memiliki toko emas, apakah Bapak suka dengan bisnis? Apa yang membuat
Bapak menyukai bisnis? Bagaimana dengan politik? Mana yang bapak lebih sukai, politik
atau bisnis? Mengapa Bapak lebih menyukai itu? Bapak tahu tidak sekarang Bapak ada
dimana? Karena bapak sedang berada di sini, apakah menurut Bapak, Bapak bisa
menjalankan bidang yang Bapak minati tersebut? Bagaimana caranya?”
3. Terminasi
 Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang
“Bagaimana perasaaan Bapak setelah kita berbincang-bincang mengenai bidang bapak
yang bapak sukai?”
 Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini
“Bisa Bapak sebutkan kembali bidang apa yang Bapak sukai beserta alasannya?”
 Tindak lanjut

13
“Oke, Pak, besok kita akan berbincang-bincang lagi mengenai kemampuan yang Bapak
miliki. Maka dari itu, tolong dipersiapkan dan dipikirkan kembali kira-kira kemampuan
apa yang sudah Bapak miliki sekarang ini dan yang dapat Bapak kembangkan di
kemudian hari, dikaitkan dengan bidang yang Bapak minati tersebut”
 Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu, tempat)
“Baiklah, Pak, saya rasa pertemuan pagi ini sudah cukup, besok kita berbincang lagi.
Bapak ingin jam berapa berbincang-bincangnya? Bagaimana kalau jam 11.00-11.15?
Bapak ingin berbincangbincangnya di mana? Bagaimana kalau di ruang makan? Setuju,
Pak? Oke, kalau begitu kita sepakat ya, Pak, besok berbincangbincang sesuai kesepakatan
kita tadi? Kalau begitu saya permisi dulu ya, Pak, sampai jumpa besok. Selamat pagi!”

SP Risiko Bunuh Diri


A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Obyektif:
a. Sering menangis
b. Sering melamun
c. Tidak mau berkomunikasi
d. Ekspresi wajah tampak sedih dan tidak berdaya
Data Subyektif:
a. Klien pernah mencoba meminum cairan kimia pemutih baju
b. Klien mengatakan ingin bunuh diri
c. Klien mengatakan kondisi jiwanya tidak karuan
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko bunuh diri.
SP-2
3. Tujuan Keperawatan
Tujuan umum: Klien tetap berada dalam keadaan aman dan selamat.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat mengetahui aspek positif yang dimiliki.
b. Klien dapat berpikir positif tentang dirinya.
c. Klien dapat mengetahui bahwa dirinya adalah individu berharga.
4. Tindakan Keperawatan

14
a. Identifikasi aspek positif yang dimiliki oleh klien.
b. Ajarkan cara berpikir yang positif terhadap klien.
c. Ajarkan kepada klien bahwa ia adalah individu yang berharga.

B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Orientasi
 Salam terapeutik
“Selamat siang, Mas B? Masih ingat dengan saya? Ya betul, saya Suster R”
 Memperkenalkan diri
“Siang ini saya bertugas untuk merawat Mas lagi mulai pukul 14.00-19.00”
 Membuka pembicaraan dengan topik umum
“Bagaimana keadaan Mas B siang ini? Ada yang ingin diceritakan kepada saya?”
 Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)
“Baiklah kalau tidak ada, seperti yang sudah kita sepakati kemarin, bagaimana kalau kita
mulai berbincang-bincang mengenai betapa berharganya hidup itu? Mas B maunya kita
berapa lama berbincang bincangnya? Bagaimana kalau 15 menit? Mas B setuju? Mas B
maunya di mana? Bagaimana kalau di taman saja?”
2. Kerja
“Mas B, dalam hidup Mas apa saja yang perlu Mas syukuri? Siapa saja yang akan sedih
dan rugi kalau Mas meninggal? Coba saya ingin tahu dan ingin mendengar hal-hal apa
saja yang baik dalam kehidupan Mas B? Keadaan yang bagaimana yang dapat membuat
Mas merasa puas? Iya,,saya lihat kehidupan Mas baik kok. Dan itu patut Mas syukuri.
Coba Mas B sebutkan lagi kegiatan apa saja yang masih dapat Mas lakukan selama ini?
Bagaimana kalau kita latih kemampuan Mas, setuju? Ya, baik sekali, Mas”
3. Terminasi
 Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang
“Bagaimana perasaan Mas B setelah kita berbincang-bincang? Merasa sedikit lega?”
 Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini
“Coba Mas B ulangi lagi apa saja kegiatan yang baik dalam kehidupan Mas? Wah, bagus
sekali, Mas”
 Tindak lanjut

15
“Mas B, tolong ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan Mas jika terjadi
dorongan mengakhiri kehidupan ya. Bagus. Coba, ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih
Mas miliki dan,perlu disyukuri!”
 Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu, tempat)
“Besok jam 8 kita akan bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Bagaimana,
setuju, Mas? Tempatnya di mana? Baiklah. Kalau ada perasaan-perasaan yang tidak
terkendali segera hubungi saya ya. Selamat siang!”

SP Isolasi Sosial
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Obyektif:
a. Klien tampak sering murung dan menyendiri
b. Kontak mata kurang
Data Subyektif:
Klien mengatakan bahwa tidak ada gunanya lagi ia berinteraksi dengan orang lain. Ia
hanya ingin hidup sendiri saja.
2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial b.d. sistem pendukung yang tidak adekuat.
SP-1
3. Tujuan Keperawatan
Tujuan umum: Klien dapat melakukan hubungan social secara bertahap.
Tujuan khusus:
a. Klien mampu membina hubungan saling percaya pada perawat.
b. Klien mampu mengenal penyebab menarik diri.
c. Klien mampu mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain.
d. Klien mampu berkenalan dengan orang lain.
e. Klien mampu memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya.
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Bantu klien mengenal penyebab menarik diri.

16
c. Bantu klien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain.
d. Kaji kemampuan klien membuna hubungan dengan orang lain.
e. Ajarkan klien berkenalan dengan orang lain.
f. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
g. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.

B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Orientasi
 Salam terapeutik
“Selamat pagi, Mbak”
 Memperkenalkan diri
“Perkenalkan, saya Perawat B. Saya yang akan membantu dan merawat Mbak hari
ini. Nama Mbak siapa? Biasanya dipanggil apa? Kalau butuh bantuan, Mbak dapat
menghubungi saya”
 Membuka pembicaraan dengan topik umum
“Bagaimana perasaan Mbak saat ini? Apakah ada keluhan? Semalam bisa tidur
nyenyak? Obatnya sudah diminum?”
 Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)
“Mbak R, bagaimana kalau pagi ini kita mengobrol tentang keluarga dan teman-teman
Mbak? Mbak mau berapa lama bercakap-cakap? Bagaimana kalau 10 menit. Mbak R
mau bercakap-cakap di mana? Bagaimana kalau ruangan ini?”
2. Kerja
“Siapa saja yang tinggal serumah dengan Mbak? Siapa yang paling dekat dengan
Mbak? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Mbak? Apa yang membuat Mbak
jarang bercakap-cakap dengannya? Selama dirawat di sini, apakah Mbak merasa
kesepian? Siapa saja yang Mbak kenal di ruangan ini? Kegiatan apa saja yang biasa
Mbak lakukan dengan teman yang Mbak kenal? Apa yang menghambat Mbak dalam
berteman dan bercakap-cakap dengan klien lain?” ”Menurut Mbak R, apa saja
keuntungan kalau kita mempunyai teman? Wah benar, ada teman bercakap-cakap.
Apa lagi? (sampai klien menyebutkannya). Nah, kalau kerugiannya tidak mempunyai
teman apa ya? Ya, apa lagi? (sampai klien menyebutkan beberapa). Jadi banyak juga
ruginya tidak mempunyai teman ya? Kalau begitu, apakah Mbak R ingin belajar untuk

17
mengenal orang lain?” ”Bagus, bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan
dengan orang lain? Begini Mbak, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan
dulu nama kita, nama panggilan yang kita sukai, asal dan hobi kita. Contoh: ‘Nama
saya X, panggil saya X. Asal saya dari Bandung dan hobi saya memasak’. Selanjutnya
Mbak menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: ‘Nama Ibu
siapa? Senang dipanggil siapa? Asalnya dari mana/ hobinya apa?’. “Ayo Mbak
dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan Mbak. Coba berkenalan dengan saya! Ya,
bagus sekali! Coba sekali lagi! Bagus sekali!”
3. Terminasi
 Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang
“Bagaimana perasaan Mbak R setelah kita berbincang-bincang dan latihan berkenalan
tadi?”
 Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini
“Selanjutnya coba Mbak ingat-ingat lagi cara berkenalan dengan orang lain seperti
yang telah kita pelajari tadi dan coba dipraktikkan dengan saya lagi”
 Tindak lanjut
“Baik Mbak R, bagaimana kalau Mbak latihan berkenalan dengan salah seorang
teman Mbak yang ada di ruangan? Mbak R mau berkenalan dengan siapa? Nanti
kalau ada kesulitan kita bicarakan lagi”
 Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu, tempat)
“Mbak R, kita cukupkan dulu pertemuan kita pagi ini. Besok kita ketemu lagi untuk
melatih Mbak berkenalan dengan banyak orang. Saya akan membawa salah seorang
teman saya, Perawat Y. Bagaimana, Mbak siap? Oke, mau ketemu lagi jam berapa?
Bagaimana kalau jam 11.00? Mbak R mau bercakap-cakap di mana? Bagaimana kalau
di ruang makan lagi? Baik, sampai ketemu besok ya, Mbak”

18
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada kenyataanya, perawat di samping kodratnya sebagai makhluk individu dan
mahluk sosial, perawat juga merupakan makhluk profesi yang memerlukan skill di
bidangnya, khususnya di bidang keperawatan. Perawat harus mampu menjalankan segala
tahapan dalam komunikasi terapeutik yang meliputi tahap awal, lanjutan, dan terminasi.
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan
kepekaan serta ketajaman perasaan karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan
tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan
komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan
bagi perawat.
Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaannya
diperhatikan sikap dan teknik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting
diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor penunjang yang
sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

B. Saran
Dengan beberapa uraian tentang Penerapan Komunikasi dalam Proses Keperawatan pada
Kasus Jiwa diharapkan dapat menambah wawasan bagi pembaca khususnya perawat dan
juga bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

19
DAFTAR PUSTAKA

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Jakarta :


Graha Ilmu.
Potter, P.A & Perry, A.G. 1993. Fundamental of Nursing Concepts, Process and
Practice. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book.
Purwanto ,Heri. 1994. Komunikasi untuk Perawat. Jakarta : EGC.
Stuart, G.W & Sundeen S.J. 1995. Pocket guide to Psychiatric Nursing. Third
edition. St.Louis: Mosby Year Book.
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik Teori Dan Praktik. Jakarta : EGC.

20
21

Anda mungkin juga menyukai