Abstrak
Jihād merupakan salah satu perintah pokok yang terdapat dalam Alquran dan
Hadis yang lebih diinterpretasikan oleh para ulama fikih klasik sebagai
perintah berperang di jalan Allah. Dalam konteks sekarang ini, interpretasi
yang demikian menjadikan banyak pihak terutama non-muslim beranggapan
bahwa agama Islam sebagai agama yang radikal dengan menghalalkan
kekerasan. Sehingga fenomena yang demikian membuat al-Qaraḍāwī
berinisiatif untuk memunculkan gagasan-gagasan baru dalam jihād, terutama
di dalam menginterpretasikan ulang berbagai pemahaman jihād yang
berkembang di kalangan umat Islam. Dalam usahanya tersebut, al-Qaraḍāwī
berusaha menghindari prinsip perang sebagai sarana jihād dan
menggantikannya dengan bentuk dakwah melalui berbagai sarana atau media
teknologi informasi yang ada pada saat ini sebagai pengganti dari jihād dalam
bentuk perang tersebut. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa
reinterpretasi jihād yang digagas oleh al-Qaraḍāwī dinilai sangat relevan
untuk diterapkan dalam konteks kekinian.
Kata kunci: dakwah, jihād, perang, reinterpretasi.
A. Pendahuluan
Jihād adalah salah satu aspek yang paling penting di dalam Islam,
perintah untuk berjihad juga secara jelas terdapat di dalam Alquran dan
Hadis. Pada hakikatnya, makna jihād dalam Alquran mempunyai arti
mengerahkan segala kekuatan untuk menyebarkan dakwah Islam serta
menyokongnya. 1 Para ulama pun mengklasifikasi jihād ke dalam
beberapa bagian, sebagaimana Ibn Qayyim al-Jauziyyah yang membagi
jihād ke dalam empat bagian, yaitu: jihād melawan nafsu, jihād
melawan setan, jihād melawan orang kafir dan jihād melawan orang
munafik.2
Dalam hal ini dapat dipahami bahwa jihād mempunyai makna
yang luas. Namun realita yang terjadi sekarang ini, banyak terjadi
1
Majma’ al-Lughah al-Arabiyyah, Mu’jam Alfāẓ Al-Qur’ān, jil. 1, (Kairo: al-
Hai’ah al-Miṣriyyah al-‘Āmmah li al-Kitāb, t.th), hal. 226.
2
Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Zadd al-Ma’ād, jil. 3, (Beirut: Muassasah al-Risālah,
1998), hal. 9.
1
Kalam
Jurnal Agama dan Sosial Humaniora
9
Yūsuf al-Qaraḍāwī, Fiqh al-Jihād…, hal. 105. Al-Qaraḍāwī mengutip dari
Imam al-Nawawī, Rauḍah at-Ṭālibīn, jil. 10, hal. 208. Ibn Ḥajar, Tuḥfah al-Muḥtāj,
jil. 4, hal. 137. Ar-Ramlī, Nihāyah al-Muḥtāj, jil. 8, hal. 42. Al-Khaṭib al-Syarbainī,
Mughnī al-Muḥtāj, jil. 6, hal. 44.
10
Yūsuf al-Qaraḍāwī, Fiqh al-Jihād…, hal. 105.
11
Yūsuf al-Qaraḍāwī, Fiqh al-Jihād…, hal. 105-106.
12
Yūsuf al-Qaraḍāwī, Fiqh al-Jihād…, hal. 107.
4
Kalam
Jurnal Agama dan Sosial Humaniora
13
Yūsuf al-Qaraḍāwī, Fiqh al-Jihād…, hal. 1325.
5
Kalam
Jurnal Agama dan Sosial Humaniora
14
Yūsuf al-Qaraḍāwī, Fiqh al-Jihād…, hal. 1326-1327.
15
Yūsuf al-Qaraḍāwī, Fiqh al-Jihād…, hal. 1329.
6
Kalam
Jurnal Agama dan Sosial Humaniora
20
Yūsuf al-Qaraḍāwī, Fiqh al-Jihād…, hal. 1336-1337.
21
Yūsuf al-Qaraḍāwī, Fiqh al-Jihād…, hal. 1337.
8
Kalam
Jurnal Agama dan Sosial Humaniora
24
Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press,
2005), hal. 305.
25
Badri Khaeruman, Hukum Islam dalam Perubahan Sosial, (Bandung: Pustaka
Setia, 2010), hal. 35.
26
Al-Qaraḍāwī mendefinisikan ijtihād intiqā’i (tarjih) sebagai ijtihād untuk
melihat salah satu pendapat terkuat di antara beberapa pendapat yang ada dalam
pusaka peninggalan fikih yang penuh dengan fatwa atau keputusan hukum.
Menurutnya, metode ijtihād tersebut dilakukan dengan mengadakan studi komparatif
di antara pendapat-pendapat tersebut berdasarkan alat ukur yang digunakan dalam
mentarjih. Adapun alat pengukur dalam mentarjih ini antara lain: 1) hendaknya
pendapat itu lebih cocok dengan orang zaman sekarang; 2) hendaknya pendapat itu
lebih mencerminkan rahmat kepada manusia; 3) hendaknya pendapat itu lebih dekat
dengan kemudahan yang diberikan oleh Syara’; 4) hendaknya pendapat itu lebih
10
Kalam
Jurnal Agama dan Sosial Humaniora
jihād dalam Islam sangat-lah tepat. Tujuan dari ijtihād tersebut dalam
permasalahan ini agar dapat diperoleh paradigma baru tentang jihād,
dan hasilnya dapat dikembangkan jihād yang relevan dalam konteks
kekinian. Menurut al-Qaraḍāwī, ada tiga faktor yang memiliki
pengaruh kuat dalam melakukan ijtihād intiqā’i (ijtihād selektif) ini,
antara lain: perubahan sosial politik setempat atau tingkat internasional,
pengetahuan modern dan ilmu-ilmunya, serta adanya tuntutan zaman
dan kebutuhannya.27
Ijtihād al-Qaraḍāwī yang menawarkan dakwah dengan
memanfaatkan berbagai sarana atau media yang tersedia sebagai jihād
masa kini, merupakan hasil ijtihād-nya yang dipengaruhi oleh faktor-
faktor di atas. Perubahan sosial masyarakat maupun keadaan politik
dari tiap-tiap negara yang berbeda dengan zaman dulu, sangat tidak
memungkinkan pada saat ini melakukan jihād dengan cara berperang.
Ditambah lagi dengan adanya perjanjian damai tingkat Internasional, di
mana setiap negara diharuskan menghormati kedaulatan dan batas-
batas wilayah dari negara lain.
Selanjutnya dengan pertimbangan pada masa sekarang ini ilmu
pengetahuan telah berkembang dengan begitu pesat sehingga
menghasilkan berbagai macam teknologi, terutama teknologi informasi,
dengan tersedianya berbagai media elektronik seperti radio, televisi dan
internet, maupun media cetak seperti buku-buku, surat kabar, majalah,
tabloid, dan sebagainya, dapat dijadikan sebagai sarana dalam
‘melancarkan’ jihād pada masa kini. Namun, bentuk aktualisasi jihād-
nya adalah dengan melakukan dakwah Islam dengan cara-cara damai,
lemah-lembut dan penuh sopan santun.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jihād yang ditawarkan
al-Qaraḍāwī di atas merupakan jihād yang relevan dalam konteks
kekinian. Gagasan yang dikemukakannya tersebut sesuai dengan
pertimbangan terhadap tiga faktor di atas. Pada masa sekarang ini,
model jihād tersebut dapat diimplementasikan dengan mempersiapkan
umat secara matang untuk menguasai berbagai bidang keilmuan, baik
bidang ilmu keislaman, teknologi, bahasa, maupun retorika dakwah,
agar dapat mempermudah umat Islam dalam menjalankan misi jihād
tersebut. Ilmu keislaman sebagai materi yang akan disampaikan,
utama dalam merealisir maksud-maksud Syara’, mashlahat makhluk dan usaha untuk
menghindari kerusakan dari manusia. Lihat Yūsuf al-Qaraḍāwī, Ijtihad Dalam
Syari’at Islam; Beberapa Pandangan Analitis tentang Ijtihad Kontemporer, terj.
Oleh: Achmad Syathori, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987), hal. 150-151.
27
Lihat Yūsuf al-Qaraḍāwī, Ijtihad Dalam Syari’at Islam…, hal. 159-167.
11
Kalam
Jurnal Agama dan Sosial Humaniora
Daftar Pustaka
12
Kalam
Jurnal Agama dan Sosial Humaniora
13
Kalam
Jurnal Agama dan Sosial Humaniora
14