Anda di halaman 1dari 5

Bab 14

JIHAD DI JALAN ALLAH

Tujuan Pembelajaran

1. Memahami hakikat jihad dan keterkaitannya dengan Amar Ma'ruf Nahi Munkar.

2. Memahami jihad sebagai ruh beragama.

3. Memahami unsur dan macam-macam jihad.

4. Memahami jihad sebagai upaya mengelola hati dan menghadapi tipu daya syetan.

5. Memahami hukum jihad dalam konteks berperang.

Materi

A. Makna Jihad dan Keterkaitan dengan Amar Ma'ruf Nahi Munkar

1. Makna Jihad

Menurut Yusuf Qardhawi kata Jihad merupakan derivasi dari kata jahada - yujahidu - jihadan yang
bermakna bersungguh-sungguh.

Ahmad Warson Munawwir memaknai jihad sebagai kegiatan mencurahkan segala kemampuan dan
jika dirangkaikan dengan kata fi sabilillah mengandung makna perjuangan.

Sedangkan menurut Quraish Shihab kata jihad secara bahasa berasal dari kata jahd yang bermakna
"letih/sukar" dan dari kata juhd yang bermakna "kemampuan". Dengan demikian makna jihad secara
bahasa bisa berarti mengerahkan segala kemampuan secara optimal dan maksimal.

Didasarkan pada definisi secara etimologis diatas, Yusuf Qardhawi dan Kamil Salamah menyatakan
bahwa jihad lebih luas cakupannya dari pada perang. Kata tersebut mencakup perang, membelanjakan
harta, dan segala upaya dalam rangka mendukung agama Allah, berjuang menghadapi nafsu, dan
menghadapi setan.

a) Kata Jihad dalam Al-Quran

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan oleh Muhammad Chirzin, kata jihad di dalam Al-
quran disebutkan sebanyak 35 kali tersebar dalam 28 ayat dalam 15 surat dengan bentuk baik fi'il
maupun isim.

Terdapat perbedaan diantara ayat-ayat jihad periode Mekah dan ayat-ayat Jihad periode
Madinah. Ayat-ayat jihad periode Mekah sama sekali tidak menyuruh untuk berperang secara fisik.
Kontek jihad saat itu adalah menyeru untuk bersabar terhadap provokasi musuh, di samping terus
melakukan aktivitas dakwah secara lisan di tengah-tengah masyarakat saat itu.

Sedangkan ayat-ayat jihad periode Madinah, sehubungan dengan kondisi umat Islam yang saat itu
sudah cukup memungkinkan, menyeru umat Islam masa itu untuk menghadapi musuh secara
konfrontatif dan mewajibkan mereka untuk memerangi penduduk Mekkah yang sudah terlebih dahulu
menyerang umat Islam.

Kata jihad dalam bentuk fi'il Amr disajikan dalam dua bentuk yaitu :

1. Ditujukan kepada mukhatab mufrad (orang kedua tunggal) ,dan

2. Ditujukan kepada mukhatab jamak (orang kedua jamak).

Jenis yang pertama menurut Tsabit mengandung pengertian bahwa kewajiban jihad ditujukan kepada
perorangan dan dapat dilaksanakan secara perorangan. Contohnya sebagaimana tercantum dalam surat
Al Nahl/16 ayat 125 tentang perintah menyeru manusia ke jalan Allah dari surat al-a'raf/7 ayat 199
tentang perintah menyeru manusia kepada kebajikan.

b) Kata Jihad dalam As Sunnah

Untuk hadits jenis pertama yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

"Abdullah bin Mas'ud r.a. "Saya bertanya kepada Rasulullah apakah amal yang paling utama? "Nabi
menjawab, "Sholat tepat pada waktunya". "Kemudian apa?", jawab beliau, "Kemudian berbuat baik
kepada kedua orang tua". "Kemudian apa?", beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah". "Lalu saya diam.
Jikakalau saya bertanya lagi, tentu Nabi Saw menambahkan jawaban". (H.R. Bukhari)

Dalam hadist di atas kata jihad bermakna berperang.

Adapun hadits jenis kedua di mana kata jihad bukan dalam konteks berperang adalah sebagai berikut:

" Diriwayatkan dari 'Aisyah r.a bahwa para istri Rasulullah saw bertanya tentang jihad, maka Rasulullah
saw bersabda, "Sebaik-baik jihad adalah Haji" (H.R. Bukhari)

Hadist di atas menyebutkan bahwa Haji merupakan salah satu bentuk jihad.

2. Keterkaitan Jihad dengan Amar ma'ruf Nahi Munkar

Keterkaitan antara jihad dengan Amar Ma'ruf Nahi Munkar bisa digambarkan setidaknya dari dua
sisi. Pertama, alasan logis kewajiban jihad dalam Islam adalah untuk memberantas segala bentuk
kerusakan di muka bumi dan untuk Amar ma'ruf Nahi Munkar. Kedua bentuk kegiatan jihad secara
umum, sebagaimana yang diajarkan dalam Al-quran dan as-sunnah, adalah sosialisasi dan internalisasi
kebajikan dan pencegahan atau penghapusan kemungkaran.

B. Jihad Sebagai Ruh Beragama

Banyak ayat-ayat al-quran maupun hadis yang menunjukkan arti penting jihad dalam kehidupan
seorang muslim, beberapa diantaranya:

Pertama, jihad dinyatakan sebagai bentuk ujian dan cobaan terhadap seorang muslim sebagai pra syarat
dirinya masuk surga di samping. Artinya seseorang muslim jangan bermimpi untuk masuk surga sebelum
ia melakukan jihad. Allah SWT berfirman dalam (QS. Ali Imran/3 : 142).

Kedua, semua aktivitas keagamaan yang dilakukan oleh seorang muslim pasti disertai dengan jihad.
Paling tidak dalam pandangan Quraish Shihab jihad diperlukan untuk mengendalikan hati supaya tidak
condong kepada kedurhakaan dan pengabaian tuntutan agama. Allah SWT berfirman dalam (QS. At-
Taubah/9 : 24).

Ketiga, Ibn Hajar menjelaskan bahwa pada masa awal Islam Hijrah merupakan aktivitas yang wajib
dilakukan oleh setiap muslim, sekaitan dengan perlunya berhimpun dan masih sedikitnya jumlah kaum
muslimin di Madinah saat itu. Dalam sebuah hadis diriwayatkan:

"Ibnu 'Abbas ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda pada Fathu Makkah, tidak ada kewajiban hijrah
setelah pembukaan kota Makkah yang ada adalah kewajiban jihad dan memasang niat baik. Jika kamu di
seru untuk keluar ke Medan jihad, maka berangkatlah" (HR.Bukhari dan Muslim)

C. Unsur dan Macam-macam Jihad

1. Unsur-Unsur Jihad

Jihad memiliki lima unsur, yaitu : pelaku, tujuan, sarana, dan objek serta pemberi tugas jihad.
Berdasarkan ayat-ayat tentang jihad di dalam Al-quran, bisa diuraikan bahwa para pelaku jihad adalah
Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman (Qs. An-Nisa/4 : 76); Tujuan dari jihad adalah
menegakkan kalimat Allah (Qs. At-Taubah/9 : 40); Sarana jihad adalah jiwa raga dan harta benda, yang
meliputi segala sarana fisik dan non fisik (Qs. Al-Hujurat/49 : 15); objek dari jihad adalah memerangi
orang-orang kafir, orang-orang munafik (Qs. Al-Tahrim/66 : 9), setan dan hawa nafsu (Qs. Yusuf/12 : 53)
dan yang memberi tugas jihad adalah Allah swt.

2. Macam-macam Jihad

Dalam surat At-Taubah/9 ayat 88, surat Al-Hajj/22 ayat 78, dan surat Al-Baqarah/2 ayat 194
mengemukakan lima jenis jihad yaitu:
1) Jihad dengan harta (amwal);

2) Jihad dengan fisik (nafs dalam arti diri);

3) Jihad dengan nyawa/jiwa (nafs dalam arti jiwa/nyawa);

4) Jihad dengan totalitas manusia (pengertian nafs yang mencakup nyawa, emosi, pengetahuan,
tenaga, pikiran), (Qs. At-Taubah/9 ayat 88, dan Qs. Al-Hajj/22 ayat 78);

5) Jihad dengan apapun sesuai bentuk serangan lawan (Qs. Al-Baqarah/2 ayat 194).

D. Jihad Mengelola Hati dan Menghadapi Tipu Daya Syetan

Kelemahan nafsu manusia dimanfaatkan oleh setan untuk menyampaikan bisikan-bisikan nya.
Bisikan tersebut dapat ditolak dengan jihad, yakni dengan menutup pintu-pintu masuknya, atau dengan
mematahkan semua kekuatan kejahatannya. Banyak pintu masuk yang dilalui setan, Quraish Shihab
menyebutkan beberapa di antaranya yaitu:

1) Ambisi yang berlebihan dan prasangka buruk terhadap Tuhan;

2) Gemerlap duniawi;

3) Merasa lebih dari orang lain;

4) Memperkecil dosa atau kebaikan;

5) Riya.

Sekaitan dengan hal tersebut ada 2 hal yang perlu diperhatikan agar hati setiap manusia mampu
mengelola hati dengan baik agar terhindar dari bujuk rayu setan dengan segala bentuknya yaitu:

Pertama, kita harus senantiasa waspada setiap waktu dan merenungkan firman Allah SWT dalam
surat Al-A'raf ayat 16 dan 17 yang menyatakan bahwa setan akan selalu menghadang dan merayu
manusia sekuat tenaga dari setiap penjuru baik depan, belakang, kanan ataupun kiri.

Kedua, Dzikrullah atau mengingat Allah SWT merupakan cara terbaik untuk menghindari dari dari tipu
daya setan. Dzikrullah pada hakekatnya adalah kesadaran akan melemahnya jiwa manusia dan sangat
bergantung nya manusia terhadap Allah SWT. Dalam (Qs. Al-A'raf/9 : 200-201).

E. Hukum Jihad dalam Konteks Berperang

Dalam literatur agama tidak ditemukan kesepakatan tentang hukum jihad dalam bentuk peperangan
dalam hal ini jihad penyerangan. Pangkal perselisihan adalah perbedaan para ulama mengenai
penafsiran firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 216. Dan juga pemaknaan terhadap Hadis
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh imam muslim.
Berikut ini uraian yang disajikan Yusuf qardhawi dalam bukunya fiqih jihad tentang pandangan para
ulama seputar hukum jihad:

1) Pendapat Abu Bakar Al-Razi (Imam Al-Jashshash);

2) Pendapat Ibnu Hajar;

3) Pendapat Ibnu Qayyim;

4) Pendapat Imam Sahnun;

5) Pendapat Ibnu Rusyd Al Jadd.

Anda mungkin juga menyukai