Anda di halaman 1dari 10

SIT-TO-STAND BIOMECHANICS BEFORE AND AFTER TOTAL HIP ARTHROPLASTY

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biomedik-Biofisika

Dosen : Nunung Siti Sukaesih,S.Kep.M.MedEd.

Disusun oleh :

Kelompok 7

Ranti isdayanti Nur NIM 1801360

Rima Mulyaningtias NIM 1800764

Rizky Silvia NIM

Sela Maya Yulianti NIM 1801020

Yulia Hendayanti NIM 1801564

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UPI KAMPUS SUMEDANG

2018
A. BIOFISIKA

Biofisika dalam Anonim (2007 adalah studi dengan menggunakan metode-metode


dan Konsep-konsep fisika. Manfaat ilmu biofisika dalam pelayanan keperawatan adalah
untuk menguji keabsahan dan kebenaran bahwa manusia yang tidak dapat berfungsi
sempurna terkait dengan kondisi kesehatan dan proses penyembuhan mempunyai serangkaian
kebutuhan yang dapat dilakukan melalui langkah-langkah proses keperawatan. Untuk
mengembangkan ilmu keperawatan, dibutuhkan ilmu lain sebagai bentuk body of knowlade
ilmu keperawatan yaitu salah satunya ilmu biofisika.

B. BIOMEKANIK

Biomekanik adalah ilmu tentang gerak makhluk hidup dengan menggunakan ilmu
mekanika (Hatze,1974).Ilmu mekanika merupakan cabang dari fisika yang mempelajari
deskripsi dari gerakan dan bagaimana suatu gaya dapat menimbulkan gerakan.

Di dalam fisika Keperawatan membahas 2 bidang yaitu Bidang Kedokteran dan


Bidang Fisika. Fungsi yang peratama yaitu untuk menentukan fungsi tubuh yang meliputi
kesehatan dan penyakit yang dikenal dengan faal fisika , dan fungsi kedua yaitu meliputi
pengetahuan tentang benda atau alat yang dipergunkan dalam keperawatan seperti
alat,ultrasonik, laser dan radiasi. Gaya tubuh dapat dikataan seimbang apabila gaya dan
momen gaya yang ada sama dengan nol.

C. BODY LANGUAGE

Bahasa tubuh (body languge) adalah komunikasi pesan nonverbal (tanpa kata-kata).
Menurut Richard E. Potter dan Larry A. Samoval dalam Intercultural Communication: A
Reader(Cengage Learning, 2014), bahasa tubuh adalah proses pertukaran pikiran dan gagasan
dengan penyampaian pesan berupa isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, sentuhan, artifak
(lambang yang digunakan), diam, waktu, suara, serta postur dan gerakan tubuh.

Bahasa tubuh adalah bahasa yang “diucapkan” oleh tubuh kita, bisa dilakukan secara
sadar (terkendali), bisa pula dilakukan tanpa disadari (tak terkendalikan). Bahasa tubuh yang
dilakukan secara sadar bisa dan mudah dimanipulasi, disesuaikan dengan apa yang
diucapkan. Sebaliknya, bahasa tubuh yang terucap tanpa disadari dapat mengungkapkan
makna rahasia yang tak terlontar dari mulut.
Tatapan mata, gerakan tangan, gerakan kepala, dan ekspresi wajah merupakan
beberapa bagian tubuh yang sering berbicara. Mata adalah bagian tubuh yang paling
sulit diajak berbohong. Gerakan bola mata, sinar mata, arah tatapan, hingga frekuensi kedipan
mata mengatakan apa yang tak dikatakan oleh mulut.

Bahasa tubuh sering muncul bersamaan dengan pengucapan kata-kata. Bahasa tubuh
paling mudah dilihat antara lain saat orang melakukan public speaking. Berikut ini adalah
beberapa contoh dan arti bahasa tubuh manusia ketika berbicara :

1. Menyentuh hidung : usaha untuk menutupi kebohongan


2. Mengangkat alis : takut, terkejut
3. Sering menoleh : tidak sabaran, gelisah
4. Menggigit bibir : cemas, khawatir, tegang
5. Menyilangkan tangan : sombong, angkuh. Tetapi jika cuaca sedang dingin
berarti dia sedang kedinginan
6. Dll.

Menurut Ray Birdwhistell, pelopor kinesics (bidang ilmu yang menelaah bahasa
tubuh), pada dasarnya setiap anggota tubuh manusia, dari wajah sampai kaki, dapat
digunakan sebagai isyarat simbolik –menunjukkan tanda-tanda yang nyata, meski tak
ada makna ucapan khusus yang terucapkan.

Salah satu bahasa tubuh yang mudah untuk dibaca adalah ketika tersenyum. Orang
yang tulus akan tersenyum juga dengan matanya, tidak hanya dengan bibirnya. Selain itu,
senyuman yang penuh ketulusan, maka bola mata akan lebih berbinar dan ramah
karena keduanya bergerak seiring dengan perasaan. Senyuman dengan bibir yang terkatup
rapat bisa menjadi pertanda bahwa lawan bicara Anda tengah menyembunyikan
sesuatu. Mungkin saja rasa ketakutan, kekuatiran, atau ketidaknyamanan.
D. BODY ALIGNMENT

Body Alignment (Postur Tubuh) adalah susunan yang geometris dari bagian-bagian
tubuh yang tersusun dan terhubung satu sama lain.Dalam pembentukan postur tubuh terdapat
4 penyusunnya yaitu : Sendi, Tendon, Ligamen, dan otot.

1. Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan atau saling menghubungkannya 2 tulang sehingga
memungkinkan terjadinya pergerakan maupun tidak dapat terjadi pergerakan.
Sendi (Artikulasi) dibedakan menjadi 3 bagian berdasarkan kebebasannya bergerak yaitu :
a.Sinartrosis, Merupakan sendi yang tidak mampu bergerak. sendi ini tidak mampu
bergerak karena pada sendi ini terdapat pada hubungan antar tulang yang memiliki jaringan
ikat. Contohnya : Hubungan antar tulang pembentuk tengkorak kepala.
b. Amfiatrosis, Merupakan sendi yang gerak leluasanya terbatas/sedikit. Contohnya
tulang ruas-ruas tulang belakang.
c. Diartrosis, Merupakan sendi yang mampu bergerak dengan bebas karena jaringan ikat
antar tulang ini adalah jaringan ikat longgar sehngga memungkinkan terjadinya pergerakan.
Contohnya : Sendi Peluru (kesemua arah) Pada bahu, Sendi Putar (Mampu melakukan
putaran dan bertumpu pada satu sumbu) terdapat pada hubungan antar tulang pengumpil dan
tulang hasta, Sendi Engsel (Bergerak satu arah) Pada siku, lutut dan ruas-ruas jari. Sendi
Pelana pada telapak tangan. Sendi Luncur (Dapat bergeser) terdapat di selangka bahu
2.Tendon
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa yang berbentuk padan dan keras, berwarna putih dan
tendon berada pada ujung otot yang menempel pada tulang, dengan kata lain tendon
merupakan penghubung antar tulang dan otot.
Berdasarkan cara melekatnya tendon di bagi menjadi :
a. Origo, Merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak akan berubah posisi atau
bergerak pada saat otot berkontraksi.
b. Insersio, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang dapat bergerak ketika otot
berkontraksi.
3. Ligamen
Ligamen merupakan susunan jaringan serabut yang terdiri dari jaringan ikat yang kenyal
berwarna putih mengkilat dan fleksibel.Ligamen sebagai pengikat sendi dan hubungan antar
tulang.
4.Otot
Merupakan sekumpulan jaringan yang menjadi salah satu unsur terbesar pembentuk body
alignment. Kekuatan dan ukuran otot dipengaruhi oleh latihan pergerakan otot, gizi, genetika,
jenis kelamin dan umur.
Karakter dari otot :
a.Kontraksibilitas, Adalah kemampuan otot berubah memendek dan lebih pendek dari ukuran
yang sebenarnya.
b. Ekstensibilitas, Adalah kemampuan otot untuk berubah menjadi lebih panjang pada saat
otot berkontraksi.
c. Elastilitas, Adalah kemampuan otot untuk mengubah ukuran kembali kesemula.

E. GAYA GRAVITASI

Gaya itu ada yang bekerja pada tubuh dan ada gaya yang bekerja dalam tubuh. Gaya
yang bekerja pada tubuh contohnya pada saat kita menabrak suatu objek (statis), sedangkan
gaya dalam tubuh itu seperti adanya otot yang menyebabkan mengalirnya darah dan paru-
paru yang memperoleh udara (dinamis).
Gravitas merupakan prinsip yang pertama yang harus diperhatikan dalam melakukan
mekanika tubuh dengan benar, yaitu memandang gravitasi sebagai sumbu dalam pergerakan
tubuh.

Terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam gravitasi :

a. Pusat gravitasi (center of gravity), titik yang berada di pertengahan tubuh.

b. Garis gravitasi (line of gravity), merupakan garis imajiner vertikal melalui pusat
gravitasi.

c. Dasar dari tumpuan (base of support), merupakan dasar tempat seseorang dalam
posisi istirahat untuk menopang/menahan tubuh.

F. RANGKUMAN JURNAL

Pada saat ini kelompok kami akan menganalisa mengenai jurnal yang berjudul Sit-To-
Stand Biomechanics Before And After Total Hip Arthroplasty , sebelum nya akan
menjelaskan terlebih dahulu mengenai penyakit yang berkaitan dengan adanya strategi
biomekanik ini.

Penyakit Arthroplasty adalah suatu pembedahan untuk mengganti permukaan tulang


rawan sendi yang rusak dengan permukaan sendi lutut buatan (prothese). Biasanya, pasien
yang telah mengalami operasi total hip arthroplasty ini selain mengalami masalah jasmaninya
seperti memiliki masalah pada saat naik-turun tangga , duduk-berdiri saat duduk , lalu
berjalan dan lain-lain, mereka pun merasakan masalah psikis juga yang membuat dirinya
merasa kesakitan dan takut ketika akan menggunakan ekstremitas bawahnnya secara utuh
dan simetris, maka kebanyakan pasien pasca operasi mengambil posisinya secara asimetris.

Sit-To-Stand Biomechanics Before And After Total Hip Arthroplasty bertujuan untuk
dapat membandingkan dan menganalisa perubahan dalam pola gerakan selama tugas sit-to-
stand sebelum dan setelah THA ke kelompok kontrol sehat. Dengan memanfaatkan teori
biomekanik praktik STS ini diharapkan dapat merubah secara signifikat dengan
memperhatikan pola gerakan dari ekstremitas bawah manusia secara bertahap dan
memerlukan waktu cukup lama yaitu memerlukan waktu sebelum dan sesudah 3 bulan pasca
operasi. Pada 3 bulan setelah THA pasien akan mengalami perbaikan simetri gerakan dan
peningkatan momen sekitar sendi panggul dan lutut.

Metode dalam perlakuan Sit-To-Stand Biomechanics Before And After Total Hip
Arthroplasty itu bertahap yaitu mengnalisisi subjek, pengukuran antropometri,analisis gerak,
gerakan tugas, variabel hasil , analisi data , hasil data dan menemukan hasil.

Menganalisis Subjek itu disaring dahulu yaitu dengan cara melakukan wawancara
ditelepon. Namun subjek dikeluarkan jika memiliki riwayat gangguan neurologis, masalah
kardiovaskukar , hipetensi tidak terkontol , riwayat kanker ekstremitasi bawah. Analisi tiga
dimensi ini diselesaikan pada 2-4 minggu sebelum THA dan 3 bulan setelah THA. Dengan
membandingkan pasien 23 kontrol tidak melakukan terapi di rumah sakit dan 22 pasien yang
melakukan terapi Sit-to-stand di rumah sakit.

Pengukuran antropometri dilakukan pengukuran cek kesehatan palpalasi seperti


mencatat usia,tinggi badan, berat badan dan jenis kelamin serta massa tubuh.

Analisis gerak, pada tahap ini dibabantu dengan camera motion capture system yang
disingkronkan dengan 2 plaltform. 16 milimeter spherical retro-reflevtive secara bilateral
untuk menentukan batang dan segmen ekstemitas bawah selama percobaan. Hal ini bertujuan
untuk menghitung pusat sendi. Sudut dihitung menggunakan Euler XYZ dan di
normalisasikan dengan bobot badan subjek di newton (N/BW yaitu beberapa persen dari BW)
saat bersama diekspresikan sebagai momen eksternal yang dinormalkan ke tinggi massa
tubuh (Nm/kg.m).

Gerakan tugas, dilakukan dengan cara pasien diminta untuk duduk diatas bangku
piano yang diberi perekat pada kaki bangku agar bisa disesuaikan dengan tinggi subjek
menjaga dari kecelakaan yang tidak diinginkan. Dengan posisi tegak dan tangan diatas
pangkuan serta kaki tanpa pembatas lalu melakukan berdiri dan duduk sesuai dengan
kecepatan yang dipilih oleh subjek tanpa berbalik dan melihat ke belakang dan dilakukan
sebanyak dua kali. Awal dan akhir tugas STS didefinisikan sebagai berikut: kejadian start –
berdiri terjadi ketika kecepatan penanda acromio-klavikula kiri melebihi ambang 0,1 m/s
dalam arah arterior dan endstand terjadi ketika acromio kiri penanda klavikular mencapai
posisi tertinggi dalam arah vertikal.

Vertikal Gaya Reaksi Tanah (VGRF) dihitung pada setiap anggota badan melalui
tugas STS lalu dianalisis. Momen pinggul eksternal, lutut fleksi, dan aduksi pinggul ekstrnal
digunakan untuk mengidentivikasi setiap konvensasi khusus sendi selama gerakan. Momen
fleksi eksternal adalah ukuran pengganti fungsi otot ekstenson sedangkan momen aduksi
pinggul eksternal adalah ukuran pengganti fungsi otot abduktor panggul. Yang dihitung
adalah sudut pada saat VGRF bilateral maksimum yaitu nilai maksimal yang dijumlahkan
dari kiri dan kanan VGRF. Sudut bilateral bisa dikatakan positif apabila sudut mendekati
daerah yang di operasi sedangkan dikatakan negatif apabila sudut mendekati daerah yang
tidak di operasi.

Analisi data , ada 2 hipotesisi. Yaitu hipotesis pertama yaitu menggunakan t-test yang
digunakan untuk menilai perubahan sudut batang lateral antara titik waktu pra-operasi dan
pasca-operasi. Dan satu lagi adalah t-test dgunakan untuk menentukan sudut batang lateral
pada setiap titik waktu secara signifikan. Lalu ada hipotesis kedua yaitu membandingkan
antara kelompok subjek kontrol dengan kelompok subjek THA.

Hasil dari penelitian ini adalah Empat puluh lima subjek terdaftar dalam penelitian
ini . Semua subjek dalam kelompok THA menerima terapi fisik di rumah dan pasien rawat
jalan mengikuti THA, kecuali untuk dua subjek yang hanya menerima terapi di rumah.
Sebanyak dua puluh tiga subyek kontrol yang sehat terdaftar untuk tujuan perbandingan.
Kelompok THA terdiri dari 51% anggota tubuh sisi kanan yang dioperasikan dan 49% tangan
kiri yang beroperasi (Tabel 1). Ada perbedaan yang signifikan dalam tinggi badan
(P = 0,006), massa (P = 0,001), dan BMI (P = 0,004) antara subjek 3 bulan setelah THA dan
kelompok kontrol.

Ada interaksi limb-by-time yang signifikan untuk puncak VGRF (F1,44= 19,14,
P <0,001) . Tes post hoc mengungkapkan peningkatan yang signifikan dalam VGRF puncak
pada ekstremitas yang dioperasikan (+ 6%, P = 0,001) dan penurunan signifikan pada sisi
yang tidak bekerja (−4%, P = 0,005) dibandingkan dengan nilai pra-operasi. Meskipun
perubahan ini ada perbedaan yang signifikan antara ekstremitas di pra-operasi (24%, P
<0,001) dan pasca-operasi (16%, P <0,001) sesi dengan tinggi puncak VGRF bawah
tungkai non-dioperasikan pada kedua titik waktu.

Puncak fleksi pinggul saat menunjukkan interaksi limb-by-time yang signifikan


(F1,44 = 17,51, P = 0,001) . Tes post hoc mengungkapkan peningkatan yang signifikan dalam
momen fleksi puncak pinggul pada sisi yang dioperasikan (+ 8%, P = 0,024), dan penurunan
yang signifikan pada sisi non-dioperasikan (−8%, P = 0,012) 3 bulan setelah operasi
dibandingkan ke nilai pra-operasi. Namun, ada momen puncak hip fleksi yang lebih besar
pada ekstremitas yang tidak dioperasikan pra-operasi (24%, P <0,001) dan pada sesi pasca
operasi (11%, P = 0,002). Untuk momen adduksi puncak pinggul, ada interaksi limb-by-time
yang signifikan (F1,44 = 4,28, P = 0,044). Tidak ada peningkatan yang signifikan (P = 0,238)
pada sisi yang dioperasikan pada 3 bulan dibandingkan dengan nilai pra-operasi, dan sisi non-
operasi tidak menunjukkan perubahan yang signifikan (P = 0,111). Namun, ada saat-saat
adduksi puncak pinggul yang lebih tinggi pada ekstremitas yang tidak dioperasikan
dibandingkan dengan operasi ekstremitas pra operasi (41%, P <0,001) dan pada sesi pasca-
operasi (25%, P = 0,010).

Momen fleksi lutut puncak (Tabel 2) menunjukkan interaksi limb-by-time yang


signifikan (F1,44 = 10,52, P = 0,002). Ada peningkatan yang signifikan (+ 11%, P <0,001)
pada sisi yang dioperasikan pada 3 bulan dibandingkan dengan nilai pra-operasi, sedangkan
sisi non-operasi tidak menunjukkan perubahan yang signifikan (P = 0,933). Pada kedua titik
waktu, ada perbedaan yang signifikan, dengan puncak momen fleksi lutut yang lebih besar
pada anggota tubuh yang tidak dioperasikan (P <0,001).

Untuk gerakan trunk, uji t satu sampel menunjukkan bahwa subjek memiliki sudut
batang lateral yang signifikan terhadap sisi yang dioperasikan pada kedua titik waktu; dengan
3,95 ° dan 2,36 ° (P <0,001, dan P = 0,014) sebelum, dan 3 bulan setelah operasi, masing-
masing. Paired t-test menunjukkan penurunan yang signifikan dalam sudut batang lateral di
seluruh titik waktu (P = 0,041). Ada tingkat variabilitas yang tinggi sehubungan dengan
gerakan batang selama tugas (Gambar 3C dan D).

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara anggota badan dalam kelompok kontrol
untuk setiap variabel biomekanik (Tabel 2). Untuk perbandingan antara kelompok kontrol
dan kelompok THA 3 bulan, ada interaksi kelompok-oleh-anggota tubuh yang signifikan
(F1,66 = 36,48, P <0,001) untuk puncak VGRF. Tes post hoc mengungkapkan VGRF puncak
yang lebih rendah pada ekstremitas yang dioperasikan dibandingkan dengan anggota gerak
kontrol (P <0,001), dan VGRF puncak yang lebih tinggi pada ekstremitas yang tidak
dioperasikan dibandingkan dengan anggota gerak kontrol (P = 0,004).

Untuk momen fleksi puncak pinggul, ada interaksi kelompok-demi-anggota yang


signifikan (F1,66 = 5,57, P = 0,021). Tes post hoc mengungkapkan momen puncak hip fleksi
bawah pada ekstremitas yang dioperasikan dibandingkan dengan anggota gerak kontrol (P
<0,001), tetapi tidak ada perbedaan signifikan antara anggota tubuh yang tidak dioperasi dan
anggota gerak kontrol (P = 0,247). Memeriksa momen fleksi lutut puncak, mengungkapkan
interaksi kelompok-oleh-anggota tubuh yang signifikan (F1,66 = 24,81, P <0,001). Tes post
hoc mengungkapkan momen fleksi lutut puncak bawah pada ekstremitas yang dioperasikan
dibandingkan dengan anggota gerak kontrol (P <0,001), dan momen fleksi lutut puncak yang
lebih tinggi pada ekstremitas yang tidak dioperasikan dibandingkan dengan anggota gerak
kontrol (P = 0,024). Untuk momen adduksi puncak pinggul, tidak ada interaksi kelompok-
oleh-anggota tubuh (F1,66 = 2,42, P = 0,124), tidak ada efek ekstremitas (F1,66 = 3,23, P =
0,077), dan tidak ada pengaruh kelompok (F1,66 = 1,93, P = 0,169).

Untuk kinematika batang, subjek dalam kelompok kontrol memiliki sudut batang
lateral yang tidak berbeda secara signifikan dari nol (P = 0,856). Tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam sudut batang lateral antara 3 bulan THA dan kelompok kontrol (P = 0,076)

Diskusi menganalisis pola gerakan yang diberikan pada pasien sebelum dan 3
bulan setelah THA , lalu membandingkan data pasca operasi dengan kelompok kontrol tanpa
terapi. Hal ini terbukti pada perbedaan signifikan yang diamati antara anggota badan dalam
kelompok THA dan ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Karena setelah
melakukan perlakuan ini, pasien yang melakukan ekstremitas secara asimetris menjadi
simetris yang menjadikan ekstremitas bawah nya dapat bekerja lebih optimal serta akan
membaik pada jangka yang panjang.

Anda mungkin juga menyukai