TINJAUAN PUSTAKA
6
ini akan semakin menekan seseorang sedemikian rupa,
sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin untuk
mendapatkan cinta kasih dan perasaan saling memiliki.
7
2. Kebutuhan Aktivitas
Kebanyakan orang menilai tingkat kesehatan seseorang
berdasarkan kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Kemampuan beraktivitas merupakan kebutuhan dasar manusia yang
diharapkan oleh setiap manusia. Kemampuan tersebut meliputi berdiri,
berjalan, bekerja dan sebagainya. Dengan beraktivitas tubuh akan menjadi
sehat, seluruh sistem tubuh dapat berfungsi dengan baik dan metabolisme
tubuh dpat optimal. Di samping itu, kemampuan bergerak (mobilisasi)
juga dapat mempengaruhi harga diri dan citra tubuh. Dalam hal ini,
kemampuan aktivitas tubuh tidak lepas dari sistem muskuloskeletal dan
persarafan yang adekuat (Mubarak & Chayatin, 2008)
Salah satu individu yang sehat adalah adanya kemampuan
melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan misalnya berdiri, berjalan
dan bekerja. Aktivitas adalah satu energi atau keadaan untuk bergerak
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas seseorang di
pengaruhi oeh adekuatnya sistem persarafan, otot, dan tulang, atau sendi
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Aktifitas adalah
kegiatan atau keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-
kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik merupakan suatu
aktivitas.
8
1) Tulang (Rangka)
Tulang adalah jaringan dinamis yang tersusun dari tiga
jenis sel yaitu osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Fungsi tulang
antara lain :
a. Sebagai penunjang jaringan tubuh yang membentuk otot-
otot tubuh.
b. Melindungi organ tubuh yang lunak, seperti otak, jantung
paru-paru dan sebagainya.
c. Membantu pergerakan tubuh.
d. Menyimpan garam-garam mineral, misalnya kalsium dan
fosfor yang bisa di lepaskan sesuai dengan kebutuhan.
e. Membantu proses hematopoiesis yaitu proses
pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang.
2) Otot
Otot secara umum berfungsi untuk kontraksi dan
menghasilkan gerakan-gerakan. Ada tiga macam otot yaitu otot
rangka, otot polos, dan otot jantung. Otot rangka terdapat pada
sistem skeletal dan merupakan otot yang paling berperan
dalam mekanik tubuh. Otot rangka berfungsi dalam membantu
pengontrolan gerakan, mempertahankan postur tubuh, dan
menghasilkan panas. Ketiga macam otot tersebut di persarafi
oleh saraf tepi yang terdiri atas serabut motoris dari medulla
spinalis.
3) Tendon
Tendon adalah sekumpulan jaringan fibrosa padat yang
merupakan perpanjangan dari pembungkus otot dan membentuk
ujung-ujung otot yang mengikatnya pada tulang. Tendon ini
dibatasu oleh memberane synovial yang berfungsi untuk
memberikan pelicin agar pergerakan tendon menjadi mudah.
9
4) Ligamen
Ligamen dalah sekumpulan jaringan penyambung fibrosa
yang padat, lentur, dan kuat. Ligamenberfungsi menghubungkan
ujung persendian dan menjaga kesetabilan.
5) Kartilago
Kartilago terdiri atas serat yang tertanam dalam suatu gel
yang kuat, tetapi elastis dan tidak mempunyai pembuluh darah.
Zat makanan yang sampai ke sel kartilago berasal dari kapiler di
perikondrium (jaringan fibrosa yang menutupi kartilago) dengan
proses difusi atau pada kartilago sendi melalui cairan sinovial
(cairan pelumas pada kepsula sendi.
6) Sendi
Sendi adalah perhubungan anta tulang sehingga tulang dapat
di gerakkan. Hubungan dua tulang disebut persendian
(artikulasi). Persendian menfasilitasi pergerakan dengan
memungkinkan terjadinya kelenturan. Beberapa jenis persendian
antara lain sendi sinartroses (sendi yang tidak bergerak, sendi
amfiartroses (sendi yang tpergerakkan nya terbatas hanya satu
gerakan, seperti tulang vertebrae ) dan sendi diartroses (sendi
yang bebas pergerakkannya, seperti sendi bahu dan sendi leher ).
7) Sistem Persarafan
Secara spesifik, sistem persarafan memiliki beberapa fungsi,
yaitu :
a) Saraf aferen (reseptor), berfungsi membawa rangsangan
dari luar kemudian meneruskan nya ke susunan saraf pusat.
b) Sel saraf atau neuron. Berfungsi membawa implus dari
bagian tubuh satu kebagain tubuh lainnya.
c) Sistem saraf pusat (SSP) , berfungsi memproses implus dan
kemudian memberikan respon melalui saraf eferen.
d) Saraf eferen, berfungsi menerima respon dari SSP
kemudian meneruskan ke otot rangka
10
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas
Menurut Mubarak, dkk, (2015) faktor yang mempengaruhi
aktivitas diantaranya adalah :
a. Pertumbuhan dan perkembangan
Usia serta perkembangan sistem muskuloskeletal dan
persarafan akan berpengaruh terhadap postur, proporsi tubuh,
massa tubuh, pergerakkan serta refleks tubuh seseorang.
b. Kesehatan fisik
Gangguan pada sistem muskuloskeletal atau persarafan dapat
menimbulkan dampak yang negatif pada pergerakan dan mekanika
tubuh seseorang.
c. Status mental
Gangguan mental atau afektif seperti depresi atau stres kronis
dapat mempeengaruhi keinginan seseorang untuk bergerak.
Individu yang mengalami depresi cenderung tidak antusias dalam
mengikuti kegiatan tertentu, bahkan kehilangan energi untuk
melakukan perawatan hyigiene. Demikiann pula dengan halnya
stres yang berkepanjangan, kondisi ini bisa menguras energi
sehingga individu kehilangan semangat untuk beraktifitas.
d. Gaya hidup
Gaya hidup terkait dengan kebiasan yang dilakukan individu
sehari-hari. Individu dengan pola hidup yang sehat atau kebiasaan
makan yang baik kemungkinan tidak akan menagalami hambatan
dalam pergerakan. Sebaliknya, individu dengan gaya hidup yang
tidak sehat dapat mengalami gangguan kesehatan yang pada
akhirnya akan menghambat pergerakannya.
e. Sikap dan nilai personal
Nilai-nilai yang tertanam dalam keluarga dapat
mempengaruhi aktifitas yang dijalani oleh individu. Sebagai
contoh, anak-anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga yang
11
senang melakukan kegiatan olahraga sebagai sebuah rutinitas akan
belajar menghargai aktifitas fisik.
f. Nutrisi
Nutrisi berguna bagi organ tubuh untuk mempertahankan
status kesehatan. Apabila pemenuhan nutrisi tidak adekuat hal ini
bisa menyebabkan kelelahan dan kelemehan otot yang akan
mengakibatkan penurunan aktifitas atau pergerakan. Sebaliknya,
kondisi nutrisi berlebih (misalnya obesitas) dapat menyebabkan
terbatasnya pergerakan tubuh sehingga individu menjadi mudah
lelah.
g. Stres
Status emosi seseorang akan berpengaruh terhadapat aktifitas
tubuhnya. Peraasaan tertekan, cemas, dan depresikan dapat
menurunkan semangat seseorang untuk beraktifitas. Kondisi ini
ditandai dengan penurunan nafsu makan, perasaan tidak bergairah,
dan pada akhirnya menyendiri.
h. Faktor sosial
Individu dengan tingkat kesibukan yang tinggi secara tidak
langsung akan sering menggerakkan tubuhnya. Sebaliknya,
individu yang jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitar tentu
akan lebih sedikit beraktifitas/menggerakkan tubuhnya.
12
a. Gejala dan tanda mayor
1) Mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas
2) Kekuatan otot menurun
3) Rentang gerak (ROM) menurun
b. Gejala dan tanda minor
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak
4) Sendi kaku
5) Gerakan tidak terkoordinasi
6) Gerakan terbatas
7) Fisik lemah
13
r. Gangguan kognitif
Ekstensi, gerakan kepala dari posisi fleksi ke posisi tegak 45° dari garis tengah
Hiperekstensi, gerakan kepala dari posisi tegak kea rah 45° dari garis tengah
belakang sejauh mungkin
Fleksi Lateral, gerakan kepala ke arah lateral kanan dan kiri 45° dari garis tengah
bahu
Rotasi, palingkan wajah sejauh mungkin kea rah kanan dan 70° dari garis tengah
kiri
Bahu-Sendi Peluru
Fleksi, angkat setiap lengan dari posisi disamping tubuh ke 180° dari samping tubuh
arah depan dan ke atas ke posisi disamping kepala
Ekstensi, gerakkan setiap lengan dari posisi vertical di 180° dari posisi vertical
samping kepala menuju kearah depan dan ke bawah ke posisi disamping kepala
istirahat disamping tubuh
Hiperekstensi, gerakkan setiap lengan dari posisi istirahat di 50° dari posisi samping
samping tubuh ke belakang tubuh
Abduksi, gerakkan setiap lengan kea rah lateral dari posisi 180°
istirahat disamping tubuh ke posisi samping ke atas kepala,
telapak tangan menjauh dari kepala
14
Siku-Sendi Engsel
Fleksi, gerakkan setiap lengan bawah ke arah depan dan ke 150°
atas sehingga tangan berada dibahu
Rotasi untuk Supinasi, gerakkan setiap lengan dan tangan 70° sampai 90°
bawah sehingga telapak tangan menghadap ke atas
Rotasi untuk Pronasi, gerakkan setiap lengan menghadap ke 70° sampai 90°
bawah
Ekstensi, luruskan setiap tangan ke permukaan yang sama 80° sampai 90°
seperti lengan
Hiperekstensi, tekuk jari-jari setiap tangan ke belakang sejauh 70° sampai 90°
mungkin
Fleksi Ulnaris (adduksi), tekuk setiap pergelangan tangan kea 30° sampai 50°
rah lateral menuju jari kelingking dengan tangan supinasi
15
sama. Pergerakkan sendi ibu jari terdiri atas abduksi, rotasi dan
fleksi
Ekstensi, gerakkan setiap tungkai kembali kesamping tungkai 90° sampai 120°
yang kiri
Abduksi, gerakkan setiap tungkai kearah luar sisi tubuh 45° sampai 50°
Aduksi, gerakkan setiap tungkai ke tungkai yang lain sampai 20° sampai 30°
melebihi bagian depan tungkai tersebut Melewati tungkai lainnya
Tungkai-Sendi Engsel
Ekstensi (plantar fleksi). Arahkan jari kaki pada setiap kaki ke 45˚ samapai 50˚
arah bawah.
Fleksi (dorsifleksi). Arahkan jari kaki pada setiap kaki ke arah 20˚
atas.
16
a. Anamnesis
Anamnesis meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit saat ini, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat keluarga.
1) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, usia (pada masalah disfungsi
neurologis kebanyakkan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien gangguan sistem persarafan
biasanya akan terlihat bila sudah terjadi disfungsi neurologis.
Keluhan yang sering didapatkan meliputi kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan kaku kuduk.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang,
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak lain.
Adanya penurunan atau perubahan prilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi,
tidak responsif dan koma.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral lama, penggunaan obat abtikogulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat yang sering digunakan klien, sperti
penggunaan obat antihipertensi, pengambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, pengguanaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
17
mendukung dasar untuk mengkaji lebih jauh untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Umumnya pada penderita stroke terdapat riwayat keluarga
yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
b. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi
yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan periaku klien.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti
ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
Dalam pola penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan
untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berfikir dan
kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan kepercayaan,
klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah
laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
18
Karena klien harus menjalani masa rawat inap maka apakah
keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien. Karena
biasanya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak
sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya
untuk pemeriksaaan, pengobatan, dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
ini mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis
dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya
hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas
dua masalah yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit
neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan
rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan
neurologis di dalam sistem dukungan individu.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan brain atau otal
yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien.
1) Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang
mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang
tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda viral tekanan darah
meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
2) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesaknapas, penggunaan otot bantu napas, dan ada
peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi bunyi nafas
tambahan seperti ronki pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk menurun sering
19
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
Pada klien tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian
inpeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkantaktil fremitus seimbang kanan dan kiri, auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
3) B2 ( Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi pasif (tekanan darah >200mmHg).
4) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh daeah mana yang
tersumbar), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesoris). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
5) Pengkajian tingkat kesadaran
Kualiats kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaam klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untung disfungsi
sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada kaeadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, strupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberi asuhan.
20
6) Pengkajian fungsi serbral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
a) Status mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada
klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
b) Fungsi intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus
klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
keras.
c) Kemampuan bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung pada
daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebral. Lesi
pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior
darai girus temporalis, superior (area Wernicke)
diadapatkan difasia reseftif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi
pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
biacaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan bicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggungjawab
untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan
21
untuk melakukan tindakan yang dipelajarai sebelumnya),
seperti terlihat klien mengambil sisir dan berusaha menyisir
rambutnya.
d) Lobus frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didiapatkann juika kerusakan telah terjadi pada lobus
frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual yang lebih
tinngi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motiviasi, yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi
mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh
respon alamiah klien terhadap penyakit katastrofik.
Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan,
frustasi, dendam dan kurang kerjasama.
e) Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiprase
sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai
kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga memungkinkan
terjatuh kesisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke
hemisfer kiri mengalami hemiprase kanan, perilaku lambat
dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah
kanan, disfagia global, afasia dan mudah frustasi.
22
hubungan visual la-spasial (mendapatkan hunumgam dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
d) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke mennyebabkan
paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ifsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastodeus dan
trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
8) Pengkajian sistem motorik
Stroke merupakan penyakit saraf motorik atas, dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Oleh karena saraf motorik atas bersilangan, gangguan
kontrol motorik volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada saraf di sisi yang berlawanan.
23
a) Inspeksi umum didapatkan hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh adalah tanda yang lain.
b) Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstermitas.
c) Hasil pemeriksaan tonus otot didapatkan menurun.
d) Kekuatan otot pada penilaian dengan menggunakan
tingkat kekuatan otot pada sisi yang sakit di dapat
tingkat 0.
e) Keseimbangan dan koordinasi di dapatkan mengalami
gangguan karena heprasi dan hemiplegi.
9) Pengkajian refleks
Pada fase akut refleks fisioligis sisi yang lumpuh akan
hilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahului dengan refleks patologis.
10) Pengkajian sistem sensorik
Dapat terjadi hemihiprestisi. Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepsi visiual karena gangguan jaras sensori primer diantara
mata dan korteks visiual. Kehilangan sensori karena stroke
dapat berupa kerusukan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagiann tubuh) serta kesulitan
dalam menginterpretasikan stimulasi visual, taktil dan
auditorius .
11) B4 (Bladder)
Setelah stroke kalian mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrok
motorik dan postural. Kadang kontrolsfingter urine eksternal
24
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
12) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai
muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkann masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
13) B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan,
karena kehilangan sensori atau paralise/hemiplagi, serta mudah
lelah menhyebabkan masalah pada pola aktifitas dan istirahat.
2. Diagnosis Keperawatan
Menurut NANDA (2017) diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada klien gangguan kebutuhan aktivitas adalah :
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular; penurunan kekuatan/ kontrol otot; penurunan daya
tahan
25
3. Intervensi keperawatan
Tabel 2.2
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular; penurunan kekuatan/ kontrol otot; penurunan daya
tahan
26
b. Elevasikan lengan dan
tangan.
c. Letakkan gulungan tangan
yang keras dalam telapak
tangan dengan jari dan ibu
jari berhadapan.
d. Letakkan lutut dan pinggul
dalam posisi ekstensi.
e. Pertahankan tungkai dalam
posisi netral dengan trokanter
roll.
f. Hentikan penggunaan papan
kaki, jika tepat.
6. Observasi warna, edema, atau
tanda lain dari perburukan sirkulasi
pada sisi yang terganggu .
7. Inspeksi kulit secara teratur,
terutama diatas tonjolan tulang.
Secara perlahan masase setiap
areankemerahan dan beri bantuan
seperti bantalan kulit kambing,
sesuai kebutuhan.
Kolaboratif
1. Sediakan kasur seperti tampat tidur
air, alat apung,atau tempat tidur
khusus, seperti kinetik, sesuai
indikasi.
27
tungkai bawah serta kaki.
2. Bantu klien mengembangkan
keseimbangan saat duduk (seperti
meninggikan kepala tempat tidur,
bantu untuk duduk di tepi tempat
tidur; minta klien menggunakan
lengan yang kuat untuk menopang
berat badan dan tungkai bawah
yang kuat untuk menggerakkan
tungkai yang terganggu);
Tambahkan waktu duduk dan
keseimbangan berdiri, pakaikan
sepatu datar untuk berjalan pada
klien, topang punggung klien
dengan lutut pasien, dan bantu
penggunaan batang paralel dan
walker.
3. Dudukkan klien di kursi segera
setelah tanda vital stabil.
4. Bantalin alas duduk kursi dengan
busa, jel, atau bantal berisi air, dan
bantu klien memindahkan berat
badannya secara sering.
5. Tetapkan tjuan dengan klien atau
orang dekat untuk meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas, latihan,
dan perubahan posisi.
6. Doron klien untuk membantu
pergrakan dan latihan
menggunakan ektremitas yang
tidak terpengaruh untuk menopang
dan menggerakkan sis yang lemah
Kolaboratif
1. Konsultasi dengan ahli terapi fisik
mengenai latihan aktif, resistif, dan
ambulasi klien.
2. Bantu dengan stimulasi elektrik-
28
unit stimulator saraf elektrik
transkutaneus (TENS), sesuai
indikasi.
3. Beri relaksan otot dan
antispasmodik sesuai indikasi,
seperti baklofen dan dantrolen.
4. Implementasi
5. Evaluasi
29
C. TINJAUAN KONSEP PENYAKIT
1. Definisi stroke
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang dengan cepat akibat gangguan fungsi otak (global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selam 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas slain
vaskular.
2. Etiologi stroke
a. Trombosit serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami okulasi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak
yang dapat menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk
pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan trombosisi diantaranya : aterosklerosis,
hiperkoagulasi pada polisitemia, arteritis (radang pada arteri) dan
emboli.
b. Hemoragik
Pendarahan intrakranial atau intraserebral termasuk
pendarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jangka
jaringan otak sendiri. Pendarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah
dalam otak menyebabkan pembesaran darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan,sehingga infark otak, edema
dan mungkin herniasi otak.
30
c. Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
umum adalah: hipertensi, henti jantung-paru, curah jantung turun
akibat aritmia.
d. Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
setempat adalah: spasme arteri serebral (yang disertai dengan
perdarahan subaraknoid), vasokontriksi arteri otak disertai sakit
kepala migrain.
3. Klasifikasi stroke
a. Stroke Hemoragik
Merupakan pendarahan serebral dan mungkin pendarahan
subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
area otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melkukan aktivitas
atau sa gvvat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran klien umumnya menurun.
b. Stroke Nonhemoragik
Dapat berupa iskemi atau emboli dan trombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah l ama istirahat, baru bangun tidur atau
di pagi hari. Tidak terjadi pendarhan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timnbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
4. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak.l luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
areayang di suplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai drah
ke otak dapat berubah (semakin lambat atau semakin cepat) pada
gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular)
31
atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada
otak. Trombus dapat berasal dari plas ateroklerotik, atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami
perlambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau terkadang sudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, tidak terjadi
pendarahan masif. Okulasi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis yang diikuti trombosis.
Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah,
makan akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada
pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
darah. Hal ini menyebakan pendarahan serebral, jika aneurisma pacah
atau ruptur.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume pendarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial
dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak.
Elemen-elemen vasokatif darah yang keluar dan kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebakan saraf di area yang
terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
5. Manifestasi Klinik
Gejala neurologi yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokalisasinya. Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri
32
adalah timbulnya defisit neorologik secara mendadak, didahului gejala
prodormal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran
biasanya tak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun.
Pada fungsi lumbal, lukuol serebrospinalis jernih, tekanan normal dan
eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan scan temografik dapat
ditemukan adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskemik
dan edema.
6. Diagnosis
Diagnosis stroke didasarkan atas hasil.
a. Penemuan klinis berupa :
1) Adanya defisit neurologik lokal terutama terjadi secara
mendadak
2) Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)
3) Bising pada auskultasi atau kelainan pada pembuluh darah
lainnya.
b. Pemeriksaan diagnostik
1) Angiografi serebral untuk membantu menentukan penyebab
stroke secara spesifik, seperti perndarahan, atau obstruksi
arteri, adanya titik oklusi atau ruptur.
2) CT scan untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma,
iskemia, dan adanya infark (mungkin tidak dengan segera
menunjukkan semua perubahn tersebut).
3) Fungsi lumbal untuk menunjukkan adanya tekanan normal dan
biasanya ada trombosis, emboli serebral, dan TIA. Tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subaraknoid atau pendarahan intrakranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4) MRI untuk menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, malformasi arteriovena (MAV).
33
5) Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit
arteriovena (masalah sistem arteri karotis/ateroklerosis).
6) EEG untuk mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
7) Sinar X tengkorak untuk melihat gambaran perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang
meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis
serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma pada pendarahan
subaraknoid.
7. Penatalaksanaan
a. Pada pase akut (hari 0-14)
Sasaran pengobatan adalah menyelamatkan neuron yang
mengalami gangguan agar tidak mengalami kematian, dan agar
proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengancam fungsi
otak. Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan
metabolisme ke otak di daerah iskemi diantaranya :
1) Anti edema otak :
a) Gliserol 10% infus, 1gr/KgBB/haridalam 6 jam
b) Kartikosteroid : dexametason, bolus 10-20mg
diikuti 4-5mg/6jam selama beberapa hari dan
penurunan dosis secara perlahan setelahnya.
2) Anti-agregasi
Yang umum dipakai adalah asam asetil salisilat seperti
aspirin, aspilet, dan lain-lainnya dengan dosis rendah 8-
300mg/hari.
3) Antikoagulasi misalnya heparin.
4) Obat golongan lainnya.
a) Trombolisis atau trombokinasi masih dalam uji coba
34
b) Obat-obatan lain seperti pentoksifilin, sitikolin,
kondergokrin-mesilat, piresetam telah digunakan
dan terus dalam penelitian dan pengkajian.
b. Fase pasca akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititk beratkan
pada tindakan rehabilitasi penderitaan dan pencegahan terulangnya
stroke.
1) Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia
diatas 45 tahun, yang paling penting pada masa ini adalah
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita baik fisik
maupun mental dengan fisioterapi, terapi wicara dan
psikoterapi.
2) Terapi preventif
Tujuannya adalah untuk mencegah terulangnya kembali
serangan stroke dengan cara menghondari faktor-faktor resiko
stroke yaitu: pengobatan hipertensi, mengontrol kadar gula
darah, menghindari rokok, kegemukan dan meminimalkan stres
serta dengan berolahraga secara teratur.
c. Pengobatan konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri secara
percobaab, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid,
papaverin intraarterial.
3) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit
memainkan peranan penting dalam pembentukan trombus dan
embolisasi. Antiagregasi trombosis seperti aspirin digunakan
untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosis yang
terjadi sesudah ulserasi alteroma.
35
4) Antikoagulan dapar diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskuler.
36