Anda di halaman 1dari 39

1

ANALISIS PERPUSTAKAAN BERBASIS INKLUSI SOSIAL


DALAM MENINGKATKAN KECAKAPAN DIGITAL
PROVINSI SULAWESI SELATAN
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era digital menjadikan perpustakaan mengambil peranan dalam

pengembangan diri masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Perpustakaan di era digital memliki berbagai keunggulan akan

mendukung tugas-tugas professional antara lain memiliki kemampuan dalam

menyediakan informasi, mengorganisasi, menyimpan, mengelola informasi dan

mendiseminasi informasi sekaligus melestarikan informasi. Perpustakaan telah

menjadi ruang publik bagi masyarakat untuk mengubah hidup menjadi lebih baik

sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang sejahtera.

Perpustakaan kini telah bertransformasi sehingga dituntut untuk memiliki

peran dalam melakukan penguatan literasi yang berpengaruh terhadap

pemulihan sosial-ekonomi. Penguasaan literasi yang baik akan membantu

manusia secara personal dan komunal dalam menghadapi dunia virtual yang

semakin hari semakin kompleks dan canggih. Di Era Revolusi Industri 4.0,

masyarakat dituntut untuk tidak hanya menguasai literasi lama (membaca,

menulis, dan matematika/berhitung), tetapi juga memiliki literasi baru (new

literacy) yang disebut sebagai Literasi Inklusi Sosial, yang mencakup Literasi Data,

Literasi Teknologi, serta Literasi Manusia. Literasi Data merupakan Kemampuan

untuk membaca, menganalisa, dan menggunakan informasi (Big Data) di dunia


3

digital. Literasi Teknologi merupakan Memahami cara kerja mesin, aplikasi

teknologi seperti Coding/Programming, Artificial Intelligence, & Engineering

Principles. Literasi Manusia yaitu Kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir

kritis, kreatif dan inovatif, seperti kepemimpinan, kerja tim, cultural

agility/kelincahan budaya, dan social entrepreneurship. Dalam hal ini,

perpustakaan sudah sangat berperan untuk mewujudkan masyarakat yang

sejahtera melalui transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial,

dimana masyarakat dapat memanfaatkan perpustakaan untuk saling berbagi

pengalaman, melatih kecakapan, meningkatkan keterampilan, dapat belajar

secara kontekstual dan berbagai jenis kegiatan lainnya. Oleh karena itu, secara

signifikan perpustakaan telah meningkatkan kemampuan masyarakat.

Dengan adanya transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial, maka

dapat memperkuat peran perpustakaan pada umumnya dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia, dengan begitu kemampuan literasi akan terus

meningkat dan pada akhirnya berujung pada peningkatan kreativitas masyarakat

yang menipiskan kesenjangan akses informasi. Di Inggris, telah dibuat dokumen

pedoman untuk mengimplementasikan inklusi sosial di Perpustakaan Umum,

yang termasuk juga didalamnya panduan bagi pembuat kebijakan lokal untuk

mendukung . Dian Arya Susanti dalam media pustakawan menjabarkan dokumen

tersebut disebutkan juga beberapa faktor yang bisa menjadi penghambat bagi

berjalannya inklusi sosial di Perpustakaan, yaitu:


4

1. Penghambat dari dalam institusi perpustakaan itu sendiri, seperti jam buka

yang terlalu restriktif, adanya larangan-larangan tertentu dalam mengakses

layanan perpustakaan, sikap staf atau pustakawan yang kurang ramah,

regulasi yang terlalu ketat, aturan denda yang tidak fleksibel terutama bagi

mereka yang kurang mampu, kebijakan penyediaan buku yang kurang sesuai

dengan kebutuhan komunitas, baik judul, subjek maupun formatnya,

kurangnya penanda penunjuk arah di dalam perpustakaan sehingga sulit

untuk menemukan apa yang dibutuhkan, serta kurang bulatnya kebijakan

yang dibuat terkait layanan dan fasilitas untuk pemustaka disabilitas.

2. Hambatan yang datang dari dalam diri pemustaka itu sendiri, seperti

kurangnya kemampuan dasar dalam membaca, menulis dan berkomunikasi,

penghasilan yang rendah, diskriminasi baik secara langsung maupun tidak

langsung, kurangnya hubungan sosial, rendahnya kepercayaan diri, dan tidak

memiliki alamat yang tetap (homeless).

3. Hambatan yang datang dari persepsi bahwa “perpustakaan itu bukan untuk

umum”, yang sangat mungkin dibentuk baik oleh diri pemustaka itu sendiri

maupun oleh komunitas lingkungan pemustaka, yang biasanya berpendidikan

rendah, hidup terisolasi, atau mereka yang merasa bahwa perpustakaan tidak

relevan dengan pemenuhan kebutuhan mereka serta tidak faham bagaimana

menggunakan layanan dan fasilitas yang tersedia

4. Hambatan yang muncul dari lingkungan dimana pemustaka itu tinggal,

misalnya kesulitan akses secara fisik baik menuju maupun di dalam tempat
5

tinggalnya, hunian bermasalah, atau terisolasi secara geografis sehingga akses

terhadap transportasi menjadi sulit 1.

Transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan wujud dari

fungsi perpustakaan sebagai pembelajaran sepanjang hayat. dimana

perpustakaan bukan hanya sebagai pusat sumber informasi tetapi juga sebagai

tempat mentransformasikan diri sebagai pusat sosial budaya yaitu dengan

memberdayakan dan mendemokratisasi seluruh lapisan masyarakat baik

komunitas lokal dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam implementasinya, perpustakaan selain menyediakan bahan bacaan

dan pusat ilmu pengetahuan untuk menggali informasi, maka dengan adanya

transformasi layanan berbasis inklusi sosial perpustakaan juga harus berperan

sebagai wadah untuk memfasilitasi berbagai kegiatan, keterampilan dan

pelatihan untuk mengembangkan potensi dengan tujuan memberdayakan sosial-

ekonomi masyarakat. Oleh karena itu setiap individu diharapkan dapat

meningkatkan performa untuk peningkatan literasi masyarakat.

Perpustakaan sebagai agen perubahan dan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, perpustakaan memiliki peran yang strategis

ditengah masyarakat sehingga perpustakaan diharapkan mampu memberikan

pengaruh terhadap masyarakat dilingkungan sekitarnya. Hal tersebut menjadi

tantangan bagi pustakawan untuk terus berkarya dan menciptakan inovasi-

1
Dian Arya Susanti, “Implementasi Konsep Inklusi Sosial di Perguruan Tinggi; sebuah wacana
h.226-227
6

inovasi baru dalam mewujudkan layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial.

Hal ini juga sejalan dengan prioritas pemerintah dalam upaya mensejahterakan

masyarakat.

Saat perpustakaan sudah melakukan transformasi dengan menerapkan

layanan inklusi sosial melalui pendekatan kearifan lokal maka akan mendorong

masyarakat untuk terus berinovasi sehingga dapat menciptakan lapangan kerja.

Perpustakaan sudah sepatutnya menjadi lembaga inklusi sosial, artinya siapapun

dapat masuk ke perpustakaan dan memanfaatkan layanan perpustakaan secara

gratis. Masyarakat dalam hal ini merupakan pihak yang paling berkepentingan

dengan keberadaan lembaga pelayanan informasi karena kebutuhan informasi

masyarakat terus meningkat termasuk dalam peningkatan mutu dan kualitas

hidup yang sudah menjadi landasan dasar sebuah perpustakaan berdiri. Oleh

karena itu, setiap proses pengembangan perpustakaan sangat berpengaruh

terhadap upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengembangkan potensi diri

serta meningkatkan mutu hidup.

Seiring dengan perkembangan masyarakat, maka kebutuhan akan

perpustakaan yang bukan sekedar tempat untuk membaca semakin terasa. Pada

dasarnya merupakan tempat untuk membaca buku, menggali ilmu pengetahuan

dan mengasah keterampilan hingga pada tujuan akhirnya aktifitas tersebut

merupakan bentuk dari terwujudnya masyarakat maju dan masyarakat

berperadaban yang memiliki keterampilan sebagai bekal dalam kehidupan,


7

mengembangkan ilmu pengetahuan dan mampu memiliki minat baca yang

tinggi.

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan khususnya

pasal 2 yang berbunyi bahwa Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan

pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan,

keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan’. Merujuk pada hal tersebut,

perpustakaan dengan ini mengemban amanah sebagai tempat pembelajaran

sepanjang hayat, kemitraan untuk masyarakat yang dikelola secara profesional

dan terbuka untuk semua jenis kalangan masyarakat 2. Sehingga dengan mudah

dapat mewujudkan masyarakat yang berkeadilan serta dapat mengukur capaian

kinerja bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, pembelajaran sepanjang

hayat menjadi kata kunci dalam proses transformasi layanan perpustakaan

berbasis inklusi sosial.

Oleh karena itu, inklusi sosial sebagai basis perkembangan transformasi

layanan perpustakaan merupakan pendekatan yang berbasis sistem sosial.

Artinya perpustakaan dipandang sebagai sub sistem sosial dalam sistem

kemasyarakatan, dengan begitu perpustakaan dirancang memiliki dampak yang

besar bagi masyarakat. Perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan suatu

upaya yang dirancang untuk memudahkan akses kepada masyarakat agar lebih

cepat dalam mengakses informasi yang mereka butuhkan. Sehingga terciptalah

proses belajar yang dapat mendorong kreativitas dan inovasi agar menjadi
2
Perpustakaan Nasional, UU Tentang Perpustakaan Tahun 2007
8

produktif bagi kalangan masyarakat. Melalui pendekatan inklusi ini maka

perpustakaan mampu menjadi ruang terbuka bagi masyarakat untuk bisa

menggagas semangat baru dan upaya-upaya untuk terus meningkatkan kualitas

hidup.

Perpustakaan berbasis inklusi sosial hadir sebagai fasilitator dalam

pengembangan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan bahan informasi

yang relevan sebagai wahana rujukan informasi. Untuk kedepannya,

perpustakaan tidak lagi menjadi tempat yang sepi karena kurangnya masyarakat

yang berkunjung, akan tetapi keberadaan perpustakaan sudah menjadi

makerspace atau wadah bagi masyarakat untuk meningkatkan potensi diri.

Sehingga dalam hal ini pustakawan sudah dituntut untuk menjembatani antara

masyarakat dengan informasi, juga dapat merubah paradigma pustakawan yang

pasif menjadi pustakawan yang aktif sesuai dengan perannya sebagai agen

informasi.

Dinas perpustakaan dan kearsipan provinsi Sulawesi Selatan telah

melakukan transformasi dengan menerapkan layanan berbasis inklusi sosial

dalam meningkatkan kecakapan digital dengan melakukan pengembangan

perpustakaan serta memberikan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi

yang tersebar di beberapa desa yang ada di provinsi Sulawesi selatan.

Berdasarkan data Dinas Perpustakaan dan kearsipan provinsi Sulawesi selatan

tahun 2019-2022, terdapat beberapa titik untuk pengembangan perpustakaan


9

serta fasilitas Teknologi informasi dan komunikasi di Sulawesi selatan

diantaranya, 385 desa dan 20 pojok baca digital. Menurut Dutch and Muddiman

If libraries are to reach out to the excluded of the information society, they will

need to move beyond passive conceptions of access and utilise ICT as a means

towards a much more active engagement with local communities and

disadvantaged users3. Perpustakaan harus bergerak di luar dari konsep yang

bersifat pasif serta memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai

fasilitas untuk melibatkan masyarakat. Peran perpustakaan di era digital dalam

mengembangkan inklusi sosial antara lain dapat berperan sebagai berikut:

1. Memahami keanekaragaman budaya dalam perpustakaan digital

2. Menghargai koleksi perpustakaan digital untuk memenuhi kebutuhan informasi

pemustaka yang beraneka ragam

3. Mengembangkan sumber daya manusia secara professional

4. Berinteraksi dengan teknologi informasi dengan lancer

5. Membangun kesadaran kritis terhadap regulasi kebijakan akses perpustakaan

digital.

Era masyarakat digital di Indonesia salah satunya ditunjukkan oleh

pesatnya perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), khususnya

industri telekomunikasi selama beberapa tahun terakhir ini. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik tentang statistik telekomunikasi Indonesia, di tahun 2020

3
Dutch, M. and Muddiman, D. (2001) The public library, social exclusion and the information
society in the United Kingdom. Libri 51, h.193
10

persentase rumah tangga yang memiliki/menguasai komputer di provinsi

Sulawesi selatan untuk kalangan urban/perkota 33,28, kalangan rural/pedesaan

12,72 dan perkotaan+perdesaan/urban+rural 21,934. Sedangkan data menurut

Kementrian Komunikasi dan Informatika tentang statistik literasi digital di

Sulawesi selatan 3,47 meliputi digital skill, digital culture, digital ethics dan

digital safety5.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana Strategi perpustakaan berbasis inklusi sosial dalam meningkatkan

kecakapan digital di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi

Selatan?

2. Bagaimana Dampak perpustakaan berbasis inklusi sosial dalam meningkatkan

kecakapan digital di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi

Selatan?

C. Kajian Pustaka

Berdasarkan hasil penelusuran dan mencermati berbagai sumber referensi

yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya yaitu:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang

Perpustakaan
4
Badan Pusat Statistik, Telekomunikasi Indonesia 2020. h. 55
5
Kementrian Komunikasi dan Informatika, Status Literasi Digital di Indonesia 2021. h. 29-31
11

2. Laporan penelitian Library and Information Commission dengan judul Open to

All? The Public Library and Social Exclusion Volume One: Overview and

Conclusions. Tulisan ini menjelaskan tentang laporan penelitian tentang

Kebijakan Perpustakaan Umum dan Eksklusi Sosial. pemahaman yang nyata

tentang cara kerja perpustakaan, bagaimana perpustakaan berhubungan

dengan masyarakat di mana perpustakaan itu berada, bagaimana perpustakaan

akan terpengaruh oleh perkembangan teknologi, bagaimana perpustakaan

dijalankan, dan siapa yang menggunakan dan tidak menggunakan perpustakaan.

3. Perpustakaan Nasional dalam bukunya “Literasi Untuk Kesejahteraan Melalui

Transformasi Perpustaan Inklusi Sosial”. Buku ini menjadi pedoman

melaksanakan Transformasi Perpustaan Inklusi Sosial yang memfasilitasi

masyarakat dalam mengembangkan potensinya dengan melihat keragaman

peradaban dan budaya, kemauan untuk menerima perubahan, serta

menawarkan kesempatan berusaha, melindungi dan memperjuangkan

peradaban dan budaya serta hak asasi manusia.

D. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan batasan dari kajian yang diteliti, yaitu

Strategi perpustakaan berbasis inklusi sosial dalam meningkatkan kecakapan

digital di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Deskripsi Fokus
12

Pembahasan yang berkaitan dengan penelitian strategi perpustakaan

berbasis inklusi sosial dalam meningkatkan kecakapan digital sangatlah

diutamakan dalam proses penelitian ini. Untuk menghindari kesalah pahaman

dalam memaknai judul penelitian ini maka penulis terlebih dahulu

mengemukakan pengertian dari judul ini, sebagai berikut;

Fokus Penelitian Uraian Fokus

Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial - Capacity Building


- Sinergi Stakeholder
- Mentoring dan Evaluasi
- Komunikasi Publik
- Sistem Manajemen Informasi
Kecakapan Digital - Kecakapan Digital
- Mesin Pencari Informasi
- Aplikasi Percakapan dan
Media sosial
- Dompet Digital, Lokapasar
dan Transaksi

a. Analisis adalah pengamatan terhadap suatu peristiwa, karangan, perbuatan

untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.

b. Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial adalah pendekatan berbasis sistem sosial

yang memandang perpustakaan sebagai sub sistem sosial dalam sistem

kemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan, untuk meningkatkan kualitas hidup

dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan literasi informasi berbasis

TIK.

c. Kecakapan Digital ialah bagian dari literasi digital yang merupakan kemapuan

seseorang dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras


13

dan perangkat lunak TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) serta sistem

operasi digital. Kecakapan digital juga meliputi kemampuan dalam

mengoperasikan media sosial, membuat form digital, membuat presentasi,

mengoperasikan komputer, mengetik, menggunakan aplikasi belanja online, dan

meng-update diri terhadap perubahan informasi digital yang akurat.


14

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN ANALISIS

Kemampuan Analisis merujuk pada kemampuan lebih lanjut dari

kemampuan memahami, yakni bagaimana individu mampu mendekonstruksi

pesan komunikasi. Analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa

untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, serta penguraian suatu pokok atas

berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan

antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti

keseluruhan6.

Analisis ialah upaya sistematika untuk mempelajari pokok persoalan

penelitian dengan memilah atau menguraikan komponen informasi yang telah

dikumpulkan kedalam bagian atau unit analisis7. Pengamatan terhadap suatu

peristiwa, karangan, perbuatan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.

B. PERPUSTAKAN BERBASIS INKLUSI SOSIAL

Perpustakaan merupakan institusi pengelola koleksi karya tulis, karya

cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna

memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan

6
https://kbbi.web.id/analisis ( 11 Februari 2021)
7
Mestika Zed, ”Metode penelitian kepustakaan” (Jakarta: 2004) h.70
15

rekreasi para pemustaka. Menurut Lasa Hs perpustakaan adalah sistem informasi

yang di dalamnya terdapat aktivitas pengumpulan, pengelolaan, pengawetan,

pelestarian dan penyajian serta penyebaran informasi 8. Sedangkan menurut IFLA

(International Federation of Library Association) dalam Herlina mendefinisikan

bahwa perpustakaan merupakan kumpulan materi tercetak dan non-cetak atau

sumber informasi dalam komputer yang disusun secara sistematis untuk

kepentingan pemustaka9. Artinya Perpustakaan yang bersifat universal artinya

terdapat di mana-mana dan memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu, baik di

negara maju maupun negara berkembang, kemudian tugas, fungsi, dan

kebutuhanya sama yaitu menghimpun, megolah dan memelihara, serta

membirikan manfaatkan kepada masyarakat yang sifatnya edukatif, infonatif dan

rekreatif.

Dalam Undang-undang tentang Perpustakaan no 43 tahun 2007

menyebutkan bahwa Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas

pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan,

keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan. Perpustakaan berfungsi sebagai

wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk

meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Perpustakaan bertujuan

memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca,

serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan

8
Lasa Hs, Manajemen Perpustakaan (Yogyakarta: Gama Media, 2005), h. 48-49
9
Herlina, Ilmu Perpustakaan dan Informasi (Palembang: Noer Fikri Offset, 2013), h.78
16

bangsa. Perpustakaan terdiri atas perpustakaan nasional, umum,

sekolah/madrasah, perguruan tinggi dan khusus.

Berdasarkan jenis perpustakaan yang di uraikan di atas, perpustakaan

umum merupakan salah satu perpustakaan yang paling dekat dengan konsep

perpustakaan berbasis inklusi sosial. Definisi perpustakaan umum itu sendiri

yaitu perpustakaan yang digunakan sebagai sarana pembelajaran sepanjang

hayat tanpa memandang bulu baik dari gender, kondisi fisik, ras, etnis, agama,

status sosial, dan ekonomi10. Peran perpustakaan umum sesungguhnya sangat

strategis di tengah-tengah masyarakat, Menurut Sutarno11 dalam bukunya

menjelaskan ada beberapa peranan yang dapat dijalankan oleh perpustakaan

umum antara lain;

1. Perpustakaan merupakan media atau jembatan yang menghubungkan

sumber informasi dan ilmu pengetahuan yang terkandung di dalam koleksi

perpustakaan dengan para pemakainya,

2. Perpustakaan mempunyai peranan sebagai sarana untuk menjalin dan

mengembangkan komunikasi antara semua pemakai, dan antara

penyelenggara perpustakaan dengan masyarakat yang dilayaninya,

3. Perpustakaan dapat berperan sebagai lembaga untuk mengembangkan

minat baca, melalui penyediaan berbagai bahan bacaan yang sesuai dengan

keinginan dan kebutuhan masyarakat,

10
Perpustakaan Nasional, Undang-undang Republik Indonesia No 47 Tentang Perpustakaan
(Jakarta: Perpusnas, 2007), h. 3.
11
Sutarno Ns, Perpustakaan dan Masyarakat, (Jakarta: Sagung Seto, 2003), h. 55.
17

4. Perpustakaan dapat berperan sebagai lembaga untuk mengembangkan

minat baca, melalui penyediaan berbagai bahan bacaan yang sesuai dengan

keinginan dan kebutuhan masyarakat,

5. Perpustakaan dapat berperan aktif sebagai agen perubahan, agen

pengembangan dan agen pembangunan kebudayaan manusia,

6. Perpustakaan berperan sebagai lembaga pendidikan nonformal bagi anggota

masyarakat dan pengunjung perpustakaan.

Perpustakaan umum dapat berperan aktif sebagai fasilator, mediator, dan

motivator bagi mereka yang ingin mencari, memanfaatkan, dan mengembangkan

ilmu pengetahuannya dan pengalamannya. Artinya konsep inklusi sosial

sangatlah cocok untuk diimplementasikan di perpustakaan tersebut. Paradigma

perpustakaan umum terkini adalah sebagai wahana masyarakat untuk

mengembangkan potensi mereka sehingga mengarah pada peningkatan taraf

hidup12.

Konsep inklusi sosial hadir pada tahun 1970-an di Prancis sebagai

tanggapan terhadap krisis kesejahteraan di negara-negara Eropa, yang memiliki

dampak yang meningkat pada kerugian sosial di Eropa. Konsep ini menyebar ke

seluruh Eropa dan Inggris sepanjang tahun 1980-an dan 90-an. Konsep ini

mendapatkan perhatian pada Konferensi Tingkat Tinggi World Summit for Social

Development, Copenhagen, Denmark, 6-12 March 1995 atau Copenhagen

12
Reza Mahdi, perpustakaan umum berbasis inklusi sosial: apa dan Bagaimana penerapannya?
(sebuah kajian literatur) FIHRIS: Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Vol. 15, No.2, Juli-
Desember 2020
18

Declaration on Social Development. Deklarasi pembangunan sosial ini

menekankan pada program baru mengenai pentingnya menempatkan

masyarakat pada pusat pembangunan. Pelibatan masyarakat dalam setiap aspek

pembangunan dalam menunaikan hak-haknya ini disebut inklusi sosial.

Perpustakaan dengan pendekatan inklusi sosial menjadi sangat penting

untuk menjamin setiap masyarakat mendapatkan hak yang sama terhadap akses

akan informasi yang dibutuhkan. Inklusi adalah sebuah pendekatan yang berguna

untuk membangun sebuah lingkungan yang bersifat terbuka serta

menitikberatkan kepada keterlibatan seseorang.

Inklusi sosial adalah upaya menempatkan martabat dan kemandirian

individu/kelompok sebagai modal utama untuk mencapai kualitas hidup yang

ideal. Inkusi sosial mencakup proses membangun hubungan sosial dan

menghormati individu dan komunitas, sehingga mereka yang terpinggirkan dan

mengalami prasangka dapat berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan,

kehidupan ekonomi, sosial, politik, budaya, serta memiliki akses dan kontrol yang

sama atas sumber daya demi memenuhi kebutuhan dasarnya13.

Tujuan dari inklusi ialah untuk membangun dan mengembangkan sebuah

lingkungan yang semakin terbuka, mengajak masuk dan mengikutsertakan

semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik,

kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Terbuka dalam konsep

lingkungan inklusi, berarti semua orang yang tinggal, berada dan beraktivitas

13
https://www.kemitraan.or.id/uploads/content/BUKU-INKLUSI-SOSIAL.pdf diakses 14 Februari
2023
19

dalam lingkungan tertentu, misalnya sekolah, perpustakaan ataupun kelompok

masyarakat, merasa aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan

kewajibannya. Lingkungan inklusi adalah lingkungan sosial masyarakat yang

terbuka, ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga

masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan.

Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial merupakan Perpustakaan yang

mefasilitasi masyarakat dalam mengembangkan potensinya dengan melihat

keragaman peradaban dan budaya, kemauan untuk menerima perubahan, serta

menawarkan kesempatan berusaha, melindungi dan memperjuangkan

peradaban dan budaya serta hak asasi manusia14.

Paul Sturges menyatakan bahwa perpustakaan berbasis inklusi sosial

merupakan perpustakaan selaku fasilitator memfasilitasi masyarakat dalam

mengembangkan potensinya dengan melihat keragaman budaya, kemauan

untuk menerima perubahan, serta menawarkan kesempatan berusaha,

melindungi dan memperjuangkan budaya dan Hak Azasi Manusia.15 Transformasi

perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan suatu pendekatan pelayanan

perpustakaan yang berkomitmen meningkatkan kualitas hidup dan

kesejahteraan masyarakat pengguna perpustakaan.

Menurut Laporan Department for Culture, Media and Sport, Need to build

relationships with community organisations and groups, act as “gatekeepers”


14
Perpustakaan Nasional, Panduan Umum Literasi untuk Kesejahteraan melalui Transformasi
Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (Jakarta: 2022) h.3
15
Paul Sturges, “Understanding Cultures, And Ifla’s Freedom Of Access To Information And
Freedom Of Expression (Faife) Core Activity”, Journal of Documentation, no. 61(2) (2005): h. 296-
305.
20

who analyse and satisfy local needs and work to facilitate the development of

local skills and literacy16. Tujuan transformasi perpustakaan adalah untuk

meningkatkan literasi informasi berbasis TIK dan meningkatkan kualitas hidup

dan kesejahteraan masyarakat.

Strategi Perpustakaan berbasis inklusi sosial terbagi atas 4 bagian

diantaranya, sebagai berikut:

1. Peningkatan kapabilitas (Capacity Building)

Peningkatan kapabilitas untuk perpustakaan mitra melalui penguatan

Master Trainer dan Fasilitator Daerah untuk menjamin keberlanjutan program

dalam bentuk mentoring dan perluasan. Capacity Building juga dilakukan dalam

bentuk bimbingan teknis dan mentoring/pendampingan kepada staf atau

pengelola perpustakaan untuk dapat mengimplementasikan perpustakan

berbasis inklusi sosial. Capacity Building nerfokus pada peningkatan pengetahuan

dan keterampilan untuk dapat melakukan strategi implementasi program, dan

untuk dapat melakukan monitoring dan evaluasi.

Kapabilitas organisasi pada sebuah perpustakaan penting karena

perpustakaan adalah sumber utama masyarakat kampus untuk mendapatkan

informasi ilmiah dalam bentuk buku-buku, jurnal, mikrofilm, peta, suara dan

video rekaman, skor musik atau sumber daya elektronik yang terus berkembang

termasuk e-journal, e-book, database, dan streaming audio dan koleksi video.

2. Penguatan Sinergi Stakeholder

16
Open to All? The Public Library and Social Exclusion Volume One: Overview and Conclusions h.
43
21

Penguatan sinergi stakeholder untuk membangun Ekosistem yang

supportif untuk transformasi perpustakaan dengan membangun sinergi

stakeholder di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten, guna membangun

dukungan dan mendorong keberlanjutan perluasan/scaling up dan pemeliharaan

transformasi perpustakaan. Di dalam laporan penelitian dijelaskan Community

development approaches work more effectively when they are planned in

partnership with other agencies and on a “whole authority” rather than an

isolated basis. In Welshborough, our case study authority that came nearest to

this model, great efforts had been made to overcome the perceived

departmentalism of the council and develop links and strategies in tandem with

the education service, local voluntary groups and the Council’s own community

development project17. Pendekatan pengembangan masyarakat lebih efektif jika

dengan kemasan kemitraan dengan badan-badan lain daripada bekerja sendiri-

sendiri.

3. Monitoring & Evaluasi

Sebagai upaya untuk mengetahui capaian program, tantangan yang

dihadapi, serta pembelajaran yang di dapat untuk perbaikan implementasi

program di waktu yang akan datang. Sistem mentoring dan evaluasi yang

dikembangkan dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan perwakilan

stakeholder, masyarakat, dan Lembaga kemasyarakatan lainnya, serta dilakukan

secara rutin dan berkala untuk memastikan program berjalan sesuai dengan

17
Open to All? The Public Library and Social Exclusion Volume One: Overview and Conclusions
h.43
22

perencanaan dan mengidentifikasi strategi perbaikan atau pengembangan sesuai

dengan kebutuhan.

4. Komunikasi publik

Komunikasi Publik dapat didefinisikan sebagai komunikasi strategis untuk

menyampaikan ide, program, meskipun, presentasi, data, propaganda, dll,

kepada massa, publik, mahasiswa, atau khalayak khusus18. Komunikasi publik

terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang berkumpul dan mulai berbagi

informasi kepada audiens atau memberikan presentasi tentang topik tertentu

untuk menyampaikan pesan. Agar lebih mudah dipahami, komunikasi publik

terjadi ketika seseorang berdiri di depan audiens dan terlibat dalam dialog untuk

menyampaikan pesan.

Sebagai upaya untuk membangun public awareness stakeholder dan

masyarakat umum, promosi perpustakaan kepada stakeholder dan masyarakat

umum melalui penyampaian informasi/publikasi di media arus utama nasional

dan publikasi melalui media sosial yang banyak digunakan oleh khalayak umum.

5. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen

Berbasis daring sebagai tools atau alat untuk pencatatan kegiatan dan

layanan perpustakaan, dari sistem yang sudah dikembangkan, sehingga program

ini mempunyai data yang sahih sebagai rujukan analisa capaian sesuai kerangka

logis/logical framework yang telah disusun dan juga acuan untuk mentoring

implementasi serta menjalankan literasi data.

18
https://ilmukomunikasi.uma.ac.id/2021/07/19/komunikasi-publik/ diakses 10 Februari 2023
23

C. KECAKAPAN DIGITAL

Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah mengubah

berbagai kehidupan, menjadi suatu kesatuan kecakapan dalam menggunakan

teknologi informasi dan komunikasi. Kecakapan digital merupakan bagian dari

literasi digital, secara umum yang dimaksud dengan literasi digital adalah

kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), untuk

menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat dan mengkomunikasikan

konten/informasi, dengan kecakapan kognitif maupun teknikal 19.

Kecakapan digital adalah kemampuan individu dalam mengetahui

memahami dan menggunakan perangkat keras dan peranti lunak sistem operasi

digital dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan. Roadmap Literasi Digital

2021-2024 yang disusun oleh Kominfo, Siberkreasi dan Deloitte pada tahun 2020,

ada empat pilar yang menjadi bagian dari kerangka kerja pengembangan

kurikulum literasi digital, yaitu:

1. Digital Skill atau kecakapan digital adalah kemampuan individu dalam

mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti

lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari.

2. Digital Ethics atau etika digital adalah kemampuan individu dalam

menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan,

mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital

(netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.

19
Feri Gunawan, “Peningkatan Pemahaman Literasi Digital Pada Remaja Milenial Di Desa Tirto”,
Jurnal Abdimas BSI, no.2 (2022): h. 188.
24

3. Digital Safety atau kemanan digital adalah kemampuan user (pengguna)

dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan

meningkatkan kesadaran pelindungan data pribadi dan keamanan digital

dalam kehidupan sehari-hari.

4. Digital Culture atau budaya digital adalah kemampuan individu dalam

membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun

wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam

kehidupan sehari-hari dan digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan

TIK20.

Salah satu faktor yang harus didorong dalam rangka mengimbangi

pesatnya perkembangan teknologi adalah meningkatkan keterampilan digital

(digital skill). Kecakapan digital (digital skill) adalah kemampuan mendasar

individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan

lunak TIK serta sistem operasi digital yaitu;

1. Pengetahuan dasar mengenai lanskap digital – internet dan dunia maya

dengan menggunakan perangkat digital (HP, PC) dan mengoperasikan

software atau aplikasi. Untuk mencapai kecakapan digital dalam platform

lanskap digital apabila kita mengetahui dan memahami ragam perangkat

keras dan perangkat lunak yang menyusun lanskap digital (ruang maya).

2. Pengetahuan dasar tentang mesin telusur (search engine) dalam mencari

informasi dan data, memasukkan kata kunci dan memilah berita benar.

20
Kementerian Komunikasi dan Informatika, Status Literasi Digital dan Indonesia 2021 (Jakarta).
h.9.
25

Dalam mesin pencarian informasi ditandai dengan kemampuan kita untuk

mengetahui dan memahami cara-cara mengakses macam-macam mesin

pencarian informasi yang tersedia.

3. Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi chat dan media sosial untuk

berkomunikasi dan berinteraksi, mengunduh dan menggati settingan.

4. Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi dompet digital dan e-

commerce untuk memantau keuangan dan berinteraksi secara digital 21.

Kemajuan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) telah mengubah

berbagai sektor kehidupan. Di era digital, sebuah kehidupan yang diwarnai oleh

hubungan sosial yang kontak secara langsung, komunikasi yang melibatkan

banyak orang, keterbukaan pandangan (ide), dan kebebasan berinteraksi.

Informasi yang tidak benar dapat menjerumuskan kita kedalam berbagai masalah

yang lebih besar. Menurut Ireton dan Posettti dalam modul yaitu;

1. Mis-informasi adalah informasi yang tidak benar, namun orang yang

menyebarkan tidak mengetahui jika informasi tersebut salah dan tidak

bermaksud membahayakan orang lain.

2. Dis-informasi adalah informasi yang tidak benar dan orang yang

menyebarkan mengetahui jika informasi tersebut salah ,

3. Mal-informasi adalah Sepenggal informasi benar namun digunakan dengan

niat merugikan seseorang atau kelompok tertentu22.


21
Kementerian Komunikasi dan Informatika, Seri Modul Literasi Digital Kominfo, Japelidi,
Siberkreasi 2021-2024 (Jakarta). h.5
22
Arya Fendha Ibnu Shina, dkk, Modul Indonesia Cakap Digital: Pendekatan Integrasi Interkoneksi
Keislaman
26

Oleh karena itu, agar pengguna tidak mengonsumsi atau bahkan ikut

menyebarkan berita bohong (hoax), maka perlu adanya literasi digital atau

keterampilan digital.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Peneliti penulis menggunkan jenis penelitan deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif sanga tefisien untuk mendapatkan

informasi budaya yang spesifik. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh
27

Bogdan dan Taylor penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati23.

Penelitian disajikan dengan menggunakan pertanyaan yang dilayankan

kepada responden terus disajikan dalam bentuk format tertulis kemudian di

lakukan pembahasan dan dikumpulkan untuk dibuatkan deskripsi, gambaran

secara teratur, fakta-fakta yang akurat.

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi rencana penelitian yang di ambil penulis yaitu di Dinas

Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan Jl Sultan Alauddin km 7

Talasalapang Makassar.

C. DATA DAN SUMBER DATA

1. Data

a. Data Primer

Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara

yang

diperoleh dari kepala perpustakaan dan pustakawan yang ada di Dinas

Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan.

b. Data Sekunder

23
Nurul Zuriah. Metodologi penelitian sosial dan pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2009).h.92
28

Data sekunder yaitu data yang mendukung data primer diperoleh melalui

studi kepustakaan seperti jurnal, artikel, buku dan dokumen lainnya yang

berhubungan dengan penelitian ini.

2. Sumber Data

Subjek dalam penelitian kualitatif disebut informan atau seringkali

disebut narasumber. Individu yang memiliki keahlian serta pemahaman,

mengenal isu-isu yang terkait dengan topik penelitian. Pustakawan menjadi

sumber utama, sebab dialah yang menjadi subjek penelitian ini yang mengetahui

lebih detail peran yang telah ia lakukan selama di Dinas Perpustakaan dan

Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan kepala perpustakaan dan teknisi

perpustakaan menjadi narasumber utama primer, sebab yang membantu dan

memperhatikan peran yang dilakukan pustakawan adalah mereka, sehingga

mereka dapat memberikan penilaian utama terhadap pustakawan.

D. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat bantu bagi peneliti dalam

mengumpulkan data. Kualitas instrument akan menentukan kualitas data yang

terkumpul. Untuk menunjang proses pengumpulan data untuk memperoleh data

yang diinginkan, peneliti menggunakan instrument, berupa dokumentasi yang

dilakukan untuk mendapatkan data yaitu dengan menggunakan notebook,

flashdisk, dan kamera untuk memasukan data-data artikel, jurnal, buku dan lain

sebagainya. Peneliti sebagai penentu fokus penelitian, memilih informan untuk


29

sumber data, menilai kualitas data, pengumpulan data, menafsirkan data dan

analisis data serta membuat kesimpulan berdasarkan hasil penelitian 24

E. Metode Pengempulan Data

1. Pengamatan

Penelitian yang dilakukan dengan cara mengamati dengan cermat terhadap

obyek penelitian, kemudian mencatat hal-hal yang dianggap perlu

sehubungan dengan masalah yang diteliti. Adapun teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara wawancara salah satu

pustakawan terkait seputar judul penulis melalui wawancara kemudian

mengamati, membaca jurnal artikel atau tulisan mengenai judul penulis.

2. Wawancara

Wawancara adalah kegiatan tanya-jawab yang dilakukan oleh peneliti

dengan informan. Wawancara ini dapat memudahkan peneliti untuk

mendapatkan data atau informasi yang semaksimal mungkin.

3. Dokumetasi

Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data melalui bentuk

dokumentasi berupa gambar yang didapat saat penelitian dengan

mengunakan alat kamera. Penelitian ini, penulis mengumpulkan semaksimal

mungkin data-data yang mendukung penelitian ini, sehingga dapat

dijelaskan dan diuraikan berbagai hal terkait, agar keabsahan dan kemurnian

dari penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

24
Sugiyono. Memahami penelitian kualitatif. (Bandung: Alfabeta, 2008) h. 89
30

F. Teknik Pengempulan dan Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif dengan cara

menguraikan data yang ada dilokasi peneltian, untuk mendeskripsikan tentang

permasalahan yang dibahas dalam penelitian. Analisis data merupakan proses

sistematis pencarian dan pengaturan transkrip wawancara catatan lapangan dan

materi-materi lainnya yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman

penulis mengenai materi-materi dan untuk memungkinkan penulis menyajikan

apa yang sudah ditemukan kepada orang lain25.

1. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu cara klasifikasikan data sedemikian rupa

sehingga dapat dibaca dan dimengerti. Metode pengolahan dan analisis data

yang digunakan yaitu metode kualitatif. Di dalam penelitian ini pengolahan dan

analisis data yakni analisis data kualitatif, sistem pengolahan data yang bersifat

non-statistik. Mile dan Huberman seperti yang dikutip oleh Salim dalam bukunya,

menyebutkan ada tiga langka pengolahan data kualitatif, yakni:

a. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi

data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat

ditarik dan diverifikasi.

b. Penyajian data (data display) Pada penelitian kualitatif, di mana penyajian data

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antarkategori dan


25
Emzir. Metodologi penelitian kualitatif: analisis data. (Jakarta: Rajawali Press, 2010). h.85.
31

sejenisnya. Menurut Miles dan Huberman, yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat

naratif.

c. Menarik kesimpulan/verifikasi Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa

deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas atau

bahkan tidak jelas, sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Kesimpulan ini dapat

berupa hubungan kausal atau interaktif, maupun hipotesis atau teori 26.

2. Analisis Data
Sistem analisis data yang penulis menggunakan yaitu analisis data

kualitatif, maka dalam analisis data selama di lapangan, sistem analisis data yang

disesuaikan dengan tahapan dalam penelitian, yaitu ada tahapan dengan sistem

pengumpulan data.

Setelah itu penulis melakukan wawancara informasi tersebut dengan

merekam dengan rekaman suara dan video kemudian melakukan catatatan hasil

dari wawancara. Berdasarkan dari hasil analisis wawancara, selanjutnya peneliti

menuliskan skripsi penelitian kualitatif.

G. Pengujian Keabsahan Data

Pemeriksaan terhadap keabsahan data merupakan sebagai unsur yang

tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif. Teknik

pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas,

26
Sugiyono. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2008. h. 89.
32

yang terdiri dari perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, tringulasi,

analisis kasus negatif.

Pengujian keabsahan data penelitian kualitatif perlu ditetapkan untuk

menghindari data yang tidak valid. Hal ini bertujuan untuk menghindari atau

meluruskan jawaban dari informan. Yang menjadi teknik pengujian keabsahan

data dalam penelitian ini, yaitu menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik

pengujian keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data

yang dibutuhkan untuk mudahnya pengujian keabsahan data atau pembanding

terhadap data yang ada yang terdiri dari sumber, metode dan waktu27.

Pengujian keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi

menjadi 3 yaitu:

1. Triangulasi Sumber

Tringulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek

kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari lapangan

penelitian melalui sumber yang berbeda.

2. Triangulasi Teknik

Tringuasi teknik dilakukan dengan cara membandingkan data hasil obervasi

dengan data wawancara, sehingga dapat disimpulkan kembali untuk

memperoleh data akhir autentik sesuai dengan masalah yang ada dalam

penelitian.

3. Triangulasi Waktu

27
Sanafiah Faisal. Metodologi penelitian sosial. (Jakarta: Erlangga, 2001). h.33.
33

Tringulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan wawancara

dan observasi dalam waktu dan situasi yang berbeda untuk menghasilkan

data yang valid dengan masalah yang ada dalam penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar. Muh, “Jejak Iqra”, Karebapustaka, (Januari-Maret 2015), h. 12-13

Amihardja S, dkk. Lentera Literasi Digital Indonesia: Panduan Literasi Digital


Kaum Muda Indonesia Timur. Malang: Tiga Serenada, 2022

Astuti S, dkk. Budaya Bermedia Digital. Jakarta: Kementerian Komunikasi dan


Informatika, 2021

Carina Megarani, Kumpulan Ulasan Politik, Ekonomi,dan Gaya Hidup Era Digital
(Yogyakarta: Center fot digital society) https://literasidigital.id/buku (20
Februari 2023)

Department for Culture, Media and Sport, Libraries for All: Social Inclusion in
Public Libraries, 1999
34

Devie R, dkk. Strategi Hidup di Dunia Digital. (Jakarta: Universitas Indonesia)


https://literasidigital.id/buku (20 Februari 2023)

Dharma A. “Strategi Pengembangan Peran Pustakawan Dalam Pelayanan


Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial”. N-JILS 4 no. 2 (2021)

Dutch, M. dan Muddiman, D. The public library, social exclusion and the
information society in the United Kingdom. Libri 51, (2001)

Emzir. Metodologi penelitian kualitatif: analisis data. Jakarta: Rajawali Press,


2010

Faisal S. Metodologi penelitian sosial. Jakarta: Erlangga, 2001

Fendha A, dkk. Indonesia Cakap Digital Pendekatan Integrasi-Interkoneksi


Keislaman. Yogyakarta: Samudra Muda, 2021

Hartono. “Pengembangan Perpustakaan Digital Berinklusi Sosial Dalam


Ekosistem Digital Berbasis Multikultural Indonesia”. El Pustaka 1 no. 1
(2020)

Hartono. “Representasi Demokrasi Informasi Sebagai Strategi Pengembangan


Perpustakaan Dalam Ekosistem Digital Studi Teoritis Pendekatan dalam
Membangun Open Access pada Perpustakaan Perguruan Tinggi di Malang”.
UNILIB 13 no. 1 (2022)

Herlina, Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Palembang: Noer Fikri Offset, 2013

https://ilmukomunikasi.uma.ac.id/2021/07/19/komunikasi-publik/ (10 Februari


2023

https://kbbi.web.id/analisis (11 Februari 2021)

https://www.kemitraan.or.id/uploads/content/BUKU-INKLUSI-SOSIAL.pdf (14
Februari 2023)

http://quran.kemenag.go.id/ (8 Maret 2023)

Irnasya, Literasi Digital sebagai kompetensi dasar untuk kehidupan pasca-


pandemi (Yogyakarta: Center fot digital society)
https://literasidigital.id/buku (20 Februari 2023)

Kurnia N, dkk. Literasi Digital. Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika,


2021
35

Kusumastuti F, dkk. Etis Bermedia Digital. Jakarta: Kementerian Komunikasi dan


Informatika, 2021

Lasa HS, Manajemen Perpustakaan. Yogyakarta: Gama Media, 2005, h. 48-49

M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan kesan dan keserasian Al-Qur’an.


Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Mahdi R. “Perpustakaan Umum Berbasis Inklusi Sosial: Apa dan Bagaimana


Penerapannya? Sebuah Kajian Literatur”. FIHRIS 15 no. 2 (2020)

Moch. Fikriansyah Wicaksono, Fithria Rizka S. “Penerapan Konsep Visitor


Experience Dalam Upaya Mewujudkan Perpustakaan Digital di Era Society
5.0”. BIBLIOTIKA 3 no. 2 (2019)

Muda Z, dkk. Cakap Bermedia Digital. Jakarta: Kementerian Komunikasi dan


Informatika, 2021

Muddiman D, dkk. “Open to All? The Public Library and Social Exclusion”. Laporan
Penelitian. British: The Council for Museums, Archives and Libraries, 2000

Mulyati H, dkk. Literasi Media: Kurikulum, Panduan Fasilitator, Dan Panduan


Materi Narasumber. Jakarta: Mafindo, 2021

Mustofa B, dkk. “Pemanfaatan Media Pustaka Digital Dalam Membangun


Perpustakaan Desa Berbasis Inklusi Sosial di Masa Pandemi”. JIPKA 1 no. 1
(2021)

Ninik Sri Rejeki, dkk. Literasi Media, Informasi dan Citizenship. Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya, 2019

Paul Sturges dan John Feather, “International Encylopedia of Information and


Library Science”. Ed Secound, London: Routledge, 2003

Paul Sturges, “Understanding Cultures, And Ifla’s Freedom Of Access To


Information And Freedom Of Expression (Faife) Core Activity”. Journal of
Documentation 61, no. 2 (2005)

Perpustakaan Nasional, Undang-undang Republik Indonesia No 47 Tentang


Perpustakaan. Jakarta: Perpusnas, 2007

Septiana Dewi Tiono dan Bambang Haryadi, “Eksistensi Dan Pengelolaan


Intellectual Capital dalam Meningkatkan Kapabilitas Perpustakaan
Universitas Kristen Petra”. AGORA 3, no. 1 (2015)
36

Sugiyono. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2008

Susanti D, “Implementasi Konsep Inklusi Sosial di Perguruan Tinggi; sebuah


wacana”. Media Pustakawan 26, no 3 (2019)

Sutarno NS, Perpustakaan dan Masyarakat, Jakarta: Sagung Seto, 2003

Wiyono E. “Library Transformation Based on Social Inclusion in Accelerated


Covid-19 Pandemic Treatment”. Prosiding. Jakarta: Atlantis, 2020

Zed M, Metode penelitian kepustakaan. Jakarta: 2004

Zuriah N. Metodologi penelitian sosial dan pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara,


2009

L
37

A
M
P
I
R
A
N

RINCIAN
RENCANA ANGGARAN BELANJA (RAB)

REKAPITULASI RAB

Jumlah Harga
No Nama Item
(RP)
1 Belanja Bahan RP. 2.750.000
2 Belanja Transportasi RP. 10.000.000
3 Belanja Barang Operasional lainnya RP. 4.550.000
38

JUMLAH Rp. 17.300.000

1. Belanja Bahan

Volum Harga Satuan Jumlah Harga


No Nama Item Satuan
e (Rp) (Rp)
a Kertas HVS 10 Rim Rp. 50.000 Rp. 500.000
b Tinta Printer 4 Pcs Rp. 100.000 Rp. 400.000
Hardisk Eksternal/
c 1 Pcs Rp. 1.350.000 Rp. 1.350.000
1 TB
Memory Card SD
d 2 Pcs Rp. 250.000 Rp. 500.000
Camera/ 64 Gb
JUMLAH RP. 2.750.000

2. Belanja Pejalanan
Volum Harga Satuan Jumlah Harga
No Nama Item Satuan
e (Rp) (Rp)
Makassar – Luwu –
a Palopo – Luwu Utara 1 Kali Rp. 2.500.000 Rp. 2.500.000
– Luwu Timur
Luwu Timur – Toraja
b Utara – Tana Toraja – 1 Kali Rp. 1.500.000 Rp. 1.500.000
Enrekang - Pinrang
Pinrang - Parepare –
c Sidrap – Soppeng - 1 Kali Rp. 1.500.000 Rp. 1.500.000
Bone
Bone – Sinjai –
d Bulukumba – 1 Kali Rp. 1.500.000 Rp. 1.500.000
Bantaeng
Bantaeng –
e Jeneponto – Takalar - 1 Kali Rp. 1.500.000 Rp. 1.500.000
Gowa
Makassar – Maros –
f Pangkep – Barru - 1 Kali Rp. 1.500.000 Rp. 1.500.000
Makassar
JUMLAH RP. 10.000.000
39

3. Belanja Operasional Lainnya

Volum Harga Satuan Jumlah Harga


No Nama Item Satuan
e (Rp) (Rp)
a Pra Riset 7 Hari Rp. 100.000 Rp. 700.000
b Validasi data 7 Hari Rp. 100.000 Rp. 700.000
c Editing/Finising 7 Hari Rp. 150.000 Rp. 1.050.000
d Penginapan 6 Kali Rp. 350.000 Rp. 2.100.000
JUMLAH RP. 4.550.000

RENCANA KEGIATAN
(TIME SCHEDULE)

Anda mungkin juga menyukai