Anda di halaman 1dari 33

Kapita Selekta Sengketa, Konflik dan Perkara

Pertanahan

Sofyan Hadi, Syam, SH, M.Kn


I. LATAR BELAKANG
Tanah adalah sumber kehidupan, kekuasaan, dan kesejahteraan, oleh karena
kedudukan tanah yang demikian strategis ini, maka di dalam politik dan hukum
pertanahan Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 ditegaskan bahwasannya negara sebagai
organisasi kekuasan rakyat pada tingkatan yang tertinggi, menguasai tanah
untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui :
Pengaturan hubungan hukum orang dengan tanah;
Mengatur perbuatan hukum orang terhadap tanah;
Perencanaan persediaan peruntukan dan penggunaan tanah bagi
kepentingan umum.
Namun untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan hukum pertanahan di tanah air
bukan pekerjaan yang mudah, banyak faktor penghambat pelaksanaan kebijakan
dimaksud diantaranya adalah maraknya kasus-kasus pertanahan di tanah air
yang dipicu oleh berbagai faktor penyebab.
Secara konseptual, UUPA tidak menyinggung tentang kasus pertanahan,
karena :
Semangat UUPA mendahulukan kepentingan rakyat;
Adanya penataan dan pengelolaan pertanahan dengan program :
1. pengaturan penguasaan, penggunaan, peruntukan dan pemanfaatan tanah
(landreform);
2. pengaturan hubungan hukum dan perbuatan hukum (pendaftaran tanah);
3. pengaturan penatagunaan tanah (land-use);
4. program lainnya.
Dengan semangat dan penataan tersebut dinilai dapat mencegah dan
mengatasi masalah pertanahan di masyarakat.

Ketentuan pidana hanya menyangkut apabila


pemegang hak tidak memenuhi kewajiban untuk
memelihara tanah, termasuk memelihara tanah dan
mencegah kerusakannya (Pasal 15 dan 52 UUPA).
Apabila ada kasus pertanahan cukup diselesaikan oleh
lembaga peradilan.
Kenyataan dalam praktek :

• Semangat UUPA terkikis kepentingan kapital dan komersial, dan kepentingan rakyat
terabaikan.
• Penataan pertanahan tdk dilaksanakan misal :
* Program landreform dilanggar ;
* Program pendaftaran tanah belum terlaksana di seluruh wilayah RI.
* RUTR sering diabaikan;
• Penyelesaian kasus pertanahan melalui pengadilan selalu tidak memuaskan para
pihak.

SENGKETA, KONFLIK DAN PERKARA


(KASUS PERTANAHAN)
II. PENGERTIAN

Kasus Pertanahan yang selanjutnya disebut Kasus adalah sengketa, konflik, atau perkara tanah yang
disampaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya untuk mendapatkan penanganan
dan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Sengketa Pertanahan Konflik Pertanahan Perkara Pertanahan

perselisihan tanah antara perselisihan tanah antara perselisihan tanah yang


orang pereorangan, badan orang perseorangan, penanganan dan
hukum, atau lembaga yang kelompok, golongan, penyelesaiannya melalui
tidak berdampak luas organisasi, badan hukum, lembaga peradilan.
atau lembaga yang
mempunyai kecenderungan
atau sudah berdampak luas;

Sumber : Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan
Penyelesaian Kasus Pertanahan
III. SEBARAN
A. Sebaran Sengketa Konflik Tanah Di Indonesia Tahun 2022

6
B. SEBARAN PERKARA BERDASARKAN TIPOLOGI
TAHUN 2017 - 2022
JUMLAH
NO TIPOLOGI
PERKARA
%
Jumlah Perkara
1 Penguasaan dan Pemilikan 6.363 31,29%
(Blank) 1.243
2 Prosedur Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah 4.009 19,71%
Sengeta Penetapan Tanah… 2
3 Pendaftaran Peralihan Hak 3.524 17,33%
Prosedur Penetapan… 33
4 Pelaksanaan Putusan Pengadilan 1.095 5,38%
Tanah Obyek Landreform 42
5 Prosedur Penetapan Hak 1.080 5,31%
Ganti Rugi Tanah ex Partikelir 61
6 Tanah Adat 1.059 5,21%
Prosedur Letak Batas dan Luas 102
7 Batas/Letak Bidang Tanah 625 3,07%
Tanah Ulayat 279
8 Pengadaan Tanah 540 2,66%
Prosedur Pendaftaran Hak 280
9 Prosedur Pendaftaran Hak 280 1,38%
Pengadaan Tanah 540
10 Tanah Ulayat 279 1,37%
Batas/Letak Bidang Tanah 625
11 Prosedur Letak Batas dan Luas 102 0,50%
Tanah Adat 1.059
12 Ganti Rugi Tanah Ex Partikelir 61 0,30%
Prosedur Penetapan Hak 1.080
13 Tanah Obyek Landreform 42 0,21% Pelaksanaan Putusan Pengadilan 1.095
14 Prosedur Penetapan Batas/Letak Bidang 33 0,16% Pendaftaran Peralihan Hak 3.524
15 Sengketa Penetapan Tanah Terlantar 2 0,01% Prosedur Penetapan Hak dan… 4.009
16 Blank 1.243 6,11% Penguasaan dan Pemilikan 6.363
TOTAL 20.337 - 1.0002.0003.0004.0005.0006.0007.000
Tahun LUAS Perkebunan
2015 -
2016 31.450.500
2017 121.129.064
2018 9.571.900
2019 109.106.600
2020 63.057.270
2021 24.134.500
2022 -
Total 358.449.834

C. Luas Tanah Objek Sengketa, Tahun Sengketa Konflik Perkara Jumlah


Konflik, dan Perkara
2015 1.935.417 4.637.598 9.684.562 16.257.577
2015 - 2022
2016 36.736.122 4.659.211 388.084.963 429.480.296
2017 125.576.576 25.906.367 347.518.786 499.001.729
2018 13.334.840 3.602.501 188.304.571 205.241.912
2019 113.366.302 16.075.149 297.240.405 426.681.856
2020 71.244.275 187.423.812 177.602.073 436.270.160
2021 31.056.467 181.309 86.417.021 117.654.797
2022 5.415.986 8.829.200 107.872.074 122.117.260
Sumber dari aplikasi Justisia diambil pada tanggal 25
Juli 2022
Total 398.665.985 251.315.147 1.602.724.455 2.252.705.587
KENAPA TIDAK TERSELESAIKAN?

01 Pengaduan semakin banyak

Terbatasnya SDM yang menangani


02
sengketa dan konflik

03 Kurangnya kemauan untuk


menyelesaikan

04 Kurangnya kemampuan untuk


mengkaji atau menganalisis
KENAPA TIDAK TERSELESAIKAN?

05 Penelitian yang tidak tuntas

06 Penyajian data saat Paparan tidak


sempurna

07 Kurangnya keberanian menyelesaikan

Kurangnya koordinasi internal maupun


08
eksternal
Kasus Pertanahan

Permen ATR/BPN 11/2016 Apabila tidak


Penyelesaian Kasus Pertanahan ditangani secara
Pasal 1
komprehensif,
bijaksana dan
Sengketa Tanah tuntas
(tdk berdampak
luas)

Konflik Tanah Kasus KONFLIK


(cenderung/sdh
berdampak luas)
Pertanahan SOSIAL

Perkara Tanah
(lembaga peradilan)
HUKUM BOSS

PASAL 1
BOSS TIDAK PERNAH SALAH

PASAL 2
APABILA BOSS SALAH PERHATIKAN PASAL 1
KEWAJIBAN PEMERINTAH

PASAL 1
PEMERINTAH HARUS MENYELESAIKAN
MASALAH

PASAL 2
JIKA ADA MASALAH LIHAT PASAL 1
IV. TATA CARA PENANGANAN DAN PENYELESAIAN
KASUS PERTANAHAN BERDASARKAN PERATURAN
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN
PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
21 TAHUN 2020
A. Klasifikasi Kasus (Pasal 5 )
1. Berat
Kasus yang melibatkan banyak pihak,
mempunyai dimensi hukum yang kompleks,
dan/atau berpotensi menimbulkan gejolak sosial,
ekonomi, politik dan keamanan

2. Sedang
Kasus antarpihak yang dimensi hukum dan/atau
administrasinya cukup jelas yang jika ditetapkan
penyelesaiannya melalui pendekatan hukum dan
administrasi tidak menimbulkan gejolak sosial,
ekonomi, politik dan keamanan

3. Ringan
Kasus Pengaduan atau permohonan petunjuk yang
sifatnya teknis administratif dan penyelesaiannya
cukup dengan surat petunjuk Penyelesaian kepada
pengadu atau pemohon
B. Tahapan Penanganan Kasus (Pasal 6 Ayat (1))

01 02 03

Pengkajian Kasus Gelar Awal Penelitian

Output :
1. Kertas Kerja;
Output : Output : 2. Berita Acara Penelitian;
Telaahan Staf Notula 3. Laporan Hasil
Penelitian
Lanjutan Tahapan Penanganan …

04 05 06 07

Ekspos Hasil Rapat Gelar Penyelesaian


Penelitian Koordinasi akhir Kasus
Output : Output : Output : Output :
Berita Acara Berita Acara Berita Acara RPD/ Surat Rekomendasi
Ekspos Hasil Rapat Rapat Gelar Penyelesaian Kasus/
Penelitian Koordinasi Kasus Akhir Surat Usulan

Pasal 6 Ayat (2) : Pasal 6 Ayat (3) : Dalam hal Sengketa Pasal 6 Ayat (4) : Dokumen hasil
Penanganan Sengketa dan dan Konflik klasifikasi Kasus Sedang Penanganan Sengketa dan Konflik
Konflik dilakukan dengan atau Kasus Ringan penanganannya sebagaimana dimaksud pada ayat
tahapan Penanganan dapat dilakukan tanpa melalui (1) yang masih dalam proses
secara berurutan semua tahapan bersifat rahasia
PASAL 13

Dalam hal ekspos hasil Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)
menyimpulkan masih diperlukan data, bahan keterangan dan/atau rapat koordinasi dengan
instansi atau lembaga terkait untuk mengambil keputusan atau diperlukan langkah Mediasi
untuk Penyelesaian Kasus maka dapat dilakukan:
a. pengkajian kembali;
b. Penelitian kembali dengan pengembangan rencana dan sasaran Penelitian;
c. pengujian/Penelitian/pemeriksaan oleh Tim Eksaminasi untuk mendapatkan
rekomendasi Penyelesaian Kasus;
d. rapat koordinasi dengan mengundang instansi atau lembaga terkait; atau
e. Mediasi.
Rekomendasi hasil Gelar akhir dituangkan dalam bentuk:
a. Risalah pengolahan data yang ditandatangani oleh pengolah
sampai dengan Dirjen VII apabila kewenangan Penyelesaian
Kasus ada pada Menteri, pengolah sampai dengan Kepala
Bidang V apabila kewenangan Penyelesaian Kasus ada pada
Kepala Kantor Wilayah dan pengolah sampai dengan Kepala
Seksi V apabila kewenangan Penyelesaian Kasus ada pada
Kepala Kantor Pertanahan; dan/atau
b. Surat rekomendasi Penyelesaian Kasus kepada Kantor
Wilayah atau Kantor Pertanahan jika Gelar akhir

dilakukan oleh Kementerian akan tetapi penerbitan


Hasil Gelar akhir menjadi keputusan Penyelesaian Kasus merupakan kewenangan
dasar pengambilan Kantor Wilayah atau Kantor Pertanahan;
keputusan Penyelesaian c. Surat usulan Penyelesaian Kasus yang disampaikan kepada
Kasus Menteri jika Gelar akhir dilakukan oleh Kantor Wilayah
dan/atau Kantor Pertanahan akan tetapi penerbitan keputusan
Penyelesaian Kasus merupakan kewenangan Menteri;
d. Surat usulan Penyelesaian Kasus disampaikan kepada Kepala
Kantor Wilayah jika Gelar akhir dilakukan oleh Kantor Pertanahan
akan tetapi penerbitan keputusan Penyelesaian Kasus
merupakan kewenangan Kantor Wilayah;
e. Surat rekomendasi Penyelesaian Kasus yang disampaikan
kepada Kepala Kantor Pertanahan jika Gelar akhir dilakukan oleh
Kementerian dan/atau Kantor Wilayah akan tetapi pelaksanaan
Penyelesaian Kasus merupakan kewenangan Kantor Pertanahan.
KRITERIA KASUS SELESAI (Pasal 17)

a. SK Pembatalan Hak
KI b. Surat Penolakan Permohonan
c. Perdamaian (BA Perdamaian)

a. Telah ditetapkan status hukum dapat subyek atau tanah


obyek sengketa, tetapi belum/tidak direalisasikan haknya
K2 karena satu dan lain hal masih memerlukan persyaratan lain;
b. K2 dibuktikan dengan Surat Petunjuk/Keterangan
Direktur/Sesditjen diketahuui Dirjen, Berita Acara/Laporan
Hasil Penelitian Gelar/Mediasi

a. Rekomendasi Penyelesaian Masalah dari Menteri/Dirjen,


Kakanwil BPN
K3
b. Penolakan karena bukan kewenangan kementerian
c. Penyelesaian melalui lembaga pengadilan
PEMBATALAN
PRODUK HUKUM
Bahwa dalam pelaksanaan putusan pengadilan
langsung dilaksanakan dengan pembatalan
produk hukum oleh pejabat yang berwenang
Pembatalan produk hukum sesuai dengan pasal
29 ayat (1) dapat dilakukan karena :
 cacat administrasi dan/atau cacat
yuridis; (pasal 34 s/d 36)
 pelaksanaan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap
(pasal 37 s/d 42)
Kewenangan Pembatalan Produk H ukum

Sesuai Pasal 33 Ayat (3) Menteri dalam hal Pembatalan merupakan


Pembatalan hak atas kewenangan Menteri melalui Kepala Kantor
tanah menjadi Wilayah;
kewenangan Kementerian
dan Kantor Wilayah. Kepala
Kantor Pertanahan
mengusulkan permohonan
Pembatalan kepada : Kepala Kantor Wilayah dalam hal
Pembatalan merupakan kewenangan Kepala
Kantor Wilayah dengan tembusan kepada
Menteri
PASAL 30

1. Menteri menerbitkan keputusan Pembatalan karena :


a. cacat administrasi dan/atau cacat yuridis terhadap Produk Hukum yang
diterbitkan oleh Kementerian atau Kantor Wilayah;
b. melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
yang membatalkan Produk Hukum yang diterbitkan oleh Kementerian

2. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional melakukan pembatalan hak atas
tanah karena :
a. cacat administrasi dan/atau cacat yuridis terhadap Produk Hukum yang
diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan; atau
b. melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang
membatalkan Produk Hukum yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala
Kantor Pertanahan
C. Pembatalan
Produk Hu kum
Karena Cacat
Administrasi
dan/atau Cacat
Yuridis
Penyebab Pembatalan Produk Hukum karena cacat administrasi
dan/atau cacat yuridis
Pasal 35
a. kesalahan dalam proses/prosedur penerbitan hak atas tanah, pendaftaran hak dan proses pemeliharaan data
pendaftaran tanah;
b. kesalahan dalam proses/prosedur pengukuran;
c. kesalahan dalam proses/prosedur penerbitan sertipikat pengganti;
d. kesalahan dalam proses/prosedur penerbitan sertipikat Hak Tanggungan;
e. kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
f. kesalahan subjek hak;
g. kesalahan objek hak;
h. kesalahan jenis hak;
i. tumpang tindih hak atas tanah;
j. tumpang tindih dengan kawasan hutan;
k. kesalahan penetapan konsolidasi tanah;
l. kesalahan penegasan tanah objek landreform;
m. kesalahan dalam proses pemberian izin peralihan hak;
n. kesalahan dalam proses penerbitan surat keputusan Pembatalan;
o. terdapat putusan pengadilan pidana berkekuatan hukum tetap yang membuktikan adanya tindak pidana pemalsuan,
penipuan, penggelapan dan/atau perbuatan pidana lainnya;
p. terdapat dokumen atau data yang digunakan dalam proses penerbitan sertipikat bukan produk instansi tersebut
berdasarkan surat keterangan dari instansi yang bersangkutan;
q. terdapat putusan pengadilan yang dalam pertimbangan hukumnya terbukti terdapat fakta adanya cacat dalam
penerbitan produk hukum Kementerian dan/atau adanya cacat dalam perbuatan hukum dalam peralihan hak tetapi
dalam amar putusannya tidak dinyatakan secara tegas.
Syarat Usulan Pembatalan Produk Hukum karena cacat
administrasi dan/atau cacat yuridis

Pasal 36
a. surat permohonan atau surat pengaduan;
b. fotokopi identitas pemohon yang dilegalisir dan kuasanya jika
dikuasakan;
c. asli surat kuasa jika dikuasakan;
d. fotokopi bukti-bukti pemilikan/penguasaan atas tanah pemohon yang
dilegalisir;
e. dokumen data fisik dan data yuridis yang diusulkan Pembatalan;
f. dokumen hasil Penanganan; dan
g. Fotokopi dokumen pendukung lainnya yang dilegalisir menunjukkan atau
membuktikan adanya cacat administrasi dan/atau cacat yuridis.
D. Pembatalan Produk
Hukum Sebagai
Tindak Lanjut
Pelaksanaan
Putusan
Pengadilan
Setiap putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap wajib
Pasal 37 ayat (1) dilaksanakan

Pasal 38 (2) : Isi amar putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap jika menyatakan
batal / tidak sah / tidak mempunyai kekuatan hukum / tidak mempunyai kekuatan mengikat / tidak
mempunyai kekuatan pembuktian meliputi :
1. penetapan hak atas tanah;
2. pendaftaran hak tanah pertama kali;
3. pemeliharaan data pendaftaran tanah;
4. sertipikat pengganti hak atas tanah;
5. sertipikat Hak Tanggungan;
6. keputusan Pembatalan;
7. keputusan penetapan tanah terlantar;
8. sertipikat hak milik atas satuan rumah susun;
9. penetapan konsolidasi tanah;
10. penegasan tanah objek landreform;
11. penetapan kesediaan pemberian ganti rugi bekas tanah partikelir;
12. keputusan pemberian izin lokasi yang meliputi lintas provinsi;
13. Penetapan Pejabat Tata Usaha Negara di Lingkungan Kementerian di bidang
pertanahan yang bersifat konkret, individual dan final
Ha l-Hal yang Menunda Pembatalan
Pasal 37 Ayat (2) : Pelaksanaan pembatalan yang tidak dapat dilaksanakan maka
diberitahukan kepada pemohon dan pengadilan disertai dengan alasan dan
pertimbangannya. Pelaksanaan pembatalan dapat dikecualikan terhadap :
1. objek putusan terdapat putusan lain sekamar yang bertentangan
2. amar putusan menyatakan gugatan tidak dapat diterima;
3. objek putusan sedang diletakkan sita;
4. letak bidang tanah objek Perkara tidak jelas dan tidak ada eksekusi;
5. letak, luas dan batas bidang tanah objek Perkara yang disebut dalam amar putusan
dan/atau pertimbangan hukum berbeda dengan letak, luas dan batas bidang tanah
yang dieksekusi;
6. tanah objek Perkara telah berubah menjadi tanah Negara atau haknya telah
hapus;
7. putusan sama sekali tidak berhubungan dengan objek yang dimohon
Pembatalan;
8. alasan lain yang sah
Syarat Pembatalan Produk H ukum
Pasal 40 :

Permohonan Pembatalan produk hukum karena pelaksanaan putusan pengadilan yang


telah mempunyai kekuatan hukum tetap harus memenuhi syarat yaitu :
1. surat permohonan
2. fotokopi identitas pemohon yang dilegalisir dan kuasanya jika dikuasakan;
3. asli surat kuasa jika dikuasakan;
4. fotokopi bukti-bukti pemilikan/penguasaan atas tanah pemohon yang
dilegalisir;
5. dokumen data fisik dan data yuridis yang diusulkan Pembatalan;
6. fotokopi putusan pengadilan yang dilegalisir;
7. fotokopi berita acara pelaksanaan eksekusi yang dilegalisir.
(tidak diperlukan apabila melaksanakan putusan PTUN dan tanah dikuasai oleh
pemohon yang dibuktikan dengan surat pernyataan penguasaan fisik yang
disaksikan 2 orang saksi dan diketahui kepala desa/lurah setempat)
• Daluwarsa Pembatalan Hak Karena Cacat Administrasi terhadap Hak Atas Tanah yang
penerbitannya telah melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun kecuali karena adanya tumpang
tindih Hak Atas Tanah. Pembatalannya dilakukan melalui Mekanisme Peradilan.
(Vide Pasal 64)

• Mencabut Ketentuan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dengan demikian Kepala
Kantor Pertanahan dapat melakukan peralihan hak atas tanah meskipun sertipikat hak atas tanah yang
akan dialihkan menjadi obyek perkara di pengadilan dengan syarat-syarat tertentu.
(Vide Pasal 103 huruf c)
QUOTE : MASALAH
ORANG KONYOL SERING
MEMBUAT MASALAH ORANG KERDIL
MEMPERBESAR MASALAH ORANG BIASA
MEMBICARAKAN MASALAH ORANG BESAR MENGATASI
MASALAH

ORANG BIJAK BERSYUKUR


DENGAN MASALAH ORANG KREATIF MELIHAT
ORANG BERIMAN NAIK
PELUANG DARI MASALAH
DERAJAT KARENA MASALAH

JADI ………….
TAK ADA MASALAH DENGAN
MASALAH MASALAHNYA ADALAH
BAGAIMANA KITA MENYIKAPI KARENA HAKIKATNYA,
MASALAH HIDUP ITU ADALAH
RANGKAIAN MASALAH
DEMI MASALAH DAN KITA HARUS
TEMUKAN JAWABANNYA
MAKA BERDAMAILAH
DENGAN MASALAH
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai