Anda di halaman 1dari 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keseimbangan

2.1.1 Definisi

Keseimbangan merupakan salah satu komponen utama dalam motor fitness

dan juga sebagai faktor yang sangat penting dalam menjaga postur dan aktivitas

sehari-hari. Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat masa

tubuh terhadap bidang tumpu. Keseimbangan yang baik akan mampu

mempertahankan penglihatan yang jelas apabila tubuh bergerak, mampu

mengidentifikasi jarak dan arah dari gerakan, serta mampu untuk melakukan

penyesuaian postur secara otomatis guna mempertahankan posisi dan stabilitas

pada berbagai kondisi dan aktivitas. (Watson et al., 2016).

Menurut Ery Praktiknyo (2010), keseimbangan ialah kemampuan untuk

mempertahankan posisi dan sikap tubuh selama berdiri maupun bergerak.

Keseimbangan yang baik akan tercapai apabila terjadi integrasi yang baik antara

komponen-komponen keseimbangan. Secara umum keseimbangan dibagi menjadi

2 yaitu Keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis.

Keseimbangan statis merupakan kemampuan untuk mempertahankan

posisi tubuh dalam keadaan diam atau statis. Contoh keseimbangan statis ialah

ketika berdiri pada saat upacara bendera serta duduk ketika mengikuti pelajaran.

8
9

Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh

dalam keadaan bergerak pada landasan yang bergerak (dynamic standing) yang

akan menempatkan tubuh ke dalam kondisi yang tidak stabil, contoh

keseimbangan dinamis yaitu berjalan ketika disekolah, dan bermain.

Keseimbangan merupakan integrasi yang kompleks dari sistem

somatosensorik (visual, vestibular, proprioceptive) dan motorik (musculoskeletal,

otot, sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh otak terhadap

respon atau pengaruh internal dan eksternal tubuh. Bagian otak yang mengatur

meliputi, basal ganglia, Cerebellum, area assosiasi (Batson, 2009)

2.1.2 Komponen Keseimbangan

Keseimbangan yang baik didapat dengan adanya integrasi yang baik antara

komponen-komponen penyusunnya yaitu :

1. Visual

Sistem visual merupakan salah satu komponen keseimbangan

yang memiliki peranan penting. Mata memiliki tugas untuk

memberikan informasi kepada otak mengenai posisi tubuh pada

lingkungan. Informasi ini didasarkna pada sudut serta jarak dengan

objek yang berada disekitarnya. Input visual akan membantu manusia

untuk mengetahui dan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada

lingkungannya. Input visual ini akan langsung memberikan informasi

kepada otak, kemudian otak akan memberikan informasi kepada sistem

muskuloskeletal yaitu otot dan tulang sehingga sistem ini akan bekerja
10

secara sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Prasad et

al.., 2011).

2. Vestibular

Sistem vestibular memiliki peranan yang juga cukup penting dalam

keseimbangan. Sistem vestibular berhungan dengan sistem visual dan

pendengaran yang berguna untuk merasakan arah dan kecepatan

pergerakan kepala. Informasi mengenai arah pergerakan, ekuilibrium,

serta orientasi ruang didapat dari sistem vestibular pada bagian

apparatus vestibular. Apparatus vestibular ini terdiri dari utricle,

saccule, dan tiga kanal setengah lingkaran. Utricle dan saccule

berfungsi untuk mendeteksi gravitasi. Gerakan dari kanal semisirkular

dapat mendeteksi pergerakan secara rotasi, dimana terdapat cairan

endolymph didalamnya. Saat organ vestibular dikedua sisi kepala

berfungsi baik, maka impuls yang terkirim keotak bersifat simetris.

Namun, apabila salah satu dari kedua organ vestibular mengalami

gangguan yang menyebabkan impuls sisi kanan tidak konsisten dengan

impuls sisi kiri maka impuls yang terkirim ke otak bersifat asimetris.

Gangguan pada sistem vestibular dapat menyebabkan terjadinya vertigo

dan gangguan keseimbangan. Reflek vestibulo-occular membantu

dalam mengontrol gerakan mata ketika tubuh bergerak (Watson et al.,

2016).
11

3. Somatosensori

Sistem somatosensoris merupakan sistem yang terdiri dari taktil

atau proprioseptif serta persepsi – kognitif. Sistem somatosensoris

mempunyai tiga neuron yang panjang dan saling berhubungan. Sistem

somatosensoris terletak menyebar di bagian utama tubuh manusia yang

memiliki reseptor sensori dan motorik. Reseptor sensorik dari sistem

somatosensoris akan memberikan input berupa proprioseptif, suhu,

sentuhan, serta rasa nyeri. Proprioseptif (posisi tubuh) masuk melalui

kolumna dorsalis kemudian sebagian besar menuju ke serebelum dan

terdapat beberapa yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus

medialis dan thalamus. Apabila input ini sudah diproses, otak akan

memberikan sinyal kepada otot melalui reseptor motoric untuk

mempertahankan posisi tubuh guna menjaga keseimbangan tubuh.

2.1.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan ialah sebagai

berikut :

1. Faktor Biomekanik meliputi derajat pergerakan sendi, kekuatan otot,

serta stabilitas yang berfungsi untuk mendeteksi perubahan gerak dan

bidang gerakan sehingga akan terjadi respon gerakan yang sesuai dan

efektif.
12

a. Pusat Gravitasi (Center of Gravity – COG)

Pusat Gravitasi ialah titik gravitasi yang terdapat pada makhluk

hidup maupun benda mati. Titik pusat ini terdapat pada titik tengah

benda tersebut. Center of gravity berfungsi untuk mendistribusikan

massa benda secara merata. Pada makhluk hidup khususnya

manusia, beban tubuh ditopang oleh titik ini sehingga tubuh dapat

berada pada keadaan yang seimbang. Pusat gravitasi dapat berubah –

ubah sesuai dengan pergerakan yang menyebabkan perubahan postur

tubuh sehingga terjadi gangguan keseimbangan. Pada keadaan tubuh

yang seimbang, pusat gravitasi berada tepat di bagian tengah tubuh.

Namun, apabila pusat gravitasi berada di bagian luar dari tengah

tubuh maka tubuh akan dalam keadaan tidak seimbang. Pusat

gravitasi seseorang berada pada 1 inchi di depan vertebrae sacrum 2

(Huxham et al. , 2001).

b. Garis gravitasi (Line of Gravity – LOG)

Garis gravitasi ialah garis imajiner yang ditarik secara vertical

melewati pusat gravitasi dan jatuh tepat di tengah tengah bidang

tumpu. Derajat stabilitas tubuh ditentukan dari hubungan antara garis

gravitasi (LOG), pusat gravitasi (COG), serta bidang tumpu (Base of

Support) (Huxham et al., 2001).

c. Bidang Tumpu (Base of Support)

Bidang tumpu ialah bagian tubuh yang berhubungan dengan

permukaan tumpuan. Apabila garis gravitasi tepat berada dibidang


13

tumpu maka tubuh akan berada dalam keadaan seimbang. Stabilitas

tubuh juga dipengaruhi oleh luas dari bidang tumpu. Semakin dekat

bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh akan

semakin tinggi. Disamping itu, semakin lebar bidang tumpu maka

semakin tinggi tingkat stabilitas tubuh (Chang, 2009). Penurunan

arkus kaki bagian longitudinal medial akan menyebabkan perubahan

pusat tekanan. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan tumpuan

pada bidang tumpu yang akan mengurangi stabilitas tubuh (Lugade

et al., 2010). Peningkatan IMT dapat mengakibatkan terjadinya

penurunan arkus kaki yang berpengaruh pada perubahan kedudukan

kaki dan perubahan pusat tekanan. Kedudukan kaki yang bergeser

menjauhi pusat tekanan dan pusat gravitasi akan menurunkan

stabilitas tubuh (Syafi’i et al.,2016).

d. Kekuatan Otot

Kekuatan otot ialah kemampuan otot untuk menghasilkan tenaga

dalam usaha maksimal baik secara statis maupun dinamis. Kekuatan

otot dihasilkan dari kontraksi otot secara maksimal. Otot yang kuat

ialah otot yang mampu berkontraksi dan relaksasi dengan baik.

Apabila otot dalam keadaan kuat maka keseimbangan dan aktivitas

sehari-hari akan berjalan baik. Kekuatan otot dari kaki, lutut serta

pinggul sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan tubuh

saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot memiliki hubungan

langsung dengan kemampuan otot guna melawan gaya gravitasi serta


14

beban eksternal yang secara terus menerus mempengaruhi posisi

tubuh (Knudson, 2007).

2. Faktor Fisik ialah faktor-faktor yang terkait dengan Berat badan, umur,

jenis kelamin, genetik, aktivitas fisik, orientasi ruang, serta motorik

strategi.

a. Umur memiliki pengaruh yang kuat pada kemampuan keseimbangan

seseorang. Anak usia 4 – 24 bulan hanya menggunakan satu

komponen keseimbangan yaitu visual untuk mengontrol

keseimbangan. Anak usia 3 – 6 tahun sudah terjadi peningkatan yaitu

terjadi integrasi antara komponen visual dan vestibular untuk

mengontrol keseimbangan. Pada usia 7 – 10 tahun, anak – anak sudah

mengintegrasikan seluruh komponen keseimbangan layaknya orang

dewasa normal yaitu komponen visual, vestibular, dan somatosensoris

untuk mengontrol keseimbangan (Weiss et al., 2010).

b. Berat Badan mempengaruhi keseimbangan. Berat badan yang berlebih

dapat menjadi acuan bahwa terdapat lemak berlebih dalam tubuh.

Lemak ini akan mendorong otot dan menyebabkan turunnya kekuatan

otot. Penurunan kekuatan ini akan menyebabkan kurangnya

kemampuan otot untuk menjaga posisi tubuh sehingga keseimbangan

tubuh menjadi menurun. Selain itu peningkatan berat badan juga dapat

menyebabkan peningkatan tekanan plantaris dan menyebabkan

terjadinya penurunan tinggi arkus longitudinal medial kaki. Keadaan

ini akan meyebabkan berpindahnya titip pusat tekanan yang akan


15

mempengaruhi titik pusat gravitasi. Perpindahan ini menyebabkan

penurunan keseimbangan pada tubuh.

c. Jenis Kelamin mempengaruhi kekuatan maksimal otot yang

berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh,

kekuatan otot, jumlah haemoglobin, hormone, kapasitas paru – paru,

dan sebagainya. Pada usia belia hingga pubertas kebugaran pada anak

laki – laki hampir sama dengan kebugaran pada anak perempuan

(Ruhayati dan Fatmah, 2011).

d. Genetik mempengaruhi level kemampuan fisik seseorang. Genetic

merupakan sifat – sifat spesifik seseorang yang dibawa sejak lahir.

Sifat genetic mempengaruhi fungsi pergerakan anggota tubuh dan

kontraksi otot yang berhubungan dengan jenis serabut otot seseorang.

(Ruhayati dan Fatmah, 2011).

e. Aktivitas Fisik menggambarkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh

kontaksi otot sehingga dihasilkan energi yang mampu digunakan

dalam menjalankan kehidupan sehari – hari. Aktivitas fisik yang

bersifat sedang hingga berat minimal dilakukan kurang lebih 30 menit

setiap hari dalam seminggu diperlukan untuk menjaga kesehatan

tubuh. Aktivitas fisik dapat membantu seseorang untuk menjaga berat

badannya dimana penurunan berat badan ataupun pencegahan

peningkatan berat badan dapat dilakukan dengan beraktivitas fisik

minimal kurang lebih 60 menit dalam satu hari.


16

2.1.4 Pemeriksaan Keseimbangan

Pemeriksaan keseimbangan ialah sebuah parameter yang digunakan untuk

mengetahui kualitas keseimbangan seseorang. Terdapat beberapa cara untuk

melakukan pemeriksaan keseimbangan diantara lain :

1. Berg Balance Scale

Berg Balance Scale (BBS) merupakan salah satu cara yang

dikembangkan untuk mengukur keseimbangan pada orang lansia.

Pengukuran ini dilakukan dengan cara melihat kemampuan seorang

lansia dalam melakukan kegiatan fungsionalnya. BBS merupakan

instrumen valid yang dapat digunakan untuk mengevaluasi

keefektivitasan suatu intervensi dalam penelitian secara kuantitatif.

Pada BBS terdapat 14 tes yang dilakukan dalam waktu 15-20 menit.

Setiap tes memiliki nilai tertinggi 4 dan terendah 0. Interpretasi dari

BBS ini ialah nilai 0 – 20 memiliki arti resiko jatuh tinggi pada orang

lansia, 21 – 40 memiliki arti resiko jatuh sedang pada lansia serta 41 –

56 memiliki arti resiko jatuh rendah pada lansia. BBS memiliki nilai

relatif intra-rater realibility 0,97 (Downs et al., 2013). Jika

dibandingkan dengan TUGT, BBS membutuhkan lebih banyak waktu

untuk dilakukan. Namun, apabila diteliti lebih jauh BBS menilai segala

aktivitas sehari – hari secara lebih detail apabila dibandingkan dengan

TUGT (Bennie et al., 2003).


17

2. Time Up and Go Test

Time up and go test (TUGT) merupakan tes yang digunakan untuk

mengukur kecepatan terhadap aktivitas yang mungkin menyebabkan

gangguan keseimbangan. Tes ini dilakukan dalam waktu 10 – 3 menit.

Posisi awal pasien pada tes ini ialah duduk bersandar pada kursi dengan

lengan kursi kemudian pasien diberikan aba – aba untuk “mulai”.

Pasien kemudian berdiri dari kursi dan berjalan dalam jarak 3 meter

menuju ke dinding. Kemudian berbalik tanpa menyentuh dinding dan

berjalan kembali menuju kursi. Waktu dihitung sejak aba – aba “mulai”

hingga pasien duduk bersandar kembali.

Pasien tidak diperbolehkan mencoba atau berlatih lebih dulu untuk

melakukan tes ini. Bila kurang dari 10 detik, maka subjek dikatakan

normal. Namun, bila lebih 30 detik, maka subjek dikatakan memiliki

problem dalam berjalan dan membutuhkan bantuan berjalan.

3. Pediatric Balance Scale

Pediatric Balance Scale (PBS) merupakan tes yang digunakan

untuk mengukur keseimbangan seseorang. Tes ini khsusus digunakan

untuk anak anak yang diadaptasi dari BBS. Proses modifikasi BBS

yang dapat digunakan untuk anak – anak sudah dilakukan dan

muncullah PBS ini. PBS memiliki 14 tes yang dilakukan oleh anak –

anak sama seperti tes pada BBS. Namun, perbedaan PBS dan BBS

terletak pada waktu di setiap sesi tes. Pada BBS waktu tes sekitar 15

hingga 20 menit sedangkan pada PBS waktu yang digunakan lebih


18

singkat sekitar 5 – 10 menit. Setiap tes juga memiliki nilai nilai

tertinggi 4 dan terendah 0. Interpretasi dari PBS sama dengan BBS

yaitu 0 – 20 berarti keseimbangan sangat buruk, 21- 40 berarti

keseimbangan sedang, 41 -56 berarti keseimbangan baik.

2.2 Arkus Kaki

2.2.1 Anatomi

Kaki terbentuk dari bagian distal tulang fibula dan tibia, 7 buah tulang

tarsal, 5 buah metatarsal, dan 14 buah phalanges. Kaki dibagi menjadi 3 bagian

yaitu hindfoot (kaki bagian belakang yang meliputi talus dan calcaneus), mindfoot

(kaki bagian tengah yang meliputi tulang navikular, kuboid, dan 3 kuneiform),

dan forefoot (kaki bagian depan yang meliputi 5 tulang metatarsal, dan 14

phalanges (ruas jari kaki) kecuali ibu jari yang terdiri dari 2 phalanges (Lendra,

2007).

Terdapat berbagai sendi yang terbentuk pada kaki yaitu subtalar joint,

talocalcaneonavicular joint, calcaneocuboidea joint, tarsometatarsal joint,

intermetatarsal joint, metatarsophalangeal joint, dan interphalanges joint (Drake

et al., 2012).

Otot – otot pada kaki dibagi menjadi dua jenis yaitu otot bagian ekstrintrik

dan otot bagian intrinsic. Otot ekstrinsik ialah otot yang berorigo di tulang tungkai

bawah dan berinsertio pada tulang – tulang kaki. Otot ekstrinsik dibagi menjadi 3

yaitu bagian anterior (tibialis anterior, extensor halluces longus, extensor

digitorum longus,dan peroneus tertius), bagian posterior (gastrocnemius,


19

plantaris, soleus, popliteus, flexor halluces longus, flexor digitorum longus,dan

tibialis posterior), bagian lateral (fibularis longus dan fibularis brevis). Otot

intrinsik kaki merupakan otot yang berorigo dan berinsertio pada tulang – tulang

kaki. Otot intrinsik kaki terdiri dari empat lapisan yaitu lapis pertama (M.

abductor halluces, M. flexor digitorum brevis, dan M.abductor digiti minimi),

lapis kedua (M. flexor accessories dan Mm. lumbricales), lapis ketiga (M. flexor

halluces brevis, M. adductor halluces, dan M. flexor difiti minimi brevis), dan

lapis keempat (Mm. interossei plantares dan Mm. interossei dorsales) (Moore &

Agur, 2015).

Tulang – tulang kaki tersusun tidak pada satu bidang horizontal tetapi tulang

– tulang tersebut membentuk lengkungan – lengkungan (Arkus) yang membujur

(longitudinal) dan melintang (transversal). Arkus ini berfungsi untuk meredam

dan mendistribusikan gaya berat yang berasal dari bagian atas tubuh dalam

keadaan berdiri tegak maupun bergerak pada permukaan yang selalu berubah.

Arkus kaki bersifat relatif lentur dimana arkus akan sedikit mendatar ketika

berdiri akibat dari beban tubuh dan akan kembali melengkung (melenting) ketika

kaki tidak mendapat beban tubuh seperti ketika berdiri (Neuman, 2010).

2.2.2 Klasifikasi Arkus Kaki

Arkus kaki dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu arkus longitudinal

lateral, arkus longitudinal medial, dan arkus transversus. Secara fungsional,

ketiga arkus bekerja bersama - sama untuk membagi beban tubuh ke segala arah.
20

Arkus longitudinal lateral dibentuk oleh calcaneus, os cuboideum, dan ossa

metatarsal IV – V dengan os cuboideum sebagai keystone. Arkus ini jauh ke lebih

datar jika dibandingkan dengan arkus longitudinal medial. Arkus ini akan

menumpu pada lantai ketika mendapat beban dari atas tubuh (Moore & Agur,

2015).

Arkus longitudinal medial merupakan arkus dengan kelengkungan paling

tinggi jika dibandingkan dengan kedua arkus lainnya. Arkus longitudinal medial

dibentuk oleh calcaneus, talus, os navicular, tiga os cuneiform, dan tiga os

metatarsal. Arkus ini didukung oleh ligamentum spring dan ligamentum

calcaneovaniculare dimana kedua ligamentum ini memberikan gaya pegar dan

elastisitas pada arkus pada saat mendapat beban tubuh (Bachtiar, 2012).

Arkus transversus dibentuk oleh os cuboideum, os cuneiform, dan basis

metetarsalis dimana os cuneiform II sebagai keystone arkus. Arkus transversus

melintang pada bagian coronal telapak kaki (Drake et al., 2012). Gambar dibawah

menunjukkan bentuk arkus kaki normal.

Gambar 2.1 Bentuk arkus kaki dengan daerah penyangga beban


(Sumber : Moore & Agur, 2015)
21

Apabila salah satu arkus kaki mengalami derajat penurunan, maka arkus lain

akan ikut mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh saling terikatnya satu

tulang dengan tulang lainnya sehingga tulang – tulang tersebut bekerja bersama –

sama. Apabila dilakukan pengamatan pada kaki seseorang yang basah dan

menimbulkan jejak, maka terlihat jelas bahwa calcaneus dan tepi lateral kaki

menapak pada tanah, namun bagian medial kaki tidak terdapat jejak apapun. Hal

ini membuktikan bahwa arkus longitudinal medial lebih tinggi jika dibandingkan

dengan arkus longitudinal lateral (Moore & Agur, 2015).

2.2.3 Derajat Arkus Kaki

Penurunan arkus kaki dapat dinilai menjadi 3 derajat yaitu :

Derajat 1 : kaki masih mempunyai arkus meski sangat sedikit

Derajat 2 : kaki sudah tidak mempunyai arkus sama sekali

Derajat 3 : kaki tidak mempunyai arkus dan terbentuk sudut di kaki bagian medial

N 1 2 3

Gambar 2.2 Derajat arkus kaki (Sumber : Sahabuddin, 2016)

Penurunan arkus kaki dapat menyebabkan berbagi keluhan dan mengganggu

fungsi tubuh. Apabila terjadi penurunan arkus kaki maka kaki bagian belakang

akan mengalami perubahan posisi. Hal ini menyebabkan terjadinya kelelahan


22

pada otot ekstrinsik dan intrinsic kaki. Kelamahan pada otot fleksor kaki

menyebabkan gangguan pada system proprioseptif dimana hal tersebut akan

menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan baik pada kondisi statis maupun

dinamis.

2.2.4 Pemeriksaan Arkus Kaki

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk melihat penurunan arkus kaki ialah

1. AHI ( The Arch Height Index)

Pengukuran tinggi arkus dilakukan dengan menggunakan handheld

dikembangkan oleh Williams dan McClay. AHI dihitung dengan

membagi ketinggian punggung kaki dengan panjang kaki , dimana

panjang kaki diukur sebagai jarak dari tumit ke metatarsal pertama

( Pohl&Farr,2010.)

2. Wet Footprint Test

Test ini digunakan untuk memeriksa tinggi rendahnya arkus

longuitudinal kaki melalui sidik jejak kaki dengan melihat batas

medial kaki. Jejak kaki didapatkan dengan menggunakan media tinta

maupun air biasa. Pada pemeriksaan ini kaki dicelupkan atau dibasahi

kemudian ditapakkan pada selembar kertas sehingga tertinggal jejak

kaki. Bagian tengah kaki diperoleh dengan membuat garis dari

pertengahan tumit hingga kebagian tengah jari kedua. (Miller, 2010).


23

Gambar 2.3 Tahapan wet footprint test (Sumber : Miller, 2010)

Gambar 2.4 Jejak kaki cavus foot, normal foot, derajat 1 , derajat 2,
dan derajat 3 (Sumber : Idris, 2010)

Pada gambar 2.4 , dapat dilihat gambar jejak kaki dari kiri ke

kanan. Pada gambar paling kiri terlihat cavus foot dengan gambaran

jejaknya terputus pada sisi lateral. Bentuk kaki yang lebih lengkung

daripada normal menyebabkan berkurangnya bidang tumpu sehingga

tubuh kurang stabil dalam menyangga berat tubuh. Diikuti dengan

arkus kaki normal gambaran jejak kaki dengan arkus medial konkav
24

kearah lateral melewati garis tengah. Bentuk arkus kaki normal

menyebabkan tetap terjaganya stabilitas tubuh ketika bergerak maupun

diem secara statis. Derajat 1 terlihat arkus bagian medial konkav tapi

garis tengah tidak terlewati. Derajat 2 terlihat dengan arkus medial

hilang atau terdapat garis lurus pada bagian medial kaki. Derajat 3

terlihat apabila batas medial konvek. Penurunan arkus kaki dari normal

menjadi flat foot derajat 1, derajat 2, ataupun derajat 3 dapat

menyebabkan terjadinya pernurunan keseimbangan akibat dari

berkurangnya base of support tubuh ketika melakukan aktivitas

(Dabholkar, 2012).

2.3 Indeks Massa Tubuh (IMT)

2.3.1 Definisi IMT

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah sebuah indeks sederhana yang biasanya

digunakan untuk mengklasifikasikan seseorang kedalam beberapa kategori

berdasarkan tinggi dan berat badannya. IMT merupakan cara pengukuran yang

paling berguna untuk mengukur status gizi pada populasi. Pada orang dewasa

pengukuran IMT dapat menjadi acuan untuk melihat status gizi pada laiki-laki

maupun perempuan di seluruh tingkatan umur. Namun, pada anak – anak

diperlukan penyesuaian IMT dengan umur apabila ingin melihat status gizi.

Kategori IMT menurut WHO (2007) ialah sangat kurus < -3 SD, kurus < -2 SD,

normal , overweight > +1 SD, dan Obese > +2 SD.


25

2.3.2 Cara Pengukuran IMT

Indeks massa tubuh ditunjukkan dengan perhitungan berat badan (kg) dibagi

dengan kuadrat tinggi badan (m). Berat badan diukur dengan timbangan serta

tinggi badan diukur dengan microtoise stature meter. Rumus untuk mengetahui

nilai IMT dapat dihitung dengan rumus metric sebagai berikut :

Pada anak – anak, penentuan kategori IMT dilakukan dengan cara

memasukkan data dari rumus diatas kedalam grafik tumbuh kembang menurut

WHO (2007). Adapun grafik WHO (2007) ialah sebagai berikut

Gambar 2.5 Grafik penentuan kategori IMT berdasarkan usia WHO 2007 untuk
anak perempuan usia 5 – 19 tahun (Sumber :WHO, 2007)
26

Gambar 2.6 Grafik penentuan kategori IMT berdasarkan usia WHO 2007 untuk
anak laki – laki usia 5 – 19 tahun (Sumber : WHO, 2007)

2.4 Pediatric Balance Scale (PBS)

2.4.1 Definisi PBS

Pediatric Balance Scale (PBS) merupakan tes yang digunakan untuk

mengukur keseimbangan seseorang. Tes ini khsusus digunakan untuk anak anak

yang diadaptasi dari BBS. Proses modifikasi BBS yang dapat digunakan untuk

anak – anak sudah dilakukan dan muncullah PBS ini. PBS memiliki 14 tes yang

dilakukan oleh anak –anak sama seperti tes pada BBS. Namun, perbedaan PBS

dan BBS terletak pada waktu di setiap sesi tes. Pada BBS waktu tes sekitar 15

hingga 20 menit sedangkan pada PBS waktu yang digunakan lebih singkat sekitar

5 – 10 menit. Setiap tes juga memiliki nilai nilai tertinggi 4 dan terendah 0.

Interpretasi dari PBS sama dengan BBS yaitu 0 – 20 berarti keseimbangan sangat

buruk, 21- 40 berarti keseimbangan sedang, 41 -56 berarti keseimbangan baik.


27

PBS memiliki nilai test-retest yang sangat baik yaitu 0,923, nilai interrater

reliability 0,972, serta nilai intrarater reliability 0,895 – 0,998 (Franjoile et al.,

2010).

2.4.2 Pengukuran Pediatric Balance Scale

Pengukuran PBS dilakukan dengan cara mengintruksikan anak untuk

melakukan 14 tes yang diberikan dengan memberikan masing – masing tes skor

sesuai dengan kemampuan anak tersebut. Adapun 14 tes tersebut ialah :

1. Duduk ke berdiri (sitting to standing)

2. Berdiri ke duduk (standing to sitting)

3. Berpindah (transfers)

4. Berdiri tanpa bantuan (standing unsupported)

5. Duduk tanpa bantuan (sitting unsupported)

6. Berdiri dengan mata tertutup (standing with eyes closed)

7. Berdiri dengan kaki berdekatan (standing with feet together)

8. Berdiri dengan satu kaki didepan (standing with one foot in front)

9. Berdiri dengan satu kaki (standing on one foot)

10. Berputar 360 derajat (turning 360 degrees)

11. Berputar melihat kebelakang (turning to look behind)

12. Mengambil benda dari lantai (retrieving objects from floor)

13. Berjalan naik turun bangk (placing alternate foot on stool)

14. Menjangkau sesuatu ke depan dengan tangan terulur (reaching forward

with outstretched arm)


28

Nilai maksimal yang dapat dicapai dari seluruh tes diatas ialah 56 dimana

setiap tes memiliki nilai tertinggi 4 dan nilai terendah 0. Seluruh prosedur tes serta

nilai dari setiap tes dilampirkan pada lampiran 1.

2.5 Hubungan IMT dengan Keseimbangan

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu cara untuk melihat status

gizi dan angka lemak didalam tubuh. IMT yang terdiri empat kategori yaitu sangat

kurus, kurus, normal, overweight, dan obesitas dapat mempengaruhi kerja tubuh

dalam kehidupan sehari – hari. Peningkatan IMT dari kategori normal menjadi

overweight ataupun obesitas menyebabkan gangguan pada tekanan darah dan

kolesterol yang akan memicu timbulnya resiko penyakit jantung, selain itu akan

terjadi peningkatan resiko diabetes, timbulnya permasalahan pada sistem

pernafasan seperti asma, gangguan pada muskuloskeletal seperti berkurangnya

kekuatan otot serta penurunan keseimbangan (CDC, 2000). Anak – anak usia 7 –

10 tahun sudah memiliki komponen keseimbangan yang lengkap yaitu visual,

vestibular, dan somatosensoris. Namun, apabila pada anak – anak usia 7 – 10

tahun ini mengalami peningkatan IMT maka akan terjadi beberapa gangguan

muskuloskeletal.

Anak – anak dengan kategori IMT overweight atau obesitas akan

mengalami penurunan arkus kaki. Arkus kaki berguna sebagai shock absorber

selama fase berdiri maupun berjalan. Apabila terjadi penurunan arkus kaki, maka

akan terjadi perubahan pusat tekanan (center of pressure) yang berakibat pada

perubahan pusat gravitasi dari tubuh. Hal ini menyebabkan timbulnya


29

menyebabkan berkurangnya stabilitas tubuh dan penurunan keseimbangan pada

saat keadaan statis maupun dinamis (Takata et al., 2013).

Penurunan kekuatan sering terjadi pada seseorang dengan kategori IMT

overweight atau obesitas. Hal ini terjadi karena adanya proses penurunan

kapasitas aktivasi neural yang akan menyebabkan penurunan pada derajat ataupun

pola dari perekrutan serabut otot. Penurunan kekuatan otot dapat pula terjadi

akibat dari terjadinya penumpukan lemak lebih banyak yang akan menurunkan

aktivitas otot (Tomlinson et al., 2015). Kekuatan otot trunk untuk melawan

tekanan dari luar serta kekuatan otot tungkai untuk melawan gravitasi sangat

berperan penting dalam keseimbangan. Namun, apabila terjadi peningkatan

Indeks Massa Tubuh (IMT) maka akan terjadi penurunan keseimbangan yang

mengakibatkan tubuh tidak dapat menjaga stabilitasnya (Shultz et al., 2009).

Terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan keseimbangan

tubuh pada anak – anak yaitu apabila terjadi peningkatan kategori IMT akan

terjadi penurunan arkus kaki yang berdampak terhadap terjadinya perubahan pusat

tekanan, penurunan kapasitas neural yang mengakibatkan berubahnya derajat dan

pola rekrutmen serabut otot sehingga terjadi penurunan kekuatan otot serta

peningkatan lemak yang mengakibatkan penurunan kekuatan otot sehingga terjadi

gangguan keseimbangan pada tubuh. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian

Lucky Prasetiowati et al., (2017) yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara

Indeks massa Tubuh (IMT) dengan keseimbangan postural dan kekuatan otot pada

anak usia 8 – 10 tahun


30

2.6 Hubungan Arkus Kaki dengan Keseimbangan

Penurunan arkus kaki merupakan salah satu gangguan musculoskeletal

yang sering terjadi pada anak – anak. Sebanyak 75,3% anak yang mengalami

penurunan arkus kaki tidak mampu menjaga posisi tubuh dalam keadaan berdiri

satu kaki dalam waktu yang lama. Hal ini terjadi dikarenakan terjadinya

ketidakstabilan subtalar joint dan perubahan posisi sendi ini menjadi eversi.

Keadaan sendi subtalar ini menghambat keseimbangan tubuh dalam keadaan

posisi statis seperti berdiri dengan satu kaki (Benedetti et al., 2011).

Kekuatan otot dan kekuatan ligament dalam menjaga tulang sangat

berperan penting untuk menjaga posisi tubuh dalam keadaan statis maupun

dinamis. Apabila terjadi penurunan arkus kaki, otot – otot ekstrinsik dan intrinsic

kaki mengalami kelelahan dan terjadi peregangan pada ligamen yang menjaga

sendi pada kaki. Hal ini menyebabkan terjadinya collaps pada arkus kaki yang

akan menimbulkan perubahan talus menjadi pronasi dan bergeser ke bagian

medial kaki (Anzai, 2014).

Pergeseran kedudukan kaki yang menjauhi pusat tekanan dan pusat

gravitasi akan menimbulkan penurunan stabilitas tubuh (Syafi’i et al.,2016).

Anda mungkin juga menyukai