Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KOMUNIKASI LINGKUNGAN

RESUME DISERTASI
Komunikasi Lingkungan dalam Program Konservasi di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Oleh
AMINAH SWARNAWATI. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH, BASITA GINTING
SUGIHEN, ENDRIATMO SOETARTO dan ARIF SATRIA.
RESUME DISERTASI
Komunikasi Lingkungan dalam Program Konservasi di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Oleh
AMINAH SWARNAWATI. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH, BASITA GINTING
SUGIHEN, ENDRIATMO SOETARTO dan ARIF SATRIA.

Penelitian dalam kajian komunikasi lingkungan ini melihat hubungan antara manusia dan
lingkungan atau yang dikenal dengan konsep ekologi manusia. Program konservasi laut
merupakan salah satu upaya menjaga pelestarian alam, penelitian ini mengkaji mengenai
konservasi laut yang diterapkan di Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS), berdasarkan
UU No 5 tahun 1990. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, metode penelitian studi
kasus, dan paradigma postpositivist, didasari teori komunikasi lingkungan dan advokasi
lingkungan dari Robert Cox, komunikasi advokasi dari Quarry dan Ramirez, dialog dari Buber
dan Karlsson. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. menganalisis proses komunikasi mengenai kebijakan konservasi di tingkat pemangku
kepentingan dalam program konservasi di TNKpS
2. menganalisis proses komunikasi antar nelayan pada forum komunikasi informal nelayan
3. mengevaluasi strategi komunikasi advokasi lingkungan sebagai artikulasi kepentingan
nelayan dalam mencegah terjadinya marjinalisasi nelayan.

Studi menunjukkan bahwa komunikasi antar pemangku kepentingan pada level


pemerintah dilakukan rapat pimpinan setiap hari senin dan juga rapat koordinasi. Komunikasi
antar instansi pemerintah menunjukkan masih ada disharmoni, masih adanya perbedaan
kebijakan, perbedaan ukuran batas wilayah, masalah otoritas kewenangan dan masalah perijinan
antara Balai TNKpS dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Pada level pemerintah dan
nelayan masih ada disharmoni dalam masalah zonasi dan pelarangan Alat Penangkapan Ikan
(API). Antara nelayan dan bisnis wisata terjadi sinergi dalam kegiatan wisata bahari. Cara
mengomunikasikan pesan konservasi dari Balai TNKpS kepada nelayan tidak selalu melalui
penyuluhan yang formal, akan tetapi memanfaatkan forum nelayan, suatu forum informal tempat
nelayan berbagi informasi sambil kongkow-kongkow di dermaga, sering disebut tempat
kongkow khas orang Pulo. Saluran komunikasinya baik saluran interpersonal, kelompok maupun
bermedia. Meskipun demikian aksi nelayan masih juga terjadi, terakhir di tahun 2017 mereka
melakukan aksi protes ke Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (Sudin KPKP)
terkait Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 71/2016 tentang jalur penangkapan ikan
dan penempatan alat penangkapan ikan (API), di mana salah satunya adalah pelarangan
penggunaan jaring muroami. Walaupun pendekatan kepada nelayan sudah dilakukan dengan
saluran interpersonal maupun kelompok, komunikasi dibangun dua arah, akan tetapi peraturan
yang diberlakukan tetap dianggap top-down. Penelitian juga melihat bagaimana komunikasi
terjadi antar pemangku kepentingan. Pemanfaatan forum informal nelayan sebagai sarana
sosialisasi oleh Balai TNKpS bermaksud mengurangi jarak antara keduanya, dan komunikasi
yang terbangun lebih bersifat dua arah, Tempat kongkow merupakan forum yang autentik,
karena dibentuk oleh nelayan sendiri tanpa campur tangan pemerintah dan aktor-aktornya juga
tidak terkooptasi, sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi emansipatoris antar nelayan.
Komunikasi emansipatoris hanya terjadi di antara nelayan yang selevel, akan tetapi jika ada
keterlibatan nelayan yang kelasnya lebih tinggi bisa terjadi dominasi pula. Dialog yang terjadi
adalah dialog asli (genuine), apabila komunikasinya terjadi antar nelayan pada level yang sama.
Dalam dialog asli tidak ada kalah menang, karena semua menang. Salah satu kendala dalam
dialog adalah „kecenderungan untuk mengevaluasi‟ kadang dilakukan oleh nelayan yang lebih
tinggi pendidikannya sehingga lebih kritis. Apabila dikaitkan dengan pendekatan konservasi,
pendekatan yang dilakukan oleh Balai TNKpS saat ini cenderung ke arah konservasionis, begitu
pula yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rare sebagai mitra Balai
TNKpS. Pendekatan developmentalis dilakukan sebelum reformasi, pendekatan eko populis di
TNKpS tidak terlalu menonjol. Studi juga menunjukkan bahwa fungsi advokasi tidak dijalankan
oleh lembaga swadaya masyarakat yang menjadi mitra Balai TNKpS. Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Rare tidak melakukan advokasi, mereka melakukan pemberdayaan dan
perubahan perilaku nelayan menggunakan pendekatan pemasaran sosial (social marketing)
dalam menyebarkan pesan kebijakan konservasi.
Strategi komunikasi advokasi lingkungan berupa retorika kritis melalui artikulasi
kebijakan alternatif, dilakukan oleh Balai TNKpS berupa masukan bagi perubahan UU
No.5/1990 dan oleh Sudin KPKP dalam perubahan Peraturan Daerah (Perda) Zonasi. Artikulasi
visi dan ideologi untuk mencapai cita dan citra di masa depan, dilakukan dengan melibatkan
generasi muda, caranya generasi muda sedini mungkin dididik menjadi kader konservasi.
Strategi komunikasi advokasi lingkungan juga dilaksanakan melalui kampanye advokasi
(advocacy campaign), kampanye dilaksanakan menggunakan media kampanye lini bawah untuk
sosialisasi seperti plang, spanduk, banner yang tersebar di berbagai sudut pulau, dan media
komunitas Radio Kepulauan Seribu (RPS). Target audienskampanye yang paling utama adalah
nelayan, tujuannya nelayan bisa memahami dan mematuhi aturan zonasi yang diterapkan,
mereka tidak melanggar masuk ke zona inti. Selain itu merubah perilaku nelayan yang aktivitas
nelayannya merusak lingkungan karena menggunakan alat penangkap ikan yang tidak ramah
lingkungan. Selain nelayan, wisatawan yang berkunjung dan masyarakat umum juga menjadi
sasaran kampanye, karena aktivitas wisata dan aktivitas warga sehari-hari juga berpotensi
merusak lingkungan. Pendekatan persuasi diterapkan dalam kampanye, komunikasi persuasif
penting supaya audiens terbujuk dan secara perlahan merubah perilakunya
Katakunci: dialog, komunikasi advokasi, komunikasi lingkungan, konservasi, pemangku
kepentingan, strategi komunikasi advokasi lingkungan
KAJIAN PUSTAKA

Komunikasi lingkungan hidup dengan SDGs


Masalahan lingkungan hidup merupakan masalah yang sangat penting karena berkaitan
dengan keberlanjutan kehidupan manusia, begitu pula di Indonesia yang mempunyai kekayaan
lingkungan hidup yang luar biasa, baik di daratan maupun lautan. Dalam arena internasional ada
program SDGs (Sustainable Development Goals) yang menaruh perhatian bukan hanya pada
pengembangan manusia (human development), tetapi juga pengembangan ekonomi dan
lingkungan sebagai bagian dari agendanya. Program SDGs disusun dengan melibatkan Negara-
negara yang memberlakukan SDGs, termasuk Indonesia. Di Indonesiauntuk memenuhi
komitmen pemerintah dalam pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan
ditetapkan Perpres No.59/2017 supaya ada penyelerasan dengan RencanaPembangunan Jangka
Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Hubungan manusia
dengan lingkungannya merupakan masalah yang penting karena selain menjadi perhatian dari
program SDGs, juga bertujuan supaya pembangunan yang dilaksanakan berkelanjutan.
Penelitian melihat faktor manusia dalam hubungannya dengan lingkungan atau yang lebih
dikenal dengan konsep ekologi manusia; yakni suatu pandangan yang mencoba memahami
keterkaitan antara spesies manusia dan lingkungannya (Forsyth 2003). Salah satu tekanan inti
ekologi manusia adalah adaptasi manusia terhadap lingkungan yang terdapat di sekitarnya
Komunikasi Lingkungan sebagai Komunikasi Pembangunan Berkelanjutan
Komunikasi telah menjadi bagian strategis yang perlu dicantumkan dalam setiap
perencanaan pembangunan yang bersifat partisipatif. Ketidakpercayaan, penolakan, dan
kebuntuan relasi antara pemerintah dengan masyarakat dalam memperbincangkan program
pembangunan dapat difasilitasi keberadaannya dalam komunikasi sebagai aktivitas yang
menjembatani interaksi di antara keduanya. Kajian mengenai komunikasi pembangunan menjadi
penting, menurut Servaes (2008), Komunikasi pembangunan (development communication)
berarti pembagian pengetahuan yang bertujuan mencapai konsensus untuk tindakan yang
memperhitungkan kepentingan, kebutuhan dan kapasitas semua pihak yang terkait. Komunikasi
pembangunan dalam arti luas merupakan peran dan fungsi komunikasi (sebagai aktivitas
pertukaran pesan secara timbal balik) di antara semua fihak yang terlibat dalam usaha
pembangunan, terutama antara masyarakat dengan pemerintah, mulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan, penilaian atau evaluasi terhadap pembangunan. Dalam arti sempit, komunikasi
pembangunan adalah segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan dan ketrampilan
pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan pada
masyarakat luas, dengan tujuan agar masyarakat dapat memahami,menerima dan berpartisipasi
dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan (Nasution 2004) Menurut Wilkins et al.
(2014),
Saat ini komunikasi pembangunan (development communication) sudah mulai bergeser
ke arah communication for social change (komunikasi untuk perubahan sosial). Pembangunan
yang dikendalikan oleh lembaga donor bilateral dan multilateral telah membuat dilakukannya
refleksi kritis terhadap komunikasi pembangunan. Penggunaan komunikasi pembangunan dan
komunikasi perubahan sosial pembangunan (development communication/ communication for
social change) secara bersama adalah bentuk dari proses pergeseran. Belakangan muncul
Komunikasi Pembangunan Berkelanjutan (KPB); yaitu suatu proses saling mengerti dan
memahami antara pemerintah dan warga negaranya menuju suatu masyarakat yang terjamin
masa depannya (sustainable society), dimana nilai-nilai dan norma-norma keadilan dijunjung
tinggi. Dalam konteks bisnis, KPB berarti suatu proses komunikasi antara perusahaan dan
stakeholdernya agar terjalin saling pengertian dan hubungan yang lebih erat antara keduanya
sehingga kesuksesan bisnis dapat terwujud. Proses saling mengerti dan memahami ini terjadi
pada berbagai level dan konteks dalam suatu negara; antar individu, antara individu dan institusi,
antar institusi dan di dalam institusi itu sendiri, di sekolah dan perguruan tinggi, di media massa,
di panggung politik, di dunia bisnis, pada skala komunal, regional, nasional sampai internasional.
Dari gambaran ini sudah dapat diperkirakan bahwa KPB sangatlah bergantung pada berbagai
macam faktor yang membuatnya menjadi tidak sederhana dan sangat sulit mencapai
efektivitasnya. Paradigma alternatif dalam komunikasi pembangunan melihat perlunya
memasukkan masalah kesamaan, pemeliharaan lingkungan dan perlindungan budaya asli dalam
konsep pembangunan. Pentingnya pemeliharaan lingkungan memunculkan konsep tentang
komunikasi lingkungan (environmental communication). Komunikasi Lingkungan menurut Flor
(2004) adalah penerapan pendekatan, prinsip, strategi dan teknik pengelolaan dan perlindungan
lingkungan. Secara sederhana adalah pertukaran deliberatif dari informasi, pengetahuan, dan
bahkan kebijaksanaan mengenai lingkungan.
Ahli lain mendefinisikan Komunikasi lingkungan sebagai rencana dan strategi melalui
proses komunikasi dan produk media untuk mendukung efektivitas pembuatan kebijakan,
partisipasi publik, dan implementasinya pada lingkungan (Oepen & Hamacher 1999). Disini
komunikasi lingkungan menjadi komponen yang terintegrasi dalam kebijakan. Robert Cox
(2010) juga memberikan definisi mengenai komunikasi lingkungan sebagai sarana pragmatis dan
konstitutif untuk memberikan pemahaman mengenai lingkungan kepada masyarakat, seperti
halnya hubungan kita dengan alam semesta. Ini merupakan sebuah media simbolik yang
digunakan untuk menciptakan masalah lingkungan dan negosiasi perbedaan respons terhadap
permasalahan lingkungan yang terjadi, dengan kata lain komunikasi lingkungan digunakan untuk
menciptakan kesepahaman mengenai permasalahan lingkungan. Penelitian mengenai konservasi
ini masuk dalam kajian komunikasi lingkungan, Cox (2010) dalam bukunya Environmental
Communication and The Public Sphere menyatakan studi komunikasi lingkungan berkontribusi
kepada teori komunikasi manusia. Cox mengartikan komunikasi lingkungan sebagai alat
pragmatis danmerupakan pemahaman manusia tentanglingkungansertahubungan manusia dengan
alam, merupakan mediasimbolikyang digunakandalam membangunmasalahlingkungan
dannegosiasirespon masyarakatyang berbeda. Komunikasi lingkungan yang mengarahkan pada
partisipasi seperti suara warga dalam persoalan lingkungan merupakan bentuk komunikasi
perubahan sosial (communication social change). Pemikiran Cox mengenai komunikasi
lingkungan sebagai sarana pragmatis dan konstitutif, ada tiga prinsip inti, yaitu : 1) komunikasi
manusia merupakan bentuk tindakan simbolik; Cox mendefinisikan komunikasi lingkungan
sebagai bentuk tindakan simbolik. Bahasa dan simbol-simbol lainnya bertindak melakukan
sesuatu. Mereka menciptakan makna dan secara aktif melakukan strukturisasi orientasi
kesadaran kita kepada dunia. 2) kepercayaan, sikap dan perilaku yang berkaitan dengan masalah
alam dan lingkungan dimediasi oleh komunikasi; Komunikasi melakukan mediasi terhadap alam,
apa yang komunikasi lakukan terhadap masalah alam atau studi masalah-masalah lingkungan?;
dan 3) ruang publik muncul sebagai ruang diskursif dari komunikasi mengenai lingkungan.Cox
mendefinisikan ruang publik sebagai ranah pengaruh yang diciptakan pada saat individu
melibatkan orang lain dalam komunikasi, yaitu melalui percakapan, argumen, debat atau tanya
jawab mengenai subjek perhatian bersama dan topik yang memengaruhi komunitas yang lebih
luas.
Permasalahan komunikasi lingkungan
Masalah yang terjadi dalam sebuah proyek atau action plan menyangkut kebijakan
lingkungan terjadi karena solusi atau inovasi yang ditawarkan tidak sepenuhnya dimiliki,
diterima, dan digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu diperlukan komunikasi dua arah
sehingga menghasilkan interaksi antara pembuat kebijakan dan masyarakat. Kondisi yang
diharapkan adalah terciptanya win-win situations. Hal ini penting mengingat sebuah kebijakan
menyangkut lingkungan tidak cukup pada tataran didengar, dimengerti, maupun diterima oleh
masyarakat, tetapi harus sampai pada tataran dilakukan. Komunikasi lingkungan dapat
diibaratkan sebagai rantai pada sepeda dimana sepeda tidak akan bisa berjalan tanpa rantai tetapi
rantai itu juga tidak dapat berdiri sendiri. Sama dengan komunikasi lingkungan yang mengubah
sebuah action plan menjadi sebuah action. Dalam hal ini ada, komunikasi lingkungan
menyambungkan pihak pembuat kebijakan terkait bidang sosial politik dengan masyarakat luas.
Komunikasi lingkungan sendiri adalah needoriented dan membutuhkan partisipasi dari banyak
pihak dan lebih berorientasi pada proses, bukan pada tujuan. Komunikasi menjadi hal yang
penting untuk memunculkan isu-isu maupun solusi atau inovasi yang ditawarkan agar dapat
muncul ke permukaan sehingga diketahui oleh masyarakat. Media merupakan sarana untuk
menyebarkan dan menumbuhkan kesadaran pada masyarakat mengenai lingkungan. Berita di
televisi, koran, radio merupakan konsumsi masyarakat sehari-hari yang mempunyai kekuatan
besar dalam membentuk kerangka berpikir.
Komunikasi lingkungan, Media Massa dan Agenda Setting
Media massa menjadi senjata yang ampuh dalam menyebarkan informasi di berbagai
lapisan masyarakat baik secara sosial, politik, maupun ekonomi. Isu yang disiarkan di media
massa dapat menjadi isu yang diperbincangkan atau menjadi perhatian publik. Media merupakan
ruang publik, ruang publik sebagai ranah pengaruh yang tercipta saat individu melibatkan orang
lain dalam berkomunikasi-melalui percakapan, argumen, debat, atau pertanyaan - tentang subjek
yang menjadi perhatian bersama atau topik yang memengaruhi komunitas yang lebih luas.Ruang
publik bukan hanya kata-kata; akan tetapi mencakup visual dan tindakan simbolik nonverbal;
seperti banner, fotografi, film dan lainnya (Cox 2010) Ada tiga kesalahan konsepsi yang terjadi
mengenai ruang publik menurut Cox. Ada kepercayaan bahwa ruang publik adalah (1) hanya
merupakan urusan pemerintah atau forum bagi pengambilan keputusan pemerintah, (2) sebuah
monolitik atau koleksi ideal bagi seluruh warga negara, dan (3) sebuah bentuk dari komunikasi
“rasional” atau “teknikal.” Pertama ruang publik bukan hanya bagian, atau bahkan terutama
ruang bagi pemerintah. Meskipun ada forum dan negara yang mensponsori, seperti dengar
pendapat publik yang mengundang warga negara untuk mengkomunikasikan mengenai
lingkungan, situs resmi pemerintah tidak melemahkan ruang publik. Kenyataannya kekhawatiran
mengenaidiskusi dan debat lingkungan lebih sering terjadi di luar ruang pertemuan pemerintah
dan pengadilan. Kedua, ruang publik tidak monolitik atau kumpulan seragam dari warga negara
secara abstrak. Ketiga, definisi ruang publik sebagai sebuah ruang untuk komunikasi popular
atau demokratis berarti untuk melawan ide bahwa 11 komunikasi di ruang publik adalah sejenis
tanya jawab elit atau spesialisasi atau bentuk komunikasi rasional. Hal ini turut memengaruhi
kebijakan yang akan dibuat sehingga peran media sangatlah penting. Teori yang dapat
menggambarkan hal ini adalah Agenda Setting yang bersumsi bahwa media mempunyai
kemampuan untuk memengaruhi persepsi audiens mengenai sebuah isu yang dianggap penting.
Di dalam teori ini ada tiga agenda didalamnya yaitu agenda media, agenda publik, dan agenda
pemerintah/kebijakan. Selain melihat bagaimana komunikasi lingkungan dimanfatkan sebagai
mediasi dalam merubah kepercayaan, sikap dan perilaku masyarakat berkaitan dengan isu
lingkungan, yaitu konservasi; serta bagaimana pemanfaatan ruang dialog atau ruang publik.
Komunikasi Lingkungan sebagai Advokasi Lingkungan
Penelitian ini juga melihat bagaimana advokasi lingkungan dilakukan. Para
environmentalist melibatkan berbagai macam cara advokasi atau bentuk-bentuk komunikasi.
Cara-cara tersebut bisa jadi berbeda sekali dalam tujuannya, media yang digunakan, strategi
persuasinya, dan audiens yang menjadi targetnya. Cara advokasi bisa meliputi pendidikan publik,
kampanye untuk memengaruhi legislasi mengenai lingkungan di DPR, organisasi
kemasyarakatan, boikot dan tindakan protes langsung seperti aksi pendudukan dan memasang
banner dari bangunan perusahaan. Cox membedakan advokasi lingkungan menjadi dua, yaitu:
retorika kritis (critical retoris) dan kampanye advokasi (advocacy campaign). Retorika kritis bisa
didefinisikan sebagai pertanyaan atau pengaduan dari suatu perilaku. Kebijakan, nilai
kemasyarakatan atau ideologi; retorika seperti itu juga termasuk artikulasi dari alternatif
kebijakan, visi dan ideologi. Sebagai hasilnya, retorika kritis seringkali berfungsi untuk
memperluas jangkauan pilihandan visisosial yang terhalang dalam perjuangan politik hari ke
hari. Sedangkan kampanye advokasi bisa didefinisikan secara luas sebagai tindakan strategis,
melibatkan komunikasi, yang dilakukan untuk tujuan tertentu;. yaitu kampanye yang dilakukan
untuk memeroleh kemenangan atau membawa hasil nyata; oleh karena itu lebih dari sekedar
mempertanyakan kebijakan. Desain kampanye advokasi adalah “apa yang kelompok butuhkan
untuk mengimplementasikan tindakan strategis yang melibatkan komunikasi dan dilakukan
untuk tujuan tertentu?” Kampanye advokasi juga mengikuti tiga tugas komunikasi yang sama
dalam menjawab tiga desain pertanyaan ini. Pertama, kampanye yang efektif berusaha untuk
menciptakan dukungan atau permintaan yang lebih luas untuk mencapai tujuan mereka. Kedua,
kampanye berjuang untuk memobilisasi dukungan dari konstituen atau audiens yang relevan
untuk menuntut pertanggungjawaban. Ketiga, kampanye mengembangkan strategi untuk
memengaruhi pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan mereka. Akhirnya, penting untuk
menyadari bahwa kampanye terjadi dalam konteks lainnya, suara yang bersaing dan kampanye
yang kontra. Kampanye yang sukses menyesuaikan komunikasi mereka dalam lingkungan
informasi yang plural.
Komunikasi Lingkungan sebagai Komunikasi Pembangunan
Bahwa komunikasi lingkungan merupakan komunikasi pembangunan juga dikemukakan
oleh Flor (2004): komunikasi pembangunan sebagai sebuah disiplin tumbuh sebagai respon
masalah keterbelakangan termasuk lingkungan dan degradasi sumber daya. Program komunikasi
lingkungan secara logis dimasukkan di bawah komunikasi pembangunan. Komunikasi
pembangunan begitu pula yang terjadi pada komunikasi lingkungan harus bersifat baik bottom-
up maupun top- 12 down; tujuannya secara keseluruhan adalah mencapai mutual understanding,
penerapan agenda lingkungan, saling pengertian setara dengan kesadaran lingkungan
masyarakat. Lebih lanjut Flor mengatakan bahwa model komunikasi lingkungan adalah model
konvergensi, yang berbentuk melingkar dan interaktif, tidak ada pembedaan antara sumber dan
penerima, antara pesan dan umpan balik. Dengan kata lain, partisipan dalam proses komunikasi
adalah sama atau sederajad. Sedangkan bentuk-bentuk komunikasi lingkungan adalah kampanye
komunikasi dan intervensi budaya. Environmentalism dimulai dengan komunikasi lingkungan,
komunikasi lingkungan terinspirasi oleh teori GST (general system theory) dan mematuhi prinsip
bahwa tujuan komunikasi manusia adalah saling pengertian (mutual understanding). Komunikasi
lingkungan memiliki empat pesan utama atau tema yang terinspirasi oleh Barry Commoner‟s
four law of ecology, yaitu 1) semuanya terhubung dengan yang lainnya; 2) semuanya harus pergi
ke suatu tempat; 3) alam tahu yang terbaik; 4) tidak ada yang namanya makan siang gratis (Flor
2004). Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa konsep komunikasi pembangunan
berkelanjutan menggeser konsep komunikasi lingkungan, karena disadari bahwa konsep
komunikasi lingkungan tidak lagi mampu memenuhi tuntutan stakeholder yang menginginkan
informasi yang lengkap akan aktivitas dan dampak yang ditimbulkan oleh suatu negara (makro)
atau perusahaan (mikro) pada seluruh aspek pembangunan berkelanjutan (ekonomi, sosial dan
lingkungan) - triple-bottom-line(Cahyanditoet al. 2015).
Komunikasi lingkungan erat berkaitan dengan komunikasi pembangunan seperti
dikatakan oleh Hamacher dan Paulus (1999) bahwa Komunikasi Lingkungan adalah penggunaan
perencanaan dan strategi proses komunikasi dan produk media untuk mendukung efektivitas
pembuatan kebijakan, partisipasi publik dan pelaksanaan proyek yang diarahkan terhadap
kelestarian lingkungan. Komunikasi lingkungandidefinisikan sebagai strategi komunikasi
membuat efisien penggunaan metode, instrumen dan teknik yang mapan dalam
komunikasipembangunan, pendidikan orang dewasa, pemasaran sosial,penyuluhan pertanian,
public relations, pelatihan nonformal dan bidang lainnya. Komunikasi pembangunan dan
komunikasi lingkungan yang mengarah pada pemberdayaan suara warga baik melalui diskursus
dan pemberdayaan ruang publik sangat penting untuk meraih keadilan sosial. Pembangunan
fisik, pembangunan manusia, maupun pembangunan lingkungan tidak boleh hanya
mengandalkan kepentingan teknokratis semata tetapi juga harus mencerminkan kepentingan
moral.Ketepatan sebuah kebijakan sangat penting mengingat kebijakan berpengaruh terhadap
manusia yang diperintahnya. Suara warga yang terpengaruh oleh kebijakan tersebut harus
didengar untuk mencapai legitimasi dan mendapatkan keadilan sosial (Susilo 2016a).
Komunikasi lingkungan adalah bagian dari komunikasi pembangunan berkelanjutan yang
merupakan suatu proses komunikasi antara pemerintah dan warga negara atau antara perusahaan
dan stakeholder-nya dalam usaha mengembangkan dan mempertahankan hubungan mutualisme
secara berkesinambungan yang didasari atas konsep pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini
pemerintah/perusahaan mengomunikasikan visi/misi, norma/budaya dan 13 tanggung jawab
sosial (socialresponsibility, good governance)agar terjadi dialog aktif dengan warga
negara/stakeholder-nya sehingga transparansi dan akuntabilitas dapat tercapai.
Pemerintah/perusahaan haruslah mengetahui informasi apa yang warga negara/stakeholder ingin
ketahui dan butuhkan (Harrison 1992). Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan
yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang
untuk mencukupi kebutuhan mereka. Pembangunan berkelanjutan, menurut Mitchell et al.
(2010), mempunyai dua konsep kunci; yaitu (1) kebutuhan, khususnya kebutuhan para fakir
miskin di Negara berkembang, dan (2) keterbatasan dari teknologi dan organisasi social yang
berkaitan dengan kapasitas lingkungan untuk mencukupi kebutuhan generasi sekarang dan masa
depan Ada tujuh tujuan penting dari pembangunan berkelanjutan untuk kebijakan pembangunan
dan lingkungan, yang diidentifikasi oleh komisi Bruntland (Mitchell et al. 2010); yaitu: 1)
memikirkan kembali makna pembangunan, 2) merubah kualitas pertumbuhan (lebih menekankan
pada pembangunan daripada sekedar pertumbuhan), 3) memenuhi kebutuhan dasar akan
lapangan kerja, makanan, energi, air, dan sanitasi, 4) menjamin terciptanya keberlanjutan pada
satu tingkat pertumbuhan penduduk tertentu, 5) mengonservasi dan meningkatkan sumber daya,
6) merubah arah teknologi dan mengelola risiko, dan 7) memadukan pertimbangan lingkungan
dan ekonomi dalam pengambilan keputusan. Ada dua hal penting dari tujuh tujuan tersebut yang
perlu menjadi perhatian; yaitu: pertama, walaupun pertumbuhan penting untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia, pembangunan berkelanjutan merupakan sesuatu yang lebih dari
sekedar pertumbuhan. Kedua, perlunya keterpaduan antara pertimbangan lingkungan dan
ekonomi sebagai strategi utama pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan Berkelanjutan
Supaya terwujud perlu perubahan dalam sikap dan tujuan, serta kerangka institusi dan
hukum pada setiap tingkatan. Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga prinsip utama, yaitu:
prinsip demokrasi, prinsip keadilan dan prinsip keberlanjutan (Keraf 2002). Prinsip demokrasi
menjamin agar pembangunan dilaksanakan sebagai perwujudan kehendak bersama seluruh
rakyat demi kepentingan bersama seluruh rakyat, dengan kata lain pembangunan bukan
dilaksanakan berdasarkan kehendak pemerintah atau partai politik demi kepentingan rezim atau
partai yang sedang berkuasa. Ini merupakan prinsip moral paling mendasar untuk tercapainya
pembangunan berkelanjutan. Prinsip keadilan, pada dasarnya bertujuan menjamin bahwa semua
orang dan kelompok masyarakat memeroleh peluang yang sama untuk ikut dalam proses
pembangunan dan kegiatan-kegiatan produktif serta ikut dalam menikmati hasil-hasil
pembangunan.Karenanya prinsip keadilan menuntut perlakuan yang sama bagi semua orang dan
kelompok masyarakat dalam proses pembangunan, khususnya dalam berpartisipasi
melaksanakan dan menikmati hasil pembangunandan mempunyai akses terhadap peluang dan
sumber-sumber ekonomi, termasuk sumber daya alam. Sedangkan prinsip keberlanjutan
mengaruskan untuk merancang agenda pembangunan dalam dimensi visioner jangka panjang
untuk melihat dampak pembangunan, baik positif maupun negatif dalam segala aspeknya.
Prinsip ini sejalan dengan kenyataan bahwa sumber daya ekonomi terbatas, aspek sosial-budaya
dan lingkungan hidup adalah aspek yang berdimensi jangka panjang. 14 Teori, konsep, definisi,
serta penjelasan mengenai komunikasi lingkungan di atas, digunakan dalam penelitian ini
sebagai pisau analisis dalam melihat bagaimana komunikasi lingkungan mengenai konservasi
laut di TNKpS di antara para pemangku kepentingan, khususnya komunikasi lingkungan sebagai
strategi komunikasi advokasi lingkungan yang bertujuan mengadvokasi nelayan yang
termarjinalkan akibat paket kebijakan pembangunan yang diterapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyandito MF, Febrian E, Herwany A, Anwar M 2015. Komunikasi Pembangunan


berkelanjutan (Sustainability Communication): Pengertian, Latar Belakang, dan
Perkembangannya [proceeding] Ikatan sarjana ekonomi. Manado.
Caron RM, Rezaee ME, Dionne D. 2011. Community ecology and capacity: advancing
environmental communication strategies among diverse stakeholders. University of New
Hampshire United States, Environmental Management in Practice (US):37-66
Carter N 2001. The Politics of The Environment. Cambridge (GB):University Press.
Cartland J, Holly S, Ross R, Masson M, Donohue W.2008. Role sharing between evaluators and
stakeholders in Practice. American Journal of Evaluation, 29(4): 460-477. Doi:
10.1177/1098214008326201.
Cox R 2010. Environmental Communication and the Public Sphere. New York (US): Sage
Publication
Forsyth T 2003.Critical Political Ecology: The Politics of Environmental Sciences. London
(GB): Routledge
Freeman RE 1984.Strategic Management:A Stakeholder Approach. Boston (US): Pitman
Morissan, Wardhany AC 2009. Teori Komunikasi. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.
Nasution Z 2004. Komunikasi Pembangunan: Penerapan dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Rajawali
Press.
Nimmo D 1996. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung (ID): CV
Remaja Karya.
Oepen M, Hamacher W 1999. Environmental Communication for Sustainable Development.
Deutsche (GE): Eschborn.
Servaes J. 2008. Communication for Development and Social Change.Los Angeles (US): Sage
Publication.

Anda mungkin juga menyukai