Anda di halaman 1dari 40

KESESUAIAN PENULISAN RESEP DENGAN FORMULARIUM NASIONAL

PADA PASIEN BPJS RAWAT JALAN SHIFT SORE


DI SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA
KOTA BANDUNG

KARYA TULIS ILMIAH

DESSY NOVIYANTI

23121011

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG


PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA 3
PROGRAM STUDI FARMASI
BANDUNG
2015
KESESUAIAN PENULISAN RESEP DENGAN FORMULARIUM NASIONAL
PADA PASIEN BPJS RAWAT JALAN SHIFT SORE
DI SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA
KOTA BANDUNG

ABSTRAK

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
akses atas sumber daya dibidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu dan terjangkau. Kesesuaian peresepan dengan formularium
nasional penting dilakukan karena merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan efisiensi biaya pengobatan,
khususnya pada pasien BPJS Kesehatan. Apabila peresepan pada pasien BPJS
tidak sesuai dengan Formularium Nasional maka masyarakat tidak memperoleh
hak terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu. Selain itu, pihak Rumah Sakit
juga akan mengalami kerugian karena obat tidak dapat dikelola dengan baik dan
biaya pelayanan kesehatan melebihi tarif paket yang telah ditentukan. Penyusunan
Karya Tulis Ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian penulisan resep
dengan formularium nasional dan untuk mengetahui resep obat terbanyak yang
digunakan pada pasien BPJS rawat jalan shift sore di salah satu Rumah Sakit
Swasta Kota Bandung. Metodologi penelitian meliputi beberapa tahap yaitu
penelusuran pustaka, penetapan kriteria resep, pengambilan data, sumber data,
analisis data dan pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu
persentase penulisan resep yang sesuai dengan formularium nasional mencapai
(66,21%) dan resep obat terbanyak yang digunakan pada pasien BPJS rawat jalan shift
sore yaitu obat kardiovaskular (24,72%), obat sistem saraf pusat (13,15%) dan obat
saluran cerna (11,79%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penulisan resep oleh
dokter di salah satu Rumah Sakit Swasta di Kota Bandung untuk pasien BPJS rawat
jalan shift sore sebagian besar telah sesuai dengan formularium nasional.

Kata kunci : Resep, BPJS, Formularium Nasional, Rumah Sakit.

i
THE SUITABILITY OF PRESCRIBING WITH NATIONAL FORMULARY
IN OUTPATIENT BPJS AFTERNOON SHIFT
AT ONE OF THE PRIVATE HOSPITALS
IN BANDUNG

ABSTRACT

Law of the Republic of Indonesia 36/2009 on Health stated that Indonesians have the
same chance to get a safe, quality and affordable health facility. The suitability of
prescribing with National Formulary is important because it one of a factors that could
improve health care quality and cost efficiency of treatment, especially in BPJS
patients. When prescribing for BPJS patients is not in accordance with the national
formulary, the people do not obtain the right to quality health services. In addition, the
hospital will also suffer losses because the drug can not be managed properly and
health care costs exceeded predetermined package rates. Preparation of the scientific
paper aims to determine the suitability of prescribing with national formulary and to
determine the most prescribed drugs are used in outpatient BPJS afternoon shift at one
of the Private Hospitals in Bandung. Research methodology includes several stages,
literature study, the determination of prescription criteria, data collection, data
sources, data analysis and conclusions. The results obtained are percentage of
prescribing in accordance with national formulary was (66.21%) and most prescription
drugs are used in outpatien BPJS afternoon shift are cardiovascular drugs (24.72%),
central nervous system drugs (13.15%) and gastrointestinal drugs (11.79%). It
concluded that prescribing by doctors at one of the Private Hospitals in Bandung in
outpatients BPJS afternoon shift has been largely in accordance with the national
formulary.

Keywords :Prescription, BPJS, National Formulary, Hospital.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Program Studi
D3 Farmasi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulisan Karya Tulis Ilmiah
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Sidang Ahli Madya Program
Pendidikan Diploma III.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari perhatian, bimbingan, bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Entris Sutrisno, S.Farm., MH.Kes., Apt., selaku ketua Sekolah Tinggi
Farmasi Bandung.
2. Ibu Winasih Rachmawati, M.Si., Apt., selaku ketua Program Studi D3
Farmasi Sekolah Tinggi Farmasi Bandung.
3. Ibu Ani Angraeni, S.Farm., Apt., selaku panitia pelaksanaan Karya Tulis
Ilmiah.
4. Ibu Dra. Ida Lisni, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah membantu
dalam pengambilan data di salah satu Rumah Sakit Swasta Kota Bandung
serta membimbing dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah.
5. Bapak Deni Iskandar, M.Ph., Apt., selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan membantu dalam
penyelesaian Karya Tulis Ilmiah.
6. Ibu Elis Susilawati, S.Farm., Apt., selaku pemeriksa redaksi dan abstrak Karya
Tulis Ilmiah yang telah membantu dalam pemeriksaan Karya Tulis Ilmiah.
7. Seluruh karyawan di salah satu Rumah Sakit Swasta Kota Bandung atas
kerjasama dan bimbingannya.
8. Bapak dan Ibu dosen pengajar beserta staf akademik atas bantuan yang
diterima selama mengikuti perkuliahan di Sekolah Tinggi Farmasi Bandung.
9. Bapak Nana Surya Permana dan Ibu Tati Rohati selaku kedua orang tua yang
selalu memberikan dukungan dan doa serta motivasi kepada penulis.
10. Rekan-rekan satu angkatan yang telah memberikan dukungan dan semangat
dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

iii
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak
kekurangan baik dalam segi isi materi, teknik penulisan serta kekurangan lain. Oleh
karena itu, penulis memohon maaf atas segala kekurangan tersebut serta mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan Karya Tulis Ilmiah pada
masa yang akan datang.
Penulis juga mengharapkan supaya Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat baik
bagi penulis maupun bagi rekan-rekan yang membacanya.

Bandung, September 2015

Penulis

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG............................................................. x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
I.2 Perumusan Masalah................................................................................. 3
I.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 3
I.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 4
II.1 Rumah Sakit ............................................................................................ 4
II.1.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ..................................................... 4
II.1.2 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit ................................................ 5
II.1.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ...................................................... 5
II.2 Resep ....................................................................................................... 7
II.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ....................... 8
II.4 Formularium Nasional............................................................................. 10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................... 13
BAB IV DESAIN PENELITIAN .............................................................................. 14
IV.1 Penelusuran Pustaka ................................................................................ 14
IV.2 Penetapan Kriteria Resep ........................................................................ 14
IV.3 Pengambilan Data ................................................................................... 14
IV.4 Sumber Data ............................................................................................ 14
IV.5 Analisis Data ........................................................................................... 14
IV.6 Pengambilan Kesimpulan ........................................................................ 14
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 15

v
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 22
VI.1 Kesimpulan.............................................................................................. 22
VI.2 Saran ........................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 23
LAMPIRAN ............................................................................................................... 25

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jumlah Resep Obat Berdasarkan Kelas Terapi dan Sub Kelas Terapi .... 25
Lampiran 2 Jumlah Resep Fornas Berdasarkan Kelas Terapi dan Sub Kelas Terapi. 27
Lampiran 3 Jumlah Resep Non Fornas Berdasarkan Kelas Terapi dan Sub Kelas
Terapi ...................................................................................................... 28

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar V.1 Jumlah resep obat fornas dan non fornas .............................................. 16
Gambar V.2 Jumlah resep obat berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi ......... 17
Gambar V.3 Jumlah resep fornas dan non fornas berdasarkan kelas terapi dan sub
kelas terapi ............................................................................................ 18
Gambar V.4 Jumlah resep fornas berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi ...... 19
Gambar V.5 Jumlah resep non fornas berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi 20

viii
DAFTAR TABEL

Tabel V.1 Jumlah Resep Obat Fornas Dan Non Fornas ............................................. 15
Tabel V.2 Jumlah Resep Obat Berdasarkan Kelas Terapi Dan Sub Kelas Terapi ..... 25
Tabel V.3 Jumlah Resep Fornas Berdasarkan Kelas Terapi Dan Sub Kelas Terapi .. 27
TabelV.4 Jumlah Resep Non Fornas Berdasarkan Kelas Terapi Dan Sub Kelas
Terapi ......................................................................................................... 28

ix
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ASKES Asuransi Kesehatan


BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPOM Balai Pengawasan Obat dan Makanan
DOEN Daftar Obat Esensial Nasional
FORNAS Formularium Nasional
INN International Nonproprietary Name
INA-CBGs Indonesia Case Base Groups
JAMKESMAS Jaminan Kesehatan Masyarakat
JAMSOSTEK Jaminan Sosial Tenaga Kerja
JKN Jaminan Kesehatan Nasional
KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi
MSH Management Sciences of Health
PBI Penerima Bantuan Iuran
R/ Recipe
SIP Surat Izin Praktik
WHO World Health Organization

x
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya dibidang kesehatan dan memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Pemerintah menjamin ketersediaan,
pemerataan dan keterjangkauan perbekalan kesehatan terutama obat esensial.
Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa obat esensial dan alat kesehatan
dasar tertentu dilaksanakan dengan memperhatikan kemanfaatan, harga dan faktor
yang yang berkaitan dengan pemerataan. Pemerintah menyusun daftar dan jenis
obat yang secara esensial harus tersedia bagi kepentingan masyarakat.
Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan dalam pelayanan
kesehatan. Untuk mempermudah pihak pemerintah maupun swasta dalam menyediakan
obat esensial yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara
nasional, maka dibuatlah Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). DOEN merupakan
daftar obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia diunit pelayanan
kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. Penerapan DOEN dimaksudkan untuk
meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat
yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai
salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Penerapan DOEN harus dilaksanakan secara konsisten
dan terus menerus disemua unit pelayanan kesehatan (Depkes, 2013).
Pada tanggal 19 September 2013 Kementerian Kesehatan menerbitkan
Formularium Nasional Nomor 328/MENKES/SK/VIII/2013 dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan untuk menjamin aksesbilitas obat yang aman,
berkhasiat, bermutu dan terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup. Formularium
nasional sebagaimana dimaksud merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan
harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

1
2

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang


Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional disebutkan bahwa
pelayanan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang diberikan kepada
peserta jaminan kesehatan nasional berpedoman pada daftar yang ditetapkan oleh
Menteri yang dituangkan dalam formularium nasional dan kompendium alat
kesehatan sehingga diperlukan pemantauan kesesuaian obat yang diresepkan
dengan daftar obat dalam formularium nasional sebagai kendali mutu dan kendali
biaya pada fasilitas kesehatan.
Menurut WHO dan MSH (2003) pemilihan obat dalam pengembangan
formularium dikatakan baik bila memiliki kriteria : (1) Obat sudah mempunyai bukti
manfaat dan keamanan dari uji klinik; (2) Memiliki mutu terjamin termasuk
bioavailabilitas dan stabilitas dalam kondisi penyimpanan dan penggunaan; (3) Bila
terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi serupa, pilihan dijatuhkan
melalui evaluasi berdasarkan efektivitas, keamanan, kualitas dan biaya; (4) Memiliki
rasio manfaat biaya yang tertinggi berdasarkan analisa efektivitas biaya; (5) Obat-obat
dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan; (6) Ketersediaan
sebagai satu senyawa; (7) Obat-obat harus tertulis dalam International Nonproprietary
Name (INN) atau disebut sebagai nama generik. Beberapa kriteria diatas telah tercantum
dalam DOEN 2013 yaitu kriteria satu sampai lima.
Kesesuaian peresepan dengan formularium nasional penting dilakukan karena
merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan
efisiensi biaya pengobatan, khususnya pada pasien peserta BPJS Kesehatan.
Apabila peresepan pada pasien BPJS tidak sesuai dengan formularium nasional
maka masyarakat tidak memperoleh hak terhadap pelayanan kesehatan yang
bermutu. Selain itu, pihak rumah sakit juga akan mengalami kerugian karena obat
tidak dapat dikelola dengan baik dan biaya pelayanan kesehatan melebihi tarif paket
yang telah ditentukan. Berdasarkan masalah tersebut maka perlu dilakukan
penelitian untuk melihat bagaimana kesesuaian penulisan resep pasien BPJS rawat
jalan shift sore di salah satu Rumah Sakit Swasta Kota Bandung dengan
formularium nasional.
3

I.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana persentase kesesuaian penulisan resep dengan formularium
nasional pada pasien BPJS rawat jalan shift sore di salah satu Rumah Sakit
Swasta Kota Bandung?
2. Resep obat golongan apa yang paling banyak digunakan pada pasien BPJS
rawat jalan shift sore di salah satu Rumah Sakit Swasta Kota Bandung?

I.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui persentase kesesuaian penulisan resep dengan formularium
nasional pada pasien BPJS rawat jalan shift sore di salah satu Rumah Sakit
Swasta Kota Bandung.
2. Untuk mengetahui resep obat terbanyak yang digunakan pada pasien BPJS
rawat jalan shift sore di salah satu Rumah Sakit Swasta Kota Bandung.

I.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi Rumah Sakit
untuk dapat memperbaiki peraturan yang berkaitan dengan kesesuain
penulisan resep dengan formularium nasional sehingga pelayanan mutu
kesehatan dapat terjamin khususnya untuk pasien BPJS.
2. Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dibidang kesehatan khususnya farmasi, sekaligus
sebagai sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh
selama perkuliahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Rumah Sakit


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, yang dimaksud Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna
adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menjelaskan mengenai Rumah Sakit dan
peranannya, bahwa Rumah Sakit merupakan suatu bagian integral dari organisasi sosial
dan medis yang fungsinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh
pada masyarakat baik pencegahan maupun penyembuhan dan pelayanan pada pasien
yang jauh dari keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya serta sebagai tempat
pendidikan bagi tenaga kesehatan dan tempat penelitian biososial (Adisasmito, 2009).

II.1.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit disebutkan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna. Sedangkan untuk menjalankan tugasnya, rumah
sakit mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Peyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

4
5

II.1.2 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit disebutkan bahwa jenis rumah sakit dapat dibedakan berdasarkan jenis
pelayanan dan pengelolaannya.
1. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dibagi menjadi :
a. Rumah Sakit Umum merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
b. Rumah Sakit Khusus merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.
2. Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi :
a. Rumah Sakit Publik yang dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba.
b. Rumah Sakit Privat yang dikelola oleh Badan Hukum dengan tujuan profit
yang berbentuk Perseroan Terbatas.
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi
rujukan, Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit.
1. Klasifikasi Rumah Sakit Umum :
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
2. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus :
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C

II.1.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu departemen atau bagian disuatu rumah
sakit yang berada dibawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang
apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
6

kompeten secara profesional dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang
bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang ditujukan
untuk keperluan rumah sakit (Siregar, 2003).
Kegiatan pada instalasi farmasi rumah sakit terdiri dari pelayanan farmasi
minimal yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan perbekalan farmasi,
dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan,
pengendalian mutu, pengendalian distribusi pelayanan umum dan spesialis, pelayanan
langsung kepada pasien serta pelayanan klinis yang merupakan program rumah sakit
secara keseluruhan (Siregar, 2003).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, tugas instalasi farmasi rumah
sakit adalah sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
dengan prosedur dan etik profesi.
2. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan
keamanan serta meminimalkan resiko.
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
5. Berperan aktif dalam tim farmasi dan terapi.
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan
kefarmasian.
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.
Sedangkan fungsi dari instalasi farmasi rumah sakit adalah sebagai tempat
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai serta
pelayanan farmasi klinik.
7

II.2 Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada apoteker,
baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Pelayanan resep dimulai dari penerimaan,
pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai
pemberian informasi. Penulisan resep khususnya di rumah sakit berdasarkan
formularium rumah sakit dan formularium yang lain sesuai dengan peraturan yang
berlaku (Depkes, 2014).
Jenis-jenis resep adalah sebagai berikut (Jas, 2009) :
1. Resep standar (R/ Officinalis) yaitu resep yang yang komposisinya telah
dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar
lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku standar.
2. Resep magistralis (R/ Polifarmasi) yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau
diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan
dalam pelayanannya harus diracik terlebih dahulu.
3. Resep medicinal yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang
maupun generik, dalam pelayanannya tidak mengalami peracikan.
4. Resep obat generik yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam
bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak
mengalami peracikan.
Resep dapat dikenali dengan mengidentifikasi bagian-bagiannya yang terdiri dari :
1. Inscriptio terdiri dari nama dokter, no SIP, alamat dokter, no telepon dokter,
tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotik hanya berlaku untuk satu kota
propinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep.
2. Invocatio merupakan permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin
“R/=resipe” artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka
komunikasi dengan apoteker di apotek.
3. Prescriptio/Ordinatio merupakan nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan
yang diinginkan.
8

4. Signatura merupakan cara pemakaian obat, regimen dosis pemberian, rute dan
interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan
keberhasilan terapi.
5. Subscriptio yaitu tanda tangan/paraf dokter penulis resep, berguna sebagai
legalitas dan keabsahan resep tersebut.
6. Pro (diperuntukan) yaitu penulisan nama dan umur pasien. Untuk obat
narkotika harus dicantumkan alamat pasien untuk pelaporan ke Dinkes
setempat.
Setiap negara mempunyai ketentuan sendiri tentang informasi apa yang harus
tercantum dalam sebuah resep. Berikut prinsip penulisan resep yang berlaku di
Indonesia (Jas, 2009) :
1. Obat ditulis dengan nama paten/dagang, generik, resmi atau kimia.
2. Karakteristik nama obat yang ditulis harus sama dengan yang tercantum
dilabel kemasan.
3. Resep ditulis dengan jelas dikop resep resmi.
4. Bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep.
5. Signatura ditulis dalam singkatan bahasa latin.
6. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien.

II.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang dimaksud dengan BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS
bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan sosial, terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi peserta dan anggota keluarganya. BPJS terbagi
menjadi dua kelompok yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) merupakan
badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada presiden dan berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia
termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia
(Depkes, 2011).
9

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan


Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional, yang dimaksud BPJS Kesehatan adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah (Depkes, 2013).
Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan
kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan (Depkes, 2004).
BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan
kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Sebelumnya pemerintah telah
menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial dibidang kesehatan diantaranya
melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain
pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran dan pegawai swasta. Untuk
masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Namun sejak beroperasinya BPJS
Kesehatan, PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) tidak lagi
menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan dan Kementerian
Kesehatan tidak menyelenggarakan program jaminan kesehatan (Depkes, 2011).
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan, peserta BPJS Kesehatan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan merupakan orang
yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang iurannya dibayarkan
oleh pemerintah sebagai peserta program jaminan kesehatan. Yang berhak
menjadi peserta PBI jaminan kesehatan lainnya adalah yang mengalami cacat
total tetap.
2. Bukan PBI (Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan terdiri dari pekerja
penerima upah dan anggota keluarganya, pekerja bukan penerima upah dan
anggota keluarganya serta bukan pekerja dan anggota keluarganya yang
iurannya dibayar oleh peserta yang bersangkutan.
10

BPJS Kesehatan hanya dapat menanggung paling banyak lima anggota keluarga,
apabila peserta yang memiliki anggota keluarga lebih dari lima orang maka peserta
harus membayar iuran tambahan. Kepesertaan jaminan kesehatan bersifat wajib dan
dilakukan secara bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk. Tahap pertama mulai
tanggal 1 Januari 2014 dan tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk
sebagai peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019
(Depkes, 2013).
Pemerintah mendaftarkan PBI jaminan kesehatan sebagai peserta kepada BPJS
Kesehatan, sedangkan yang bukan PBI jaminan kesehatan mendaftarkan diri dan
anggota keluarganya sebagai peserta BPJS Kesehatan secara perorangan atau
berkelompok dengan membayar iuran. Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS
Kesehatan berhak mendapatkan identitas peserta yang paling sedikit memuat nama dan
nomor identitas, dimana nomor identitas ini merupakan nomor identitas tunggal yang
berlaku untuk semua program jaminan sosial (Depkes, 2013).

II.4 Formularium Nasional


Formularium Nasional (Fornas) adalah daftar obat yang disusun oleh komite
nasional dan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang didasarkan pada bukti ilmiah
mutakhir berkhasiat, aman dan dengan harga yang terjangkau yang disediakan serta
digunakan sebagai acuan penggunaan obat dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
(Depkes, 2013).
Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat dalam pelaksanaan JKN
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk pelayanan
obat sesuai dengan kebutuhan medis. Formularium nasional akan digunakan sebagai
acuan dalam pelayanan kesehatan diseluruh fasilitas kesehatan, baik fasilitas kesehatan
tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Formularium
nasional mencakup obat hasil evaluasi DOEN, formularium jamkesmas, DPHO PT
Askes (Persero) serta obat baru yang direkomendasikan oleh komite nasional
penyusunan fornas (Depkes, 2014)
Tujuan utama pengaturan obat dalam formularium nasional adalah meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan, melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi pengobatan
sehingga tercapai penggunaan obat rasional. Bagi tenaga kesehatan, formularium
11

nasional bermanfaat sebagai acuan bagi penulis resep, mengoptimalkan pelayanan


kepada pasien, memudahkan perencanaan dan penyediaan obat di fasilitas pelayanan
kesehatan. Dengan adanya formularium nasional maka pasien akan mendapatkan obat
terpilih yang tepat, berkhasiat, bermutu, aman dan terjangkau, sehingga akan tercapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu obat yang
tercantum dalam formularium nasional harus dijamin ketersediaan dan
keterjangkauannya (Depkes, 2014).
Penerapan cara pembayaran paket berbasis diagnosa dengan sistem Indonesia
Case Base Groups (INA-CBGs) dalam sistem JKN untuk fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjutan (fasilitas kesehatan tingkat kedua dan ketiga) dan pola pembayaran
dengan sistem kapitasi pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan ketentuan bahwa
setiap pasien yang djamin oleh BPJS Kesehatan tidak dikenakan iuran biaya untuk obat
yang diresepkan. Meskipun obat yang diresepkan kemungkinan tidak tercantum dalam
formularium nasional, namun sudah termasuk dalam paket pembayaran yang diterima
oleh fasilitas kesehatan tersebut, sehingga menuntut pemberi pelayanan kesehatan untuk
menggunakan sumber daya termasuk obat secara efisien dan rasional tetapi efektif. Oleh
sebab itu formularium nasional merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari INA-
CBGs dan sistem kapitasi, sebagai koridor bagi pelaksanaan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan bagi peserta JKN sesuai dengan kaidah dan standar terapi yang
berlaku (Depkes, 2014).
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Nomor HK.02.03/III/1346/2014 tentang Pedoman Penerapan Formularium Nasional,
pemilihan obat dalam formularium nasional didasarkan atas kriteria sebagai berikut :
1. Memiliki khasiat dan keamanan yang memadai berdasarkan bukti ilmiah
terkini dan sahih.
2. Memiliki rasio manfaat risiko (risk benefit ratio) yang paling menguntungkan
pasien.
3. Memiliki izin edar dan indikasi yang disetujui oleh BPOM.
4. Memiliki rasio manfaat biaya (cost benefit ratio) yang tertinggi.
5. Obat tradisional dan suplemen makanan tidak dimasukkan dalam fornas.
6. Apabila terdapat lebih dari satu obat yang memiliki efek terapi yang serupa.
12

Pilihan dijatuhkan pada obat yang memiliki kriteria berikut :


a. Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan bukti ilmiah.
b. Sifat farmakokinetik dan farmakodinamik yang diketahui paling
menguntungkan.
c. Stabilitasnya lebih baik.
d. Mudah diperoleh.
7. Obat jadi kombinasi tetap harus memenuhi kriteria berikut :
a. Obat hanya bermanfaat bagi penderita jika diberikan dalam bentuk kombinasi
tetap.
b. Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi
daripada masing-masing komponen.
c. Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang
lebih tepat untuk sebagian besar pasien yang memerlukan kombinasi tersebut.
d. Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat biaya (cost benefit ratio).
e. Untuk antibiotik, kombinasi tetap harus dapat mencegah atau mengurangi
terjadinya resistensi atau efek merugikan lainnya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian meliputi beberapa tahap yaitu penelusuran pustaka,


penetapan kriteria resep yang akan disesuaikan, pengambilan data, sumber data, analisis
data dan pengambilan kesimpulan.

13
BAB IV
DESAIN PENELITIAN

IV.1 Penelusuran Pustaka


Pada penelitian ini penelusuran pustaka dilakukan dengan mengkaji beberapa
pustaka yang berkaitan dengan Formularium Nasional (fornas).

IV.2 Penetapan Kriteria Resep


Kriteria resep yang akan disesuaikan dengan formularium nasional adalah resep
pasien BPJS rawat jalan shift sore yaitu dari pukul 14.00 sampai 20.00 WIB.

IV.3 Pengambilan Data


Pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah resep-resep dari
tanggal 1 sampai 8 Agustus 2015 di salah satu Rumah Sakit Swasta Kota Bandung.

IV.4 Sumber Data


Sumber data pada penelitian ini adalah resep di salah satu Rumah Sakit Swasta
Kota Bandung.

IV.5 Analisis Data


Analisis data dilakukan untuk mengetahui jumlah dan persentase obat berdasarkan
formularium nasional.

IV.6 Pengambilan Kesimpulan


Pengambilan kesimpulan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian penulisan resep
dengan formularium nasional pada pasien BPJS rawat jalan shift sore yaitu dari pukul
14.00 sampai 20.00 WIB.

14
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Formularium nasional (fornas) merupakan daftar obat yang disusun oleh komite
nasional dan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang didasarkan pada bukti ilmiah
mutakhir berkhasiat, aman dan dengan harga yang terjangkau yang disediakan serta
digunakan sebagai acuan penggunaan obat dalam jaminan kesehatan nasional. Dengan
adanya fornas maka pasien akan mendapatkan obat terpilih yang tepat, berkhasiat,
bermutu, aman dan terjangkau, sehingga akan tercapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya, khususnya pada pasien BPJS. Oleh karena itu, penulis
melakukan penelitian untuk mengetahui kesesuaian penulisan resep dengan fornas
pada pasien BPJS rawat jalan shift sore di salah satu Rumah Sakit Swasta Kota
Bandung. Resep yang disesuaikan dengan fornas adalah resep pasien BPJS rawat jalan
shift sore yaitu pukul 14.00 sampai 20.00 WIB dari tanggal 1 sampai 8 Agustus 2015.
Dibawah ini merupakan tabel hasil penelitian jumlah resep obat fornas dan non
fornas pada pasien BPJS rawat jalan shift sore :

Tabel V.1
Jumlah Resep Obat Fornas Dan Non Fornas

Jumlah Lembar Jumlah Resep


Tanggal F NF %F % NF
Resep Obat

Tanggal 1 19 70 48 22 68,57 31,43


Tanggal 3 22 62 38 24 61,29 38,71
Tanggal 4 18 54 33 21 61,11 38,89
Tanggal 5 30 79 42 37 53,16 46,84
Tanggal 6 26 102 82 20 80,39 19,61
Tanggal 7 18 43 28 15 65,12 34,88
Tanggal 8 12 31 21 10 67,74 32,26
Total 145 441 292 149 66,21 33,79
Ket : F : Jumlah resep fornas.
%F : Persentase penggunaan resep fornas.
NF : Jumlah resep non fornas.
%NF : Persentase penggunaan resep non fornas.

15
16

Berdasarkan data pada Tabel V.1 jumlah lembar resep yang diambil selama
penelitian adalah 145 lembar resep dengan jumlah resep obat sebanyak 441, dimana
jumlah resep obat yang sesuai dengan fornas sebanyak 292 dengan persentase 66,21%,
sedangkan yang tidak sesuai dengan fornas sebanyak 149 dengan persentase 33,79%.
Hal ini menunjukan bahwa penulisan resep pada pasien BPJS rawat jalan oleh dokter di
salah satu Rumah Sakit Swasta di Kota Bandung sebagian besar telah sesuai dengan
fornas. Namun tidak sedikit juga resep yang tidak sesuai dengan fornas (non fornas), ini
dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya kurangnya komunikasi antara dokter
penulis resep dengan bagian farmasi di rumah sakit, dokter tidak mau mengganti obat
yang telah diresepkannya, kurangnya persediaan obat di rumah sakit sehingga obatnya
harus diganti.

Tanggal 8 67.74 32.26

Tanggal 7 65.12 34.88

Tanggal 6 80.39 19.61

Tanggal 5 53.16 46.84


% Fornas
Tanggal 4 61.11 38.89 % Non Fornas

Tanggal 3 61.29 38.71

Tanggal 1 68.57 31.43

0% 20% 40% 60% 80% 100%


Persentase Penggunaan Resep

Gambar V.1 Jumlah resep obat fornas dan non fornas

Data pada Gambar V.1 merupakan jumlah resep obat fornas dan non fornas per
tanggal resep. Jika dilihat dari gambar diatas, dapat diketahui bahwa penulisan resep
pasien BPJS lebih dari 50% sesuai dengan fornas. Kesesuaian penulisan resep dengan
fornas penting dilakukan karena dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
dan efisiensi biaya pengobatan, khususnya pada pasien BPJS Kesehatan.
17

Penulisan resep obat fornas terbanyak adalah pada tanggal 6 Agustus yaitu
mencapai 80,39%, hal ini dikarenakan jumlah resep obat pada tiap lembar resep yang
ditulis oleh dokter banyak. Sedangkan penulisan resep obat fornas yang paling sedikit
adalah pada tanggal 5 Agustus yaitu hanya 53,16%, ini dikarenakan jumlah resep obat
pada tiap lembar resep yang ditulis oleh dokter sedikit.

1% 1%1% 0% 0% 0% 1%
1%
1%
1%

5%
5% 25%

5%

9%

13%
9%

11% 12%

Kardiovaskular Sistem Saraf Pusat


Saluran Cerna Antiinfeksi
Vitamin & Mineral Saluran Nafas
Hormon, Obat Endokrin Antialergi
Elektrolit, Kalori, Keseimbangan Air Obat yg mempengaruhi Darah
Obat yg mempengaruhi Tulang Psikofarmaka
Anastetik Relaksan Otot
Obat untuk Mata Obat untuk THT
Obat Topikal Kulit Obat untuk Gigi & Mulut
Lain-lain

Gambar V.2 Jumlah resep obat berdasarkan kelas terapi


dan sub kelas terapi

Berdasarkan data pada Gambar V.2 dapat diketahui bahwa dari seluruh resep yang
telah dikumpulkan dan diuji terdapat 19 golongan obat berdasarkan kelas terapi dan sub
kelas terapi, dimana terdapat beberapa resep obat yang sesuai dengan fornas dan non
fornas. Jumlah obat kardiovaskular 24,72%, obat sistem saraf pusat 13,15%, obat
saluran cerna 11,79%, antiinfeksi 11,34%, vitamin dan mineral 8,84%, obat saluran
nafas 8,62%, hormon-obat endokrin 5,54%, antialergi 5,22%, elektrolit-kalori-
keseimbangan air 4,54%, obat yang mempengaruhi darah 0,91%, obat yang
18

mempengaruhi tulang 0,91%, psikofarmaka 0,68%, anestetik0,68%, relaksan otot


0,68%, obat untuk mata 0,68%, obat untuk THT 0,45%, obat topikal kulit 0,45%, obat
untuk gigi dan mulut 0,23% dan lain-lain 0,68%.
Resep obat yang paling banyak diresepkan oleh dokter adalah golongan obat
kardiovaskular 24,72%, obat sistem saraf pusat 13,15% dan obat saluran cerna
11,79%.

% Fornas % Non Fornas

Lain-lain 0 100
Obat untuk Gigi & Mulut 0 100
Obat Topikal Kulit 100 0
Obat untuk THT 50 50
Obat untuk Mata 0 100
Relaksan Otot 0 100
Anastetik 100 0
Psikofarmaka 100 0
Kelas Terapi

Obat yg mempengaruhi Tulang 0 100


Obat yg mempengaruhi Darah 75 25
Elektrolit, Kalori, Keseimbangan Air 75 25
Antialergi 78.26 21.74
Hormon, Obat Endokrin 62.5 37.5
Saluran Nafas 52.63 47.37
Vitamin & Mineral 15.38 84.62
Antiinfeksi 92 8
Saluran Cerna 65.38 34.62
Sistem Saraf Pusat 50 50
Kardiovaskular 88.99 11.01
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Persentase Penggunaan Resep

Gambar V.3 Jumlah resep fornas dan non fornas berdasarkan kelas terapi
dan sub kelas terapi

Berdasarkan data pada Gambar V.3 dapat diketahui bahwa obat kardiovaskular
fornas 88,99% dan non fornas 11,01%, antiinfeksi fornas 92% dan non fornas 8%, obat
saluran cerna fornas 65,38% dan non fornas 34,62%, obat sistem saraf pusat fornas 50%
dan non fornas 50%, obat saluran nafas fornas 52,63% dan non fornas 47,37%,
antialergi fornas 78,26% dan non fornas 21,74%, hormon-obat endokrin fornas 62,50%
dan non fornas 37,50%, elektrolit-kalori-keseimbangan air fornas 75% dan non fornas
25%, vitamin dan mineral fornas 15,38% dan non fornas 84,52%, obat yang
19

mempengaruhi darah fornas 75% dan non fornas 25% serta obat untuk THT fornas 50%
dan non fornas 50%.
Untuk golongan obat psikofarmaka, anastetik dan obat topikal kulit merupakan
resep obat yang sesuai dengan fornas, sedangkan untuk golongan obat yang
mempengaruhi tulang, relaksan otot, obat untuk mata, obat gigi dan mulut, golongan
obat lain-lain merupakan resep non fornas.

2% 1% 1% 1% 1% 0%

5%
5%
33%
6%

7%

10%

16%
12%

Kardiovaskular Antiinfeksi
Saluran Cerna Sistem Saraf Pusat
Saluran Nafas Antialergi
Hormon, Obat Endokrin lain Elektrolit, Kalori, Keseimbangan Air
Vitamin & Mineral Obat yg mempengaruhi Darah
Psikofarmaka Anastetik
Obat Topikal Kulit Obat THT

Gambar V.4 Jumlah resep fornas berdasarkan kelas terapi


dan sub kelas terapi

Berdasarkan data pada Gambar V.4 dapat diketahui bahwa jumlah resep fornas
terdapat 14 golongan obat berdasarkan kelas terapi yang terdiri dari obat kardiovaskular
33,22%, antiinfeksi 15,75%, obat saluran cerna 11,64%, obat sistem saraf pusat 9,93%,
obat saluran nafas 6,85%, antialergi 6,16%, hormon-obat endokrin 5,14%, elektrolit-
kalori-keseimbangan air 5,14%, vitamin dan mineral 2,05%, obat yang mempengaruhi
20

darah 1,03%, psikofarmaka 1,03%, anastetik 1,03%, obat topikal kulit 0,68% dan obat
untuk THT 0,34%.
Jumlah resep fornas yang paling banyak diresepkan oleh dokter adalah golongan
obat kardiovaskular 33,22%, antiinfeksi 15,75% dan obat saluran cerna 11,64%.

2% 1% 1% 1% 2%
2%
3%
3%
3% 22%

3%

6%

8%
19%

12%
12%

Vitamin & Mineral Sistem Saraf Pusat


Saluran Cerna Saluran Nafas
Kardiovaskular Hormon, Obat Endokrin
Antialergi Elektrolit, Kalori, Keseimbangan Air
Obat yg Mempengaruhi Tulang Antiinfeksi
Relaksan Otot Obat Untuk Mata
Obat Untuk THT Obat yg Mempengaruhi Darah
Obat untuk Gigi & Mulut Lain-lain

Gambar V.5 Jumlah resep non fornas berdasarkan kelas terapi


dan sub kelas terapi

Berdasarkan data pada Gambar V.5 diketahui bahwa jumlah resep non fornas
terdapat 16 golongan obat berdasarkan kelas terapi yang terdiri dari obat vitamin dan
mineral 22,15%, obat sistem saraf pusat 19,46%, obat saluran cerna 12,08%, obat
saluran nafas 12,08%, obat kardiovaskular 8,05%, hormon-obat endokrin 6,04%,
antialergi 3,36%, elektrolit-kalori-keseimbangan air 3,36%, obat yang mempengarui
tulang 2,68%, antiinfeksi 2,68%, relaksan otot 2,01%, obat untuk mata 2,01%, obat
21

untuk THT 0,67%, obat yang mempengaruhi darah 0,67%, obat untuk gigi dan mulut
0,67% dan obat lain-lain 2,01%.
Jumlah resep non fornas yang paling banyak diresepkan oleh dokter adalah
golongan obat vitamin dan mineral sebanyak 22,15%, obat sistem saraf pusat sebanyak
19,46% dan obat saluran cerna sebanyak 12,08%. Golongan obat vitamin dan mineral
yang diresepkan oleh dokter kebanyakan obat dalam bentuk kombinasi contohnya
neurobion 5000 (vit-B1, vit-B6, vit-B12), sehingga obat tersebut tidak terdapat dalam
fornas, karena fornas hanya memuat obat vitamin dalam bentuk zat aktif tunggal
contohnya vitamin B6. Begitu pula dengan obat sistem saraf pusat dan saluran cerna
banyak dokter menuliskan resep non fornas. Ini dikarenakan beberapa hal, diantaranya
untuk meningkatkan kerja obat, obat dengan zat aktif tunggal kurang efektif untuk
menyembuhkan/mengurangi rasa sakit dan kemungkinan obat yang diresepkan oleh
dokter tidak tersedia sehingga obat tersebut harus diganti dengan obat lain yang diluar
fornas.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil data yang diperoleh selama penelitian di salah satu Rumah
Sakit Swasta di Kota Bandung tentang kesesuaian penulisan resep dengan formularium
nasional pada pasien BPJS rawat jalan shift sore, dapat disimpulkan bahwa :
1. Persentase kesesuaian penulisan resep dengan formularium nasional pada
pasien BPJS rawat jalan shift sore disalah satu Rumah Sakit Swasta di Kota
Bandung yaitu mencapai 66,21%.
2. Resep obat terbanyak yang digunakan pada pasien BPJS rawat jalan shift sore
di salah satu Rumah Sakit Swasta Kota Bandung yaitu obat kardiovaskular
24,72%, obat sistem saraf pusat 13,15% dan obat saluran cerna 11,79%.
Resep fornas yang paling banyak digunakan adalah obat kardiovaskular
33,22%, antiinfeksi 15,75% dan obat saluran cerna 11,64%. Sedangkan resep
non fornas yang paling banyak digunakan adalah obat vitamin dan mineral
sebanyak 22,15%, obat sistem saraf pusat sebanyak 19,46% dan obat saluran
cerna sebanyak 12,08%.

VI.2 Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa dokter harus meningkatkan
kepatuhannya dalam menuliskan resep yang sesuai dengan formularium nasional,
khususnya untuk pasien BPJS Kesehatan, sehingga keamanan, mutu, manfaat dalam
pelayanan kesehatan dapat tercapai.

22
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, Wiku. 2009. Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang


Sistem Jaminan Sosial Nasional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun


2009 Tentang Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun


2009 Tentang Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun


2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2013. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 312/MENKES/SK/IX/2013 tentang Daftar Obat Esensial Nasional.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2013. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


328/MENKES/SK/VIII/2013 tentang Formularium Nasional. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2013. Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 71 Tahun


2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2014. Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Nomor HK.02.03/III/1346/2014 tentang Pedoman Penerapan
Formularium Nasional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 Tahun


2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Jas, Admar. 2009. Perihal Resep & Dosis serta Latihan Menulis Resep Ed 2. Medan :
Universitas Sumatera Utara Press, 14.

23
24

Siregar, C.J.P. 2003. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 25-26.

World Health Organization, Management Sciences of Health. 2003. Drug and


Therapeutics Committees : A Practical Guide. Departement Of Essential Drugs
and Medicine Policy Ganewa, Switzerland.
LAMPIRAN 1
JUMLAH RESEP OBAT BERDASARKAN KELAS TERAPI DAN SUB KELAS
TERAPI

Tabel V.2
Jumlah Resep Obat Berdasarkan Kelas Terapi Dan Sub Kelas Terapi
No. Kelas Terapi Sub Kelas Terapi ∑ % F %F NF %NF
1 Obat Kardiovaskular Antihipertensi 52 11,79 52 47,71 0 0
Antiagregasi Platelet 30 6,80 30 27,52 0 0
Antiaritmia 8 1,81 8 7,34 0 0
Antihiperlipidemia 7 1,59 7 6,42 0 0
Vasodilator 5 1,13 0 0 5 4,59
Penurun Kolesterol 7 1,59 0 0 7 6,42
109 24,72 97 88,99 12 11,01
2 Obat Sistem Saraf Pusat Analgesik Non Narkotik 28 6,35 23 39,66 5 8,62
Antipirai 14 3,17 1 1,72 13 22,41
Antiepilepsi-Antikonvulsi 14 3,17 5 8,62 9 15,52
Antimigren-Antivertigo 2 0,45 0 0 2 3,45
58 13,15 29 50 29 50
3 Obat Saluran Cerna Antasid dan Antiulkus 34 7,71 29 55,77 5 9,62
Antiemetik 2 0,45 1 1,92 1 1,92
Obat Diare 4 0,91 2 3,85 2 3,85
Obat Untuk Antiinflamasi 1 0,23 1 1,92 0 0
Lain-Lain 10 2,27 1 1,92 9 17,31
Antispasmodik 1 0,23 0 0 1 1,92
52 11,79 34 65,38 18 34,62
4 Antiinfeksi Antibiotik 32 7,26 30 60 2 4
Antituberkulosis 17 3,85 15 30 2 4
Antiseptik Saluran Kemih 1 0,23 1 2 0 0
50 11,34 46 92 4 8
5 Vitamin dan Mineral - 39 8,84 6 15,38 33 84,62
6 Obat Saluran Nafas Anti Asma 34 7,71 20 52,63 14 36,84
Mukolitik dan Ekspektoran 4 0,91 0 0 4 10,53
38 8,62 20 52,63 18 47,37
7 Hormon, Obat Endokrin Antidiabetes Oral 22 4,99 15 62,50 7 29,17
Tiroid dan Antitiroid 2 0,45 0 0 2 8,33
24 5,44 15 62,50 9 37,50
8 Antialergi Antialergi 23 5,22 18 78,26 5 21,74
9 Elektrolit, Kalori, Diuretik 12 2,72 12 60 0 0
Keseimbangan Air Pengganti Ion 8 1,81 3 15 5 25
20 4,54 15 75 5 25
10 Obat yg mempengaruhi Antianemi 2 0,45 2 50 0 0
Darah Antikoagulasi 2 0,45 1 25 1 25
4 0,91 3 75 1 25
11 Obat yg Mempengaruhi -
4 0,91 0 0 4 100
Tulang
12 Psikofarmaka Antidepresi dan Antimania 3 0,68 3 100 0 0
13 Anastetik Anastetik Lokal 3 0,68 3 100 0 0
14 Relaksan Otot - 3 0,68 0 0 3 100
15 Obat Untuk Mata - 3 0,68 0 0 3 100

25
26

LAMPIRAN 1
(LANJUTAN)

Tabel V.2
(Lanjutan)
No. Kelas Terapi Sub Kelas Terapi ∑ % F %F NF %NF
16 Obat Untuk THT Antibakteri Topikal 2 0,45 1 50 1 50
17 Obat Topikal Kulit Antiinflamasi dan
2 0,45 2 100 0 0
Antiprulitik
18 Obat untuk Gigi dan -
1 0,23 0 0 1 100
Mulut
19 Lain-lain - 3 0,68 0 0 3 100
Jumlah 441 5,26 292 52,90 149 47,10
Ket : ∑ : Jumlah resep obat berdasarkan kelas terapi.
% : Persentase penggunaan obat terhadap total resep.
F : Jumlah resep fornas berdasarkan kelas terapi.
%F : Persentase penggunaan resep fornas terhadap masing-masing jumlah
resep obat
NF : Jumlah resep non fornas berdasarkan kelas terapi.
%NF : Persentase penggunaan resep non fornas terhadap masing-masing
jumlah resep obat.
LAMPIRAN 2
JUMLAH RESEP FORNAS BERDASARKAN KELAS TERAPI DAN SUB
KELAS TETAPI

Tabel V.3
Jumlah Resep Fornas Berdasarkan Kelas Terapi Dan Sub Kelas Terapi
No. Kelas Terapi Sub Kelas Terapi ∑ %
1 Obat Kardiovaskular Antihipertensi 52 17,81
Antiagregasi Platelet 30 10,27
Antiaritmia 8 2,74
Antihiperlipidemia 7 2,40
97 33,22
2 Antiinfeksi Antibiotik 30 10,27
Antituberkulosis 15 5,14
Antiseptik Saluran Kemih 1 0,34
46 15,75
3 Obat Saluran Cerna Antasid dan Antiulkus 29 9,93
Antiemetik 1 0,34
Obat Diare 2 0,68
Obat Untuk Antiinflamasi 1 0,34
Lain-Lain 1 0,34
34 11,64
4 Obat Sistem Saraf Pusat Analgesik Non Narkotik 23 7,88
Antipirai 1 0,34
Antiepilepsi-Antikonvulsi 5 1,71
29 9,93
5 Obat Saluran Nafas Anti Asma 20 6,85
6 Antialergi Antialergi 18 6,16
7 Hormon, Obat Endokrin Antidiabetes Oral 13 4,45
Tiroid dan Antitiroid 2 0,68
15 5,14
8 Elektrolit, Kalori, Keseimbangan Diuretik 12 4,11
Air Pengganti Ion 3 1,03
15 5,14
9 Vitamin dan Mineral - 6 2,05
10 Obat yg mempengaruhi Darah Antianemi 2 0,68
Antikoagulasi 1 0,34
3 1,03
11 Psikofarmaka Antidepresi dan Antimania 3 1,03
12 Anastetik Anastetik Lokal 3 1,03
13 Obat Topikal Kulit Antiinflamasi dan Antiprulitik 2 0,68
14 Obat THT Obat THT 1 0,34
292 100
Ket : ∑ : Jumlah resep fornas berdasarkan kelas terapi.
% : Persentase penggunaan obat terhadap total resep fornas.

27
LAMPIRAN 3
JUMLAH RESEP NON FORNAS BERDASARKAN KELAS TERAPI DAN SUB
KELAS TERAPI

Tabel V.4
Jumlah Resep Non Fornas Berdasarkan Kelas Terapi Dan Sub Kelas Terapi
No. Kelas Terapi Sub Kelas Terapi ∑ %
1 Vitamin dan Mineral - 33 22,15
2 Obat Sistem Saraf Pusat Analgetik 5 3,36
Antipirai 13 8,72
Antiepilepsi-Antipirai 9 6,04
Antimigren-Antivertigo 2 1,34
29 19,46
3 Obat Saluran Cerna Antasida dan Antiulkus 5 3,36
Antiemetik 1 0,67
Obat Diare 2 1,34
Lain-Lain 9 6,04
Antispasmodik 1 0,67
18 12,08
4 Obat Saluran Nafas Antiasma 14 9,40
Mukolitik &Ekspektoran 4 2,68
18 12,08
5 Obat Kardiovaskular Vasodilator 5 3,36
Penurun Kolesterol 7 4,70
12 8,05
6 Hormon, Obat Endokrin Antidiabetes Oral 9 6,04
7 Antialergi - 5 3,36
8 Elektrolit, Kalori, Keseimbangan -
Air 5 3,36
9 Obat yg Mempengaruhi Tulang - 4 2,68
10 Antiinfeksi Antibiotik 2 1,34
Antituberkulosis 2 1,34
4 2,68
11 Relaksan Otot - 3 2,01
12 Obat Untuk Mata - 3 2,01
13 Obat Untuk THT Antibakteri Topikal 1 0,67
14 Obat yg Mempengaruhi Darah Antikoagulan 1 0,67
15 Obat untuk Gigi dan Mulut - 1 0,67
16 Lain-lain - 3 2,01
149 100
Ket: ∑ : Jumlah resep non fornas berdasarkan kelas terapi.
% : Persentase penggunaan obat terhadap total resep non fornas.

28

Anda mungkin juga menyukai