1. Cpd
2. Meu
3. Wfme
4. Skdi
5. Snppdi
6. Scl
7. Paradigma
8. Tutorial
9. Pbl
13. Anterior
14. Inferior
15. Distal
16. Sagital
17. EBM
MEU : Unit Kerja Arsitektur yang berperan dalam Pengelolaan kurikulum , Mencakup juga
Pengolaan Assesment , Pengembangan Sumber Daya Manusia Mencakup dosen, tutor dan
Instruktur serta Sarana dan Prasarana berkoordinasi dengan Prodi.
MEU : Unit Kerja fakultas yang bertugas Memikirkan, Merencanakan Bila Perlu Program serta
menilainya dan mengusulkan saran dalam pengembangan kurikulum pendidikan dokter
Kesimpulan MEU : Suatu unit yang mempunyai wewenang merancang, menetapkan dan
menyelenggarakan kurikulum pendidikan kedokteran.
WFME (World federation for Medical Education) : Organisasi non - Pemerintah yang peduli dengan
pendidikan dan pelatihan dokter seluruh dunia.
Kesimpulan: (organisasi non- pemerintah atau organisasi dunia yang peduli pada pendidikan dan
Pelatihan dokter agar Memenuhi Standar yg tepat dan ketat).
SNPPDI (Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia) : ini sebagai arah dan
dasar untuk mengembangkan kurikulum dan penyelenggaraan pendidikan tinggi serta
sebagai rujukan dalam melakukan akreditas.
Paradigma : cara pandang Seseorang Mengenai suatu pokok permasalahan yang bersifat
FundaMental untuk MeMahami suatu ilmu maupun keyakinan dasar yang menuntun
seseorang untuk bertindak dalam kehidupan sehari hari.
kesimpulan Paradigma : cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan
mempengaruhinya dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari hari.
SCL ( Student centered Learning) : Metode pembelajaran yang Menempatkan peran
siswa sebagai subjek pembelajaran. Metode SCL Memungkinan siswa belajar lebih aktif,
Mandiri dan menerapkan serta memahami materi belajar sesuai dengan kemampuan
individu masing masing.
Kesimpulan SCL : Metode pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa sehingga mahasiswa belajar
lebih aktif, dimana mahasiswa tidak hanya mengandalkan pengajaran atau penjelasan dari guru atau dosen.
Tutorial : Pembimbingan kelas oleh seorang Pengajar (tutor) untuk seorang mahasiswa
atau kelompok kecil Mahasiswa.
PBL (problem Based Learning): Salah satu strategi pembelajaran yang digunakan oleh
dosen atau guru dalam proses pembelajaran dengan menggunakan Masalah sebagai
langkah untuk mengumpulkan pengetahuan, sehingga dapat merangsang mahasiswa untuk
berpikir kritis dan belajar secara individu maupun kelompok kecil sampai Menemukan
solusi dari Masalah tersebut.(jurnal unpas)
PBL : Sebagai Pembelajaran berbasis Masalah yaitu Jenis Model Pembelajaran yg
Melibatkan mahasiswa dalam suatu kegiatan(kasus) untuk menghasilkan Suatu Solusi.
Kesimpulan PBL : Metode pembelajaran dimana mahasiswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah,
kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi atau solusi.
Seven jumps : sebuah metode problem Based Learning (PBL) yang sangat tepat digunakan untuk
pembelajaraan dalam menganalisis dan memecahkan sebuah kasus tersebut dengan tujuh langkah atau tahapan.
Tahapan-tahapannya terdiri dari terminologi,rumusan masalah,hipotesis,skema,learning objektif,belajar
mandiri, dan sharing information.
kesimpulan seven jumps : metode PBL (Problem Based Learning) yang sangat tepat digunakan untuk
menganalisis dan memecahkan sebuah kasus (masalah)
Teamwork: De Janaz (2006) mendefinisikan teamwork adalah kemampuan individu untuk melakukan
kerjasama dengan baik dalam mencapai maksud dan tujuan tim serta para anggotanya mampu berpartisipasi di
dalam tim dan memperoleh kepuasan di dalam tim tersebut, dengan ciri memiliki tujuan, memahami peran dan
tugas, saling percaya dan mendukung serta bertanggung jawab dalam menjalankan tugas-tugas untuk mencapai
tujuan bersama.
Kesimpulan teamwork: Kemampuan kelompok untuk bekerja sama dengan baik dalam mencapai tujuan
bersama.
Anterior : Bagian depan suatu organ atau lebih dekat ke depan.
Inferior :merupakan struktur anatomi yang terdapat di bagian bawah atau letaknya lebih rendah dari
suatu organ.
Distal : istilah anatomi/morfologi yang berarti menjauhi. Maksudnya jauh dari poros dan berlawanan
dengan proksimal.
Sagital : Bidang anatomi yang membagi tubuh menjadi bagian kanan dan kiri serta membagi tubuh
menjadi dua bagian dari titik tertentu (tidak membagi tepat dua bagian). Bidang ini sejajar dengan bidang
median
Kesimpulan sagital: bidang yang membagi tubuh menjadi 2 bagian dari titik tertentu seperti bagian kiri dan
kanan.
EBM: Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medis yang didasarkan pada bukti-
bukti terkini untuk kepentingan kesehatan penderita.
EBM: pendekatan praktik medis yang dimaksud untuk mengoptimalkan pengambilan keputusan dengan
menekankan penggunaan bukti dari penelitian yang dirancang dengan baik dan dilakukan dengan baik.
Kesimpulan EBM:
EBM merupakan pendekatan suatu medis yg mengoptimalkan pengambilan keputusan yg didasarkan
pada bukti untuk kepentingan Kesehatan penderita.
JUMP 4 :SKEMA
1. CPD
2. SKDI
3. EBM
4. SCL
5. PBL
6. WFME
7. TEAMWORK
8. LEADERSHIP
9. SEJARAH KURIKULUM
10. SELF ASSASMENT
CPD – Continuing Professional Development – atau Pengembangan Profesional Berkelanjutan adalah cara yang
profesional untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan.
Pencapaian CPD harus melibatkan pendekatan terstruktur untuk belajar yang meliputi pengetahuan, ketrampilan
dan pengalaman praktis. CPD penting untuk :
1. Meningkatkan kompetensi profesional Anggota baik keuntungan sendiri, klien, pengusaha dan
masyarakat umum
2. Mempertahankan kompetensi Anggota secara profesional
3. Mematuhi peraturan yang berlaku di bidang profesi surveying
4. Memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk bidang bisnis lainnya
5. Memperoleh keterampilan yang dibutuhkan untuk promosi , seperti keahlian manajemen
6. Meningkatkan perkembangan keahlian dan pengetahuan anggota serta kemajuan teknologi dibidang
surveying
KEGIATAN YANG DAPAT DIPERHITUNGKAN DALAM CPD POINT
Berbagai aktivitas dapat memenuhi syarat sebagai CPD sesuai dengan bidang keahlian masing masing anggota,
karena sistem ini didasarkan pada penilaian personal dan Anggota harus memutuskan mana yang paling sesuai
dengan kebutuhan.
Kegiatan CPD meliputi kegiatan-kegaitan dibawah ini yang telah mendapat akreditasi kegiatan CPD dari ISI yang
diumumkan melalui website resmi ISI sebagai berikut :
1. Kursus professional
2. Kursus/Belajar pada lembaga Nasional/Internasional yang telah terdaftar/terakreditasi/terukur
3. Seminar yang berkaitan dengan kegiatan
4. On Job Training
5. Informal Seminar
6. Knowledge sharing
Sub Bidang keahlian untuk penilaian CPD Poin terbagi dalam beberapa keahlian sebagai berikut :
1. Bidang Terestris
2. Bidang Hidrografi
3. Bidang Fotogrametri
4. Bidang Penginderaan Jauh (Remote Sensing)
5. Bidang Sistem Informasi Geografis
6. Bidang Kartografi
7. Bidang Kewilayahan
SYARAT CPD
Persyaratan CPD adalah sebagai berikut :
Evaluasi poroses penatalaksanaan penyakit atau masalahpasien anda. Apakah berhasil atau masih memerlukan
tindakan lain.
SCL
Santoso (2011) menuliskan bahwa pembelajaran StudentCentered Learning (selanjutnya disingkat SCL)
menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu, menjanjikan model belajar yang menggali motivasi
intrinsik untuk membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar. Model belajar ini sekaligus dapat
mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan,
rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, kemampuan berkomunikasi dan bekerja
dalam tim, keahlian teknis, serta wawasan globaluntuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan
perkembangan (2006). Paradigma pembelajaran SCL, dosen hanya sebagai fasilitator dan motivator dengan
menyediakan beberapa strategi belajar yang memungkinkan mahasiswa (bersama dosen) memilih, menemukan dan
menyusun pengetahuan serta cara mengembangkan ketrampilannya (method of inquiry and discovery). Pada SCL,
ilmu pengetahuan tidak lagi dianggap statik tetapi dinamis dimana peserta didik secara aktif mengembangkan
ketrampilan dan pengetahuannya artinya siswa secara aktif
menerima pengetahuan tidak lagi pasif. Dengan demikian sangat mungkin nantinya siswa didik menjadi lebih
pintar dari gurunya (tidak seperti film silat jaman dahulu dimana murid selalu kalah dari gurunya) apabila sang
guru tidak aktif mengembangkan pengetahuannya. SCL tidak melupakan peran dosen, dalam SCL dosen masih
memiliki peran seperti (1) bertindak sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran; (2) mengkaji
kompetensi matakuliah yang perlu dikuasai mahasiswa di akhir pembelajaran; (3) merancang strategi dan
lingkungan pembelajaran dengan menyediakan berbagaipengalaman belajar yang diperlukan mahasiswa dalam
rangka mencapai kompetensi yang dibebankan pada matakuliah yang diampu; (4) membantu mahasiswa
mengakses informasi, menata dan memprosesnya untuk dimanfaatkan dalam memecahkan permasalahan nyata; (5)
mengidentifikasi dan menentukan pola penilaian hasil belajar mahasiswa yang relevan dengan kompetensinya.
Sementara itu, peran yang harus dilakukan mahasiswa dalam pembelajaran SCL adalah (1) mengkaji kompetensi
matakuliah yang dipaparkan dosen; (2) mengkaji strategi pembelajaran yang ditawarkan dosen; (3) membuat
rencana pembelajaran untuk matakuliah yang diikutinya; (4) belajar secara aktif (dengan cara mendengar,
membaca, menulis, diskusi, dan terlibat dalam pemecahan masalah serta lebih penting lagi terlibat dalam kegiatan
berfikir; (5) tingkat tinggi seperti analisis, sintesis dan evaluasi), baik secara individu maupun berkelompok; (6)
mengoptimalkan kemampuan dirinya.
WFME
Latar Belakang: Pada tahun 2003, World Federation for Medical Education (WFME) menerbitkan Trilogy of
Global Standards for Quality Improvement of Medical Education, yang mencakup ketiga fase pendidikan
kedokteran. Tujuannya adalah untuk menyediakan instrumen yang akan digunakan oleh sekolah kedokteran dan
otoritas yang bertanggung jawab dalam penjaminan mutu dan peningkatan pendidikan kedokteran. Standar direvisi
pada tahun 2015. Hasil: Makalah ini mengulas 29 artikel yang diterbitkan berkaitan dengan penggunaan praktis
dan analisis standar. 21 makalah berurusan dengan pendidikan kedokteran dasar, enam dengan pendidikan
kedokteran pascasarjana dan dua dengan CPD. Kesimpulan: Disimpulkan bahwa menggunakan standar WFME
dapat menjadi usaha yang menguntungkan dengan dampak yang terdokumentasi. Standar harus digunakan
sebagaimana dimaksud, yaitu sebagai template yang dimodifikasi dengan spesifikasi lokal. [ABSTRAK DARI
PENULIS]
Hak Cipta Guru Kedokteran adalah milik Taylor & Francis Ltd dan isinya tidak boleh disalin atau diemail ke
beberapa situs atau diposting ke listserv tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta. Namun, pengguna dapat
mencetak, mengunduh, atau mengirim email artikel untuk penggunaan individu. Abstrak ini dapat diringkas. Tidak
ada jaminan yang diberikan tentang keakuratan salinan. Pengguna harus merujuk ke versi asli materi yang
diterbitkan untuk abstrak lengkap. (Hak cipta berlaku untuk semua Abstrak.)
Afiliasi Penulis:
1Fakultas Ilmu Kesehatan, Kantor Federasi Pendidikan Kedokteran Dunia (WFME), Universitas Kopenhagen,
Kopenhagen, Denmark
Tambahan icut:
Program WFME memiliki 3 tujuan utama yaitu
1. Untuk merangsang otoritas, organisasi, dan lembaga yang memiliki tanggung jawab untuk pendidikan
kedokteran
2. Membangun sistem evaluasi nasional atau internasional, akreditas, dan pengakuan lembaga dan proganm
pendidikan medis untuk memastikan standar kualitas minimum program
3. Menjaga praktik dalam kedokteran tenaga medis dalam konteks peningkatan internasional
Leadership - Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-
orang dalam kelompok. Kepemimpinan berarti melibatkan orang lain, yaitu bawahan atau karyawan yang dipimpin
(Sunarto,2005) - Jersey, Blanchard dan Natemayer (Thoha,2010) mengatakan bahwa seorang pemimpin
seharusanya tidak hanya menilai perilakunya sendiri untuk mempengaruhi orang lain, tetapi juga harus mengerti
posisi mereka dan bagaimana cara menggunakan kekuasaan untuk mempengaruhi orang lain sehingga
menghasilkan kepemimpinan yang kuat. - Efektifitas perilaku kepemimpinan Tim dapat dilihat dari: (1) Perilaku
yang berorientasi pada tugas dan memandu anggota dalam menetapkan sasaran kinerja yang tinggi tetapi realistis,
(2) Perilaku yang berorientasi hubungan dan memperlihatkan kepercayaan, bertindak ramah, perhatian, dan
memahami anggota, (3) Kepemimpinan yang partisipatif guna memudahkan partisipasi anggota dalam
pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama dan memudahkan pemecahan konflik
Teamwork
Keterampilan untuk bisa bekerja sama di dalam sebuah tim adalah salah satu soft skill yang harus dimiliki oleh
setiap karyawan yang ada pada sebuah perusahaan. Hal ini sangat penting, mengingat untuk mencapai tujuan
utama perusahaan diperlukan kerjasama yang kompak antar tiap individu. Jadi, hard skill yang dimiliki oleh setiap
tim saja tidak cukup untuk mencapai tujuan utama perusahaan.
Nah, dalam hal ini, teamwork adalah kemampuan tiap individu untuk bisa berkomunikasi, mendengar dan
melakukan pekerjaan secara lebih teratur dan juga terkoordinasi.
SEJARAH KURIKULUM
Setelah “Rentjana Pelajaran 1947”, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri
dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajarannya menunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar
satu mata pelajaran, (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995).
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia.
Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari
kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan 3 Istilah kurikulum pertama kali digunakan dalam
dunia olahraga pada zaman Yunani Kuno yang berasal dari kata curir dan curere . pada waktu itu kurikulum
diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Orang mengistilahkanya dengan tempat berpacu
atau tempat berlari dari mulai start sampai finish. Sejarah Kurikulum di Indonesia 51 Nur El-Islam, Volume 1,
Nomor 2, Oktober 2014 pada program Pancawardhana4 , yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/
artistik, keprigelan, dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk
Orde Lama. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya
untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok saja," .
Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik
beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan
diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan
kuat.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 19755 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. latar belakangi lahirnya
kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal
saat itu," Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI), yang dikenal dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan
pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum 4 Oemar Hamalik, Model-Model Pengembangan Kurikulum.
(Bandung: PPs Unversitas Pendidikan indonesia (UPI), 2004), 5 Winarno Surakhmad. Pendidikan Nasional
Strategi dan Tragedi. (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009), 69. Dalam catatannya menyebutkan bahwa
pada tahun 1947 diresmikan Rencana Pelajaran, yang kemudian menjadi Rencana Pelajaran Terurai (1952),
kemudian diganti Rencana Pendidikan (1964), yang kemudian diganti sebagai kurikulum 1968. Rencana pelajaran
1947, yang pertama bersifat nasional lahir dua tahun setelah kemerdekaan, tidak lain kecuali karena meniru dengan
penyesuaian rencana pelajaran sebelumnya yang masih bersifat kolonial. Pada tahap-tahap awal, dampak
perkembangan politik terasa dominan mempengaruhi perubahan kurikulum. Baru dengan lahirnya kurikulum 1975
kita saksikan perubahan rumusan kurikulum di Indonesia yang kurang terpengaruh pergolakan politik. Alhamuddin
Nur El-Islam, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2014 52 (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran,
alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk
menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
6. Kurikulum 1984
“Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum
1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Leaming (SAL). Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolahsekolah
yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak
sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa
berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.
Akhiran penolakan CBSA bermunculan.
7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum
1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan,
disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan
lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan
daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompokkelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim
Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal
sejumlah materi pelajaran saja.
8. Kurikulum 2004, “KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)”
Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK)6. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan
kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian
kompetensi; dan pengembangan pembelajaran. KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning
outcomes) dan keberagaman. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang 6 Wina Sanjaya.
(2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2005), Sejarah Kurikulum di Indonesia 53 Nur El-Islam, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2014 bervariasi,
sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Struktur
kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan
dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil
belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk
menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level
ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja
yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian. Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator.
Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah
mencapai hasil belajar yang diharapkan?”
9. Kurikulum 2006, “KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)”
Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji terbatas tersebut dihentikan. Dan
selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun
2006 tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum
2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan
dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan. Pada kurikulum 2006,
pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru
dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan
daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah
binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.
10. Kurikulum 2013
Pemerintah melakukan pemetaan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah diujicobakan pada tahun 2004
(curriculum based competency). Kompetensi dijadikan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk
mengembangkan berbagai ranah pendidikan; pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam seluruh jenjang dan jalur
pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Kurikulum 2013 berbasis kompetensi memfokuskan pada
pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup
sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga
pencapaianya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria
keberhasilan. Kegiatan pembelajaran Alhamuddin Nur El-Islam, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2014 54 perlu
diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkkat kompetensi minimal, agar
mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan
pengembangan bakat. Setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan
kemamapuan dan kecepatan belajar masing-masing.7 Tema utama kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan
Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui pengamatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
terintegrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam implementasi kurikulum, guru dituntut secara profesional
merancang pembelajaran secara efektif dan bermakna, mengorganisir pembelajaran, memilih pendekatan
pembelajaran yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara efektif, serta
menetapkan kriteria keberhasilan.
Self Assessment
Self Assessment adalah tindakan dalam menilai diri sendiri dan membuat keputusan untuk langkah
berikutnya. Evans menekankan bahwa SA tidak hanya berupa evaluasi diri tetapi harus disertai tindakan dan
penilaian SA harus berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Sementara Norcini berasumsi bahwa
SA merupakan evaluasi diri yang dilakukan oleh individu berdasarkan keyakinannya. Individu memilih hal-hal
yang dianggap penting untuk dievaluasi, menentukan bagaimana asesmen dilakukan dan menggunakan hasil
asesmen untuk menentukan kelebihan dan kelemahan dirinya sendiri. Pada dasarnya kedua defenisi ini memiliki
persamaan yaitu SA merupakan penilaian terhadap diri sendiri berdasarkan kriteria tertentu.
Sullivan dan Hall menyarankan agar SA diperkenalkan sejak awal dalam program pendidikan kedokteran
dengan tujuan, sebagai berikut:
l. Meningkatkan refleksi peforma peserta didik
2. Mengidentifikasi reaksi peserta didik terhadap SA
3. Mengevaluasi reliabilitas dari penilaian
4. Mengidentifikasi alasan kesenjangan hasil penilaian antara asesor dengan peserta didik yang dinilai.
Keempat tujuan di atas sangat diperlukan untuk mengasah ketrampilan peserta didik dalam melakukan
evaluasi diri karena ketrampilan tersebut merupakan dasar bagi calon profesional kesehatan untuk menentukan
program CPD di kemudian hari.