Anda di halaman 1dari 41

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto 53181


Telp. (0281) 636751, Fax (0281) 637239

BUKU PANDUAN TUTOR


SISTEM PENGLIHATAN
BLOK 10
Edisi Kedelapan

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022
BUKU PANDUAN TUTOR
SISTEM PENGLIHATAN
BLOK X
Edisi Ke Delapan

TIM PENYUSUN

Koordinator Kurikulum :
dr. Anis Kusumawati, M.Sc, M.Med.Ed

Koordinator Blok dan Kontributor :


dr. Dedeh Kurniasih, Sp.M

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022
DAFTAR ISI

JUDUL
TIM PENYUSUN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
METODE PEMBELAJARAN
SARANA DAN PRASARANA
METODE SEVEN JUMP
SKENARIO
LEMBAR EVALUASI TUTORIAL
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, dengan mengucap puji syukur


kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka atas rahmat-Nya terbitlah Buku Panduan Tutor
Blok Sistem Penglihatan. Buku ini ditujukan kepada tutor yang akan menjadi fasilitator
dalam suatu kelompok tutorial sehingga diharapkan buku ini dapat dijadikan pedoman
bagi tutor agar proses belajar dan mengajar menjadi lebih mudah.
Mudah-mudahan usaha kami ini dapat mencapai sasaran meskipun masih banyak
kekurangannya. Kritik dan saran yang membangun akan kami sambut dengan hati
terbuka. Terima kasih kami ucapkan kepada semua teman sejawat yang menerbitkan
buku Panduan Tutor Blok Sistem Penglihatan dan semua pihak yang membantu
terbitnya buku panduan ini.

Wassalamualaikum,

Februari 2022
PENDAHULUAN

Pembelajaran pada Blok Sistem Penglihatan untuk mengantarkan mahasiswa


memiliki kompetensi medis yang berhubungan dengan gangguan Penglihatan.
Penyusunan blok ini mengacu pada 7 area kompetensi : Komunikasi efektif,
Keterampilan Klinis, Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran, Pengelolaan Masalah
Kesehatan, Pengelolaan Informasi, Mawas Diri dan Pengembangan Diri, Etika, Moral,
Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien.
Tujuan akhir blok ini adalah agar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
blok mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis, patofisiologi, gambaran klinik
serta menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan gangguan sistim penglihatan
manusia dengan pendekatan kedokteran keluarga.
Tutor memegang peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Tutor
sebagai fasilitator diharapkan mampu membimbing mahasiswa berfikir lebih luas dan
komplek sehingga akan menghasilkan calon dokter yang siap pakai di masyarakat.
Kegiatan dalam blok sesuai dengan strategi SPICES (Student centered, Problem Based,
Integrated, Community Based, Early clinical expossure, Systematic), yang akan
dilaksanakan selama enam minggu : lima minggu kegiatan pembelajaran dan satu
minggu evaluasi.
METODE PEMBELAJARAN

1. Pembekalan
Pembekalan diberikan tiap hari sesuai dengan jadwal, bertujuan untuk
memberikan dasar pemahaman atau konsep ilmu tertentu atau bersifat sebagai
pengayaan ilmu bagi mahasiswa

2. Konsultasi Pakar
Kegiatan mahasiswa untuk berkonsultasi dengan pakar tentang masalah-
masalah yang mereka hadapi atau yang mereka ingin ketahui (yang muncul dalam
diskusi). Adapun teknis pelaksanaannya (jumlah mahasiswa, tempat dan waktu)
ditentukan sendiri oleh mahasiswa dengan pakar yang bersangkutan.

3. Belajar Mandiri
Belajar mandiri dijadwalkan untuk memberi kesempatan kepada mahasiswa
merangkum materi yang sudah diterima. Dengan mengacu pada tujuan
pembelajaran, mahasiswa diharapkan dapat memahami materi sesuai tujuan
pembelajaran yang sudah ditetapkan. Jika pada saat belajar mandiri ada materi
yang tidak dipahami, mahsiswa bisa berdiskusi dengan mahasiswa lain, mencari
referensi atau menanyakan saat konsultasi pakar.

4. Problem Based Learning (PBL)


Fokus utama Proses Kegiatan Belajar Berdasar Masalah (PBL) adalah
tutorial. Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (10 mahasiswa), masing-
masing dibimbing oleh seorang tutor. Pada saat kegiatan tutorial, mahasiswa
harus mengetahui tujuan pembelajaran dari setiap masalah kesehatan yang
dihadapi (TIU dan TIK) dan bersepakat bagaimana cara/ metode untuk mencapai
tujuan tersebut. Mahasiswa membutuhkan pengetahuan dan keterampilan (skill)
yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Mereka juga belajar
bagaimana bekerja sama sebagai suatu tim, saling membantu dan belajar dari
tugas-tugas yang diberikan. Kebiasaan belajar mandiri serta bersosial
memberikan dasar untuk kehidupan selanjutnya.
Pelaksanaan tutorial tersebut secara ringkas adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa dihadapkan pada suatu skenario yang berisi masalah-masalah
yang dapat memacu mahasiswa untuk mendapatkan informasi ilmiah.
b. Mahasiswa mencari kata-kata kunci/ istilah yang penting dalam setiap
skenario serta berusaha menggali pertanyaan/ masalah sebanyak mungkin
yang timbul setelah membaca dan memahami skenario.
c. Setiap mahasiswa berusaha memecahkan masalah yang ditemukan dengan
mencari dasar-dasar ilmiah, mengumpulkan data-data/ informasi yang sesuai
yang membantu meningkatkan pemahaman dan penerapan konsep-konsep
dasar yang ada.
d. Mahasiswa mendiskusikan berbagai informasi yang mereka dapat untuk
mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan akurat, sesuai dengan tujuan
pembelajaran (TIU/ TIK) dalam bentuk diskusi terarah (dengan tutor) maupun
diskusi mandiri (tanpa tutor) di dalam maupun di luar waktu yang telah
terjadwal.
e. Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam, mahasiswa bisa
mendapatkan informasi lain dengan mengikuti konsultasi pakar/ kuliah pakar.
Pada PBL, tutor berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran
mahasiswa. Tutor tidak harus seorang yang ahli (expert) mengenai masalah yang
dibahas dalam blok. Tutor memiliki peran yang sangat penting dalam membawa
kelompok mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu diperlukan
interaksi yang intensif antara tutor dan mahasiswa.
Untuk melaksanakan PBL, ada 7 langkah (seven jumps) yang bisa ditempuh
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ketujuh langkah tersebut adalah:
L-1 : Menjelaskan istilah dan konsep
L-2 : Menetapkan masalah
L-3 : Menganalisis masalah
L-4 : Menarik kesimpulan dari L-3
L-5 : Merumuskan sasaran/ sumber belajar
L-6 : Mengumpulkan informasi tambahan
L-7 : Mensintesis dan menguji informasi baru

5. Keterampilan Klinik (Skill Lab)


Skill lab bertujuan untuk melatih keterampilan klinis mahasiswa dengan
menggunakan model-model pembelajaran yang ada seperti manequine,
phantom, pasien stimulasi dan lain-lain. Kegiatan ini dilaksanakan secara dini,
kontinyu serta terintegrasi dalam setiap bloknya. Perlu diperhatikan bahwa
keterampilan klinis yang dipelajari dan dilatih dilaboratorium skill ini merupakan
salah satu kompertensi inti pendidikan dokter, sehingga mahasiswa perlu berlatih
terus menerus untuk menguasai suatu kompetensi yang ditentukan pada setiap
tahapan belajar baik selama jam kegiatan yang sudah terjadwal maupun diluar itu
dengan atau tanpa bantuan instruktur.

6. CD interaktif
Metode pemutaran CD interaktif bertujuan untuk memberikan gambaran
visual dari materi pembelajaran yang disesuaikan dengan blok yang berlangsung.
Pemutaran CD dilanjutkan dengan mendiskusikan visualisasi tersebut antara
dosen dan mahasiswa sehingga bisa didapatkan penggambaran yang menyeluruh
tentang materi yang ditayangkan.

SARANA DAN PRASARANA


- Staf Pengajar Sebagai Narasumber
- Tutor dengan Rasio 1 : 10
- Akses Internet
- Perpustakaan
- Ruang Diskusi (PBL)
- LCD Dan Laptop
- White Board

METODE SEVEN JUMP (TUJUH LANGKAH)


LANGKAH 1. Klarifikasi istilah/terminologi asing (yang tidak dimengerti)
§ Proses
Mahasiswa mengidentifikasi kata-kata yang maknanya belum jelas dan anggota
kelompok yang lain mungkin dapat memberikan definisinya. Semua mahasiswa
harus dibuat merasa aman, agar mereka dapat menyampaikan dengan jujur apa
yang mereka tidak mengerti.
§ Alasan
Istilah asing dapat menghambat pemahaman. Klarifikasi istilah walaupun hanya
sebagian bisa mengawali proses belajar.
§ Output tertulis
Kata-kata atau istilah yang tidak disepakati pengertiannya oleh kelompok
dijadikan tujuan pembelajaran (learning objectives)
LANGKAH 2. Menetapkan masalah
§ Proses
Ini merupakan sesi terbuka dimana semua mahasiswa didorong untuk
berkontribusi pendapat tentang masalah. Tutor mungkin perlu mendorong semua
mahasiswa untuk berkontribusi dengan cepat tetapi dengan analisis yang luas.
§ Alasan
Sangat mungkin setiap anggota kelompok tutorial mempunyai perspektif yang
berbeda terhadap suatu masalah. Membandingkan dan menyatukan pandangan
ini akan memperluas cakrawala intelektual mereka dan menentukan tugas
berikutnya.
§ Output tertulis
Daftar masalah yang akan dijelaskan
LANGKAH 3. Curah pendapat kemungkinan hipotesis atau penjelasan
§ Proses
Lanjutan sesi terbuka, tetapi sekarang semua mahasiswa mencoba
memformulasikan, menguji dan membandingkan manfaat relatif hipotesis
mereka sebagai penjelasan masalah atau kasus. Tutor mungkin perlu menjaga
agar diskusi berada pada tingkat hipotetis dan mencegah masuk terlalu cepat ke
penjelasan yang sangat detail. Dalam konteks ini:
a. Hipotesis berarti dugaan yang dibuat sebagai dasar penalaran tanpa asumsi
kebenarannya, ataupun sebagai titik awal investigasi
b. Penjelasan berarti membuat pengenalan secara detail dan pemahaman,
dengan tujuan untuk saling pengertian
§ Alasan
Ini merupakan langkah penting, yang mendorong penggunaan prior knowledge
dan memori serta memungkinkan mahasiswa untuk menguji atau
menggambarkan pemahaman lain; link dapat dibentuk antar item jika ada
pengetahuan tidak lengkap dalam kelompok. Jika ditangani dengan baik oleh
tutor dan kelompok, langkah ini akan membuat mahasiswa belajar pada tingkat
pemahaman yang lebih dalam.
§ Output tertulis
Daftar hipotesis atau penjelasan
LANGKAH 4. Menyusun penjelasan menjadi solusi sementara
§ Proses
Mahasiswa akan memiliki banyak penjelasan yang berbeda. Masalah dijelaskan
secara rinci dan dibandingkan dengan hipotesis atau penjelasan yang diajukan,
untuk melihat kecocokannya dan jika diperlukan eksplorasi lebih lanjut. Langkah
ini memulai proses penentuan tujuan pembelajaran (learning objectives), namun
tidak disarankan untuk menuliskannya terlalu cepat.
§ Alasan
Tahap ini merupakan pemrosesan dan restrukturisasi pengetahuan yang ada
secara aktif serta mengidentifikasi kesenjangan pemahaman. Menuliskan tujuan
pembelajaran terlalu cepat akan menghalangi proses berpikir dan proses
intelektual cepat, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terlalu melebar dan
dangkal.
§ Output tertulis
Pengorganisasian penjelasan masalah secara skematis yaitu menghubungkan ide-
ide baru satu sama lain, dengan pengetahuan yang ada dan dengan konteks yang
berbeda. Proses ini memberikan output visual hubungan antar potongan
informasi yang berbeda dan memfasilitasi penyimpanan informasi dalam memori
jangka panjang. (Perhatian: Dalam memori, unsur-unsur pengetahuan disusun
secara skematis dalam frameworks atau networks, bukan secara semantis seperti
kamus).
LANGKAH 5. Menetapkan Tujuan Pembelajaran
§ Proses
Anggota kelompok menyetujui seperangkat inti tujuan pembelajaran (learning
objectives) yang akan mereka pelajari. Tutor mendorong mahasiswa untuk fokus,
tidak terlalu lebar atau dangkal serta dapat dicapai dalam waktu yang tersedia.
Beberapa mahasiswa bisa saja punya tujuan pembelajaran yang bukan
merupakan tujuan pembelajaran kelompok, karena kebutuhan atau kepentingan
pribadi.
§ Alasan
Proses konsensus menggunakan kemampuan seluruh anggota kelompok (dan
tutor) untuk mensintesis diskusi sebelumnya menjadi tujuan pembelajaran yang
tepat dan dapat dicapai. Proses ini tidak hanya menetapkan tujuan pembelajaran,
akan tetapi juga mengajak semua anggota kelompok bersama-sama
menyimpulkan diskusi.
§ Output tertulis
Tujuan pembelajaran adalah output utama dari tutorial pertama. Tujuan
pembelajaran seharusya berupa isu yang ditujukan pada pertanyaan atau
hipotesis spesifik. Misalnya, "penggunaan grafik cantle untuk menilai
pertumbuhan anak" lebih baik dan lebih tepat daripada ”topik global
pertumbuhan”
LANGKAH 6. Mengumpulkan informasi dan belajar mandiri
§ Proses
Proses ini mencakup pencarian materi di buku teks, di literatur yang
terkomputerisasi, menggunakan internet, melihat spesimen patologis, konsultasi
pakar, atau apa saja yang dapat membantu mahasiswa memperoleh informasi
yang dicari. Kegiatan PBL yang terorganisir dengan baik meliputi buku program
atau buku blok yang memuat saran cara memperoleh atau mengontak sumber
pembelajaran spesifik yang mungkin sulit ditemukan atau diakses.
§ Alasan
Jelas bagian penting dari proses belajar adalah mengumpulkan dan memperoleh
informasi baru yang dilakukan sendiri oleh mahasiswa
§ Output tertulis
Catatan individual mahasiswa.
LANGKAH 7. Berbagi hasil mengumpulkan informasi dan belajar mandiri
§ Proses
Berlangsung beberapa hari setelah tutorial pertama (langkah 1-5). Mahasiswa
memulai dengan kembali ke daftar tujuan pembelajaran mereka. Pertama,
mereka mengidentifikasi sumber informasi individual, mengumpulkan informasi
dari belajar mandiri serta saling membantu memahami dan mengidentifikasikan
area yang sulit untuk dipelajari lebih lanjut (atau bantuan pakar). Setelah itu,
mereka berusaha untuk melakukan dan menghasilkan analisis lengkap dari
masalah.
§ Alasan
Langkah ini mensintesis kerja kelompok, mengkonsolidasi pembelajaran dan
mengidentifikasikan area yang masih meragukan, mungkin untuk studi lebih
lanjut. Pembelajaran pasti tidak lengkap (incomplete) dan terbuka (open-ended),
tapi ini agak hati-hati karena mahasiswa harus kembali ke topik ketika ’pemicu’
yang tepat terjadi di masa datang.
§ Output tertulis
Catatan individual mahasiswa.
Skenario 1

Kenapa mata anak saya dok?

Seorang anak usia 8 tahun dibawa ke Poliklinik Mata oleh orangtua nya dengan
keluhan kedua matanya merah, berair dan bengkak sejak 2 hari yang lalu. Selain itu
air mata nya merah seperti keluar darah dari kelopak matanya kemarin sore.
Sebelumnya sudah periksa ke bidan diberi obat tetes mata dan sirup, akan tetapi
keluhan belum membaik. Orangtua pasien merasa khawatir, sebelumnya anak nya
sedikit demam, riwayat batuk pilek disangkal. Pasien tidak mengeluhkan penglihatan
kabur. Teman-teman di sekolah nya ada yang mengalami keluhan serupa dengan
pasien. Riwayat alergi disangkal, asma disangkal, rhinitis disangkal. Kemudian dokter
melakukan pemeriksaan dan memberikan obat.

TUGAS MAHASISWA
a. Kerjakan secara mandiri step 1-5 (dari seven jump) dan tabel di logbook.
Logbook difoto lalu kirim ke grup WA tutor dan upload di e-learning
(maksimal Rabu, 16 Februari 2022 pukul 7.00 WIB)
• Step 1 Kata kunci dan klarifikasi istilah
• Step 2 Tetapkan masalah dari skenario
• Step 3 Brainstorm kemungkinan hipotesis
• Step 4 Jelaskan hipotesis di step 3 lebih detail dan buat koneksi dari
semua hipotesis (buat mind map)
• Step 5 Tulis topik apa saja yang harus dipelajari (learning objective)
• Referensi logbook minimal 5 (perhatikan keterbaruan sumber
pustaka).
• Belajar mandiri dan siapkan bahan untuk diskusi tutorial.
TOPIK
1. Pathogenesis infeksi Mata
2. Mata merah tanpa penurunan visus (tidak melibatkan media refrakta: kornea,
Humor aqous, Lensa dan Vitreous)
3. Konjungtivitis Viral (Adenovirus, Herves simplex virus, herpes zoster virus)
4. Konjungtivitis bakteri, alergi, penyebab lain

Skenario Kata kunci Daftar Diagnosis dan DD Rencana


masalah
Diagnosis Terapi
- Anak usia 8 tahun (Step 2) 1. Konjungtivitis et causa Anamnesis, Suportif
- Mata merah,
Viral (Adenovirus) pmx fisik,
lakrimasi, edema
- Mata merah seperti 2. Konjungtivitis HSV, Status
keluar darah HZV oftalmologi,
- Pandangan kabur
disangkal 3. Konjungtivitis et causa pemeriksaan
- Sedikit demam bakteri penunjang
- Batuk pilek
4. Konjungtivitis alergi yang diusulkan
disangkal
- Alergi, asma, untuk
rinithis disangkal menegakkan
- Teman pasien
mengalami keluhan diagnosis
serupa
- Dilakukan
pemeriksaan
- Diberikan terapi

TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa dapat menjelaskan anatomi, histologi organ mata dan adneksa mata
2. Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme perlindungan mata, patogenesis
infeksi mata
3. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor risiko infeksi mata luar
4. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi, etiologi, epidemiologi, diagnosis klinis
konjungtivitis dan penyebabnya berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
5. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan konjungtivitis (drug of choise,
rasional terapi berdasarkan penyebabnya)
6. Mahasiswa dapat menjelaskan komplikasi konjungtivitis
7. Mahasiswa dapat menjelaskan pencegahan komplikasi dan penularan
konjungtivitis di masyarakat

Seven Jump
Langkah 1: Kata kunci dan klarifikasi istilah yang tidak dimengerti
Respon tutor Respon mahasiswa Diskusi
Pemicu: Membuat daftar istilah Istilah:
Skenario tentang dari skenario yang perlu 1. Mata merah
konjungtivitis diklarifikasi definisinya 2. lakrimasi
3. mata bengkak/ edema
4. demam
5. rinithis
6. asma
7. alergi

Langkah 2: menetapkan definisi atau permasalahan yang tepat


Diskusi:
1. Mengapa mata merah, bengkak dan berair?
2. Apakah hubungan usia dengan keluhan yang dialami pasien?
3. Mengapa mata keluar darah dari konjungtiva?
4. Mengapa penglihatan tidak terganggu?
5. Apakah kemungkinan yang terjadi pada mata merah tersebut?
6. Bagaimana hasil pemeriksaan fisik dan status oftalmologi pada pasien?
7. Apakah diagnosis dan diagnosis banding?
8. Bagaimana tatalaksana yang tepat?
9. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi jika tidak diobati?

Langkah 3: curah pendapat kemungkinan hipotesis


Langkah 4: menyusun penjelasan sementara mengenai hipotesis secara
sistematis
Triger : (diberikan tutor sesuai permintaan mahasiswa berdasarkan hasil analisis)

Status oftalmologi:
ODS: Visus 6/6
Konjuntiva: injeksi(+), secret serous (+),
pseudomembran (+)
Kornea: jernih
Iris : kripte (+)
Pupil: bulat, sentral,ᴓ3mm, reflek pupil (+) Normal
Lensa : jernih
Pemeriksaan fisik: Suhu: 37.8 0C
Limfadenopati pre auricular (+)

Langkah 5 menentukan tujuan pembelajaran


1) Mahasiswa dapat menjelaskan anatomi bola mata dan adneksa mata
2) Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme perlindungan mata, patogenesis
infeksi mata
3) Mahasiswa dapat menjelaskan definisi, etiologi, epidemiologi, diagnosis klinis
konjungtivitis dan penyebabnya berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
4) Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan konjungtivitis (drug of choice,
rasional terapi berdasarkan penyebabnya)
5) Mahasiswa dapat menjelaskan komplikasi konjungtivitis
6) Mahasiswa dapat menjelaskan pencegahan komplikasi dan penularan
konjungtivitis di masyarakat
Langkah 6; mengumpulkan Informasi & belajar mandiri
Langkah 7: berbagi hasil belajar mandiri
Learning objektif:
1. Anatomi Bola Mata dan adneksa orbita
a. Anatomi Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian anterior bola
mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga terdapat bentuk
dengan dua kelengkungan berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga lapisan
jaringan, yaitu lapisan sklera yang bagian terdepannya disebut kornea, lapisan
uvea, dan lapisan retina. Di dalam bola mata terdapat cairan aqueous humor,
lensa dan vitreous humor.

Gambar1: anatomi bola mata


1) Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbi), dan konjungtiva forniks.

Gambar anatomi konjungtiva


2) Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk pada
mata. Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
3) Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya
dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.
Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada
sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai
tebal 550 μm dipusatnya, diameter horizontal sekitar 11,75 mm dan vertikal
10,6 mm. Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:
1) Epitel memeiliki tebal dari epitel ini adalah 50 μm. Epitel kornea
mempunyai lima lapis sel epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal,
sel poligonal, dan sel gepeng.
2) Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan
berasal dari bagian depan stroma.
3) Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri
atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian
perifer serta kolagen ini bercabang.
4) Membran Descemet merupakan membran aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea.
5) Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal dan
tebalnya 20-40 μm. Lapisan ini berperan dalam mempertahankan
deturgesensi stroma kornea.
Gambar anatomi kornea.
4) Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh kornea
dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai
permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di
tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk
mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara
otomatis dengan mengecilkan (miosis) atau melebarkan (midriasis) pupil.
2) Badan siliar
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi mengubah
tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk objek dekat
maupun jauh dalam lapang pandang. Badan siliar terdiri atas zona anterior
yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm) yang merupakan pembentuk
aqueous humor, dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm).
3) Koroid
Koroid merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan
sklera yang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah besar,
berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak
di bawahnya.
5) Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di
sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya terdapat
vitreous humor. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang
akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat
selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya.
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamela konsentris yang panjang. Lensa
ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai
zonula Zinii, yang tersusun dari banyak fibril yang berasal dari permukaan
badan siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
6) Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian
ke perifer menuju sudut bilik mata depan.
7) Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous humor
normalnya berkontak dengan struktur berikut: kapsul lensa posterior, serat-serat
zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi optici. Basis vitreous
mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup ke lapisan epitel pars
plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Vitreous humor mengandung air
sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang
memberi bentuk dan konsistensi mirip gel.
8) Retina
Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima
rangsangan cahaya. Lapisan retina mulai dari sisi luar sebagai berikut:
1) Epitel pigmen retina
2) Fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel kerucut.
3) Membran limitan eksterna
4) Lapisan nukleus luar merupakan susunan nukleus sel kerucut dan sel batang.
Keempat lapisan di atas avaskuler dan mendapat nutrisi dari kapiler koroid.
5) Lapisan pleksiform luar merupakan lapisan aselular tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6) Lapisan nukleus dalam terdiri dari tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller serta didarahi oleh arteri retina sentral.
7) Lapisan pleksiform dalam merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel bipolar
dan sel amakrin dengan sel ganglion.
8) Lapisan sel ganglion merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9) Serabut saraf berupa akson sel ganglion yang menuju ke arah saraf optik. Di
dalam lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

Gambar lapisan retina


b. Adneksa orbita
Adneksa orbita adalah struktur yang terletak di sekitar orbita. Adneksa orbita
terdiri dari palpebra, rongga orbita dan kelenjar lakrimal. Palpebra terletak di
anterior bola mata. Kelenjar lakrimal terletak di superolateral bola mata. Rongga
orbita terletak di posterior bola mata. Setiap struktur memiliki fungsi masing-
masing untuk melindungi mata.
1. Palpebra
Palpebra merupakan jaringan lunak penutup apertura orbita yang melindungi
mata di bagian anterior orbita. Bagian palpebra yang tampak dari luar adalah
palpebra superior, palpebra inferior, kantus lateral, kantus media, karunkula
lakrimalis, plika semilunaris, pungtum lakrimalis, dan fisura palpebra. Panjang
fisura normal orang dadalaewasa adalah 27-30 mm dan lebar 8-11 mm.
Penampang eksternal palpebra digambarkan pada gambar.

Gambar palpebra
2. Kelenjar Lakrimal
Sistem lakrimal terdiri dari sekresi kelenjar lakrimal, ekskresi pungtum,
kanalikuli, sakus, dan duktus nasolakrimalis. Kelenjar lakrimal utama terletak
pada superotemporal bola mata. Kelenjar lakrimal memproduksi air mata
yang berfungsi untuk menjaga kelembaban bola mata. Struktur kelenjar
lakrimal dan sistem ekskresinya tampak pada gambar

Gambar anatomi kelenjar lakrimal


3. Rongga orbita
Rongga orbita adalah rongga kraniofasial yang berbentuk seperti piramida segi
empat dengan puncaknya berada di posterior bola mata. Rongga orbita
memiliki volume sekitar 30 ml. Rongga orbita merupakan rongga yang
dibentuk oleh tujuh tulang, antara lain: tulang frontal, sfenoid, zigomatika,
maksila, etmoid, lakrimal, dan palatin. Rongga orbita berisi orbita yang
merupakan serangkaian struktur neurosensori, vaskular, dan motorik.
Struktur orbita meliputi otot-otot ekstraokular, saraf optik, saraf perifer,
sistem vaskularisasi orbita dan bola mata itu.

Gambar anatomi orbita

2. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis dan transparan yang melapisi bagian
anterior bola mata dan bagian dalam palpebra. Konjungtiva dibagi tiga bagian yaitu
konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbar dan forniks.
Konjungtiva palpebra melapisi bagian dalam palpebra, dibagi lagi menjadi tiga bagian
yaitu marginal, tarsal dan orbital. Bagian marginal terletak di tepi palpebra hingga
2mm ke dalam palpebra, bagian tarsal melekat di tarsal plate, sedangkan bagian
orbital terletak di antara konjungtiva tarsal dan forniks. Di konjungtiva palpebra
terdapat kelenjar henle dan sel goblet yang memproduksi musin.
Konjungtiva bulbar melapisi bagian anterior bola mata dan dipisahkan dengan sklera
anterior oleh jaringan episklera. Konjungtiva yang berbatasan dengan kornea disebut
limbal conjunctiva. Di konjungtiva bulbar terdapat kelenjar manz dan sel goblet.
Konjungtiva forniks merupakan penghubung konjungtiva palpebra dengan
konjungtiva bulbar. Daerah tersebut memiliki kelenjar lakrimal aksesoris yaitu
kelenjar krause dan wolfring yang menghasilkan komponen akuos air mata.

3. Histologi Konjungtiva
Konjungtiva terdiri atas tiga lapisan yang secara histologi berbeda, yaitu lapisan
epitelium, adenoid, dan fibrosa.
Lapisan epitelium merupakan lapisan terluar konjungtiva dengan struktur yang
bervariasi di setiap regio. Epitel konjungtiva marginal terdiri atas lima lapis epitel
gepeng berlapis dan pada konjungtiva tarsal terdiri atas dua lapis epitel silindris dan
gepeng. Konjungtiva forniks dan bulbar terdiri atas tiga lapis epitel yaitu sel silindris,
sel polihedral, dan sel kuboid, sedangkan konjungtiva limbal terdiri atas berlapis-lapis
sel gepeng.
Lapisan adenoid merupakan lapisan limfoid yang berfungsi dalam respons imun
di permukaan mata. Lapisan itu disebut conjunctiva-associated lymphoid tissue
(CALT); terdiri atas limfosit dan leukosit yang dapat berinteraksi dengan mukosa sel
epitel melalui sinyal resiprokal yang dimediasi oleh growth factor, sitokin dan
neuropeptida.
Lapisan fibrosa terdiri atas jaringan kolagen dan fibrosa serta pembuluh darah dan
konjungtiva. Konjungtiva palpebra diperdarahi oleh pembuluh darah palpebra,
sedangkan konjungtiva bulbar memperoleh darah dari arteri siliaris anterior.
Persarafan sensorik konjungtiva berasal dari cabang nervus kranialis
4. Mekanisme Perlindungan Mata
Mata tersusun dari jaringan penyokong yang salah satu fungsinya adalah melawan
infeksi secara mekanik. Orbita, kelopak mata, bulu mata, kelenjar lakrimal dan
kelenjar meibom berperan dalam produksi, penyaluran dan drainase air mata.
Jaringan ikat di sekitar mata dan tulang orbita berfungsi sebagai bantalan yang
melindungi mukosa okular. Kelopak mata berkedip 10-15 kali per menit untuk proses
pertukaran dan produksi air mata, serta mengurangi waktu kontak mikroba dan iritan
ke permukaan mata.
Mata memiliki jaringan limfoid, kelenjar lakrimal dan saluran lakrimal yang berperan
dalam sistem imunitas didapat. Makromolekul yang terkandung dalam air mata
memiliki efek antimikroba seperti lisozim, laktoferin, IgA, dan sitokin lainnya.
Epitel konjungtiva yang tidak terinfeksi menghasilkan CD8 sitotoksik dan sel
langerhans, sedangkan substansia propia konjungtiva memiliki sel T CD4 dan CD8, sel
natural killer, sel mast, limfosit B, makrofag dan sel polimorfonuklear. Pembuluh
darah dan limfe berperan sebagai media transpor komponen imunitas dari dan ke
mata. Pada inflamasi, berbagai mediator menyebabkan dilatasi vaskular, peningkatan
permeabilitas dan diapedesis sel inflamasi dari pembuluh darah yang mengakibatkan
mata menjadi merah.
5. Patogenesis Infeksi Mata
Mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dengan cara adhesi, evasi, dan invasi. Adhesi
adalah penempelan molekul mikroorganisme ke epitel mata yang dimediasi oleh
protein permukaan mikroorganisme. Evasi adalah upaya mikroorganisme untuk
menembus pertahanan sistem imun. Hampir semua mikroorganisme hanya
menginvasi bila terdapat kerusakan epitel kecuali beberapa bakteri seperti Neissseria
gonorhoeae dan Shigella spp. Pada infeksi virus, adhesi sekaligus memfasilitasi proses
invasi melalui interaksi molekul virus dengan sel hospes seperti interaksi kapsul
adenovirus dengan integrin sel hospes yang menyebabkan proses endositosis virus
oleh sel.
Mikroorganisme juga dapat bertahan melewati sistem pertahanan tubuh dan
bereplikasi seperti pada infeksi HSV, virus varisela serta herpes zoster namun
sebagian besar infeksi lainnya dapat dieradikasi oleh sistem imun tubuh.

6. Mata merah

7. Konjungtivitis
a. Definisi
Konjungtivitis adalah inflamasi jaringan konjungtiva yang dapat disebabkan oleh
invasi mikroorganisme, reaksi hipersensitivitas atau perubahan degeneratif di
konjungtiva. Pasien biasanya mengeluh mata merah, edema konjungtiva dan
keluar sekret berlebih. Gejala tersebut terjadi akibat dilatasi vaskular, infiltrasi
selular dan eksudasi.
b. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dibagi menjadi konjungtivitis infeksi dan
non-infeksi. Pada konjungtivitis infeksi, penyebab tersering adalah virus dan
bakteri, sedangkan pada kelompok non-infeksi disebabkan oleh alergi, reaksi
toksik, dan inflamasi sekunder lainnya. Konjungtivitis juga dapat dikelompokkan
berdasarkan waktu yaitu akut dan kronik. Pada kondisi akut, gejala terjadi hingga
empat minggu, sedangkan pada konjungtivitis kronik, gejala lebih dari empat minggu.

c. Prevalensi
Konjungtivitis adalah diagnosis yang mencakup berbagai kelompok penyakit yang
terjadi di seluruh dunia dan mempengaruhi semua usia, semua strata sosial, dan
jenis kelamin. Data prevalensi yang mendokumentasikan kejadian atau prevalensi
semua bentuk konjungtivitis belum ada, kondisi ini telah dikutip sebagai salah satu
penyebab paling sering dari pasien rujukan sendiri. Konjungtivitis jarang
menyebabkan kehilangan penglihatan permanen atau kerusakan struktural,
tetapi dampak ekonomi dari penyakit dalam hal kehilangan pekerjaan dan waktu
sekolah, biaya kunjungan medis, tes diagnostik, dan pengobatan cukup besar.
d. Faktor risiko
Konjungtivitis virus
§ Kontak langsung dengan: Jari yang terkontaminasi, Instrumen medis, Air
kolam renang, Barang-barang pribadi dari orang yang terinfeksi
Konjungtivitis bakteri
§ Kontak dengan jari yang terkontaminasi, fomites atau kontak oculo-genital
dengan seseorang yang terinfeksi
§ Produksi atau drainase air mata yang terganggu
§ Gangguan penghalang epitel alami
§ Abnormalitas struktur adneksa
§ trauma
§ Status imunosupresi
Konjungtivitis alergi
§ Riwayat kondisi alergi atau atopik non-okular saat ini atau sebelumnya (eksim,
asma, urtikaria, rinitis).

e. Manifestasi Klinis
Konjungtivitis Viral

A. Etiologi Konjungtivitis Viral


Penyebab tersering konjungtivitis akut adalah virus. Infeksi virus tertentu cenderung
mengenai konjungtiva misalnya pharyngoconjunctival fever sedangkan virus lainnya
lebih sering menginfeksi kornea misalnya virus herpes simpleks. Konjungtivitis virus
meliputi konjungtivitis adenovirus, konjungtivitis herpes simpleks, konjungtivitis
herpes-zooster, konjungtivitis pox virus, konjungtivitis miksovirus, konjungtivitis
paramiksovirus, dan konjungtivitis arbovirus.
B. Diagnosis Konjungtivitis Viral
Gejala klinis konjungtivitis dapat menyerupai penyakit mata lain sehingga
penting untuk membedakan konjungtivitis dengan penyakit lain yang berpotensi
mengganggu penglihatan. Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mata yang teliti
untuk menentukan tata laksana gangguan mata termasuk konjungtivitis.
Infeksi virus biasanya menyerang satu mata lalu ke mata lain beberapa hari
kemudian disertai pembesaran kelenjar limfe dan edema palpebra. Tajam
penglihatan secara intermiten dapat terganggu karena sekret mata. Jenis sekret mata
dan gejala berair merupakan ciri konjungtivitis viral. Konjungtivitis viral jarang disertai
fotofobia, sedangkan rasa gatal pada mata biasanya berhubungan dengan
konjungtivitis alergi.
Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis konjungtivitis viral
memiliki sensitivitas 89% dan spesifisitas 94% untuk adenovirus. Tes tersebut dapat
mendeteksi virus penyebab konjungtivitis dan mencegah pemberian antibiotik yang
tidak diperlukan. Deteksi antigen dapat mencegah lebih dari satu juta kasus
penyalahgunaan antibiotik dan menghemat sampai 429 USD setiap tahunnya. Akurasi
diagnosis konjungtivitis viral tanpa pemeriksaan laboratorium kurang dari 50% dan
banyak terjadi salah diagnosis sebagai konjungtivitis bakteri. Meskipun demikian
pemeriksaan laboratorium sangat jarang dilakukan karena deteksi antigen belum
tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Sementara itu, kultur dari sekret
konjungtiva memerlukan waktu tiga hari sehingga menunda terapi.
Pendekatan algoritmik menggunakan riwayat perjalanan penyakit dan
pemeriksaan sederhana dengan penlight dan loupe dapat untuk mengarahkan
diagnosis dan memilih terapi. Konjungtivitis dan penyakit mata lain dapat
menyebabkan mata merah, sehingga diferensial diagnosis dan karakteristik tiap
penyakit penting untuk diketahui. Penamaan diagnosis konjungtivitis virus bervariasi,
tetapi umumnya menggambarkan gejala klinis khas lain yang menyertai konjungtivitis
dan dari gambaran klinis khas tersebut dapat diduga virus penyebabnya.

Gambar algoritma penanganan konjungtivitis


C. Manifestasi Klinis
Konjungtivitis akibat virus dapat menimbulkan manifestasi klinis akut dan
kronik. Manifestasi akut berupa konjungtivitis serosa akut, konjungtivitis hemoragik
akut, dan konjungtivitis folikular akut. Manifestasi kronik berupa
blefarokonjungtivitis, blefarokonjungtivitisvarisela-zoster, keratokonjungtivitis
morbilli.
§ Konjungtivitis Serosa Akut
Konjungtivitis serosa akut disebabkan oleh infeksi virus yang sifatnya ringan
dan tidak menimbulkan respons folikular. Konjungtivitis viral biasanya mengenai
satu mata sedangkan konjungtivitis bakteri dan konjungtivitis alergi biasanya
mengenai kedua mata.
Konjungtivitis viral ditandai dengan dilatasi pembuluh darah konjungtiva
superfisial sehingga timbul hiperemi dan edema konjungtiva, folikel, serta sekret
yang sifatnya bervariasi. Sekret penting dinilai untuk membantu mengidentifikasi
penyebab konjungtivitis. Sekret serosa biasanya disebabkan infeksi virus akut atau
alergi akut dan sekret mukoid dijumpai pada alergi kronik atau
keratokonjungtivitis sikka (dry eye syndrome). Sekret mukopurulen biasanya pada
infeksi bakteri akut dan klamidia sedangkan sekret hiperpurulen disebabkan oleh
infeksi gonokokus.
Konjungtivitis virus akut mudah sekali menular terutama melalui kontak
dengan sekret mata atau droplet saluran napas. Infeksi dapat terjadi sporadik atau
epidemik di daerah dengan komunitas padat dan higiene buruk.
§ Konjungtivitis Hemoragik Akut
Konjungtivitis hemoragik akut adalah proses inflamasi di konjungtiva yang
disertai perdarahan konjungtiva multipel, konjungtiva hiperemis, dan hiperplasia
folikular ringan. Konjungtivitis hemoragik akut umumnya disebabkan oleh picorna
virus, sering terjadi di Afrika dan Inggris sehingga disebut juga epidemic
haemorhagic conjunctivitis (EHC).
Masa inkubasi EHC sangat singkat, sekitar 24- 48 jam. Gejalanya adalah mata
seperti kelilipan, nyeri periorbita, merah, berair, fotofobia, pandangan kabur,
edema palpebra, kongesti konjungtiva, kemosis, serta limfadenopati pre-
aurikular. Tanda penting adalah perdarahan subkonjungtiva yang awalnya dapat
ditandai oleh petekie. Di konjungtiva tarsal terdapat hipertrofi folikuler dan
keratitis epitelial yang akan membaik dalam 3-4 hari.
Virus ditularkan melalui kontak erat dari individu ke individu dan barang-
barang yang tercemar seperti seprei, handuk, alat-alat optik, dan air. Belum ada
pengobatan definitif namun penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari.
§ Konjungtivitis Folikular
Konjungtivitis folikular adalah inflamasi konjungtiva dengan karakteristik
pembentukan folikel, hiperemi konjungtiva dan sekret mata. Folikel terbentuk
dari agregasi limfosit di konjungtiva. Folikel berbentuk bulat kecil dengan
diameter 1-2 mm, berwarna putih keabuan dan transparan. Konjungtivitis
folikular disebabkan oleh adenovirus, virus new castle, dan virus herpes. Sekitar
65- 90% kasus konjungtivitis viral disebabkan oleh adenovirus yang menyebabkan
dua manifestasi klinis tersering yaitu demam faringokonjungtiva dan
keratokonjungtivitis epidemik. Virus new castle dan virus herpes menyebabkan
konjungtivitis new castle dan konjungtivitis herpetik dengan jumlah kasus yang
jauh lebih sedikit.
§ Pharyngoconjunctival Fever
Konjungtivitis pharyngoconjunctival fever disebabkan oleh infeksi
adenovirus subtipe 3 dan kadang-kadang oleh tipe 4, dan 7; lebih sering mengenai
anak dibandingkan orang dewasa. Penularan melalui droplet atau air kolam
renang, meskipun demikian virus sulit menular di kolam renang yang mengandung
klor.
Gejala konjungtivitis pharyngoconjunctival fever adalah demam tinggi
mendadak (38,3-40oC), faringitis, konjungtivitis bilateral, dan pembesaran
kelenjar limfe periaurikular. Gejalanya adalah sekret serosa, folikel di konjungtiva,
konjungtiva hiperemi, edema palpebra, dan keratitis epitel superfisial.
Virus dapat dibiak dalam sel HeLa dan dapat didiagnosis secara serologi
dengan meningkatnya titer antibodi netralisasi virus. Kerokan konjungtiva
terutama mengandung sel mononuklear dan tidak ada bakteri yang tumbuh
dalam biakan. Tidak ada pengobatan spesifik karena konjungtivitis dapat sembuh
sendiri sekitar 10 hari.
§ Keratokonjungtivitis Epidemika
Keratokonjungtivitis epidemika adalah konjungtivitis folikular akut yang
diikuti dengan keratitis superfisial. Terdapat tiga fase berdasarkan gejala klinisnya.
Fase pertama adalah konjungtivitis serosa akut dengan karakteristik konjungtiva
hiperemi, kemosis, dan lakrimasi. Gejala tersebut diikuti fase kedua yaitu
konjungtivitis folikular akut dengan karakteristik pembentukan folikel di kelopak
mata bawah. Fase ketiga adalah konjungtivitis pseudomembran akut yang
ditandai dengan pseudomembran di permukaan konjungtiva. Kornea dapat ter-
infeksi satu minggu setelah onset penyakit. Pada keratokonjungtivitis epidemika
sering dijumpai limfadenopati preaurikular ipsilateral.
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral, namun pada awalnya
sering pada satu mata; biasanya mata pertama lebih parah. Pasien mengeluh nyeri
sedang, mata berair, dan dalam waktu 5-14 hari timbul fotofobia, keratitis epitel,
serta kekeruhan subepitel berbentuk bulat. Fase akut ditandai dengan edema
palpebra, kemosis, dan hiperemi konjungtiva dengan tanda khas nyeri tekan di
nodus preaurikuler. Perdarahan konjungtiva dan folikel biasanya timbul dalam 48
jam. Pembentukan pseudomembran diikuti parut datar atau simblefaron.
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama
di pusat kornea dan menetap berbulan-bulan namun sembuh tanpa meninggalkan
parut.
Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas di bagian luar
mata namun, pada anak-anak dapat timbul gejala sistemik seperti demam, nyeri
tenggorokan, otitis media, dan diare. Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan
oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37. Virus dapat diisolasi dalam biakan sel dan
diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menunjukkan reaksi
radang mononuklear primer dan bila terbentuk pseudomembran mengandung
banyak neutrofil.
Penularan nosokomial dapat terjadi melalui alat pemeriksaan mata, jari
tangan dokter atau pemakaian larutan yang tercemar virus. Virus dapat bertahan
dalam larutan tersebut dan menjadi sumber penularan.
Pencegahan penularan dilakukan dengan mencuci tangan pada setiap
pemeriksaan. Kontaminasi botol larutan dapat dihindari menggunakan obat tetes
mata kemasan unit-dose. Alat-alat pemeriksaan terutama yang menyentuh mata
harus disterilkan. Tonometer aplanasi dibersihkan dengan alkohol atau hipoklorit,
lalu dibilas dengan air steril dan dikeringkan.
Sampai saat ini, belum ada terapi spesifik keratokonjungtivitis epidemika,
namun kompres dingin dapat mengurangi gejala. Penggunaan kortikosteroid
perlu dihindari pada konjungtivitis akut. Jika terjadi superinfeksi bakteri perlu
diberikan antibiotik.
§ Konjungtivitis Newcastle
Konjungtivitis newcastle disebabkan oleh virus new castle. Gejala klinisnya
sama dengan demam faringokonjungtiva namun biasanya menyerang pekerja
peternakan unggas yang tertular virus new castle dari unggas.
Gejala konjungtivitis newcastle adalah demam ringan, nyeri kepala, nyeri
sendi, nyeri mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur, dan fotofobia. Dapat
timbul edema palpebra ringan, kemosis, sedikit sekret dan folikel di konjungtiva
tarsal serta keratitis epitelial atau keratitis subepitel di kornea.5,11
§ Konjungtivitis Herpetik Akut
Konjungtivitis herpetik merupakan manifestasi herpes primer yang dapat
berlangsung selama 2-3 minggu. Gejalanya berupa infeksi unilateral, iritasi, sekret
mukosa, nyeri dan fotofobia ringan disertai keratitis herpes simpleks dengan
vesikel di kornea atau infiltrat kornea yang membentuk gambaran dendritik. Di
palpebra dapat terlihat vesikel dan edema hebat serta pembesaran kelenjar
preaurikular yang nyeri tekan (tanda khas).4,7 Diagnosis ditegakkan dengan
menemukan sel raksasa pada pewarnaan giemsa, kultur virus, dan sel inklusi
intranuklear.
Jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radang biasanya mononuklear, namun
jika konjungtivitisnya berupa pseudomembran, reaksi berupa polimorfonuklear
akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Pada fiksasi bouin dan pulasan
papanicolaou tampak inklusi intranuklear di sel konjungtiva dan kornea; namun
jika menggunakan giemsa, tidak terlihat inklusi. Sel epitel raksasa multinuklear
merupakan nilai diagnostik.
Jika konjungtivitis terjadi pada anak berumur lebih dari satu tahun atau pada
orang dewasa, penyakit ini umumnya sembuh sendiri dan tidak perlu terapi.
Meskipun demikian, antivirus lokal atau sistemik perlu diberikan jika terjadi infeksi
kornea. Pada ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan
mengusap ulkus menggunakan kapas kering, meneteskan obat antivirus. Antivirus
topikal diberikan selama 7-10 hari sebagai berikut: trifluridin diberikan setiap dua
jam atau salep vidarabin lima kali sehari, atau idoksuridin 0,1% satu tetes setiap
jam dan satu tetes setiap dua jam pada waktu malam. Keratitis herpes dapat pula
diobati dengan salep asiklovir 3% lima kali sehari selama sepuluh hari atau
asiklovir oral 400mg lima kali sehari selama tujuh hari.
Kortikosteroid merupakan kontraindikasi karena akan memperburuk infeksi
herpes simpleks dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang
singkat menjadi infeksi yang lama dan berat.
D. Terapi Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis virus biasanya akan sembuh dengan sendirinya, namun pemberian
kompres dingin, air mata artifisial atau antihistamin topikal bermanfaat untuk
meredakan gejala. Terapi antiviral tidak diperlukan kecuali untuk konjungtivitis
herpetik yaitu asiklovir oral 400mg/hari untuk virus herpes simpleks dan 800mg/hari
untuk herpes zoster selama 7-10 hari. Pemberian antibiotik topikal tidak dianjurkan
karena tidak mencegah infeksi sekunder dan dapat memperburuk gejala klinis akibat
reaksi alergi dan reaksi toksik serta tertundanya kemungkinan diagnosis penyakit
mata lain. Cara pemakaian obat tetes mata perlu diperhatikan untuk mencegah risiko
penyebaran infeksi ke mata yang sehat. Selain itu, pemakaian antibiotik yang tidak
perlu berdampak terhadap peningkatan resistensi antibiotik juga perlu
dipertimbangkan.
Walaupun akan sembuh sendiri, penatalaksanaan konjungtivitis virus dapat dibantu
dengan pemberian air mata buatan (tetes mata) dan kompres dingin. Antibiotik dapat
dipertimbangkan jika konjungtivitis tidak sembuh setelah 10 hari dan diduga terdapat
superinfeksi bakteri. Penggunaan deksametason 0,1% topikal membantu mengurangi
peradangan konjungtiva.
Prognosis konjungtivitis virus adalah baik karena akan sembuh dengan
sendirinya. Meskipun demikian untuk mencegah penularan perlu diperhatikan
kebersihan diri dan lingkungan. Bila gejala belum reda dalam 7-10 hari dan terjadi
komplikasi pada kornea sebaiknya pasien dirujuk ke dokter spesialis mata.
E. Pencegahan Konjungtivitis Viral
Konjungtivitis virus sangat menular dengan risiko transmisi sekitar 10%-50%. Virus
menyebar melalui jari tangan yang tercemar, peralatan medis, air kolam renang, atau
barang-barang pribadi. Masa inkubasi diperkirakan 5-12 hari dan menular hingga 10-
14 hari. Pada 95% kasus, aktivitas replikasi virus terlihat sepuluh hari setelah gejala
timbul dan hanya 5% kasus yang tampak pada hari ke-16 setelah gejala muncul.
Berdasarkan tingginya angka penularan, maka perlu dibiasakan cuci tangan,
desinfeksi peralatan medis, dan isolasi penderita. Pasien tidak boleh saling bertukar
barang pribadi dengan orang lain dan harus menghindari kontak langsung atau tidak
langsung (seperti di kolam renang) selama dua minggu.
Cara pencegahan penularan yang paling efektif adalah meningkatkan daya
tahan tubuh, menghindari bersentuhan dengan sekret atau air mata pasien, mencuci
tangan setelah menyentuh mata pasien sebelum dan sesudah menggunakan obat
tetes mata. Selain itu, hindari penggunaan tetes mata dari botol yang telah digunakan
pasien konjungtivitis virus, hindari penggunaan alat mandi dan bantal kepala yang
sama. Penggunaan kaca mata hitam bertujuan mengurangi fotofobia, namun tidak
bermanfaat mencegah penularan.

Penatalaksanaan konjungtivitis
Penatalaksanaan konjungtivitis et causa Clamidia;

Penatalaksanaan konjungtivitis et causa alergi


Referensi:
1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Orbit and ocular adnexa. Dalam:
Fundamentals and principles of ophtalmology. San Fransisco. American
Academy Ophtalmology. 2016. hlm. 5-8, 18-20.
2. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Roberts. Anatomy of the eye and
orbit. Dalam: The eye basic science in practice edisi ke-4. Elsevier. 2016. hlm
1-7.
3. Riordan-Eva P. Anatomy and embryology of the eye. Dalam: Riordan-Eva P,
Whitcher JP, editor. Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology, edisi ke-
18. New York. McGrawHill. 2011. hlm 1–7.
4. Snell RS, Lemp MA. The ocular appendages. Dalam: Snell RS, editor: Clinical
anatomy of the Eye, edisi ke-2. Oxford: Blackwell science. 2012. hlm 92-101.
5. Gospe SM, Bhatti MT. Orbital Anatomy. International Ophthalmology Clinic.
2018;58(2):5–23.
6. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Orbital anatomy. Dalam: Orbit, Eyelids, and
Lacrimal System. San Fransisco. American Academy Ophtalmology. 2016.
hlm. 5-17.

7. Azari AA, Barney NP. Conjunctivitis:a systemic review of diagnosis and


treatment. JAMA.2013;310(6):1721-9.
8. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. External disease and cornea. Italia:
American Academy of Ophtalmology; 2014.
9. 3. Nari J, Allen LH, Bursztyn LLCD. Accuracy of referral diagnosis to an
emergency eye clinic. Can J Ophthalmol. 2017; article in press.
10. 4. Tsai JC, Denniston AKO, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS. Oxford American
handbook of ophthalmology. New York: Oxford University Press; 2011.
11. 5. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. Edisi ke-4. New Delhi: New
Age International; 2007.
12. 6. Gilani CJ, Yang A, Yonkers M, Boysen-Osborn M. Differentiating urgent and
emergent causes of acute red eye for the emergency physician. West J Emerg
Med. 2017; article in press.
13. 7. Chrisyanti LS, Galani IE, Pararas MV, Giannopoulou KP, Tsakris A.
Treatment of viral conjunctivitis with antiviral drugs. Drugs. 2011;71(3):331-
47.
14. 8. Leibowitz HM. The red eye. Eng J Med. 2000;343:345-51.
15. 9. Lambert L. Diagnosing red eye: an allergy or an infection. S Afr Pharm J.
2017;84(1):24-30.
16. 10. Sendrowski, David P, Maher J. Claim victory over viral conjunctivitis:
adenovirus and herpes virus are highly contagious pathogens, but you can
put a stop to them if you diagnose them quickly and manage them
appropriately. Review of Optometry. 2016;1:78-80.

Anda mungkin juga menyukai