Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

”KONSEP DAN TEORI BELAJAR”

Dosen Pengajar : Yaesar Wawan, SKM., MPH

Disusun Oleh:
Nama : Sri Ayuni
NIM : 2019.C.11a.1027

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu walaupun ada beberapa halangan yang
mengganggu proses pembuatan makalah ini, namun penulis dapat mengatasinya tentu atas
campur tangan Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis berharap makalah ini akan berguna bagi para mahasiswa terutama yang berada di
STIKes Eka Harap. Materi yang dibahas tentang ”Konsep Dan Teori Belajar” sehingga
diharapkan dengan mempelajari makalah ini mahasiswa maupun pembaca lainnya
mendapatkan tambahan pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, penulis berharap adanya
kritik dan saran dari berbagai pihak untuk perbaikan makalah ini pada masa yang akan
datang.
Akhir kata dari penulis berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini sehingga menjadi bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, April 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Jenis-Jenis Pembelajaran
2.1.1 Definisi, Prinsip, dan Metode Belajar
2.1.2 Teori Belajar
2.1.3 Definisi, Konsep, dan Metode Mengajar
2.1.4 Teori Mengajar
2.1.5 Proses Belajar Mengajar dalam Keperawatan
2.2 Domain Belajar dan Klien Sebagai Peserta Didik
2.2.1 Domain Belajar
2.2.2 Klien Sebagai Peserta Didik
2.3 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Kepada Klien dan Pendingnya Pendidikan
Kesehatan Klien
2.3.1 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Kesehatan Kepada Keluarga dan
Masyarakat
2.3.2 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Kesehatan Kepada Individu
2.3.3 Tahap Komunikasi Pada Proses Pembelajaran Klien
2.3.4 Hambatan Pada Proses Pembelajaran Klien
2.3.5 Pentingnya Pendidikan Kesehatan
2.3.6 Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Efektif dalam Pendidikan Kesehatan
2.3.7 Pengkajian Kebutuhan Belajar
2.3.8 Diagnosa Defisit Pengetahuan Pada Klien
2.4 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien dan Metode, Teknik, dan Strategi Pengajaran
2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
2.4.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien
2.4.3 Metode Pengajaran

2
2.4.4 Strategi Pengajaran
2.5 Media Pengajaran
2.6 Evaluasi Pendidikan Kesehatan Klien
2.6.1 Evaluasi Aspek Psikomotor Klien
2.6.2 Evaluasi Belajar Klien
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Belajar menjadi aktivitas manusia disepanjang rentang kehidupan. Belajar merupakan
aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan pendidikan dalam segala hal agar
terjadi perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.
Pengalaman merupakan proses belajar sepanjang hidup yang tidak diajarkan selama jenjang
pendidikan. Pendidikan atau edukasi adalah kegiatan untuk menambahkan pengetahuan
seseorang melalui instruksi atau teknik praktik belajar dengan tujuan memberi dorongan
terhadap pengarahan diri ke arah yang lebih baik, serta aktif memberikan informasi terkait
dan terbaru. Pendidikan ini bertujuan untuk mengubah pemahaman individu terhadap suatu
hal sehingga individu memandang hal tersebut dengan lebih bermakna.
Pendidikan atau edukasi pasien adalah bagian utama dari praktek semua kesehatan
profesional. Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri keperawatan
untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat sebagai
perawat pendidik. Pendidikan kesehatan juga bertujuan untuk membantu individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Kegiatan belajar
mengajar merupakan salah satu hal yang penting di dalam dunia kesehatan. Mengajarkan
pasien untuk selalu melakukan hidup sehat tentunya harus dilakukan oleh seorang perawat
kepada kliennya.
Seorang perawat sangat berperan sebagai pengajar dengan tujuan untuk meningkatkan
gaya hidup sehat individu melalui pengaplikasian pengetahuan tentang kesehatan, proses
perubahan, teori belajar dan mengajar, dan proses keperawatan serta proses mengajar. Akan
tetapi, disisi lain perawat juga harus tetap senantiasa belajar agar ilmu dan keterampilan yang
dimiliki senantiasa dapat berkembang.
Sehat adalah kondisi sejahtera baik fisik, mental maupun sosial yang bukan hanya
sekedar terhindar dari penyakit melainkan kemampuan untuk mempertahankan struktur atau
fungsi tubuh dengan baik. Pendidikan kesehatan yang diberikan oleh para tenaga kesehatan
berguna bagi masyarakat untuk pemahamannya sehingga kebiasaan hidup sehat akan
terbentuk seiring dengan motivasi yang tak terlepas dari kesadaran dirinya. Di sini perawat
sangat berperan dalam merubah perilaku masyarakat ke arah positif tentunya dengan
melakukan pengajaran terkait kesehatan dengan metode yang tepat supaya apa yang ingin

4
disampaikan dapat diterima dengan baik dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Proses belajar mengajar terjadi sepanjang hayat, karena pada dasarnya masalah yang dimiliki
seseorang akan mudah diselesaikan tentu setelah ia banyak belajar begitu pun antara perawat
dengan klien ketika berada di pelayanan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi dan jenis-jenis pembelajaran?
1.2.2 Apa saja domain belajar dan bagaimana posisi klien sebagai peserta didik?
1.2.3 Bagaimana komunikasi dalam proses pembelajaran klien dan kebutuhan
pendidikan kesehatan klien?
1.2.4 Apa tujuan pendidikan kesehatan klien dan metode, teknik, dan strategi
pengajaran?
1.2.5 Apa media pengajaran dan evaluasi pendidikan kesehatan klien?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Menjelaskan definisi dan jenis-jenis pembelajaran
1.3.2 Menjelaskan domain belajar dank lien sebagai peserta didik
1.3.3 Mendeskripsikan komunikasi dalam proses pembelajaran klien dan kebutuhan
pendidikan kesehatan klien
1.3.4 Menjelaskan tujuan pendidikan kesehatan klien dan metode, teknik, dan strategi
pengajaran
1.3.5 Menjelaskan media pengajaran dan evaluasi pendidikan kesehatan.

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Jenis-jenis Pembelajaran


2.1.1 Definisi, Prinsip dan Metode Belajar
Belajar menurut menurut KBBI adalah berusaha memperoleh kepandaian atau
ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Selain itu, belajar adalah proses asimilasi informasi baru yang meningkatkan sebuah
perubahan tetap dalam perilaku (Allender, Rector, & Warner, 2014). Konsep belajar
merupakan akar dari pemikiran peserta didik, dimana nantinya yang akan menimbulkan
umpan balik saat kegiatan belajar. Kegiatan belajar memiliki tujuan yaitu menumbuhkan
sifat-sifat positif dari peserta didik, contohnya peserta didik memiliki karakter yang
penyayang sehingga membuat sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang-orang
disekitarnya (Prashnig, 2007).
Prinsip belajar merupakan fokus dari kegiatan pembelajaran khususnya pada
aktifitas peserta didik di semua jenjang pendidikan, misalnya dengan menggunakan
demonstrasi, tugas PR, dan kuis (Hackathorn, 2011). Dalam proses tersebut Raymond
membagi beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor internal, faktor eksternal,
dan faktor pendekatan belajar. Faktor internal merupakan faktor dari dalam peserta didik
sendiri, seperti kondisi fisik dan psikis peserta didik. Faktor external merupakan faktor
yang muncul dari lingkungan peserta didik, seperti kondisi kenyamanan tempat belajar
yang digunakan. Faktor pendekatan belajar merupakan cara yang digunakan peserta
didik untuk mempelajari suatu mata ajar, seperti penggunaan metode konsep akar pohon
untuk mata ajar dengan materi yang saling berkaitan dan menggunakan pengalaman
sebagai pembelajaran kedepan yang lebih baik (Prashnig, 2007).
Metode belajar membantu pengajar memberikan arahan sehingga mendapatkan
efektifitas dalam proses kegiatan belajar. Simamora (2008) mengemukakan ke-7 metode
belajar tersebut di antaranya yaitu :
1) Metode penglihatan, dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan
menggunakan gambar, bentuk, animasi atau video
2) Metode mendengar, dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan
mengingat intruksi verbal baik dari pendidik atau orang-orang di sekitarnya

6
3) Metode bergerak, dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan
mendengar ataupun melihat disertai gerakan-gerakan kecil seperti mengetuk-ngetuk
pensil ke meja atau berfikir sambil berjalan kesana-kemari,
4) Metode taktil (sentuhan), dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan
menyentuh, meraba atau membuat gamabaran sendiri di pemikirannya seperti dalam
pelajaran anatomi fisiologi, pelajar lebih cepat menangkap ilmu ketika memegang
langsung alat peraga dibanding membaca buku.
5) Metode penciuman, dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan
menggunakan indera hidung, 6) Metode pengecap, dimana peserta didik memahami
suatu mata ajar dengan bantuan lidah , dan 7) Metode kombinasi, dimana peserta
didik memahami suatu mata ajar dengan mengandalkan lebih dari satu indera.
2.1.2 Teori Belajar
Teori belajar sudah berkembang selama beberapa dekade, dan teori ini biasanya
familiar bagi para perawat (Lundy & Janes, 2016). Menurut Kozier dalam Berman,
Snyder, & Frandsen (2016), ada tiga kerangka yang mendasari teori belajar, yaitu:
1. Perilaku (behaviorism)
Menurut Thorndike, teori perilaku adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang
dapat pula berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan. (Kozier et al., 2015).
Sementara itu, Skinner mengungkapkan teori ini adalah operant conditioning yaitu
bentuk pembelajaran dimana hukuman yang diberikan atas perilaku memungkinkan
perubahan dari perilaku tersebut. Skinner menganggap hukuman itu semata-mata
hanya memperkuat respons. Menurut Skinner unsur yang terpenting dalam belajar
adalah adanya penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment). (Kozier et al.,
2015).
Perawat dalam hal ini harus memberikan waktu latihan yang cukup untuk
pengujian langsung dan berulang serta melakukan demonstrasi bersama,
memberikan kesempatan kepada pelajar untuk memecahkan masalah, memuji
pelajar atas perilaku yang benar dan memberikan umpan balik positif pada
pengalaman belajar secara keseluruhan.

7
2. Kognitif (cognitivism)
Merupakan proses belajar yang sebagian besar melibatkan proses berpikir
atau pembentukan mental serta intelektual. Pelajar menyusun dan memproses
informasi sebaik-baiknya sehingga terbentuk suatu pengetahuan. Proses belajar
kognitif terdiri atas 3 tahapan yaitu: 1) Asimilasi, merupakan proses penyatuan
informasi baru ke dalam struktur kognitif pada benak mahasiswa, 2) Akomodasi,
merupakan penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru, dan 3) Ekuilibrasi,
merupakan penyesuain kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. (Nursalam
& Effendi, 2008).
Perawat yang menerapkan teori kognitif ini akan berupaya untuk
menyediakan lingkungan sosial, emosional, dan fisik yang kondusif untuk belajar,
mendorong hubungan antara pengajar dengan pelajar yang positif, memilih strategi
pengajaran multiindrawi karena persepsi dipengaruhi oleh indera, menargetkan gaya
belajar yang berbeda pada setiap karakteristik individu yang berbeda, menilai
perkembangan dan penerimaan seseorang untuk belajar dan beradaptasi pada strategi
pengajaran sesuai tingkat perkembangan pelajar.
3. Kemanusiaan (humanism)
Teori ini berfokus pada kedua kualitas kognitif dan afektif pelajar. Pengemuka
teori ini salah satunya adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers. Menurut teori ini,
belajar diyakini sebagai motivasi diri, inisiasi diri, dan evaluasi diri. Pelajar
mengidentifikasi kebutuhan belajar dan mengambil inisiatif sendiri untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Teori ini digunakan perawat agar berfokus pada perasaan dan
sikap pelajar mengenai pentingnya seseorang mengidentifikasi kebutuhan belajar
dan mengambil tanggung jawab untuk dirinya sendiri, dan pada motivasi diri pelajar
untuk bekerja ke arah kemandirian dan secara independen.
Perawat yang menerapkan teori ini akan memberi empati dalam
berkomunikasi antara perawat (pengajar) dengan klien (pelajar), mendorong klien
untuk menetapkan tujuan dan menerapkan pembelajaran mandiri, melayaninya
sebagai fasilitator, mentor, atau sumber daya untuk klien, dan memaparkan
informasi yang baru dan relevan kepada klien dan mengajukan pertanyaan yang
tepat untuk mendorong pelajar untuk mencari jawaban.

8
2.1.3 Definisi, Konsep, dan Metode Mengajar
Definisi mengajar menurut Arifin (1978) dalam Simamora (2009) ialah suatu
rangkaian kegiatan penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik agar dapat
menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran tersebut.
Sementara menurut Tyson dan Caroll (1970) mengajar adalah sebuah cara dan sebuah
proses hubungan timbal balik antara peserta didik dan pengajar yang sama-sama aktif
melakukan kegiatan. Hal ini menggambarkan bahwa mengajar sama seperti suatu
kegiatan dimana seseorang mampu mengatur, mengontrol, dan mengorganisasi
lingkungannya untuk tetap kondusif seiring dengan peserta didik menangkap ilmu dan
menerapkan keterampilannya sementara pengajar memberikan umpan balik sehingga
tercipta proses belajar yang baik.
Menurut Biggs (1991), seorang pakar psikologi dalam Buku ajar pendidikan
dalam keperawatan (2009) konsep mengajar dibagi menjadi tiga macam pengertian,
yaitu:
1) Pengertian kuantitatif, disebut juga penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru
hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada
siswa dengan sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa menangkap apa
yang diajarkan, bukan seluruhnya menjadi tanggung jawab pengajar.
2) Pengertian institusional, yaitu penataan segala kemampuan mengajar agar
berlangsung efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk siap mengadaptasikan
berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar
serta berbeda bakat, kemampuan, dan kebutuhannya.
3) Pengertian kualitatif, dimana pengajar berupaya mendorong siswa mencari makna
dan pemahamannya sendiri dalam proses belajar, dalam arti siswa diajak lebih
terbuka dalam mengeksplorasi idenya sementara pengajar hanya sebagai fasilitator.
Simamora (2009) juga memaparkan metode pengajaran yang seringkali
digunakan oleh para pengajar, di antaranya yaitu :
1. Metode ceramah, dimana informasi disampaikan pasif secara lisan. Namun,
merupakan metode paling efektif, praktis dan ekonomis untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat luas.
2. Metode diskusi, dimana pembelajaran berkaitan dengan pemecahan masalah yang
bertujuan mendorong peserta didik berpikir kritis, bebas menyuarakan pendapat,
menyumbang buah pikirnya memecahkan masalah dan membuat alternatif solusi
dengan pertimbangan yang cermat.
9
3. Metode demonstrasi, dimana pengajaran dilakukan dengan bantuan alat peraga,
kejadian, aturan atau urutan kegiatan. Sehingga membuat peserta didik lebih
terpusat, terarah dan tertanam ingatannya akan materi ajar tersebut.
4. Metode resitasi, dimana peserta didik diharuskan membuat resume selama
berlangsungnya pembelajaran menggunakan kalimatnya sendiri, yang membuatnya
dapat mengingat materi ajar lebih lama.
5. Metode eksperimental, dimana peserta didik dalam kelompok atau individu dilatih
melakukan proses, praktik atau percobaan.
6. Metode study tour, dimana peserta didik diajak belajar di luar arena kelas dengan
mengunjungi objek guna memperluas wawasan sembari membuat laporan hasil
kunjungan tersebut.
7. Metode drill (latihan keterampilan), dimana peserta didik diajak langsung ke tempat
latihan untuk melihat proses tujuan, fungsi, guna dan manfaatnya, diharapkan dapat
membentuk kebiasaan yang akan terpola dalam dirinya.
8. Metode pengajaran teman sejawat, dimana satu dengan yang lain saling bertukar
wawasan.
2.1.4 Teori Mengajar
Kegiatan mengajar dilandasi oleh tiga teori yang perlu diperhatikan agar kegiatan
berlangsung dengan baik, di antaranta yaitu:
1. Teori mengajar yang pertama yaitu teaching as telling or transmission. Kegiatan
mengajar adalah proses menyampaikan atau mentransmisikan suatu topik kepada
pendengar yang berfokus pada tindakan yang akan dilakukan pengajar kepada
individu dengan cara tertentu (FIP-UPI, 2007).
2. Teori mengajar yang kedua yaitu teaching as organizing student activity. Teori ini
menjelaskan bahwa pada hakikatnya kegiatan mengajar berperan dalam
mengorganisasikan berbagai kegiatan pelajar yang mengatur agar seluruh kegiatan
yang dilakukan pelajar menjadi sebuah pengalaman belajar bagi dirinya (FIP-UPI,
2007).
3. Teori mengajar yang ketiga yaitu teaching as making learning possible. Teori ini
menerangkan bahwa belajar dan mengajar merupakan dua hal seperti kedua sisi mata
uang yang tidak bisa dipisahkan. Teori ini berisi gabungan berbagai aspek
pembelajaran antar pihak yang melakukan kegiatan belajar-mengajar (FIP-UPI, 2007).

10
2.1.5 Proses Belajar Mengajar dalam Keperawatan
Proses belajar mengajar tidak hanya dilakukan oleh perawat saja, namun juga
dilakukan oleh perawat dan klien. Menurut Chow et al., 1984 dalam buku “Perawat
sebagai pendidik, Proses pengajaran dan pembelajaran: perawat selalu mendidik pihak
lain-pasien, keluarga, dan kolega, dan dari sinilah perawat kemudian memperluas praktik
mereka sehingga mencakup konsep kesehatan dan penyakit yang lebih luas (Bastable,
2002).
Proses pendidikan adalah serangkaian tindakan yang sistematik, berurutan, dan
terencana terdiri dari dua operasi utama yang interdependen, pengajaran dan
pembelajaran, yang memebentuk siklus tanpa terputus. Proses ini juga melibatkan dua
pemain yang inter-independen, yaitu pengajar dan pendididk. Mereka melakukan
kegiatan belajar secara bersama- sama dengan hasil perubahan prilaku yang dikehendaki
oleh kedua belah pihak yang mendorong pertumbuhan peserta didik dan mendorong
(Bastable, 2002).
Pada proses pendidikan, sama halnya dengan proses keperawatan yang
mengawalinya dari pengkajian hingga evaluasi. Proses pendidikan mengidentifikasi
materi dan metode instruksi berdasarkan pengkajian dan penentuan prioritas kebutuhan
pembelajaran, kesiapan untuk belajar, kesiapan untuk belajarbelajar, dan gaya belajar
klien. Jika sasaran tidak tercpai, seperti yang diputuskan melalui evaluasi, maka proses
pendidikan harus dimulai kembali dengan pengkajian ulang (Bastable, 2002).
Menurut Smith dan Bell, upaya perawat sebagai pendidik keberhasilannya
diukur bukan berapa banya meteri yang disajikan, tetapi berdasarkan berapa banyak
yang dipelajari orang tersebut. Pendidikan pasien merupakan suatu proses untuk
membantu orang mempelajari perilaku yang berkaitan dengan kesehatan sehingga dapat
diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kesehtana yang optimum
dan kemandirian dalam perawatan diri. Pendidikan staf merupakan proses untuk
mempengaruhi perilaku perawat dengan melakukan perubahan pada pengetahuan,
sikap, nilai, dan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan kompetendsi
mereka (Bastable, 2002).

2.2 Domain Belajar dan Klien sebagai Peserta Didik


2.2.1 Domain Belajar
Domain belajar adalah ranah perubahan tingkah laku menuju peningkatan
pengetahuan dan kemahiran berdasarkan alat indra dan pengalamannya. Pembelajaran

11
dapat dilihat dalam domain atau dimensi yang berbeda. Domain atau dimensi
pembelajaran pada umumnya terdiri atas dimensi kognitif, dimensi afektif, dan dimensi
psikomotor (Eldemen & Mandle, 2006: Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010). Masing-
masing domain pun terdiri atas tingkatan berbeda yang bergantung pada tingkat
kemampuan yang dapat ditampilkan. Tingkatan pembelajaran dari masing-masing
domain ini diperkenalkan oleh Bloom pada tahun 1956 yang dikenal dengan Bloom’s
taxonomy (Eldemen & Mandle, 2006).
a. Domain Kognitif
Domain kognitif merupakan domain belajar yang berkaitan dengan pemikiran rasional
yang terkait fakta-fakta dan konsep-konsep. Domain kognitif merujuk kepada
pengetahuan dan bergerak dari konsep yang sederhana menuju konsep yang kompleks
(Rankin & Stallings, 2001). Domain kognitif inilah yang biasa digunakan untuk
mengukur kemampuan intelektual pembelajar karena domain kognitif juga mencakup
kemampuan mengingat kembali materi pembelajaran yang telah diberikan . Pengetahuan
atau kognitif ini merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
atau perilaku seseorang. Contoh dari dimensi kognitif ialah kemampuan memahami
anatomi dan fisiologi tubuh manusia.
Bloom membagi domain kognitif menjadi enam subkategori yaitu pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Menurut Eldemen & Mandle,
tingkatan dalam proses pembelajaran yang dicapai tergantung pada bagaimana tingkatan
tersebut diantisipasi untuk konten yang akan digunakan. Berikut ini adalah tingkatan dari
domain kognitif :
1. Mengetahui (Know)
Mengetahui meliputi kemampuan untuk mengenali, memperoleh, dan mengingat
kembali peristilahan, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metedologi, prinsip dasar, dll
terkait hal yang baru diketahuinya. Tahap ini dapat ditandai pembelajar yang dapat
menjawab dan melaksanakan pertanyaan atau kegiatan yang menggunakan kata kerja
seperti mengidentifikasi, menentukan, merangkai, memasangkan dan seterusnya
(Rankin & Stallings, 2001). Seseorang dikatakan telah mencapai tingkat ini apabila ia
dapat mendefinisikan, menyebutkan, menguraikan, dan menyatakan. Contohnya,
seseorang dapat menyebutkan tanda-tanda bahaya merokok.
2. Memahami (Comprehend)
Memahami meliputi kemampuan untuk menangkap arti atau makna dari sesuatu
hal yang telah dipelajari. Contoh hal yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada
12
dalam tahap ini seperti klien mampu menjelaskan secara spesifik bagaimana obat baru
akan meningkatkan kondisi fisik seseorang yang mengonsumsinya.
3. Aplikasi (Application)
Pada tingkat ini, seseorang sudah mampu untuk menerapkan kaidah atau teori
yang telah dipelajarinya untuk menyelesaikan masalah yang ada di kehidupan nyata.
Tahap ini dapat ditandai pembelajar yang dapat menjawab dan melaksanakan
pertanyaan (Rankin & Stallings, 2001). Contohnya, seseorang klien dapat menerapkan
cara mencuci tangan yang benar.
4. Analisis (Analysis)
Dalam tingkat ini, seseorang sudah mampu menjabarkan suatu materi atau objek
yang kompleks ke bagian yang lebih sederhana. Tahap analisis memungkinkan
seseorang untuk membedakan informasi yang penting dari informasi yang tidak
penting. Contoh hal yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini
adalah klien mampu membedakan antara mitos atau fakta mengenai pola hidup yang
baik dan klien mampu membedakan efek samping yang mungkin sering terjadi dari
suatu obat.
5. Sintesis (Synthesis)
Pada tingkat sintesis seseorang mampu mengumpulkan beberapa komponen yang
sejenis untuk membentuk suatu pola pemikiran baru yang utuh. Tahap sintesis ini
ditandai dengan kemampuan untuk mennyatukan ide-ide menjadi solusi atas masalah,
merancang rencana tindakannya dan merumuskan suatu hal yang baru. Contoh hal
yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini adalah klien
mengalami efek samping dari suatu obat dan mampu mengambil langkah-langkah
pencegahan yang tepat.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk menilai suatu objek dengan membuat
pendapat mandiri berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. Tingkatan evaluasi ini
dapat ditandai dengan kemampuan menilai sesuatu berdasarkan nilai, logika dan
fungsinya sesuai dengan pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya. Contoh hal
yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini adalah klien
menyadari kebutuhan akan informasi tentang kesehatan.
b. Domain Afektif
Domain afektif merupakan ranah yang mempelajari hal yang mengenai pembelajar itu
sendiri. Hal yang dipelajari ialah seperti mengenai ekspresi perasaan, emosi, nilai, dan
13
kepercayaan spiritual. Semua hal yang dipelajari tersebut akan mendorong berubahnya
sikap perilaku pembelajar dalam mengambil sebuah keputusan (Eldemen & Mandle,
2006).
Menurut Eldemen dan Mandle (2006) setiap domain belajar memiliki tingkatan
tersendiri. Tingkatan domain afektif dimulai dari yang terendah yaitu penerimaan hingga
yang terkompleks yaitu karakteristik. Tingkatan domain afektif diantaranya ialah:
1. Penerimaan (Receiving)
Penerimaan merupakan tingkat yang paling awal dan dapat dikatakan rendah
karena tingkat ini merupakan tingkat pertama yang harus dilalui saat proses belajar
berlangsung. Pada tingkat ini pembelajar bersedia untuk menerima peristiwa yang
terjadi disekitarnya. Menerima bukan hanya mendengarkan atau melihat namun yang
dimaksud adalah mau untuk memperhatikan stimulus yang diberikan. Seperti
contohnya ialah saat berdiskusi seseorang tidak hanya mendengarkan pendapat orang
lain melainkan mau untuk memperhatikan pendapat tersebut dan saat seorang calon
nasabah bank yang akan membuka rekening baru maka akan bersedia untuk
menerima penjelasan dari customer service mengenai produk bank tersebut.
2. Pemberian tanggapan (Responding)
Tingkatan selanjutnya ialah pemberian tanggapan (responding). Pada tahap ini
pembelajar akan memberikan respon atau tanggapan terhadap fenomena yang telah
dihadapinya. Respon disini meliputi partisipasi aktif yang melibatkan memberikan
respon secara verbal atau nonverbal. Contoh, setelah calon nasabah bank telah selesai
dijelaskan mengenai produk bank oleh costumer service maka calon nasabah bank
tersebut akan bertanya mengenai hal yang kurang jelas atau ingin diperdalam lagi.
3. Pemberian nilai (Valuing)
Pada tingkat ini pembelajar akan memberikan harga atau nilai kepada objek,
fenomena atau tingkah laku yang telah ditunjukkan kepadanya. Misalnya, setelah
menanyakan lebih lanjut mengenai produk bank yang akan dipilih maka calon
nasabah bank tersebut aka menilai produk bank mana yang menurutnya paling baik
atau cocok untuk dirinya saat ini.
4. Pengorganisasian (Organization)
Tingkat selanjutnya merupakan tahap yang lebih rumit karena pada tahap ini
pembelajar biasanya menemui sebuah masalah yang harus diselesaikan. Pada tingkat
ini pembelajar akan memiliki kemampuan pengorganisasian seperti menggabungkan

14
nilai-nilai yang berbeda, mengidentifikasi nilai, menyelesaikan konflik dan
membentuk suatu sistem untuk menyelesaikan masalah.
Setelah itu pembelajar dapat mekonseptualisasikan nilai atau sistem yang telah
didapatkan. Contohnya, seseorang yang telah mengalami kecelakaan lalu lintas lalu
dia mendapati kenyataan bahwa kakinya harus diamputasi maka apabila seseorang
tesebut telah mencapai tingkat ini dia akan dapat menerima perubahan yang terjadi.
5. Karakteristik (Characterization)
Tingkat yang terakhir dalam domain afektif ini dan merupakan tingkat terkompleks
ialah karakteristik (characterization). Pembelajar pada tahap ini sudah memiliki
sistem nilai yang mengatur sikap perilaku sampai menjadi suatu gaya hidup yang
konsisten. Selain mendapatkan gaya hidupnya, pembelajar tersebut juga dapat
merespon sistem nilai lain yang dijumpainya.
Seperti contoh, seseorang yang mengalami obesitas disarankan oleh dokter untuk
melakukan diet ketat. Maka setelah itu seseorang tersebut dapat menerima kenyataan
bahwa dia harus dia dan mekonseptualisasikannya dengan melakukan diet ketat
tersebut dengan baik dan benar. Setelah berlangsung sekian lama makan diet ketat
tersebut sudah menjadi bagian dari gaya hidupnya dan dia dapat menghadapi pola
makan teman-temannya yang sedang tidak diet.
c. Domain Psikomotorik
Domain psikomotor merujuk kepada kemampuan dari motorik individu dalam
melakukan pengaplikasian atas pengetahuannya. Domain ini merupakan domain
pembelajaran yang melibatkan perolehan keterampilan dengan melibatkan integrasi dari
aktivitas otot dan bekerja sama dengan pikiran, contohnya kemampuan berjalan,
kemampuan menggunakan alat tulis, kemampuan menyendokkan makanan sendiri ke
dalam mulut atau bisa disebut kemampuan menggunakan alat makan (Redman, 2007
dalam Potter & Perry, 2013). Menurut Sympson (1972) dalam Potter dan Perry (2013)
domain psikomotor terdiri dari tujuh perilaku. Perilaku tersebut dimulai dari perception
atau tingkatan yang paling sederhana dan orgination yang merupakan tingkat yang
paling kompleks di dalam tujuh perilaku tersebut.
Tujuh perilaku mengenai domain psikomotor, terdiri dari:
1. Persepsi (perception), merupakan prilaku dimana seseorang dapat menyadari adanya
suatu objek atau kualitas melalui penggunaan indra yang dimiliki. Selanjutnya akan
merasakan adanya rangsangan sebagai tanda untuk melakukan tugas tertentu.
Seseorang menghubungkan isyarat sensorik dengan pesan untuk bertindak.
15
Misalnya, setelah mendengarkan bunyi mobil pemadam kebakaran, mereka akan
meminggirkan mobil untuk member akses kepada mobil pemadam kebakaran
tersebut.

2. Penetapan (set), adalah prilaku yang berdasar pada kesiapan untuk mengambil suatu
tindakan atau aksi tertentu. Terdapat tiga penetapan, yaitu mental, fisik, dan
emosional. Misalnya, seseorang menggunakan pertimbangan dalam memutuskan
cara terefisien untuk melakukan suatu tindakan motorik (kesiapan mental). Sebelum
melakukan tindakan, seperti berjalan setelah tertidur, seseorang tersebut berdiri
sampai postur dirinya siap menopang tubuhnya (kesiapan fisik).
3. Respon terbimbing (guided response), adalah prilaku yang dilakukan di bawah
bimbingan instruktur yang melibatkan peniruan atas intruksi atau demostrasi yang
diberikan. Misalnya, klien mampu memasukkan cairan insulin untuk injeksi setelah
adanya demonstrasi dari perawat.
4. Mekanisme (mechanism), adalah perilaku dengan tingkatan yang lebih tinggi
dikarenakan individu telah memperoleh kepercayaan diri serta keterampilan dalam
perilaku yang akan dilakukan. Perilaku yang dilakukan biasanya mengenai
keterampulan yang lebih kompleks karena melibatkan beberapa langkah dari guide
response. Misalnya, klien mampu membedakan dosis sesuai kebutuhan dalam
pengisian jarum suntik.
5. Respons terbuka yang kompleks (complex overt response), prilaku yang melibatkan
suatu keterampilan dengan pola gerakan yang kompleks. Pada prilaku ini dilakukan
secara lancar dan akurat. Sebagai contoh, klien dapat memberikan dirinya sendiri
suatu injeksi pada berbagai titik penginjeksian.
6. Adaptasi (adaptation), prilaku yang ditunjukan seseorang saat menghadapi situasi
yang tidak terduga dan berupa suatu respon yang cepat dan tepat.
7. Orisinalitas/ orginasi (origination), prilaku dimana membutuhkan keterampilan serta
kemampuan psikomotor dalam melakukan kegiatan motorik kompleks dengan
membuat pola gerakan baru.
Di dialam buku Potter dan Perry (2013), domain psikomotorik melibatkan
keterampilan yang membutuhkan integrase dari aktivitas menal dan otot seperti
kemampuan untuk berjalan atau menggunakan alat makan (Redman, 2007). Perilaku
sederhana pasien adalah presepsi dan perilaku yang paling kompleks adalah organisasi.
Menurut Potter dan Perry (2013) domain psikomotorik meliputi:

16
1. Presepsi : menyadari keberadaan suatu objek dengan indra.
2. Penetapan : kesiapan melakukan sesuatu
3. Respon yang dibimbing : melaksanakan sesuatu dengan meniru pembimbing.
4. Mekanisme : rasa percaya disi individu meningkat sehingga dapat mengembangkan
kegiatannya menjadi lebih komplek dari sebelumnya.
5. Respon terbuka yang kompleks : individu mampu melakukan kegiatan yang
membutuhkan keterampilan motorik komplek dengan lancar.
6. Adaptasi : menyesuaikan respon motoric terhadap kesalahan yang terjadi selama
kegiatan berlangsung.
7. Orsinilasitas : menggunkan kemampuan psikomotor yang telah diperoleh untuk
menciptakan gerak- gerakan baru.
Perawat dalam melakukan proses pembelajaran motorik pada domain psikomotor,
harus memperhatikan kondisi fisik klien sebelum melakukan edukasi. Kozier (2015)
menjelaskan beberapa kemampuan fisik yang harus diperhatikan dalam proses domain
psikomotor. Pertama adalah kekuatan otot, tidak semua klien dapat mempelajari
kemampuan psikomoto yang sama, misalnya adanya perbedaan kekuatan otot lansia
dengan orang dewasa. Kedua adalah koordinasi motorik adalah gerakan yang diperlukan
untuk bergerak, misalnya berlajan atau menggunakan peralatan makan. Ketiga, energi
yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dan pengelihatan klien.
Domain psikomotor membutuhkan berbagai macam keterampilan motorik. Tetapi,
tidak semua klien dapat melakukan kegiatan motorik dengan maksimal sehingga perawat
diperlukan untuk mengajarkan keterampilan motorik dan tetap memperhatikan berbagai
macam hal yang mempengaruhi kemampuan klien. Hal ini dapat membuat domain
psikomotori berjalan dengan maksimal.

2.2.1 Klien sebagai Peserta Didik


Mendapatkan edukasi atau pengarahan sangat diperlukan. Pemberian edukasi
biasanya oleh orang yang lebih tahu dan berpengalaman mengenai apa yang akan
dibutuhkan, bagaimana dan apa yang harus dilakukan nantinya. Pemberian edukasi
memiliki tujuan-tujuan tertentu bergantung pada kebutuhan peserta didik tersebut.
Menurut Nursalam & Efendi (2008) menjelaskan bahwa tujuan dari diberikannya
edukasi kepada klien ialah untuk memenuhi kebutuhan dasar klien secara komprehensif
melalui upaya integrasi berbagai konsep, teori, dan teknikal. Sedangkan menurut Potter
dan Perry (2009), edukasi yang diberikan pada klien memiliki tiga tujuan, yaitu
17
Pemeliharaan, promosi kesehatan, dan pencegahan penyakit, Pemulihan kesehatan, dan
Adaptasi klien terhadap gangguan fungsi. Apabila proses pemberian edukasi sementara
berlangsung atau diskusi telah selesai, peserta didik diharapkan dapat berespons secara
positif baik secara verbal maupun non verbal seperti berkomentar secara aktif dalam
menanggapi perntanyaan dan penyataan yang diberikan oleh pemberi edukasi dan
mengangguk-anggukan kepala dsb (Morrison P. & Burnard P, 2008). Informasi tidak
akan didapat dan tidak akan dipahami oleh klien apabila terdapat rintangan atau
hambatan pada saat proses pengedukasian berlangsung.
Belajar tak hanya diwaktu muda saja, tetapi belajar harus terus menerus
dilakukan. Istilahnya ialah belajar sepanjang hayat. Belajar sepanjang hayat merupakan
suatu konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan. Belajar tidak hanya
berlangsung di lembaga formal tetapi dimana saja. Dalam hubungan dengan belajar
sepanjang hayat terdapat tugas-tugas perkembangan, yaitu:
1. Tugas perkembangan dewasa awal, seperti memilih pasangan hidup, bertanggung
jawab sebagai warga Negara, dan berupaya mendapat kelompok social yang sesuai
dan tepat.
2. Tengah baya, seperti mengisi waktu luang dengan berbagai kegiatan, menjadi warga
Negara yang baik, dan menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan umur.
3. Orang tua, seperti menyesuaikan diri dengan penurunan fisik, penurunan kesehatan,
dan menyesuaikan diri sebagai duda atau janda.

Adapun faktor yang mendukung belajar sepanjang hayat pada individu ialah dari
faktor internal (fisiologis, kecerdasan, motivasi, minat, sikap, dan bakat), dan faktor
eksternal (lingkungan social dan lingkungan non social).
Rintangan atau hambatan terhadap pembelajaran berlangsung menurut Bastable
(2002), ialah:
1. Kondisi fisik dan mental klien
2. Tingkat pendidikan akhir yang dimiliki oleh klien
3. Dampak negative dari lingkungan disekitar klien
4. Karakter pribadi yang ada dalam diri klien
5. Kesiapan untuk belajar, motivasi dalam diri klien dan gaya belajar klien.
6. Seberapa jauh perubahan perilaku yang dibutuhkan.
7. Kurangnya dukungan, dorongan, dan motivasi dari dalam diri klien dan orang-
orang disekitarnya.

18
8. Kurangnya keinginan untuk memegang komitmen atau tanggung jawab.
9. Penyangkalan terhadap kebutuhan pembelajaran.
10. Kebencian terhadap pihak yang berwenang (yang mengatur atau yang
berhubungan dengan proses pengedukasian berlangsung).
Oleh karena itu, agar pesan dapat diterima dengan baik dan untuk mencegah
terjadinya miss komunikasi, individu yang memberikan edukasi harus mampu untuk
mengendalikan diri klien dan memiliki berbagai macam strategi dan solusi apabila
timbul hambatan atau rintangan dari klien. Sehingga apa yang disampaikan oleh
pemberi edukasi tersebut dapat dipahami dan diterapkan atau dipatuhi segala sesuatu
yang telah disampaikan oleh pemberi edukasi dalam kehidupan sehari-hari klien.

2.3 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Klien dan Kebutuhan Pendidikan


Kesehatan Klien

2.3.1 Komunikasi dalam proses pembelajaran kesehatan kepada keluarga dan


masyarakat.
Keluarga dan kesehatan saling berhubungan satu sama lain. Komunikasi keluarga
dapat mempengaruhi kesehatan dan kesehatan dipengaruhi oleh interaksi keluarga
[ CITATION Ter14 \l 1057 ] . Interaksi keluarga akan membentuk tingkah laku, strategi, dan
proses serta pola komunikasi keluarga dalam merespon informasi kesehatan. Komunikasi
keluarga memiliki kekuatan dalam mengubah dan mengendalikan perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan. Ketika berkomunikasi, persepsi, asumsi, dan interpretasi
sangat penting dalam proses pembelajaran. Penggunaan perilaku verbal dan nonverbal
pada komunikasi menjadi hal yang krusial [ CITATION Sch10 \l 1057 ].
Masyarakat memerlukan edukasi mengenai kesehatan agar tercapai kesejahteraan
kesehatan. Edukasi kesehatan dapat disampaikan melalui komunikasi kesehatan.
Komunikasi yang dapat digunakan yaitu komunikasi massa. Pembelajaran melalui
komunikasi massa menggunakan media massa, seperti tv, radio, dan media cetak dalam
penyampaian informasi kesehatannya [ CITATION Mau091 \l 1057 ]. Edukasi kesehatan
dalam masyarakat juga dapat dilakukan oleh seorang komunikator yang berkompeten
untuk berbicara di depan masyarakat dan mampu membayangkan dirinya ketika berbicara
di depan masyarakat. Hal ini dapat disebut sebagai kemampuan khusus [ CITATION
Mau091 \l 1057 ].

19
2.3.2 Komunikasi dalam proses pembelajaran kesehatan kepada individu
Perawat dapat mengajari pasien setiap kali adanya pertemuan. Misalnya, klien bisa
mendapatkan pembelajaran tentang mengatasi luka ketika pakaiannya diganti oleh
perawat [CITATION Ber124 \l 1033 ]. Komunikasi yang terjalin antarindividu disebut
komunikasi interpersonal. Keefektifan dari komunikasi interpersonal ini ditentukan dalam
tiga hal, yaitu empati, respect terhadap perasaan dan sikap orang lain atau klien, dan jujur
dalam menanggapi pertanyaan [ CITATION Her07 \l 1033 ].
Untuk berkomunikasi diproses pembelajaran sebaiknya gunakan bahasa yang
sederhana dan proses komunikasi yang jelas. Ada tiga komponen yang dapat klien
tanyakan kepada tenaga kesehatan, antara lain [ CITATION Ber124 \l 1033 ]:
a. Apa masalah utama saya?
b. Apa yang harus saya lakukan?
c. Mengapa penting jika saya melakukan ini?
Teknik yang dapat digunakan dalam proses komunikasi, sesuai dengan The Joint
Commission (2007, p. 8) ialah:
a. Gunakan Bahasa yang sederhana
b. Gunakan teknik “teach back” dan “show back”
c. Informasi yang terbatas dijangka waktu tertentu
d. Gunakan media (gambar atau model)
Komponen yang harus diperhatikan ketika berkomunikasi pada proses
pembelajaran individu berdasarkan tingkatan usia [ CITATION Ber124 \l 1033 ]:
a. Lansia
 Tentukan hasil yang dapat dijangkau
 Jika ada media tertentu gunakan ukuran yang besar dan jelas
 Tambahkan waktu untuk mengajar
 Materi perlu disiapkan terlebih dahulu
 Pastikan bahwa tidak ada distraks
 Ulangi informasi
 Gunakan contoh yang dapat disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari
 Sadar terhadap menurunnya sensori klien
 Buat klien nyaman
b. anak usia 3-5 tahun (preschool-children)
 Berhati-hati dalam memilih kata

20
 Biarkan anak brmain dengan boneka atau mainan lainnya untuk belajar tentang
bagian tubuh
 Berikan pujian dan motivasi untuk belajar
c. anak usia 6-11 tahun (middle and late childhood)
 Mereka sudah mampu untuk berpikir logis
 Memiliki rasa ingin untuk aktif dalam proses embelajaran
 Sudah mendapat pendidikan kesehatan di sekolah oleh perawat sekolah.
d. remaja usia 12-19 tahun (adolescent),
 Harus memilki teman sekelompok, sahabar, dan teman yang selalu mensupport
 Mengembangkan rasa saling menghargai dan saling percaya untuk berhubungan
dengan mereka
Agar proses pembelajaran klien mencapai hasil yang diinginkan, komunikasi yang
efektif harus ditingkatkan, ada istilah SOLER yang menjadi panduan perawat untuk aktif
mendengarkan klien, yaitu [ CITATION Jan14 \l 1033 ]:
a. Duduk berhadapan dengan klien
b. Menggunakan pertanyaan terbuka
c. Mendengarkan dengan simak
d. Kontak mata, jika pasien bersedia
e. Refleksi
Ada beberapa tips dan trik untuk mendengarkan aktif, antara lain [ CITATION Jan14 \l
1033 ]:
a. Empati, “itu pasti sangat sulit..”
b. Parafrase, membuktikan bahwa perawat mendengarkan
c. Menyimpulkan, “jadi seperti…?”
d. Refleksi
e. Klarifikasi dan menyelidiki, “apa yang terjadi jika kamu..? kamu mau bicarakan itu
tidak?”

2.3.3 Tahap Komunikasi pada Proses Pembelajaran Klien


Terdapat 4 tahapan komunikasi dalam pendidikan kesehatan kepada klien [ CITATION
Her07 \l 1033 ], antara lain:
a. Tahap Sensitisasi

21
Tahap sensitisasi ialah tahap yang digunakan untuk memberikan informasi guna
menumbuhkan kesadaran pada masyarakat terhadap adanya hal-hal penting berkaitan
dengan kesehatan.
b. Tahap Publisitas
Tahap ini merupakan kelanjutan tahap sensitisasi yang bertujuan menjelaskan lebih
lanjut jenis pelayanan kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan.
c. Tahap Edukasi
Tahap ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan dan
mengarahkan perilakuyang diinginkan oleh kegiatan tersebut.
d. Tahap Motivasi
Pada tahap ini pendidikan kesehatan yang telah diterima oleh masyarakat/individu,
benar-benar dapat mengubah perilaku sehari-harinya sesuai dengan perilaku yang
dianjurkan dalam pendidikan kesehatan sebelumnya.

2.3.4 Hambatan pada proses pembelajaran klien


Hambatan bisa muncul dari pihak perawat dan klien [ CITATION Bas02 \l 1033 ] .
Berikut ialah hambatan yang berasal dari perawat, antara lain:
 perawat tidak siap memberikan pendidikan kesehatan.
 Pendidikan yang kurang memadai
 kurang distandarisasikan dan kurang jelasnya materi pendidikan, delegasi,
pendokumentasian
Dalam melakukan praktik keperawatan, sangat penting sekali untuk
mendokumentasikan intervensi apa saja yang diberikan. Hal tersbut dapat menjadi alat
advokasi perawat. Sedangkan hambatan pendidikan kesehatan dari pasien antara lain:
a. tingkat pendidikan yang rendah
b. karakter pribadi peserta didik
c. efek hoptalisasi
d. stres akibat penyakit
e. ansietas
f. menurunnya fungsi tubuh (pancaindra)
g. kurangnya waktu untuk belajar
h. kompleksitas target yang harus dicapai
i. ketidaknyamanan

22
j. fragmentasi
k. ketidakmanusiawian sistem perawatan yang sering menyebabkan frustasi
l. ketidakpedulian

2.3.5 Pentingnya pendidikan kesehatan


Pendidikan kesehatan sangatlah penting untuk mengatasi masalah kesehatan.
Masalah kesehatan di negara berkembang pada prinsipnya terjadi karena dua aspek, yaitu
aspek fisik dan nonfisik [ CITATION Her07 \l 1033 ] . Dalam melakukan pendekatan guna
mengatasi masalah kesehatan diperlukan pengetahuan dan kesadaran masyarakat sehingga
memberikan hasil yang sesuai dengan harapan. Pendidikan kesehatan berusaha membantu
individu dalam mengontrol kesehatannya sendiri dengan mempengaruhi, memungkinkan,
menguatkan keputusan atau tindakan yang sesuai dengan tujuan individu tersebut.
Pentingnya pendidikan kesehatan juga dapat dilihat dari tujuan pendidikan
kesehatan [ CITATION Her07 \l 1033 ] , diantaranya adalah menjadikan kesehatan sebagai
sesuatu yang bernilai di masyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri
ataupun kelompok untuk mencapai hidup sehat dan mengurangi angka kematian.

23
2.3.6 Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Efektif dalam Pendidikan kesehatan
Menurut Supartini (2004) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi komunikasi
menjadi efektif.:
1) situasi atau suasana yang hiruk pikuk atau peuh dengan kebisingan akan
mempengaruhi baik/tidak baiknya pesan diterima oleh komunikan. Suara bising
yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak
jelas, kabur, bahkan sulit diterima.
2) Waktu, komunikasi yang dilaksanakn pada waktu yang kurang teoat mungkin
diterima komunikan dengan uran tepat pula.
3) Kejelasan pesan akan mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang
jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan
komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan.

2.3.7 Pengkajian kebutuhan belajar


Pengkajian dapat dimanfaatkan untuk lebih mengenal gaya belajar suatu populasi,
dengan mengukur mengenal gaya belajar menggunakan multiple intelligences of
learning (Bensley, Robert J, 2008). Pengkajian tipe ini membantu penyaji memahami
metode pilihan seseorang dalam belajar seperti gerakan, lisan, visual, intrapersonal,
matematis logika, dengan musik atau secara natural. Tujuan dari pengkajian ini adalah
diperolehnya informasi dari individu, keluarga atau kelompok tentang kondisi kesehatan,
dan berbagai hal yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan pendidikan kesehatan
[CITATION Mak09 \l 1033 ]. Metode yang dapat dilakukan dengan pengamatan langsung,
wawancara dan mempelajari data yang telah ada[ CITATION Mak09 \l 1033 ]. Setelah itu
aspek yang dikaji adalah riwayat keperawatan, faktor budaya, faktor ekonomi, dan gaya
belajar.

2.3.8 Diagnosa Defisit Pengetahuan pada Klien

Pengkajian Diagnosa
Karakteristik: Differential Nursing Diagnosis
a. Pengingatan mengenai Kecemasan, koping individu yang tidak
informasi tidak adekuat. efektif, tidak ada penyesuaian, dan
b. Kesalahan persepsi interaksi sosial yang lemah serig kali

24
c. Meminta informasi menjadi penyebab defisit pengetahuan
d. Tidak dapat mengikuti instruksi dengan karakteristik dan faktor-faktor
dengan akurat yang berhubungan. Pengkajian terhadap
e. Melakukan test yang tidak klien secara mendalam dapat membantu
adekuat menentukan masalah utama klien
f. Kemampuan dengan mempertimbangkan prilaku
mendemonstrasikan tidak atau pernyataan verbal pada data yang
adekuat telah dikumpulkan. Sering kali klien
dapat memvalidasi jika klien merasa
Faktor yang berhubungan: cemas karena kurangnya informasi
a. Status secara patofisiologi kritis atau ketidakmampuan untuk
b. Defisit sensori mengingat dan menggunakan informasi
c. Kehilangan ingatan yang diterima karena perasaan
d. Pengetahuan yang terbatas cemasnya. Penentuan masalah utama
e. Strategi koping bertantangan yang salah dapat menjadi vatal karena
(contoh: penolakan atau hasil yang diinginkan hanya didapat
kecemasan) dari penentuan masalah utama yang
f. Budaya atau hambatan bahasa tepat.
g. Niat
h. Kurang kesiapan belajar
i. Kurang kesiapan motivasi
j. Kurang mendapatkan informasi
akurat

2.4 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien dan Metode, Teknik, dan Strategi Pengajaran
2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Sebelum mengenal atau mengetahui tentang pendidikan kesehatan, penting untuk
mengetahui beberapa pendapat para ahli tentang pendidikan. Menurut Prof. Dr. M. J.
Langevelt, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang
dilakukan pada anak untuk menjadi dewasa. ciri orang dewasa ditunjukkan oleh
kemampuan secara fisik, mental, moral, sosial, dan emosional. Sementara menurut
Notoadmodjo (2003) dalam [ CITATION Her091 \l 1057 ], pendidikan secara umum adalah
segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain sehingga mereka
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

25
Pendidikan atau edukasi pasien adalah bagian utama dari praktek semua kesehatan
profesional. Didasarkan pada set teori, temuan penelitian, dan keterampilan yang harus
dipelajari dan dipraktekkan [ CITATION Bar07 \l 1057 ]. Layanan pendidikan pasien akan
diberikan selama asuhan keperawatan berlangsung. Pendidikan kesehatan bagi klien
telah menjadi satu dari peran yang paling penting bagi perawat yang bekerja diberbagai
lahan asuhan keperawatan. Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan
mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang
didalamnya perawat sebagai perawat pendidik [ CITATION Sul02 \l 1057 ].
2.4.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien
Tujuan pendidikan kesehatan adalah membantu individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Edelman dan Mandle,
2006 dalam [ CITATION Pot092 \l 1057 ] . Menurut (Kozier et al.,2010) pendidikan
kesehatan klien bertujuan untuk mempermudah klien dan keluarga dalam pengambilan
keputusan tentang kesehatan. Selain itu dapat meningkatkan gaya hidup sehat pada klien
dengan menerapkan pengetahuan tentang kesehatan.
Pendidikan pasien yang komprehensif mencakup tiga tujuan yang sangat
penting, masing-masing melibatkan fase yang terpisah dari pelayanan kesehatan
[ CITATION Pot092 \l 1057 ].
a) Pemeliharaan dan Promosi Kesehatan, serta Pencegahan Penyakit.
Mempromosikan perilaku sehat melalui pendidikan memungkinkan pasien untuk
memikul tanggung jawab lebih untuk kesehatan mereka [ CITATION Pot092 \l 1057 ].
Pengetahuan yang besar akan mengubah perilaku atau kebiasaan dalam pelayanan
kesehatan. Ketika pasien menjadi lebih sadar akan kesehatannya, mereka akan lebih
tanggap untuk mencari diagnosis dini masalah kesehatan.
b) Pemulihan Kesehatan
Pasien sakit membutuhkan informasi dan keterampilan yang berguna untuk
membantu mereka mendapatkan kembali atau mempertahankan tingkat kesehatan
mereka. Pasien yang pulih dari penyakit akan beradaptasi dengan perubahan yang
dihasilkan dari penyakit atau  pasien yang menderita cedera setelahnya akan sering
mencari informasi tentang kondisi mereka. Misalnya, seorang wanita yang baru-baru
ini menjalani hysterectomy bertanya tentang laporan penyakitnya dan akan
berlangsung proses pemulihan yang panjang. Namun, beberapa pasien merasa sulit

26
untuk beradaptasi dengan penyakit dan menjadi pasif dan tidak tertarik untuk belajar.
Seorang perawat harus belajar mengidentifikasi keinginan pasien untuk belajar dan
memotivasi minat belajar pasien [ CITATION Pot092 \l 1057 ]. Keluarga menjadi bagian
penting dari kembalinya kesehatan pasien. Pengasuh di dalam keluarga seringkali
membutuhkan pengetahuan yang hampir sama  dengan pasien, termasuk informasi
tentang cara melakukan keterampilan dalam rumah.
c) Mengatasi Fungsi Gangguan
Tidak semua pasien sepenuhnya pulih dari penyakit atau cedera. Banyak yang harus
belajar untuk mengatasi perubahan kesehatan yang permanen. Pengetahuan baru dan
keterampilan yang sangat diperlukan pasien untuk melanjutkan kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya, seorang pasien kehilangan kemampuan untuk
berbicara setelah operasi laring dan harus belajar cara-cara baru untuk berkomunikasi.
Perubahan fungsi secara fisik atau psikososial. Dalam kasus kecacatan serius seperti
stroke atau cedera tulang belakang, keluarga pasien perlu memahami dan menerima
banyak perubahan dalam kemampuan fisik pasien. Kemampuan keluarga untuk
menunjukkan  dukungan sebagian dari pendidikan, yang dimulai setelah perawat
mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga menunjukkan kemauan untuk
membantu.

2.4.3 Metode Pengajaran


Mengajar merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang (pendidik) dengan
tujuan membantu dan memudahkan orang lain (peserta didik) melakukan kegiatan belajar
(Tardif, 1989 dalam Simamora, 2009). Metode pengajaran yang biasa digunakan
diantaranya lecture (kuliah umum), discussion (discussion), demonstrasi, dan role playing
(memainkan peran) (Allender & Spradly, 2009).
1. Lecture (kuliah) merupakan metode yang digunakan untuk menyampaikan informasi
kesehatan yang bersifat umum. Pada metode lecture ini komunikasi disampaikan
kepada grup yang luas (komunitas). Beberapa individu pada metode ini umumnya
bersifat pasif. Pada kuliah formal (formal lecture) pembelajaran akan dikuasai oleh
pengajar, sedangkan klien lebih banyak mendengarkannya.
2. Diskusi merupakan komunikasi dua arah yang penting dalam proses pembelajaran.
Metode ini menuntut para peserta didik untuk lebih aktif dalam belajar. Beragam

27
pertanyaan, komentar, alasan dan umpan balik yang ada pada metode ini dapat
membuat peserta didik untuk lebih mengerti akan materi yang sedang dibahas.
3. Metode demonstrasi digunakan dalam pengajaran keahlian psikomotor. Hal ini
mengajarkan peserta didik (klien) untuk membentuk dan menunjukkan keahliannya.
Demonstrasi yang akan efektif apabila dilakukan dalam kelompok kecil sehinnga
setiap klien dapat mengembangkan keahlian dengan sempurna.
4. Role playing (memainkan peran) adalah suatu metode yang memberikan klien
kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang sudah diperoleh. Seorang pengajar
(perawat) dan klien akan memainkan peran sesuai dengan skenario yang
berhubungan dengan topik bahasan. Permainan peran pada role play akan
menunjukkan ekspresi, tingkah laku, nilai dengan kontrol lingkungan.

2.4.4 Strategi Pengajaran


Strategi pengajaran dapat bermacam-macam. Semakin kreatif suatu strategi, maka
semakin menarik pengajaran dan tentunya akan memudahkan untuk memperoleh
pemahaman. Terdapat beberapa strategi pengajaran kesehatan yang dapat diaplikasikan
diantaranya [ CITATION Pot092 \l 1057 ]:
1. Membina kepercayaan klien kepada perawat sebelum kegiatan pengajaran
2. Menyampaikan dengan kalimat sederhana yang mudah dipahami
3. Menghindari penggunaan istilah medis yang mana jika terpaksa menggunakannya
maka sebaiknya dijelaskan secara singkat
4. Mengajar dalam waktu yang singkat dan materi yang ringkas
5. Meminimalkan hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian klien
6. Menyertakan informasi yang penting di awal sesi
7. Menghubungkan informasi yang diajarkan dengan pengalaman atau situasi nyata
8. Memancing klien agar memberikan umpan balik sehingga dapat diketahui seberapa
informasi yang diserap klien
9. Meminta klien untuk memperagakan ulang apa yang telah dipelajari
10. Sajikan materi yang sesuai dengan kemampuan klien, dalam bahasa yang pendek,
huruf yang besar dan sederhana
11. Tekankan pada aspek penting di akhir pertemuan
12. Agendakan pengajaran pada waktu yang pendek

28
13. Bermain peran untuk mencontohkan perilaku, memberikan kesempatan klien untuk
bertanya, dan menggunakan media visual serta menganalogikan secara sederhana

2.5 Media Pengajaran


Media pembelajaran merupakan suatu alat bantu yang digunakan oleh pendidik agar
kegiatan proses belajar berjalan secara efektif. Menurut Sadiman (2006) media adalah
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat
serta perhatian penerima pesan sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Menurut
Briggs ( dalam Sandiman, 2006) media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan
pesan serta merangsang penerima pesan untuk belajar. Sedangkan menurut Trianto (2010)
media sebagai komponen strategi pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang dari
sumbernya atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan, dan
materi yang ingin disampaikan adalah pembelajaran, dan tujuan yang ingin dicapai adalah
terjadinya proses belajar.
Media meliputi semua sumber belajar yang dibutuhkan oleh penerima pesan untuk
meningkatkan aktivitas penerima pesan dalam prosen pembelajaran. Media pembelajaran
memiliki banyak jenis yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan pemberi pesan dan
diperlukan saat kegiatan belajar berlangsung. Rudi dan Breatz (dalam Trianto, 2010)
mengklasifikasi media kedalam tujuh komponen media, yaitu: media audio visual gerak,
media visual diam, media audio semi gerak, media visual gerak, media visual diam, media
audio, dan media cetak.
Menurut Asyhar (2012) ada empat jenis media pembelajaran, yaitu:
1. media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera
penglihatan semata-mata dari penerima pesan, misalnya: media visual non proyeksi
(benda realita, model protetif, dan grafis), dan media proyeksi (power point, paint, dan
auto cad).
2. media audio, yaitu jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan
hanya mengandalankan indera pendengaran penerima pesan, misalnya: radio, pita
kaset suara, dan piringan hitam.
3. media audio-visual, yaitu jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran
dengan melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses
atau kegiatan, misalnya: video kaset dan film. 4) Multimedia, yaitu media yang

29
melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses
atau kegiatan pembelajaran, misalnya: TV dan power point.
Menurut Heinich dan Molenda (2005) terdapat enam jenis dasar dari media pembelajaran,
yaitu:
1. Teks, yaitu elemen dsar dalam menyampaikan suatu informasi yang mempunyai
berbagai jenis dan bentuk tulisan yang berupaya memberi daya tarik dalam
penyampaian informasi.
2. Media audio, yaitu media yang dapat membantu menyampaikan informasi dengan
lebih berkesan dan membantu meningkatkan daya Tarik terhadap sesuatu
persembahan. Jenis audio termasuk suara latar, nusik, atau rekaman suara, dan
lainnya.
3. Media visual, yaitu media yang dapat memberikan rangsangan-rangsangan visual
seperti gambar/photo, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun poster, papan bulletin, dan
lainnya.
4. Media proyeksi gerak, ternasuk didalamnya film geral, film gelang, program TV, video
kaset (CD, VCD, atau DVD).
5. Benda-benda tiruan/miniatur, termasuk didalamnya benda-benda tiga dimensi yang
dapat disentuh dan diraba oleh penerima pesan. Media ini dibuatuntuk mengatasi
keterbatasan baik objek ataupun situasi sehingga proses pembelajaran tetap berjalan
dengan baik.
6. Manusia, termasuk didalamnya guru, siswa, atau pakar/ ahli dibidang/ materi tertentu.

Menurut Redmen (2007), terdapat banyak jenis media pembelajaran yang dapat digunakan
seperti media cetak, literasi, komputer, dan media visual.
1. Media cetak.
Menggunakan media cetak sebagai media pembelajaran dapat mengefisiensi waktu
jika media tersebut tersusun dengan baik untuk mendorong proses belajar dan jika
media tersebut cocok dengan kemampuan literasi pembaca. Teknik design grafis
tertentu dapat meningkatkan jumlah pembaca, pemahaman, dan ingatan. Sebagai
tambahan, penulis yang menggunakan media cetak sebaiknya melakukan hal berikut:
a. Membuat kata kunci mudah ditemukan
b. Menggunakan paragraf pertama untuk menyampaikan hal yang paling diinginkan
oleh pembaca dan usaha untuk mendapatkannya

30
c. Menyediakan kisah fiksi atau nyata tentang orang-orang yang melakukan aksi
konkret dan mengalami konsekuensi yang menarik bagi pembaca
d. Mendeskripsikan aksi step-by-step
e. Menyediakan gambar dan kata-kata yang menjelaskan gambaran jelas,m yang
akan lebih mudah diingat daripada kata-kata
f. Meningkatkan keefektifan informasi dengan cara mengulanginya, meng-
hoghlight-inya, atau mengkotakinya, dan meminta pembaca untuk melakukan
aktivitas tertentu.
g. Menyediakan materi-materi sensitif budaya yang harus dibiasakan oleh mereka,
membahas gaya hidupnya dan menggunakan bahasa atau simbol budaya tersebut.
2. Literasi
Literasi berarti kemampuan seseorang untuk mebaca dan menulis. Meskipun
readability formulas digunanakan untuk menganalisis teks, tes kemampuan membaca
dikelola kepada individu untuk tujuan memilih intervensi pengajaran yang tepat untuk
masing-masing individu. Ada tiga macam tes yaitu TOFHLA (Test of Functional
Health Literacy in Adults); WRAT-R (Wide Range Achievement Test-Revised); SOTR-
R (Slosson Oral Reading Test-Revised).
3. Komputer
Komputer dapat digunakan untuk tujuan intruksional seperti melatih kemampuan
memecahkan masalah sampai kemampuan tersebut dikuasai. Maksudnya, komputer
bisa digunakan sebagai media pembelajaran dengan melalui aplikasi atau permainan
(games) misalkan, permainan yang menunjukkan pengaturan tingkat insulin dengan
aplikasi yang menyontohkan gula darah tubuh dan responnya terhadap insulin,
makanan, dan latihan gerak.
4. Materi visual.
Dalam proses pembelajaran mengenai objek fisik sungguhan, akan lebih baik jika
kita menggunakan objek sungguhan. Bagaimanapun, model akan sangat bermanfaat
jika ketiga dimensi objek dapat dilihat kecuali jika benda terlalu kecil, besar, rumit,
mahal; benda sungguhannya tidak tersedia; pandangan yang diinginkan tidak bisa
diekspos; atau objek tidak bisa dimanipulasi. Sebagai contoh, untuk
mendemonstrasikan kelahiran seorang bayi, sebuah boneka dapat dibuat menyerupai
ukuran aslinya namun, jika ingin menjelaskan anatomi dan fisiologi jaringan tertentu

31
mungkin tidak akan bisa divisualisasikan dengan tepat karena ukurannya yang terlalu
kecil.
Jadi, media pembelajaran merupakan alat bantu atau alat perantara yang
digunakan oleh pemberi pesan agar merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
minat penerima pesan dengan sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Media
yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran sangatlah beragam. Pemberi pesan
dapat mempergunakan media tersebut sesuai dengan kebutuhannya masing -masing.

2.6 Evaluasi Pendidikan Kesehatan Klien


2.6.1 Evaluasi Aspek Psikomotor Klien
Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar yang harus dialami oleh
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menjadi sasaran dengan tujuan
akhir perubahan perilaku [ CITATION Nur07 \l 1033 ]. Bloom (1909) membagi perilaku
ke dalam tiga domain kognitif, domain sikap dan domain psikomotor. Kognitif adalah
merupakan hasil tahu dan penginderaan seseorang terhadap suatu objek. Domain sikap
adalah reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus.
Sedangkan domain psikomotor adalah respons yang terlihat secara langsung oleh
orang lain atau biasa disebut dengan praktik.
Domain psikomotor memiliki empat tingkatan yaitu persepsi, respons terpimpin,
mekanisme, dan adaptasi. Pada tahap persepsi, kita mengenal dan memilih objek yang
berhubungan dengan tindakan yang akan diambil. Selanjutnya adalah respon terpimpin
adalah melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
Ketiga dalah mekanisme yaitu apabila seseorang melakukan dengan benar secara
otomatis atau menajdi sebuah kebiasaan. Terakhir yang paling tinggi adalah adopsi
yaitu praktik yang sudah berkembang dengan baik. [ CITATION Efe09 \l 1033 ]
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan media
peraga. Teknik dan media ini memudahkan narasumber untuk menyampaikan
pesannya. Teknik harus dipilih berdasarkan pengunjung yang hadir dan tujuan yang
ingin dicapai. Setelah teknik yang dipilih sesuai, maka ditentukan media dan alat
peraga yang akan dipergunakan dalam pendidikan kesehatan. Media dapat berbentuk
elektronik, cetak atau media lainnya, hal ini ditentukan oleh banyaknya sasaran,
keadaan geografis, karakteristik partisipan dan sumber daya pendukung.

32
Setelah dilakukakn pendidikan kesehatan, narasumber akan mengevaluasi
beberapa aspek yaitu evaluasi belajar klien, evaluasi aspek psikomotor dan evaluasi
mengajar intervensi keperawatan. Tujuannya adalah mengevaluasi pencapaian tujuan
pendidikan yang telah diberikan. Namun, pada kesempatan kali ini saya akan berfokus
kepada evaluasi aspek psikomotor klien.
Evaluasi aspek psikomotor dapat dilakukan dengan mengobservasi bagaimana
klien melakukan suatu prosedur di rumah. Evaluasi ini jauh lebih kompleks
dibandingkan dengan evaluasi kognitif dan biasanya hanya ditentukan dengan skala
sikap. Dari hasil observasi ini, kita bisa mengetahui apakah perlu dilakukan modifikasi
pendidikan kiranya tujuan tidak tercapai, atau kiranya sudah tercapai adakah yang
mesti dikembangkan.
Keberhasilan pendidikan kesehatan dapat dievaluasi dari berbagai aspek yaitu,
input, proses, output, outcomes dan impact serta komponen pertanyaan seperti what,
where, when, why, dan how. Hasil dari evaluasi ini juga dapat dijadikan acuan sebagai
bahan rencana tindak lanjut bagi narasumber terhadap penerima. Rencana tindak lanjut
ini dapat meningkatkan pengetahuan penerima materi dan mencapai aspek domain
psikomotor paling tinggi yaitu aspek adopsi.
2.6.2 Evaluasi Belajar Klien
Tahapan asuhan keperawatan yang terakhir adalah Evaluasi. Evaluasi dilakukan
untuk mengukur keberhasilan intervensi yang dilakukan serta menilai apakah
dibutuhkan intervensi lain [ CITATION Bar14 \l 1033 ]. Evaluasi dapat sesuai dengan
macam-macam klien, yaitu:
a. Evaluasi individu
Tolak ukur yang dapat mengevaluasi seorang individu bisa jadi bermacam-
macam bergantung pada kasusnya. dikutip dari buku Barbara K. Redman (2004)
dalam bukunya Advances in Patience Education ada lima tolak ukur yang bisa
dinilai secara umum [ CITATION Bar04 \l 1033 ], yaitu:
1. Self-Efficacy
Self-efficacy adalah kepercayaan seorang individu mengenai kemampuannya
untuk melaksanakan atau menjalankan sesuatu. Biasanya, hal ini spesifik
terhadap suatu kasus atau perilaku. Untuk itu, tolak ukur ini berbeda-beda sesuai
dengan kondisi tertentu. Contohnya adalah Childbirth Self-Efficacy Scale (Lowe,

33
1993, dalam, Redmen, 2004) serta Sickle cell Self-Efficacy Scale (Edwards,
Telfair, Cecil & Lenoci, 2000, dalam, Redmen 2004).
2. Kebutuhan mengetahui sebuah informasi
Kebutuhan untuk mengetahui sebuah informasi biasanya tinggi akan permintaan
terhadap klien-klien dengan level depresi atau kecemasan yang lebih tinggi. Hal
ini dibuktikan dari klien yang memiliki diabetes, rheumatoid arthritis, kanker,
asma, osteoporosis, schizophrenia dan beberapa penyakit lainnya, ternyata
kebutuhan informasi sangat diinginkan oleh pasien kanker. Kebutuhan akan
informasi ini juga berkurang setelah masa penyakit membaik.
3. Kepercayaan
Kepercayaan klien terhadap suatu kondisi dapat mempengaruhi proses asuhan
keperawatan. Contohnya adalah The Menopause Representations Questinnaire
yang mengukur pengetahuan individu mengenai identitas, konsekuensi, dan
persepsi mengenai kontrol dan penyembuhan, hal ini bisa mempengaruhi asuhan
keperawatan. Kepercayaan yang tidak benar akan suatu kondisi kelien bisa jadi
mempengaruhi proses penyembuhan klien.
4. Manajemen diri
Contoh pengukuran tolak ukur manajemen diri ini adalah Heart Failure
Questionnaire yang menilai bagaimana perilaku seseorang dengan penyakit
jantung dan apa yang mereka lakukan saat gejalanya datang. Hasilnya adalah
orang yang lebih berpengalaman pada kesehariannya mencoba untuk mengurangi
konsumsi sodium. Hal ini adalah contoh penilaian manajemen diri yang baik.
b. Evaluasi komunitas
Perawat komunitas akan mengukur apakah rencana asuhan keperawatan yang
telah dibuat membuahkan hasil yang dilakukan pada fase evaluasi ini. Komunitas
maupun perawat, mengukur keberhasilan ini berdasarkan objektif yang tercapai.
Perawat memiliki tanggung jawab sepenuhnya terhadap hasil ini, namun, dengan
berkolaborasi dengan anggota komunitas serta tenaga kesehatan lain, akan membuat
hasil evaluasi yang lebih valid [ CITATION Bar14 \l 1033 ].
Rencana asuhan keperawatan yang melibatkan diagnosis keperawatan,
ekspektasi hasil, dan intervensi, membutuhkan data menganai bagaimana komunitas
tersebut merespon terhadap rencana asuhan keperawatan yang dibuat. Hasil dari
respon tersebut dibandingkan antara sebelum dan sesudah intervensi. Perbandingan

34
ini akan memberikan gambaran mengenai seberapa efektif rencana asuhan
keperawatan tersebut[ CITATION Bar14 \l 1033 ]
Frekuensi penilaian evaluasi juga tergantung akan situasi, seberapa cepat
perubahan diharapkan, dan objektifnya. Contoh, seseorang yang berdarah akan
membutuhkan evaluasi dengan interval yang singkat, sementara perubahan perilaku
komunitas akan berjalan perlahan dan membutuhkan metode evaluasi jangka
panjang. Interval evaluasi berbeda-beda tergantung apakah objektifnya jangka
pendek atau jangka panjang [ CITATION Bar14 \l 1033 ].
c. Evaluasi keluarga
Fungsi dari evaluasi ini adalah untuk menilai bagaimana keluarga merespon
terhadap rencana asuhan keperawatan dan apakah intervensi ini berhasil. Tujuan
dan objektif yang spesifik terhadap suatu kasus akan mempermudah hasil evaluasi
dibandingkan evaluasi yang umum. Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi
hasil intervensi dengan tolak ukur simpel adalah seperti perubahan berat badan,
peningkatan kapasitas paru-paru dari program olahraga, Sementara itu, hasil dari
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit lainnya tidak semudah itu untuk diukur
atau dinilai, namun harus tetap dilakukan dalam tahapan asuhan keperawatan. Saat
menilai faktor-faktor seperti kepercayaan, perspektif pribadi, atau peran dalam
suatu hubungan, perawat harus mengevaluasi berdasarkan pendapat keluarga
tersebut apakah mereka merasa intervensi itu berhasil atau tidak. Setelah itu, data
yang diperoleh dari keluarga digunakan untuk dibandingkan dengan informasi saat
awal pengkajian untuk dapat menentukan apakah ada perubahan [ CITATION Bar14 \l
1033 ].
Tolak ukur berikut ini dapat digunakan untuk menentukan keefektifan sebuah
intervensi, yaitu: 1) perubahan pola interaksi, 2) komunikasi efektif, 3) kemampuan
untuk mengekspresikan emosi, 4) kepekaan terhadap kebutuhan anggota keluarga
lain, dan 5) kemampuan memecahkan masalah. Tolak ukur tersebut dapat
dibandingkan dengan kondisi keluarga pada saat pengkajian awal. Hasil dari
penilaian tolak ukur ini masih bisa digunakan untuk menilai potret keluarga bahkan
hingga hari ini, saat keluarga sudah lebih bervariasi [ CITATION Bar14 \l 1033 ].
Saat melakukan perencanaan asuhan keperawatan, perawat harus menentukan
kriteria terkait norma dasar yang diharapkan untuk muncul, hal ini adalah dasar dari
hasil evaluasi. Bila kriteria yang dibuat semakin objektif, maka hasil evaluasi akan

35
semakin valid. Saat tujuan dan objektif tercapai, maka masalah sudah terselesaikan.
Sebaliknya, bila tujuan tidak tercapai, maka perawat harus mengkaji ulang apa
penyebab tidak tercapainya tujuan dan merencanakan intervensi alternative.
Kesalahan bisa dari faktor keluarga maupun faktor pelayanan kesehatan itu sendiri
seperti kekurangan staf ahli atau kekurangan dalam pendanaan [ CITATION Bar14 \l
1033 ].

36
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Belajar mengajar merupakan hal yang sangat penting bagi dan di kehidupan sehari-hari.
Tak hanya diusia muda saja, melainkan belajar mengajar harus sepanjang hayat dilakukan.
Belajar sepanjang hayat merupakan suatu konsep tentang belajar terus menerus dan
berkesinambungan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal dan internal. Belajar
tidak hanya berlangsung di lembaga formal tetapi dimana saja. Belajar ialah adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman yang bertujuan untuk menumbuhkan sifat-sifat positif dari
peserta didik. Metode belajar terbagi atas 7 metode (Simamora, 2009) yaitu metode
penglihatan, mendengar, bergerak, taktil/sentuhan, penciuman, pengecap, dan metode
kombinasi (mengandalkan lebih dari satu indra/metode). Sedangkan mengajar menurut
Simamora (2009) merupakan suatu rangkaian kegiatan penyampaian materi pelajaran kepada
peserta didik agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan
pelajaran tersebut. Tujuan dari diberikannya edukasi kepada individu ialah untuk memenuhi
kebutuhan dasar individu secara komprehensif melalui upaya integrasi berbagai konsep,
teori, dan teknikal. Metode mengajar terdiri atas 8 metode, yaitu metode ceramah, diskusi,
demonstrasi, resitasi, eksperimental, study tour, drill (latihan keterampilan), dan metode
pengajaran teman sejawat.
Domain belajar adalah ranah perubahan tingkah laku menuju peningkatan
pengetahuan dan kemahiran berdasarkan alat indra dan pengalamannya. Pembelajaran dapat
dilihat dalam domain atau dimensi yang berbeda. Domain atau dimensi pembelajaran pada
umumnya terdiri atas dimensi kognitif (berkaitan dengan pemikiran rasional yang terkait
fakta-fakta dan konsep-konsep, dimensi afektif (mempelajari hal yang mengenai pembelajar
itu sendiri), dan dimensi psikomotor (kemampuan dari motorik individu dalam melakukan
pengaplikasian atas pengetahuannya), (Eldemen & Mandle, 2006: Kozier, Erb, Berman, &
Snyder, 2010).
Pada dasarnya proses dan kebutuhan pembelajaran pendidikan kesehatan pada tiap
tiap individu, keluarga, masyarakat itu berbeda-beda. Pendidikan kesehatan merupakan suatu
bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok,
maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran
yang didalamnya perawat sebagai perawat pendidik [ CITATION Sul02 \l 1057 ] . Adapun media

37
pengajaran yang dapat digunakan ialah melalui teks, media audio, media visual, media
proyeksi gerak, benda-benda tiruan/miniature, dan manusia. Sehingga dapat mempermudah
proses dan memenuhi pendidikan kesehatan pada tiap tiap individu, keluarga, maupun
masyarakat

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa/i S1 Keperawatan Stikes Eka
Harap Palangkaraya dalam melaksanakan promosi kesehatan, dan kami berharap makalah ini
mendapatkan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini

38
DAFTAR PUSTAKA

Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2014). Community and public health nursing:
Promoting the public’s health, 8th edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Bastable, Susan B. ( 2002) .Nurse as educator :Priciples of teaching and learning, Perawat
sebagai pendidik : Prinsip – prinsip pengajaran dan pembelajaran.( Gerda
Bensley, R. J. (2008). Metode pendidikan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC.
Efendi, M. (2009). Keperawatan komunitas teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
FIP-UPI. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan. Jakarta : IMTIMA.
Maulana, Heri .D.J. (2009). Promosi kesehatan. Jakarta: EGC
Nursalam & Efendi, F. (2008). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2009). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and
Practice 6th edition. Louis, MI: Elsevier Mosby.
Potter & Perry. (2009). Fundamental of nursing, Fundamental Keperawatan , buku 1 edisi 7.
( dr. Adrina Federika, Penerjemah ).Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Simamora, R. H. (2008). Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
Simamora, Roymond H. (2009). Buku ajar pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: EGC
Suardi, M. (2015). Belajar & pembelajaran, edisi 1. Yogyakarta: Deepublish.
Wulandari & Gento Wijoyo, alih bahasa). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

39

Anda mungkin juga menyukai