Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

‘’ INVESTIGASI WABAH ‘’

DISUSUN OLEH :

AISHA ILFI RAHMI (226110881)

DOSEN PENGAJAR :

SAFYANTI, SKM, M.Kes

SARJANA TERAPAN PROMOSI KESEHATAN TK 1B

POLTEKKES KEMENKES PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ucapkan kehadiran Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayat-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya upaya, tugas makalah mata kuliah
epidemiologi yang membahas tentang INVESTIGASI WABAH dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan buku, jurnal, dan website yang
berkaitan dengan INVESTIGASI WABAH , Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih kurang sempurna. Untuk itu diharapkan berbagai masukan yang bersifat
membangun demi kesempurnaannya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat untuk pembaca.

Padang, 29 Maret 2023

Penulis

1
DAFAR ISI

KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------- 1

DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------- 2

BAB 1 PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------- 3

A. Latar Belakang --------------------------------------------------------------- 3


B. Rumusan Masalah ----------------------------------------------------------- 4
C. Tujuan ------------------------------------------------------------------------ 4

BAB II ISI ---------------------------------------------------------------------------- 5

A. Investigasi Wabah ----------------------------------------------------------- 5


B. Wabah Difteri ---------------------------------------------------------------- 8
1. Pengertian Difteri ------------------------------------------------------- 8
2. Faktor Resiko Difteri --------------------------------------------------- 8
3. Gejala Difteri ------------------------------------------------------------ 9
C. Investigasi Difteri------------------------------------------------------------ 9
D. Pencegahan dan Penanggulangan Difteri --------------------------------- 12

BAB III PENUTUPAN ------------------------------------------------------------- 14

A. Kesimpulan ------------------------------------------------------------------- 14

DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------- 15

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Difteri adalah suatu penyakit menular akut yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diptheriae. Penyakit difteri ditandai dengan peradangan pada
tempat infeksi, khususnya pada selaput mukosa faring, laring, tonsil, hidung dan
kulit. Sebanyak 94% kasus difteri menyerang tonsil dan faring, beberapa
gejalanya adalah nyeri pada tenggorakan, nyeri ketika menelan makanan dan
demam tinggi. Tingkat kematian penyakit ini adalah 10% jika penderita
mendapatkan pengobatan dengan baik dan 50% jika penderita tidak berobat dan
tidak mempunyai imunitas. Pada anak usia kurang dari 5 tahun kematian karena
difteri adalah sekitar 5-10%, sedangkan pada orang dewasa mencapai 20%.
Penyebab kematian karena difteri sebagian besar adalah karena adanya sumbatan
jalan nafas, kerusakan otot jantung, serta kelainan susunan saraf pusat dan ginjal
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

Dari tahun ke tahun, kasus difteri di Indonesia masih terus ada. Tahun 2017
tercatat 622 kasus dan 32 kematian. Tahun 2018 tercatat 1.386 kasus dan 29
kematian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Tahun 2019
tercatat 530 kasus dengan 23 kematian (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2019). Meskipun berbahaya dan cukup mematikan, difteri dapat
dicegah dengan melakukan imunisasi lengkap dan rutin sesuai dengan usia anak
(Kementerian kesehatan, 2017).

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Pengertian Investigasi Wabah?
2. Apa Itu Wabah Difteri?
3. Pengertian Difteri?
4. Apa Saja Faktor Resiko Difteri?
5. Apa Saja Gejala Difteri?
6. Bagaimana Cara Investigasi Difteri?
7. Bagaimana Cara Pencegahan dan Penanggulangan Difteri?
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagimana keadaan Indonesia pada wabah Difteri dengan
Investigasi serta pencegahan dan penanggulangan Difteri agar tidak terjadi lagi.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Investigasi Wabah
Secara umum Wabah dapat diartikan sebagai kejadian penyakit melebihi
dari normal (kejadian yang biasa terjadi). Banyak definisi yang diberikan
mengenai wabah baik kelompok maupun para ahli diantaranya :
 Wabah adalah penyakit menular yang terjangkit dengan cepat, menyerang
sejumlah besar orang didaerah luas ( KBBI : 1989 ).
 Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan atau kematian yang telah
meluas secara cepat, baik jumlah kasusnya maupun daerah terjangkit ( depkes
RI, DirJen P2MPLP : 1981).
 Wabah adalah kejadian terjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka ( UU RI No. 4 tahun 1984 ).
 Wabah adalah terdapatnya penderita suatu penyakit tertentu pada penduduk
suatu daerah, yang nyata jelas melebihi jumlah biasa ( Benenson : 1985 )
 Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat, dapat berupa
penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, atau
kejadian lain yang berhubungan dengan kesehatan yang jumlahnya lebih
banyak dari keadaan biasa ( Last : 1981 )

Selain kata wabah dikenal pula letusan ( outbreak ) apabila kejadian tersebut
terbatas dan dapat ditanggulangi sendiri oleh pemerintah daerah dan kejadian luar
biasa ( KLB ) apabila penanggulangannya membutuhkan bantuan dari pemerintah
pusat ( DirJen P2MPLP tahun 1981 ). Di Indonesia pernyataan adanya wabah
hanya boleh ditetapkan oleh mentri kesehatan.

5
1. Tiga komponen wabah :
1) Kenaikan jumlah penduduk
2) Kelompok penduduk disuatu daerah
3) Waktu tertentu
2. Alasan melakukan penyelidikan adanya kemungkinan wabah :
1) Mengadakanpenanggulangan dan pencegahan
a) Ganas tidaknya penyakit
b) Sumber dan cara penularan
c) Ada atau tidaknya cara penanggulangan dan pencegahan
2) Kesempatan mengadakan penelitian dan pelatihan
3) Pertimbangan program
4) Kepentingan umum, politik, dan hokum
3. Kriteria Kerja Wabah / KLB
Kepala wilayah / daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah
(KJB penyakit menular) diwilayahnya atau tersangka penderita penyakit yang
dapat menimbulkan wabah, wajib seera melakukan tindakan – tindakan
penanggulangan seperlunya, dengan bantuan unit kesehatan setempat, agar tidak
berkembang menjadi wabah (UU No. 4 dan PerMenKes 560/ MenKes/ Per/ VIII/
1989).
Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak
dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/ kematian terus – menerus selama tiga
kurun waktu berturut – turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari,
minggu).
3. Peningkatan kejadian penyakit/ kematian, dua kali atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun).

6
4. Jumlah penderita baru dalam suatu bulan menunjukan kenaikan dua kali
atau lebih dibandingkan dengan angka rata – rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.
5. Angka rata – rata perbulan selama satu tahun menunjukan kenaikan dua
kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata – rata perbulan dari
tahun sebelumnya.
6. Case fatality rate ( CFR ) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu
menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibandingkan dengan CFR dari
periode sebelumnya.
7. Proportional rate ( PR ) penderita dari suatu periode tertentu menunjukan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan periode, kurun waktu atau
tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : cholera, difteri
dan demam berdarah dengue.
a) Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah
endemis).
b) Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode empat
minggu sebelumnya, daerah tersebut dinyatakan bebas dari
penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan satu kasus atau lebih
sebagai KLB.
a) Keracunan makanan
b) Keracunan pestisida
10. Satu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB yang perlu ditangani
seperti penyakit poliomylitis dan tetanus neonatorum kasus dianggap KLB
dan perlu penanganan khusus. Peningkatan jumlah kasus atau penderita
yang dilaporkan belum tentu suatu wabah (pseudo epidemik) karena
peningkatan penderita tersebut bisa karena :
a. Perubahan cara pencatatan
b. Ada cara – cara dignosis baru

7
c. Bertambahnya kesadaran penduduk untuk berobat
d. Ada penyakit lain dengan gejala sama
e. Jumlah penduduk bertambah
B. Wabah Difteri
1. Pengertian Difteri
Difteri berasal dari bahasa Yunani yaitu diphtera = leather hide = kulit yang
tersembunyi. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae.
Penyakit difteri merupakan penyakit infeksi akut dan menular yang ditandai
dengan terbentuknya eksudat yang berbentuk membran pada tempat infeksi, dan
diikuti oleh gejala umum karena eksotoksin yang dihasilkan bakteri tersebut.
Difteri merupakan penyakit kontagius, yang berarti penularan terjadi antara
manusia tanpa ada keterlibatan vektor ataupun pembawa (vehicle). Penularan
terjadi bila pejamu kontak dengan carrier difteri, dan hanya menusia sebagai
reservoir pada penyakit ini (Basil langsung ditularkan dengan kontak langsung
melalui batuk, bersin atau berbicara. Kontak tidak langsung dapat melalui debu,
baju, kuku dan produk susu walaupun hal ini jarang

2. Faktor Risiko Difteri


Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria, yang dapat menyebar
dari orang ke orang. Seseorang bisa tertular difteri bila tidak sengaja menghirup
atau menelan percikan air liur yang dikeluarkan penderita saat batuk atau bersin.
Penularan juga bisa terjadi jika menyentuh benda yang sudah terkontaminasi air
liur penderita, seperti gelas atau sendok.
Difteri dapat dialami oleh siapa saja. Namun, risiko terserang difteri akan
lebih tinggi pada orang yang tidak mendapat vaksin difteri secara lengkap. Selain
itu, difteri juga lebih berisiko terjadi pada orang yang:
1) Tinggal di area padat penduduk atau buruk kebersihannya
2) Bepergian ke wilayah yang sedang terjadi wabah difteri
3) Memiliki daya tahan tubuh lemah, misalnya karena menderita AIDS
3. Gejala Difteri

8
Gejala difteri muncul 2 sampai 5 hari setelah seseorang terinfeksi. Meskipun
demikian, tidak semua orang yang terinfeksi difteri mengalami gejala. Apabila
muncul gejala, biasanya berupa terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang
menutupi tenggorokan dan amandel penderita. Selain lapisan abu-abu di
tenggorokan, gejala lain yang dapat muncul meliputi:
 Sakit tenggorokan
 Suara serak
 Batuk
 Pilek
 Demam
 Menggigil
 Lemas
 Muncul benjolan di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening
Segera ke IGD rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis jika
muncul gejala difteri yang lebih berat, seperti:
 Gangguan penglihatan
 Keringat dingin
 Sesak napas
 Jantung berdebar
 Kulit pucat atau membiru
C. Investigasi Dfteri
Jumlah kasus Difteri di Indonesia sedikit meningkat pada tahun 2016 jika
dibandingkan dengan tahun 2015 (529 kasus pada tahun 2015 dan 591 pada tahun
2016). Demikian pula jumlah Kabupaten/Kota yang terdampak pada tahun 2016
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan jumlah Kabupaten/ Kota pada
tahun 2015. Tahun 2015 sebanyak 89 Kabupaten/ Kota dan pada tahun 2016
menjadi 100 Kabupaten/ Kota. Sejak vaksin toxoid Difteri diperkenalkan pada
tahun 1940an, maka secara global pada periode tahun 1980 – 2000 total kasus
Difteri menurun lebih dari 90%. Imunisasi DPT di Indonesia dimulai sejak tahun

9
1976 dan diberikan 3 kali, yaitu pada bayi usia 2, 3, dan 4 bulan. Selanjutnya
Imunisasi lanjutan DT dimasukkan kedalam program Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS) pada tahun 1984. Untuk semakin meningkatkan perlindungan
terhadap penyakit Difteri, imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib mulai dimasukkan ke
dalam program imunisasi rutin pada usia 18 bulan sejak tahun 2014, dan
imunisasi Td menggantikan imunisasi TT pada anak sekolah dasar.
KLB Difteri pada tahun 2017 terjadi karena adanya kesenjangan imunitas
atau immunity gap di kalangan penduduk suatu daerah. Laporan kasus Difteri,
sejak 1 Januari sampai 4 November 2017 menunjukkan telah ditemukan sebanyak
591 kasus Difteri dengan 32 kematian di 95 Kabupaten/Kota di 20 Provinsi di
Indonesia. Data World Health Organization (WHO) tentang penyakit difteri
menunjukkan jumlah kasus difteri di Indonesia naik turun sejak 1980-an.
Wabah difteri ini makin meluas sehingga meneror masyarakat dan
pemerintah Indonesia. Bakteri penyebab difteri menyebar dengan cepat tidak
hanya di daerah yang layanan kesehatannya dinilai buruk, tapi juga menyerang
warga di ibu kota, yang dianggap memiliki sistem layanan kesehatan jauh lebih
baik. Penyebab wabah difteri, antara lain, imunisasi anti difteri yang belum
menyentuh seluruh anak di negeri ini (sekitar 75%) dan tingkat “keampuhan”
antibiotik untuk melawan bakteri ini mulai ada penurunan.

Riset tentang pola resistensi antibiotik terhadap bakteri difteri menunjukkan


kepekaan antibiotik penicillin terhadap difteri sebesar 84% dan kepekaan
eritromisin sebesar 91,2%. Kepekaan antibiotik menunjukkan kemampuan daya

10
bunuh antibiotik terhadap bakteri. Saat ini penisilin dan eritromisin adalah
antibiotik pilihan untuk mengobati penyakit difteri. Data Kementerian Kesehatan
juga menyebutkan kasus difteri yang ditemukan sepanjang 2017 tidak terbatas
usia. Difteri lebih sering menyerang anak–anak usia di bawah 12 tahun dan lebih
berdampak fatal ketimbang saat menyerang orang dewasa.
Adapun data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian
Kesehatan yang diterbitkan pada 2016—memuat data rutin periode 2007-2015—
menunjukkan cakupan imunisasi DPT pada 2013 adalah 99,3 persen, lebih tinggi
dari data Riset Kesehatan Dasar 2013. Seharusnya dengan cakupan yang seperti
itu dan potensi vaksin yang efektif, kasus difteri jarang atau tidak ditemukan.
Perbedaan data ini disebabkan oleh perbedaan metode pengambilan data di
lapangan. Tapi kenyataanya tiap tahunnya kasus tersebut selalu ada dan
menimbulkan permasalahan kesehatan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Karena itu, perlu kajian tentang bagaimana potensi efektivitas vaksin
DPT yang diberikan kepada anak-anak untuk menghambat penyebaran bakteri.
Perlu juga dievaluasi bagaimana pola distribusi vaksin dari pusat ke daerah
(suhu penyimpanan dan pengiriman). Sekali vaksin kehilangan potensinya, tidak
akan dapat diperbaiki dan vaksin tidak akan memberikan perlindungan terhadap
penyakit sesuai harapan. Vaksin sangat sensitif terhadap panas, beberapa vaksin
juga sensitif terhadap dingin (suhu beku). Perlu dipertimbangkan faktor pola
mobilisasi penduduk dari daerah-daerah yang terkena wabah difteri seperti dari
Jawa Timur ke daerah Banten dan Jakarta Raya dan sebaliknya. Data Pusdatin
menyebutkan 63 persen kasus difteri (dari 502 kasus di Indonesia) pada 2015
berasal dari Jawa Timur.
Imunisasi DPT adalah langkah yang tepat untuk mencegah difteri meluas.
Tapi orang yang diimunisasi tidak serta merta terbebas dari serangan bakteri
difteri, masih ada kemungkinan ia terinfeksi bakteri C. diphtheriae. Dampaknya
walau seseorang terlindungi dan tidak sakit terhadap difteri, dia berpotensi
sebagai penyebar penyakit.

11
D. Pencegahan dan penanggulangan Difteri
Agar tidak terjadinya kembali peningkatan KLB Difteri di Indonesia dengan
melakukan surveilans difteri untuk mengetahui informasi ada berkurang atau
bertambah banyaknya difteri. Surveilans Difteri adalah kegiatan pengamatan yang
sistematis dan terus menerus berdasarkan data dan informasi tentang kejadian
penyakit Difteri serta kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan serta
penularan penyakit Difteri untuk memperoleh dan memberikan informasi guna
mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan Difteri secara efektif
dan efisien.

Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Klb Difteri :


1. Penguatan imunisasi rutin Difteri sesuai dengan program imunisasi
nasional.
2. Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus Difteri.
3. Semua kasus Difteri harus dilakukan penyelidikan epidemiologi.
4. Semua kasus Difteri dirujuk ke Rumah Sakit dan dirawat di ruang isolasi.
5. Pengambilan spesimen dari kasus dan kasus kontak erat kemudian
dikirim ke laboratorium rujukan Difteri untuk dilakukan pemeriksaan
kultur atau PCR.
6. Menghentikan transmisi Difteri dengan pemberian prophilaksis terhadap
kontak dan karier.
7. Melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) di daerah KLB
Difteri

Langkah-Langkah Penanggulangan Difteri


1. Setiap suspek Difteri dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE) dan
mencari kasus tambahan dan kontak.
2. Dilakukan rujukan segera kasus Difteri ke Rumah Sakit untuk
mendapatkan pengobatan dan perawatan.
3. Pemberian profilaksis pada kontak dan karier.

12
4. Melaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI) sesegera
mungkin di lokasi yang terjadi KLB Difteri dengan sasaran sesuai dengan
kajian epidemiologi sebanyak tiga putaran dengan interval waktu 0-1-6
bulan tanpa memandang status imunisasi.
5. Meningkatkan dan mempertahankan cakupan imunisasi rutin Difteri (baik
imunisasi dasar maupun lanjutan) agar mencapai minimal 95%.
6. Edukasi mengenai difteri, berupa penegakkan diagnosis, tatalaksana, dan
pencegahan kepada tenaga kesehatan dan pemerintah daerah, serta
bekerjasama dengan media masa untuk melakukan edukasi pada
masyarakat mengenai difteri.
7. Edukasi kepada masyarakat untuk segera ke pelayanan kesehatan bila ada
tanda dan gejala nyeri tenggorok, serta menggunakan masker termasuk di
tempat umum bila mengalami tanda dan gejala infeksi saluran pernafasan.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Difteri adalah suatu penyakit menular akut yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diptheriae. Penyakit difteri ditandai dengan peradangan pada
tempat infeksi, khususnya pada selaput mukosa faring, laring, tonsil, hidung dan
kulit. Sebanyak 94% kasus difteri menyerang tonsil dan faring, beberapa
gejalanya adalah nyeri pada tenggorakan, nyeri ketika menelan makanan dan
demam tinggi. Tingkat kematian penyakit ini adalah 10% jika penderita
mendapatkan pengobatan dengan baik dan 50% jika penderita tidak berobat dan
tidak mempunyai imunitas.
KLB Difteri pada tahun 2017 terjadi karena adanya kesenjangan imunitas
atau immunity gap di kalangan penduduk suatu daerah. Laporan kasus Difteri,
sejak 1 Januari sampai 4 November 2017 menunjukkan telah ditemukan sebanyak
591 kasus Difteri dengan 32 kematian di 95 Kabupaten/Kota di 20 Provinsi di
Indonesia. Data World Health Organization (WHO) tentang penyakit difteri
menunjukkan jumlah kasus difteri di Indonesia naik turun sejak 1980-an.
Oleh karena itu perlu untuk mengurangi penyakit Difterin ini agar tidak
melonjak tinggi seperti dulunya dan meminimalisir terjadinya Difteri dengan cara
Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Klb Difteri :
1. Penguatan imunisasi rutin Difteri sesuai dengan program imunisasi nasional.
2. Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus Difteri.
3. Semua kasus Difteri harus dilakukan penyelidikan epidemiologi.
4. Semua kasus Difteri dirujuk ke Rumah Sakit dan dirawat di ruang isolasi.
5. Pengambilan spesimen dari kasus dan kasus kontak erat kemudian dikirim ke
laboratorium rujukan Difteri untuk dilakukan pemeriksaan kultur atau PCR.
6. Menghentikan transmisi Difteri dengan pemberian prophilaksis terhadap
kontak dan karier.
7. Melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) di daerah KLB Difteri

14
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Difteri, Kementerian Kesehatan RI 2017
Izzati, N, Andriani,A (2021), Kendali Optimal Pada Model Penyebaran Penyakit
Difteri Dengan Tingkat Imunitas Alami Pada Individu Terpapar, Universitas
Hasyim Asy’ari, Jawa Timur.
Pracoyo, NE (2020), Faktor Penyebab Terjadinya Kejadian Luar Biasa (Klb) Difteri
Pada Anak Di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya
Kesehatan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Jakarta.
https://theconversation.com/wabah-difteri-di-indonesia-antara-vaksinasi-dan-
antibiotik-87120 di akses pada 29 maret 2023
https://www.halodoc.com/artikel/ini-penyebab-munculnya-wabah-difteri-di-indonesia
di akses pada 29 maret 2023
https://dinkes.mojokertokab.go.id/artikel/apa-itu-
difteri#:~:text=Difteri%20adalah%20jenis%20penyakit%20menular,yang%2
0menginfeksi%20bernama%20Corynebacterium%20diphtheria. di akses
pada 30 maret 2023
https://www.bbc.com/indonesia/majalah-42215042 di akses pada 30 maret 2023

15

Anda mungkin juga menyukai