Anda di halaman 1dari 32

i

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu


penyakit di suatu wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian
yang mengejutkan dan membuat heboh masyarakat di wilayah itu.

Klasifikasi KLB atau wabah yang terjadi dapat digolongkan dalam letusan
kejadian yang bersumber dari makanan atau minuman dan air, yang lain berupa
penyakit-penyakit menular atau kejadian yang tidak diketahui peyebabnya.

Saat ini, terutama di Indonesia, sedang maraknya wabah KLB, yaitu salah
satunya ialah wabah Difteri. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan sampai
dengan November 2017, ada 95 kabupaten dan kota dari 20 provinsi yang
melaporkan kasus difteri. Secara keseluruhan terdapat 622 kasus, 32 diantaranya
meninggal duni. Sementara, pada kurun waktu bulan Oktober-November 2017,
ada 11 provinsi yang melaporkan KLB difteri di Sumatera Barat, Jawa Tengah,
Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten,
DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Padahal di Indonesia sendiri sudah
menggalakkan program imunisasi yang harus lengkap untuk mengurangi wabah
KLB termasuk imunisasi difteri. Di Indonesia, demografi usia yang memiliki
kekebalan dasar rata-rata berusia dibawah 40 tahun. Sedangkan usia diatas itu
sayangnya tidak mendapatkan imunisasi dasar ketika kecil. Sehingga mereka lah
yang rentan terhadap penyakit ini.

Selain difteri, sebelumnya juga sempat mewabah kasus Rubella yang juga
sempat mengakibatkan kematian. Sebelumnya lagi, ada wabah Ebolla. Masih
banyak penyakit yang bisa menjadi wabah KLB, misalnya DHF, campak, rabies,
tetanus, diare, dan lainnya. Kasus-kasus wabah seperti ini seharusnya sudah bisa
dikurangi dengan adanya deteksi dini. Jika sudah terjadi, maka dari pihak yang

1
berwajib, misalnya seperti Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah setempat,
atau bahkan aparat pemerintah lainnya sudah seharusnya melakukan penyelidikan
terhadap kejadian yang sedang maraknya terjadinya. Kemudian membuat suatu
keputusan program untuk mengurangi angka kesakitan atau kematian yang
diakibatkan oleh wabah KLB ini.

Oleh karena itu, dalam pembelajaran Epidemiologi ini, kita perlu mengetahui
bagaimana perkembangan angka kesakitan atau kematian yang sedang terjadi
terhadap suatu kasus, apakah semakin berkurang atau malah meningkat, dan kita
perlu mengetahui pula bagaimana cara menyelidiki kasus-kasus seperti diatas
tadi.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa pengertian dari wabah KLB ?
2) Berapa macam bentuk-bentuk dari wabah ?
3) Bagaimana langkah-langkah dalam penyelidikan ?
4) Apa saja upaya atau kegiatan yang dapat dilakukan sebagai
penanggulangan pada wabah ?

1.3 Tujuan
1) Memahami pengertian dari wabah KLB pada komunitas
2) Mengetahui bentuk-bentuk dari wabah
3) Menjelaskan dan melakukan langkah-langkah dalam penyelidikan wabah
4) Mengetahui dan dapat meningkatkan upaya penanggulangan pada wabah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wabah

Menurut Permenkes Nomer 948/MENKES/SK/VII/2004 tentang


Pedoman Penyelenggaraan System Kewaspadaan Dini Kejadian Luar
Biasa (KLB) pengertian wabah adalah suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi
dari pada keadaan yang lazim pada wakyu dan daerah tertentu. Wabah
diefinisikan sebagai sebuah kejadian penyakit menular yang terjadi pada
masyarakat disuatu daerah dengan jumlah penderita lebih dari normal.

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya


kejadian morbiditas/mortalitas yang bermakna secara epidimiologis pada
suatu daerah tertentu.

Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa juga mengacu pada ketentuan yang
diatur oleh pemerintah. Di Indonesia, suatu penyakit dinyatakan sebagai
Kejadian Luar Biasa (KLB), jika ada unsur :

1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau


tidak dikenal,

2. Angka kejadian penyakit / kematian meningkat secara terus menerus


selama tiga kurun waktu berturut – turut menurut jenis penyakitnya
(jam, hari, minggu )

3. Angka kejadian / kematian meningkat menjadi dua kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya

4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan meningkat menjadi dua kali
lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata – rata per bulan dalam
tahun sebelumnya.

3
2.2 Bentuk Wabah

Pengertian wabah dalam bidang epidemiologi modern pada saat ini


lebih ditekankan pada konsep prevalensi berlebihan dan tidak selalu
menyangkut penyakit menular. Walaupun demikian sesuai dengan
prioritas permasalahan kesehatan di Indonesia, yang dimaksud dengan
wabah dalam pengertian oleh Departemen Kesehatan RI adalah wabah
penyakit menular.

Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu


penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat
secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.

Wabah yang terjadi disekitar memiliki berbagai jenis atau bentuk.


Berikut ini akan dibahas bentuk-bentuk dari wabah.

 Menurut sifatnya:
1. Common Source Epidemic (Sumber Wabah Umum)
Suatu wabah penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya
sejumlah orang dalam sutau kelompok secara menyeluruh dan
terjadi dalam waktu yang relative singkat. Adapun common
source epidemic itu berupa keterpaparan umum, biasa pada
letusan keracunan makanan, polusi kimia di udara terbuka,
menggambarkan suatu puncak ediemi, jarak antara sutau kasus
dengan kasus, selanjutnya hanya dalam hitungan jam.
Jika keterpaparan kelompok serta penularan penyakit
berlangsung sangat cepat dalam waktu yang singkat (point source
of epidemic) maka resultan dari semua kasus / kejadian
berkembang hanya dalam satu masa tunas saja, point surce of
epidemic dapat pula terjadi pada penyakit oleh factor penyebab
bukan infeksi yang menimbulkan keterpaparan umum seperti

4
adanya zat beracun polusi zat kimia yang beracun di udara
terbuka.

2. Propagated / Progresive Epidemic (Diperbanyak / Progresuve


Epdiemik).
Bentuk epidemic dengan penularan dari orang ke orang
sehingga waktu lebih lama dan masa tunas yang lebih lama.
Propagated / progresif epidemic terjadi karena adanya penularan
dari orang ke orang baik langsung maupun melalui vetor, relative
lama waktunya dan lama masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk serta penyebaran anggota masyarakat yang rentan serta
morbiditas dari penduduk setempat, masa epidemic cukup lama
dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu
sampai pada batas minimal anggota masyarakat yang rentan lebih
memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan urutan
generasi kasus.

 Menurut Transmisinya:
1. Wabah dengan penyebaran melalui media umum (coomon vehicle
epidemics), yaitu :
- Ingesti bersama makanan dan minuman, misalnya
salmonellosis.
- Inhalasi bersama udara pernafasan, misalnya demam Q (
di laboratorium ).
- Inokulasi melalui intravena atau subkutan, misalnya
hepatitis serum
2. Wabah dengan penjalaran oleh transfer serial dari pejamu ke
pejamu ( epidemic propagated by serial transfer from host to host
), yaitu :
- Penjalaran melalui rute pernafasan (campak), rute anal-
oral (shigellosis), rute genitalia (sifilis), dan sebagainya.

5
- Penjalaran melalui debu.
- Penjalaran melalui vector (Serangga dan anthropoda)

2.3 Langkah – Langkah dalam Penyelidikan

Langkah-langkah investigasi KLB/wabah meliputi beberapa tahapan


sebagai berikut:

1. Persiapan lapangan
Pada tahap ini harus dipersiapkan 3 kategori:
 Persiapan investigasi
Termasuk dalam kategori ini adalah mempersiapkan:

o Pengetahuan tentang berbagai penyakit yang potensial menjadi


KLB/ wabah

o Pengetahuan tentang dan ketrampilan melakukan investigasi


lapangan, termasuk pengetahuan & teknik pengumpulan data dan
manajemen spesimen

o Pengetahuan dan ketrampilan melakukan analisis data dengan


komputer

o Dukungan tinjauan kepustakaan ilmiah yang memadai

o Material dan instrumen investigasi, seperti kuesioner, bahan/


sediaan spesimen dan tes laboratorium

 Persiapan Administrasi
Dalam kategori ini tim kesehatan harus mempersiapkan aspek
administratif dari investigasi seperti: penyediaan perijinan, surat-surat
atau dokumen formal/ legal dalam melakukan investigasi, penyediaan
dana yang memadai, transportasi yang dapat diandalkan, kerapian
dalam dokumentasi, pembagian tugas dan koordinasi dalam tim
kesehatan, dll.

6
 Persiapan Konsultasi
Pada tahap ini sudah harus dipikirkan peran dan posisi tim
kesehatan dalam proses investigasi. Sebelum melakukan investigasi
harus jelas, apakah tim kesehatan memiliki peran langsung memimpin
investigasi, atau hanya mitra dari pejabat/ petugas kesehatan setempat
(misalnya staf dinas kesehatan setempat), atau berperan memberikan
bantuan konsultasi terhadap pejabat/ petugas lokal. Mengenal dan
menjalin kerjasama dengan petugas/ staf / kontak lokal serta otoritas
setempat adalah sangat penting.

2. Konfirmasi kejadian KLB/wabah dan verifikasi diagnosis


Konfirmasi kejadian KLB/wabah
Pada situasi KLB/ wabah, umumnya diasumsikan bahwa semua
kasus-kasus yang muncul saling terkait satu sama lain dan terjadi akibat
hal atau sebab yang sama. Oleh karena itu harus dipastikan bahwa:

1. Kumpulan kejadian kesakitan (cluster) tersebut memang merupakan


peningkatan tidak wajar dari kasus-kasus yang saling berhubungan
dan memiliki sebab yang sama dan bukannya cluster sporadis kasus-
kasus penyakit yang sama tapi tidak saling berhubungan atau bahkan
kumpulan kasus-kasus yang mirip yang sebenarnya berasal dari
beberapa penyakit yang berbeda.

2. Jumlah kasus memang melebihi yang diperkirakan (expected).


Bagaimana mengetahui jumlah kasus yang diperkirakan? Biasanya
perkiraan dapat dilakukan dengan membandingkan dengan jumlah
kasus pada minggu atau bulan sebelumnya, atau dengan bulan yang
sama pada tahun-tahun sebelumnya. Data tentang jumlah kasus
sebelumnya tentu harus diperoleh dari berbagai sumber-sumber data
yang tersedia di wilayah tersebut baik dari sistem surveilens lokal,
pencatatan dan pelaporan yang rutin di komunitas atau di berbagai

7
fasilitas kesehatan lokal, kegiatan survei atau asesmen yang bersifat
ad-hoc, dll.

3. Peningkatan jumlah kasus yang melebihi yang diperkirakan tersebut


bukan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang artifisal (diluar
peningkatan insiden penyakit yang sesungguhnya), seperti misalnya
peningkatan karena:

 Perubahan definisi kasus

 Peningkatan kegiatan penemuan kasus (case finding)

 Peningkatan sistem/ prosedur pelaporan lokal

 Peningkatan kesadaran masyarakat untuk mecari pengobatan

 Penambahan besar populasi

Verifikasi Diagnosis
Tujuan verifikasi diagnosis adalah:

1. Memastikan bahwa penyakit/ masalah kesehatan yang muncul


memang telah didiagnosis secara tepat dan cermat.

2. Menyingkirkan kemungkinan kesalahan pemeriksaan lab sebagai


pendukung diagnostik.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan:

 Ketrampilan klinis yang memadai dari tim kesehatan

 Kualitas pemeriksaan lab yang baik dan memenuhi standar tertentu


yang diharapkan

 Komunikasi yang baik antara tim kesehatan dan pasien, untuk


menggali secara lebih akurat riwayat penyakit dan pajanan potensial

8
3. Penentuan definisi kasus, identifikasi dan penghitungan kasus dan
pajanan
Penentu Definisi kasus
Definisi kasus adalah kumpulan (set) yang standar tentang kriteria
klinis untuk menentukan apakah seseorang dapat diklasifikasikan sebagai
penderita penyakit tsb. Definis kasus dalam konteks KLB/ wabah haruslah
dibatasi oleh karateristik tertentu dari, orang tempat dan waktu. Sekali
ditetapkan maka definisi kasus ini harus dipakai secara konsisten pada
semua situasi dalam investigasi.
Berdasarkan derajat ketidakpastiannya diagnosis kasus dapat
dibagi menjadi:

1. Kasus definitif/ konfirmatif (definite/ confirmed case) adalah


diagnosis kasus yang dianggap pasti berdasarkan verifikasi
laboratorium

2. Kasus sangat mungkin (probable case) adalah diagnosis kasus yang


ditegakkan berdasarkan berbagai gambaran klinis yang khas tanpa
verifikasi laboratorium

3. Kasus mungkin/ dicurigai (possible/ suspected case) adalah diagnosis


kasus yang ditegakkan berdasarkan sedikit gambaran klinis yang khas
tanpa verifikasi laboratorium.

4. Identifikasi dan penghitungan kasus dan pajanan

Dalam rangka menghitung kasus, terlebih dahulu harus dipikirkan


mekanisme untuk mengidentifikasi kasus dari berbagai sumber kasus yang
mungkin, seperti dari:

1. Fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas, klinik, RS, dll.

2. Pemukiman/ tempat tinggal

3. Tempat perhelatan/ pertemuan

9
Informasi yang dapat digali dari setiap kasus adalah:

1. Identitas kasus dan karateristik demografis, misal; nama, umur, jenis


kelamin, suku, pekerjaan

2. Karateristik klinis, misal riwayat penyakit, keluhan dan tanda sakit


yang dialami, serta hasil lab

3. Karateristik faktor-faktor risikoyang berkaitan dengan sebab-sebab


penyakit dan faktor-faktor pemajanan spesifik yang relevan dengan
penyakit yang diteliti.

4. Informasi pelapor kasus.

Berbagai informasi tersebut biasanya direkam dalam format


pelaporan yang standar, kuesioner atau form abstraksi/ kompilasi data.
Form abstraksi/ kompilasi data berisi pilihan informasi-informasi
terpenting yang perlu didata untuk setiap kasus. Bentuk format kompilasi
tsb berupa baris-baris daftar kasus (line listing). Pada format line listing
ini setiap kasus yang ditemui diletakkan pada setiap baris, sementara
setiap kolomnya berisi variabel penting kasus tsb. Kasus baru akan
dimasukkan/ ditambahkan pada baris di bawah kasus sebelumnya,
sehingga kita dapat memiliki daftar kasus yang selalu diperbaharui (up-
dated) berikut jumlahnya dari waktu ke waktu.

4. Tabulasi data epidemiologi deskriptif berdasarkan orang, tempat dan


waktu
KLB/ wabah dapat digambarkan secara epidemiologis dengan
melakukan tabulasi data frekuensi distribusi kasusnya menurut
karakteristik orang, tempat dan waktu. Penggambaran ini disebut
epidemiologi deskriptif.
Tabulasi data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik
orang dilakukan untuk melihat apakah karakteristik orang/ populasi
tertentu memberikan tingkat risiko tertentu untuk terjadinya penyakit.

10
Deskripsi data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik
tempat dimaksudkan untuk memperkirakan luasnya masalah secara
geografis dan menggambarkan pengelompokkan (clustering) dan pola
penyebaran (spreading) penyakit berdasarkan wilayah kejadian yang
nantinya dapat dijadikan petunjuk untuk mengidentifikasi etiologi
penyakit tsb. Peta bintik (spot map) dan Peta area (area map) merupakan
bentuk penyajian data deskriptif menurut tempat yang sangat berguna.
Penerapan sistem informasi geografis (geografic information system atau
GIS) berikut piranti lunaknya dapat mendukung tercapainya tujuan
tersebut di atas.
Deskripsi frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik waktu
dilakukan untuk beberapa tujuan berikut ini:

1. Mengetahui besarnya skala KLB/ wabah dan kecenderungan waktu


(time trend) dari kejadian KLB/ wabah tsb. Untuk mempermudah
tercapainya tujuan ini KLB/ wabah dapat digambarkan menggunakan
kurva epidemik (epi) ini.

2. Memprediksi jalannya KLB/ wabah di waktu-waktu mendatang

3. Mengenal pola epidemi yang terjadi, apakah common source (berasal


dari sekelompok orang yang terpajan dengan agen berbahaya yang
sama) atau propagated (menyebar bertahap dari orang ke orang) atau
campuran keduanya.

5. Pengumpulan specimen dan analisis laboratorium


Pengumpulan spesimen apabila memungkinkan dan layak
(feasible) dapat membantu konfirmasi diagnosis, bahkan untuk penyakit
tertentu merupakan penentu diagnosis, seperti misalnya pada kasus kolera,
salmonelosis, hepatitis dan keracunan logam berat. Namun harus dipahami
bahwa setiap perangkat dan teknik tes laboratorium memiliki nilai
validitas (sensitifitas dan spesifisitas) tertentu yang akan menentukan
besarnya false positif atau false negatif dari diagnosis kasus.

11
6. Formulasi dan uji hipotesis melalui studi epidemiologi analitik
Formulasi Hipotesis
Berdasarkan fakta-fakta epidemiologi deskriptif (deskripsi kasus
menurut orang tempat dan waktu), kita dapat mulai membuat dugaan atau
penjelasan sementara (hipotesis) yang lebih fokus tentang faktor-faktor
risiko atau determinan yang diperkirakan terlibat dalam kejadian
KLB/wabah tersebut.
Hipotesis yang kita buat haruslah diarahkan untuk mencari
penjelasan tentang:

1. Sumber penularan

2. Cara penularan (mode of transmission)

3. Faktor-faktor risiko atau determinan yang mempengaruhi terjadinya


KLB/wabah

Proses penalaran dalam membuat hipotesis dapat menggunakan


pendekatan berikut:

1. Metode perbedaan (difference)

2. Metode kecocokan (agreement)

3. Metode variasi yang berkaitan (concomitant variation)

4. Metode analogi (analogy)

5. Uji hipotesis melalui studi epidemiologi analitik

Proses pengujian hipotesis bergantung pada bukan hanya


pendekatan/ uji statistik yang dipakai tapi juga desain studi epidemiologi
analitik yang dipakai untuk menyelidiki etiologi atau determinan penyakit
yang menimbulkan KLB/ wabah.

12
Desain studi epidemiologi analitik yang boleh dipertimbangkan
untuk digunakan dalam investigasi wabah adalah studi kasus kontrol dan
kohort.
Studi kasus kontrol secara praktis lebih efisien (mudah, murah,
hemat waktu dengan jumlah kasus yang sedikit) sehingga lebih sering
diterapkan pada situasi KLB/ wabah. Kumpulan/ serial kasus yang sudah
diidentifikasi dinyatakan sebagai kelompok kasus, sehingga tugas
selanjutnya adalah mengidentifikasi dan menseleksi dengan baik
kelompok kontrol yaitu populasi yang tidak menderita penyakit penyebab
KLB/ wabah. Dari kedua kelompok ini, informasi tentang satu atau
beberapa status pajanan, faktor-faktor risiko atau etiologi dapat digali
mundur ke belakang (backward). Kuatnya hubungan antara pajanan/
etiologi dengan penyakit penyebab KLB dapat diestimasi menggunakan
ukuran OR (odds ratio) beserta interval kepercayaannya (confidence
interval). Ukuran OR dari studi kasus kontrol klasik dipakai sebagai
estimasi RR yang memadai dengan syarat incidence rate penyakitnya
rendah.

Kelompok kontrol dapat dipilih dari beberapa kelompok, seperti:

a) Pasien lain yang berobat atau dirawat di fasilitas kesehatan dengan


diagnosis yang berbeda dengan kasus, namun tidak berbagi pajanan
(sharing exposure) dengan kasus
b) Keluarga kasus, misal istri/suami, anak/ orang tua, atau saudara kasus
c) Tetangga kasus
d) Masyarakat umum di sekitar wilayah tempat tinggal.
Penerapan studi kohort didalam situasi KLB/ wabah mungiin lebih
sulit,karena untuk melakukan studi kohort dibutuhkan kemampuan
mengidentifikasi populasi orang sehat yang berisiko untuk sakit
(population at risk) dan mengikuti/ menindaklanjutinya (melakukan
follow-up) terhadap populasi tersebut sampai periode waktu tertentu.
Dengan bergerak kedepan (forward), masing-masing kategori dari

13
kelompok pajanan (misalnya kelompok terpajan dan kelompok tidak
terpajan) diamati dan diikuti sampai munculnya satu atau beberapa
penyakit yang diteliti. Karena studi ini membutuhkan adanya proses
follow-up dengan risiko terjadinya drop-out dari subyek yang diamati,
maka studi ini relatif menjadi lebih kompleks (lebih menghabiskan waktu,
biaya dan tenaga) dibanding studi kasus kontrol. Namun demikian studi ini
secara umum lebih baik dari kasus kontrol klasik dalam aspek
validitasnya. Kuatnya hubungan antara pajanan/ etiologi dengan penyakit
penyebab KLB dapat langsung diestimasi menggunakan ukuran RR
(Relative Risk) beserta interval kepercayaannya (confidence
interval). Relative Risk yang dipakai dapat berupa Cummulative
Incidence Risk Ratio (Risk Ratio) atau berupa Incidence Density Rate
Ratio (Rate Ratio), bergantung dari jenis ukuran frekuensi yang dipakai
dan jenis populasi kohortnya.
7. Aplikasi studi sistematik tambahan
Selain studi epidemiologi deskriptif dan analitik, kadang kala
diperlukan dukungan tambahan dari studi-studi sistematik lain, khususnya
ketika studi epidemiologi analitik masih belum dapat menyuguhkan bukti-
bukti yang kuat. Studi-studi sistematik tambahan yang dapat dilakukan
misalnya adalah studi meta-analisis, studi kualitatif, studi mortalitas,
survei serologis atau investigasi lingkungan. Investigasi lingkungan, dalam
keadaan tertentu bermanfaat untuk menjelaskan bagaimana KLB tsb
terjadi, sepreti misalnya penyelidikan breeding places, reservoir atau
kepadatan vektor penyebab malaria, atau kondisi higiene dan sanitasi
lingkungan yang mungkin beperan dalam terjadinya KLB diare atau
kondisi sumber air minum yang terkontaminasi bakteri atau tercemar zat
berbahaya.
Untuk kepentingan pencegahan KLB/wabah di masa mendatang,
apabila memungkinkan dapat pula dilakukan studi-studi intervensi seperti
uji vaksin kolera, meningitis, influenza, atau uji efektifitas (efficacy) terapi

14
profilaksis tertentu dll. Studi kecukupan sumber daya dan logistik untuk
penanganan KLB/wabah juga mungkin diperlukan.
8. Penerapan intervensi penanggulangan dan pencegahan
Walaupun secara teoritis, penerapan intervensi penanggulangan
dan pencegahan berada pada langkah ke delapan, namun dalam prakteknya
langkah intevensi ini harus dapat dilakukan secepat dam sedini mungkin,
ketika sumber KLB/wabah sudah dapat diidentifikasi.
Secara umum intervensi penanggulangan dapat diarahkan pada
titik/ simpul terlemah dalam rantai penularan penyakit, seperti:

1. Agen etiologi, sumber, reservoir atau kondisi lingkungan yang


spesifik

2. Keberadaan faktor-faktor risiko yang ikut berpengaruh

3. Mekanisme transmisi penyakit

4. Kerentanan host melalui program kebugaran dan vaksinasi misalnya

9. Komunikasi hasil
Tugas terakhir dalam investigasi wabah adalah
mengkomunikasikan dengan baik hasil investigasi kepada berbagai pihak
yang berwenang, bertanggungjawab dan terkait dengan intervensi
penanggulangan dan pencegahan. Format/ bentuk komunikasi yang dapat
dilakukan adalah berupa:
a. Penjelasan lisan.
Dalam format ini pihak-pihak yang berwenang, bertanggungjawab
dan terkait dengan intervensi penanggulangan dan pencegahan.
Presentasi oral haruslah jelas, mudah dipahami dan secara ilmiah
meyakinkan pengambil keputusan sehingga dapat memotivasi mereka
untuk segera melakukan intervensi
b. Penulisan laporan.

15
Hasil investigasi juga perlu ditulis dalam laporan dengan
sistematika tertentu yang sesuai dengan standar-standar penulisan
ilmiah. Sistematika yang dipakai meliputi:

1. Pendahuluan/ latar belakang

2. Tujuan

3. Metodologi

4. Hasil

5. Pembahasan

6. Simpulan dan saran/ rekomendasi

Penulisan laporan ini disamping sebagai cetak biru (blueprint) aksi


penanggulangan juga bermanfaat sebagai dokumen resmi untuk
menghadapi masalah-masalah hukum dan etik yang potensial. Dalam
konteks akademik laporan tertulis yang memenuhi kaidah-kaidah
penulisan ilmiah juga dapat menjadi sumbangsih dalam penyebarluasan
dan pengembangan ilmu, khususnya dalam bidang kesehatan masyarakat
dan epidemiologi.

2.4 Kegiatan Penanggulangan Wabah


a. Tujuan Pokok Penanggulangan Wabah
Tujuan pokok upaya penggulangan wabah adalah
1) Berusaha memperkecil angka kematian akibat KLB/wabah dengan
pengobatan
2) Membatasi penularan dan penyebaran penyakit agar penderita
tidak bertambah banyak, dan wabah tidak meluas ke daerah lain.
Masalah wabah dan penanggulangannya tidak berdiri sendiri, tetapi
merupakan bagian dari upaya kesehatan nasional yang berkaitan
dengan sektor non-kesehatan serta tidak lepas dari keterpaduan
pembangunan nasional.

16
Petugas yang bertanggung jawab dalam lingkungan tertentu yang
mengetahui adanya penderita / tersangka penderita penyakit yang
dapat menimbulkan wabah, wajib melaporkannya kepada Kepala Desa
atau Lurah atau Kepala Unit Kesehatan terdekat dalam waktu
secepatnya, selanjutnya Kepala Desa atau Lurah atau Kepala Unit
Kesehatan harus segera meneruskan laporan tersebut kepada atasan
langsungnya dan instansi lain yang berkempentingan. Kepala Wilayah
atau Daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka penderita
penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, wajib segera
melakukan tidakan-tidakan penanggulangan seperlunya.

b. Upaya Penanggulangan Wabah


Penanggulangan KLB/wabah meliputi penyelidikan epidemiologi
dan surveilans; penatalaksanaan penderita; pencegahan dan
pengebalan; pemusnahan penyebab penyakit; penanganan jenazah
akibat wabah; penyuluhan kepada masyarakat; dan upaya
penanggulangan lainnya.
1) Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dengan tujuan:
a) Mengetahui sebab-sebab penyakit wabah
b) Menentukan faktor penyebab timbulnya wabah
c) Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam terkena
wabah
d) Menentukan cara penanggulangan
Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan sesuai dengan tatacara
penyelidikan epidemiologi untuk mendukung upaya
penanggulangan wabah, termasuk tata cara bagi petugas
penyelidikan epidemiologi agar terhindar dari penularan penyakit
wabah.
Surveilans di daerah wabah dan daerah-daerah yang berisiko
terjadi wabah dilaksanakan lebih intensif untuk mengetahui

17
perkembangan penyakit menurut waktu dan tempat dan
dimanfaatkan untuk mendukung upaya penanggulangan yang
sedang dilaksanakan, meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Menghimpun data kasus baru pada kunjungan berobat di pos-
pos kesehatan dan unit-unit kesehatan lainnya, membuat tabel,
grafik dan pemetaan dan melakukan analisis kecenderungan
wabah dari waktu ke waktu dan analisis data menurut tempat,
RT, RW, desa dan kelompok-kelompok masyarakat tertentu
lainnya.
b) Mengadakan pertemuan berkala petugas lapangan dengan
kepala desa, kader dan masyarakat untuk membahas
perkembangan penyakit dan hasil upaya penanggulangan
wabah yang telah dilaksanakan.
c) Memanfaatkan hasil surveilans tersebut dalam upaya
penanggulangan wabah.
Hasil penyelidikan epidemiologi dan surveilans secara teratur
disampaikan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala
dinas kesehatan provinsi dan Menteri up. Direktur Jenderal sebagai
laporan perkembangan penanggulangan wabah.
Penyelidikan epidemiologis dilaksanakan dengan kegiatan:
a) Pengumpulan data morbiditas dan mortalitas penduduk
b) Pemeriksaan klinis, fisik, laboratorium dan penegakan diagnosa
c) Pengamatan terhadap penduduk, pemeriksaan terhadap
makhluk hidup dan benda-benda yang ada di suatu wilayah
yang diduga mengandung penyebab penyakit wabah

2) Penatalaksanaan penderita
Penatalaksanaan penderita meliputi penemuan penderita,
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan serta upaya pencegahan
penularan penyakit. Upaya pencegahan penularan penyakit
dilakukan dengan pengobatan dini, tindakan isolasi, evakuasi dan

18
karantina sesuai dengan jenis penyakitnya. Penatalaksanaan
penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat
lain yang sesuai untuk kebutuhan pelayanan kesehatan penyakit
menular tertentu.
Penatalaksanaan penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan
kesehatan, baik di rumah sakit, puskesmas, pos pelayanan
kesehatan atau tempat lain yang sesuai untuk penatalaksanaan
penderita. Secara umum, penatalaksanaan penderita setidak-
tidaknya meliputi kegiatan sebagai berikut :
a) Mendekatkan sarana pelayanan kesehatan sedekat mungkin
dengan tempat tinggal penduduk di daerah wabah, sehingga
penderita dapat berobat setiap saat.
b) Melengkapi sarana kesehatan tersebut dengan tenaga dan
peralatan untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan,
pengambilan spesimen dan sarana pencatatan penderita berobat
serta rujukan penderita.
c) Mengatur tata ruang dan mekanisme kegiatan di sarana
kesehatan agar tidak terjadi penularan penyakit, baik penularan
langsung maupun penularan tidak langsung. Penularan tidak
langsung dapat terjadi karena adanya pencemaran lingkungan
oleh bibit/kuman penyakit atau penularan melalui hewan
penular penyakit.
d) Penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan
kewaspadaan dan berperan aktif dalam penemuan dan
penatalaksanaan penderita di masyarakat.
e) Menggalang kerja sama pimpinan daerah dan tokoh masyarakat
serta lembaga swadaya masyarakat untuk melaksanakan
penyuluhan kepada masyarakat.

Apabila diperlukan dapat dilakukan tindakan isolasi, evakuasi dan


karantina.

19
a) Isolasi penderita atau tersangka penderita dengan cara
memisahkan seorang penderita agar tidak menjadi sumber
penyebaran penyakit selama penderita atau tersangka penderita
tersebut dapat menyebarkan penyakit kepada orang lain. Isolasi
dilaksanakan di rumah sakit, puskesmas, rumah atau tempat
lain yang sesuai dengan kebutuhan.
b) Evakuasi dengan memindahkan seseorang atau sekelompok
orang dari suatu lokasi di daerah wabah agar terhindar dari
penularan penyakit. Evakuasi ditetapkan oleh bupati/walikota
atas usulan tim penanggulangan wabah berdasarkan indikasi
medis dan epidemiologi.
c) Tindakan karantina dengan melarang keluar atau masuk orang
dari dan ke daerah rawan wabah untuk menghindari terjadinya
penyebaran penyakit. Karantina ditetapkan oleh bupati/walikota
atas usulan tim penanggulangan wabah berdasarkan indikasi
medis dan epidemiologi.

3) Pencegahan dan pengebalan, yaitu tindakan-tindakan yang


dilakukan untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang
belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit.
Tindakan pencegahan dan pengebalan dilakukan terhadap
orang, masyarakat dan lingkungannya yang mempunyai risiko
terkena penyakit wabah agar jangan sampai terjangkit penyakit.
Orang, masyarakat, dan lingkungannya yang mempunyai risiko
terkena penyakit wabah ditentukan berdasarkan penyelidikan
epidemiologi.
Tindakan pencegahan dan pengebalan dilaksanakan sesuai
dengan jenis penyakit wabah serta hasil penyelidikan epidemiologi,
antara lain:

20
a) Pengobatan penderita sedini mungkin agar tidak menjadi
sumber penularan penyakit, termasuk tindakan isolasi dan
karantina.
b) Peningkatan daya tahan tubuh dengan perbaikan gizi dan
imunisasi.
c) Perlindungan diri dari penularan penyakit, termasuk
menghindari kontak dengan penderita, sarana dan lingkungan
tercemar, penggunaan alat proteksi diri, perilaku hidup bersih
dan sehat, penggunaan obat profilaksis.
d) Pengendalian sarana, lingkungan dan hewan pembawa penyakit
untuk menghilangkan sumber penularan dan memutus mata
rantai penularan.

4) Pemusnahan penyebab penyakit, dilakukan terhadap:


a) Tindakan pemusnahan penyebab penyakit wabah dilakukan
terhadap bibit penyakit/kuman penyebab penyakit, hewan,
tumbuhan dan atau benda yang mengandung penyebab
penyakit tersebut.
b) Pemusnahan bibit penyakit/kuman penyebab penyakit
dilakukan pada permukaan tubuh manusia atau hewan atau
pada benda mati lainnya, termasuk alat angkut, yang dapat
menimbulkan risiko penularan sesuai prinsip hapus hama
(desinfeksi) menurut jenis bibit penyakit/kuman. Pemusnahan
bibit penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan tanpa
merusak lingkungan hidup.
c) Pemusnahan hewan dan tumbuhan yang mengandung bibit
penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan dengan cara
yang tidak menyebabkan tersebarnya penyakit, yaitu dengan
dibakar atau dikubur sesuai jenis hewan/tumbuhan.
Pemusnahan hewan dan tumbuhan merupakan upaya terakhir

21
dan dikoordinasikan dengan sektor terkait di bidang peternakan
dan tanaman.

5) Penanganan jenazah akibat wabah.


Terhadap jenazah akibat penyakit wabah, perlu penanganan
secara khusus menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan
penularan penyakit pada orang lain. Penanganan jenazah yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
a) Penanganan jenazah secara umum mengikuti ketentuan sebagai
berikut:
 Harus memperhatikan norma agama, kepercayaan, tradisi,
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Pemeriksaan terhadap jenazah dilakukan oleh petugas
kesehatan.
 Penghapushamaan bahan-bahan dan alat yang digunakan
dalam penanganan jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan.
b) Penanganan jenazah secara khusus mengikuti ketentuan
sebagai berikut :
 Di tempat pemulasaraan jenazah :
- Seluruh petugas yang menangani jenazah telah
mempersiapkan kewaspadaan standar.
- Mencuci tangan dengan sabun sebelum memakai dan
setelah melepas sarung tangan.
- Perlakuan terhadap jenazah: luruskan tubuh; tutup mata,
telinga, dan mulut dengan kapas/plester kedap air;
lepaskan alat kesehatan yang terpasang; setiap luka
harus diplester dengan rapat.
- Jika diperlukan memandikan jenazah atau perlakuan
khusus berdasarkan pertimbangan norma agama,
kepercayaan, dan tradisi, dilakukan oleh petugas khusus
dengan tetap memperhatikan kewaspadaan universal

22
(universal precaution). Air untuk memandikan jenazah
harus dibubuhi disinfektan.
- Jika diperlukan otopsi, otopsi hanya dapat dilakukan
oleh petugas khusus setelah mendapatkan izin dari
pihak keluarga dan direktur rumah sakit.
- Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
- Jenazah dibungkus dengan kain kafan dan/atau bahan
kedap air.
- Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
- Jenazah disemayamkan tidak lebih dari 4 jam di tempat
pemulasaraan jenazah.
- Jenazah dapat dikeluarkan dari tempat pemulasaraan
jenazah untuk dimakamkan setelah mendapat ijin dari
direktur rumah sakit.
- Jenazah sebaiknya diantar/diangkut oleh mobil jenazah
ke tempat pemakaman.
 Di tempat pemakaman :
- Setelah semua ketentuan penanganan jenazah di tempat
pemulasaraan jenazah dilaksanakan, keluarga dapat
turut dalam pemakaman jenazah.
- Pemakaman dapat dilakukan di tempat pemakaman
umum.

6) Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang


bersifat persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat
menimbulkan wabah agar mereka mengerti sifat-sifat penyakit,
sehingga dapat melindungi diri dari penyakit tersebut dan apabila
terkena, tidak menularkannya kepada orang lain. Penyuluhan juga
dilakukan agar masyarakat berperanserta secara aktif dalam
menanggulangi wabah.

23
7) Upaya penanggulangan lainnya, yaitu tindakan-tindakan khusus
untuk masing-masing penyakit, yang dilakukan dalam rangka
penanggulangan wabah.

Upaya penanggulangan wabah diatas dilaksakan dengan


memperhatikan kelestarian lingkungan hidup serta mengikutsertakan
masyarakat secara aktif. Dalam upaya penanggulangan wabah ini
harus dipertimbangkan keadaan masyarakat setempat, antara lain
agama, adat, kebiasaan, tingkat pendidikan, sosialekonomi, serta
perkembangan masyarakat. Dengan demikian diharapkan upaya
penanggulangan wabah tidak mengalami hambatan dari masyarakat,
malah melalui penyuluhan yang intensif dan pendekatan persuasif
edukatif, masyarakat diharapkan akan memberikan bantuan dan ikut
serta secara aktif.

c. Strategi Utama Penanggulangan Wabah Penyakit Menular


Bila organisme penyebab, sumbernya, dan jalur penularan
diketahui, mungkin lebih mudah menjelaskan sebab terjadinya wabah.
Langkah penanggulangan tergantung dari jenis penyakit yang
dihadapi. Strategi utama penangggulangan penyakit menular dapat
diringkas dalam tiga bagian, seperti terlihat pada table 3.1
Table 3.1 Strategi utama penanggulangan wabah penyakit menular

Membasmi sumber Memutuskan rantai Melindungi orang yang


penularan rentan
Mengobati pasien dan Sanitasi lingkungan Imunisasi
pengidap
Mengisolasi kasus Hygiene perseorangan Profilaksis kimiawi
Surveilens sumber yang Penanggulangan vector Perlindungan perseorangan
dicurigai
Pembasmian tendon Desinfeksi dan sterilisasi Gizi yang baik

24
hewan
Pelaporan kasus Pembatasan mobilitas
penduduk

Pencegahan primer dicapai melalui semua tindakan yang tercantum


di kolom ‘memutuskan rantai penularan’ dan ‘melindungi orang yang
rentan’, disertai pemberantasan tandon hewan. Bila semua langkah ini
dijalankan dengan benar, jumlah kasus baru dapat dikkurangi secara
drastic. Jadi, bekalan air bersih dan pembuangan kotoran secara benar
dapat mencegah penyebaran kolera, pemberantasan nyamuk
Anopheles dapat mengurangi penyebaran penyakit malaria, dan
imunisasi dapat melindungi anak dari penyakit misalnya campak.

Pencegahan sekunder dapat dicapai dengan menemukan kasus


subklinis dan pengidap, surveilans, serta pelacakan kontak.

Pencegahan tersier merupakan tindakan pengobatan kasus atau


pengidap sehingga tidak dapat menyebarkan kuman lebih lanjut.
Karena itu, unsur pertama penanggulangan wabah adalah sebagai
berikut :

1. Memberantas sumber dan memutuskan rantai penularan


Mencegah pemakaian air yang tercemar atau air disterilkan
dulu sebelum dipakai, memusnahkan makanan yang tercemar,
dan juga tempat perbiakan vector. Pendidikan kesehatan berperan
penting dalam kegiatan ini dan mungkin perlu juga didukung
dengan undang-undang.
2. Mengobati dan mengisolasi semua kasus
Jenis pengobatan yang diberikan bergantung pada penyakit dan
juga sarana, serta perlengkapan yang tersedia.
3. Meningkatkan daya tahan penduduk setempat

25
Beberapa jenis penyakit menular dapat dicegah dengan obat
(misalnya penyakit malaria) atau imunisasi (misalnya polio dan
campak). Perlu diingat, bahwa untuk wabah beberapa penyakit,
seperti tifoid dan kolera, pemberian vaksin boleh dikatakan tidak
efektif.
4. Surveilans yang berkelanjutan
Selama fase akut suatu wabah, perlu tetap diawasi orang-orang
yang dicurigai memiliki risiko penyakit. Segera setelah wabah
berhasil diatasi, perlu dijalankan surveilans untuk menemukan
kasus baru, supaya efektif. Karena system pelaporan rutin
mungkin tidak memadai untuk hal tersebut, maka surveilans di
masyarakat merupakan alat penting untuk mengenal dan
melaporkan setiap kasus baru.

d. Contoh - Contoh Penanggulangan Kejadian Luar Biasa


Contoh penanggulangan kejadian luar biasa diambil dari
“Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2013 Tentang Kejadian Luar Biasa Keracunan Makanan”, pada BAB
IV dan “Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
042/MENKES/SK/I/2007 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kewaspadaan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit
Malaria”.
Begitu juga dengan artikel “KLB Malaria di Lombok, Dinas
Kesehatan Fokus di Daerah Endemik” yang diberitahukan bahwa sejak
ditemukannya kasus (malaria) tersebut, pihak Dinas Kesehatan juga
sudah melakukan upaya penanggulangan KLB. Salah satu caranya
adalah dengan pemeriksaan darah secara massal. Selain itu, Dinas
Kesehatan juga telah memberikan kelambu ke masyarakat, serta obat-
obatan pada penderita malaria.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Wabah dan KLB memiliki definisi yang berbeda. Wabah adalah


peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang meluas secara cepat, baik
dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan
malapetaka. Sedangkan KLB ialah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu yang dapat menjurus terjadinya wabah.

Terungkapnya suatu wabah dan KLB ini dideteksi dari anaisis data
surveilans rutin dan adanya laporan petugas, pamong ataupun warga setempat
sehingga pemerintah setempat dapat melakukan sebuah penyelidikan.
Alasannya untuk merencanakan pertimbangan program atas dasar ganas
tidakanya penyakit, sumber dan cara penularannya, ada tidaknya cara
penanggulangan dan pencegahan yang tempat. Beberapa langkah
penyelidikan sudah diuraikan sebelumnya, yaitu ada persiapan investigasi di
lapangan, memastikan adanya wabah, memastikan diagnosis, membuat
definisi kasus, menemukan dan menghitung kasus, epidemiologi deskriptif
(waktu, tempat, orang), membuat hipotesis, menilai hipotesis, memperbaiki
hipotesis dan mengadakan penelitian tambahan, melaksanakan pengendalian
dan pencegahan, dan menyampaikan hasil penyelidikan.

3.2 Saran

Sebagai tenaga kesehatan, sudah menjadi tugas kita untuk melakukan


suatu penyelidikan yang bisa mengakibatkan kesehatan manusia menjadi
terganggu. Selain itu, dalam menjalankan penyelidikan tersebut diperlukan
adanya kerjasama pula. Maka dari itu, jadilah tenaga kesehatan yang berperan
sebagai preventif.

27
DAFTAR PUSTAKA

Budioro, B.. 2007. Pengantar Epidemiologi edisi II. Semarang : Badan


Penerbit Universitas Diponegoro.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Buku Pedoman Penyelidikan dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi Penyakit).
Jakarta: Depkes RI.

Gordis, Leon. 2009. Epidemiology Fourth Edition. United State Of


America. Elsevier Inc.

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/epidemiologi_kebidanan/bab5-
wabah.pdf diakses pada tanggal 10 februari 2019
https://novitara119495212.wordpress.com/2018/10/01/epidemiologi-
penyelidikan-wabah-klb-di-komunitas/ diakses pada tanggal 10 februari
2019
Kemenkes RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 042/MENKES/SK/I/2007 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Kewaspadaan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit
Malaria. Jakarta: Depkes RI.

Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :


1501/MENKES/PER/X/2010 Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu
Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan. Jakarta:
Depkes RI.

Kemenkes. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


2 Tahun 2013 Tentang Kejadian Luar Biasa Keracunan Makanan. Jakarta
: Depkes RI.

Permenkes Nomer 948/MENKES/SK/VII/2004 tentang Pedoman


Penyelenggaraan System Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB).

28
Diakses melalui https://www.persi.or.id pada tanggal 9 februari 2019
pukul 13.15 WIB

Prasasti, Giovani Dio. 2018. KLB Malaria di Lombok, Dinas Kesehatan


Fokus di Daerah Endemik.
https://www.liputan6.com/health/read/3643075/klb-malaria-di-lombok-
dinas-kesehatan-fokus-di-daerah-endemik diakses pada tanggal 9 Februari
2019, pukul 08.00 WIB
Rajab,Wahyudin.2009.Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa
Kebidanan.Jakarta:EGC.
Rianti,Emy,DKK. 2009. Buku Ajar Epidemiologi dalam Kebidanan.
Jakarta : Trans Info Media.

29
KLB Malaria di Lombok, Dinas
Kesehatan Fokus di Daerah Endemik

Liputan6.com, Jakarta Kasus malaria di Lombok Barat ditetapkan menjadi


Kejadian Luar Biasa (KLB). Adapun, wilayah yang menjadi fokus adalah
Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB),
Marjito, mengatakan pihaknya telah melakukan pertemuan dengan pihak-pihak
terkait, mengenai penetapan kecamatan Gunungsari sebagai fokus KLB Malaria.
Ketika dihubungi oleh Health Liputan6.com pada Kamis (13/9/2018), Marjito
mengatakan sudah ada 128 orang yang positif malaria.
"Ada ibu hamil, ada bayi, dan ada juga anak balita. Untuk detil anak-anaknya
berapa saya belum tahu datanya," ujar Marjito.

30
Marjito mengungkapkan, sebelum kejadian gempa pun, daerah di Lombok Barat
tersebut memang wilayah endemik malaria. Sehingga, pihak Dinas Kesehatan pun
mengakui mereka tidak kaget dengan adanya kejadian tersebut.

"Jadi, lokasi kasus malaria ini daerah endemik di situ. Memang selalu ada malaria
di situ. Secara kebetulan saja, ada gempa ini, jadi posisi di luar, istirahat kurang,
makan kurang, pada saat daya tahan tubuh kita sudah lemah, saat itulah
munculnya malaria ini," kata Marjito memaparkan.

Upaya Penanggulangan

Sejak ditemukannya kasus tersebut, pihak Dinas Kesehatan juga sudah melakukan
upaya penanggulangan KLB. Salah satu caranya adalah dengan pemeriksaan
darah secara massal.
"Darah yang terindikasi, berdasarkan hasil pemeriksaan kami, ditemukan sekitar
111. Itu yang penemuan kasus malaria secara aktif melalui pemeriksaan darah
secara massal," ujar Marjito.
Selain itu, pihaknya juga telah memberikan kelambu ke masyarakat, serta obat
pada pasien yang positif malaria.
Marjito mengakui, ketersediaan obat malaria terbilang aman. Namun, dia
mengatakan pihaknya kekurangan alat pemeriksaan cepat malaria (Rapid
Diagnostic Test/RDT).
"Itu yang kita sudah habis. Kemarin terakhir ada tiga ribu, kemarin sudah kita
distribusikan untuk dimanfaatkan. Dan kami sudah mengajukan permintaan ke
pusat melalui Kementerian Kesehatan sekitar tujuh ribu," jelas Marjito.

31

Anda mungkin juga menyukai