Kode Mata Kuliah : BD. 214 Waktu Pertemuan : 1 x 60 menit Dosen : Listyana Wahyu Handayani Referensi : 1. Buston M.N, 1997. Pengantar Epidemiologi. Jakarta ; Rineka Cipta. 2. Azwar, A. 1989. Penanggulangan Wabah Oleh Puskesmas. Jakarta : Binarupa. 3. Sutrisna, B. 1990. Epidemiologi Lanjut Volume I. Jakarta : Dian Rakyat 4. FKM. 1990. Pendekatan Epidemiologi dan Suveilans P2M. Jakarata : Depkes RI. 5. Mardiah, dkk. 2010. Epidemiologi untuk Kebidanan. Jakarta : EGC. 6. Noor, N. 2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular Cetakan Pertama. Jakarta : Rineka Cipta. I. Pengertian Wabah Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah terjadinya kasus atau kematian yang terbatas pada kelompok masyarakat tertentu selama periode waktu singkat yang jelas melebihi perkiraan normal. Di Indonesia istilah wabah mempunyai implikasi administrasi dan politis serta terkait perundang-undangan (UU wabah). Apabila suatu kejadian dinyatakan sebagai wabah, maka harus ada konsekuensi menggerakkan sumber daya secara sungguh-sungguh. II. Bentuk Wabah Menurut sifatnya wabah dapat dibagi dalam dua bentuk utama yakni: bentuk common source dan bentuk propagated atau progressive. Secara umum, kedua bentuk wabah ini dapat dibedakan dengan membuat grafik penyebaran kasus/kejadian berdasarkan waktu mulainya sakit (waktu onset) yang biasanya disebut kurva epidemi. 1. Common Source Epidemic Keadaan wabah dengan bentuk common source (CSE) adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadinya dalam waktu yang relatif singkat (sangat mendadak). Jika keterpaparan kelompok serta penularan penyakit berlangsung sangat cepat dalam waktu yang sangat singkat (point of epidemic atau poit source of epidemic), maka resultan dari semua kasus/kejadian berkembang hanya dalam satu masa tunas saja. Pada dasarnya dijumpai bahwa pada CSE kurva epidemi mengikuti suatu distribusi normal, sehingga dengan demikian bila proporsi kumulatif kasus digambarkan menurut lamanya kejadian sakit (onset) akan berbentuk suatu garis lurus. Median dari masa tunas dapat ditentukan secara mudah dengan membaca waktu dari setengah (50%) yang terjadi pada grafik. Dalam hal ini, pengetahuan tentang median dari masa tunas dapat menolong kita dalam mengidentifikasi agent penyebab, mengingat tiap jenis agent mempunyai masa tunas tertentu. Pada gambar berikut ini (garnbar 9) memperlihatkan waktu onset penyakit dari suatu kejadian letusan wabah keracunan makanan (food intoxication) pada suatu asrama mahasiswa tugas belajar. Melihat cepatnya naik dan turun dari kurva epidemi tersebut tampaknya sangat sesuai dengan sifat dari suatu point source epidemic. Gambar 9
Jika bahan perantara (vehicle) atau sumber epidemi (termasuk makanan, air maupun udara) masih memungkinkan epidemi terus berlangsung, maka keadaan akan menjadi lebih kompleks. Mengingat bahwa kurva epidemi terbentuk dari keterpaparan berganda pada walctu yang berbeda dan disertai dengan masa tunas yang bervariasi, maka puncak kurva akan kurang memperlihatkan puncak yang tajam dan letusan penyakit akan berlangsung lebih lama. Gambar 9 tersebut di atas adalah kejadian letusan pada suatu asrama mahasiswa setelah mereka makan bersama pada suatu pesta wisuda yang dilakukan pada tanggal 10 September jam 19.00 malam. Lebih dari seratus hadirin yang ikut makan bersama, ternyata 78 orang mengalami keracunan makanan dengan gejala diare ringan dan sedang yang kajadiannya sangat singkat yakni sekitar 2 jam setelah pesta dimulai dan kasus terakhir adalah pada jam 15.00 keesokan harinya. Penyebaran insidens kasus pada gambar di atas menunjukkan gambaran dengan satu puncak epidemi. Sedang jarak kejadian antara kasus dengan kasus lainnya menunjukkan waktu yang sangat pendek hanya dalam jam. Dalam hal ini perbedaan jarak antara waktu keterpaparan (waktu pesta/waktu makan) dengan waktu timbulnya gejala pertama pada individu dapat disebabkan karena perbedaan daya tahan perorangan, tetapi dapat pula karena perbedaan dosis yang dimakan terutama jenis makanan yang mengandung materi penyebab (bakteri atau terutama toksinnya). Gambar 9 di atas menunjukkan suatu keadaan letusan gastroenteritis yang disebabkan oleh Clostridium parfringens dengan masa tunas yang bervariasi antara 7 sampai 24 jam setelah keterpaparan dengan frekuensi tertinggi terjadi pada 12 jam setelah keterpaparan tersebut. Bentuk ini sangat spesifik untuk letusan yang disebabkan oleh mikroorganisme tersebut. Dari bentuk letusan yang terjadi biasanya dapat diterka faktor penyebabnya atau sekurang-kurangnya dari kelompok penyebab yang mana yang menimbulkan wabah tersebut. Salah satu contoh yang menarik adalah timbulnya letusan pada tahun 1976 di Philadelphia selama musim panas yakni sewaktu dilakukan suatu konvensi American Legion. Penelitian wabah yang dilakukan oleh tim ahli menemukan patogen penyebab yang sebelumnya belum dikenal yakni Legionella pneumophili. Tetapi setelah dipelajari dan dianalisis sifat epidemiologis wabah, maka dikemukakan bahwa penyakit seperti ini bukanlah sesuatu yang baru tetapi sebenarnya organisme ini telah menimbulkan beberapa wabah yang sama sebelumnya. Dengan demikian maka sejak terjaditiya wabah di Philadelphia tahun 1916 tersebut dengan 221 penderita dan 34 orang meninggal, maka beberapa letusan lainnya dapat segera dikenal. Sejak adanya letusan penyakit tersebut di Philadelphia, maka secara epidemiologis telah ditemukan berbagai informasi tentang penyakit tersebut yang ternyata sudah sering terjadi letusan pada beberapa tempat walaupun dalam keadaan yang lebih ringan dengan angka kematian yang rendah sekali. Di samping itu, diketemukan pula berbagai gambaran sifat epidemiologis penyakit ini seperti angka insidensi lebih tinggi pada pria dari pada wanita, serta beberapa faktor lain ikut mempengaruhi kejadian penyakit ini. Point source epidemic dapat pula terjadi pada penyakit oleh faktor penyebab bukan infeksi yang menimbulkan keterpaparan umum seperti adanya zat beracun polusi zat kimia yang beracun di udara terbuka.
2. Propagated atau Progressive Epidemic Bentuk epidemi ini terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui udara, makanan maupun vektor. Kejadian epidemi semacam ini relatif lebih lama waktunya sesuai dengan sifat penyakit serta lamanya masa tunas. Juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masyarakat yang rentan terhadap penyakit tersebut. Masa tunas penyakit tersebut di atas adalah sekitar satu bulan sehingga tampak bahwa masa epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada saat di mana jumlah anggota masyarakat yang rentan mencapai batas yang minimal. Pada saat sebagian besar anggota masyarakat sudah terserang penyakit maka jumlah yang rentan mencapai batas kritis, sehingga kurva epidemi mulai menurun sampai batas minimal. Bila kita membandingkan kedua bentuk epidemi tersebut di atas, maka jelas tampak perbedaan terutama dalam kurva epidemi menurut waktu. Pada letusan dengan bentuk common source epidemic, tampak kurva epidemi yang meningkat secara cepat dan juga menurun sangat cepat dalarn batas satu masa tunas saja, sehingga angka serangan kedua (secundary attack rate) tidak dijumpai pada bentuk ini. Di lain pihak, bentuk kurva epidemi pada propagated epidemic berkembang lanjut dan melampaui satu masa tunas. Pada keadaan tertentu dengan sistem surveillans yang baik, kita dapat menentukan turunan dan setiap kasus pada angka serangan berikutnya. Namun demikian, kadang-kadang terjadi variasi masa tunas yang dapat mengaburkan pola epidemi yang terjadi. Selain dari kedua bentuk epidemi tersebut di atas, masih dikenal pula bentuk epidemi lain yang dihasilkan oleh penyakit menular yang penyebarannya melalui vektor (vector borne epidemics). Bentuk epidemi ini biasanya agak sarna kecilnya dengan area dari common source epidemic, tetapi dalam lingkaran penularannya dapat dijumpai peranan zoonosis, manusia, atau campuran dari keduanya sebagai sumber penularan kepada vektor. Kebanyakan wabah vector borne mempunyai lingkaran penularan berganda antara vektor dan host sebelum cukup banyak kasus manusia yang terserang untuk dapat dinyatakan sebagai suatu wabah. Ada kemungkinan di mana kita sulit untuk menentukan keadaan dan sifat suatu epiderni dengan hanya berdasarkan pada kurva epidemi semata. Umpamanya suatu kurva yang khas sebagai bentuk point source/common source rnungkin dipengaruhi oleh perkembangan terjadinya kasus sekunder, yang terjadi karena berlanjutnya kontaminasi dengan sumber penularan atau mungkin pula oleh karena lamanya dan adanya variasi dari masa tunas. Di lain pihak pada penyakit influenza klasik, umpamanya yang bersifat propagated dengan masa tunas yang relatif pendek dan sifat infestisitas yang cukup tinggi, dapat menghasilkan kurva epidemi yang cepat naik dan cepat pula turun sehingga mirip dengan kurva common source epidemic. Namun demikian sifat penyebaran penyakit menurut tempat (penyebaran geografis) dapat membantu kita untuk membedakan kedua jenis epidemi tersebut. Dalam hal ini, bentuk propagated lebih cenderung memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan urutan generasi kasus.
Sebenarnya bila kita menganalisis secara luas maka awal dari suatu wabah pada dasarnya lebih banyak ditentukan oleh perilaku pejamu, dibanding dengan sifat infeksi/penularan maupun sifat kimiawi dari produk mikro-organisme. Seperti halnya dengan agent infeksi, maka ide serta pola tingkah laku dapat pula disebarkan dari orang ke orang. Kemampuan penularan dari pola tingkah laku telah diamati sejak lama, mulai dari tarian kegilaan (dancing maniac) pada abad pertengahan sampai pada ledakan gejala histeris pada akhir-akhir ini yang memberikan suatu sifat yang mudah menular dalam masyarakat. Penyalahgunaan obat terlarang dewasa ini merupakan suatu fenomena tingkah laku dewasa ini dan dapat menyebarkan berbagai bentuk penyakit menular yang sebelumnya tidak diketahui cara penyebarannya. Sebagai contoh, penyakit hepatitis B dan malaria telah menyebar dan meluas melalui berbagai alat yang digunakan dalam penggunaan obat. Perkembangan kasus tidak hanya torgantung pada penularan dari orang ke orang, tetapi juga erat hubungannya dengan kuatnya ikatan atau kebersamaan dalam kelompok tertentu. Kebiasaan yang berkaitan erat dengan penggunaan obat melalui suntikan, atau merokok, adalah sama peranannya dengan efek pisiologis pada tingkat awal penyakit. Secara konseptual dan secara teoretis maka rantai peristiwa pada suatu letusan common source (common vehicle) epidemic relatif tampaknya sangat sederhana. Dengan melakukan pengamatan yang berkesinambungan terhadap keterpaparan umum, maka pada suatu saat sejumlah tertentu dari mereka yang terpapar tersebut akan menderita penyakit (tidak seluruhnya). Penderita yang muncul dari kelompok tersebut mempunyai waktu sakit (onset) yang berbeda-beda sesuai dengan rentangan masa tunas kejadian penyakit tersebut. Sedangkan pada epidemi bentuk propagated/progressif, upaya penentuannya akan lebih sulit. Hal ini terutama disebabkan karena tingkat penularan penyakit/infeksi dari orang ke orang yang potensial lainnya sangat tergantung kepada berbagai faktor, terutama jumlah orang yang kebal/rentan (peka) dalam populasi tersebut (keadaan herd immunity). Di samping itu, juga sangat dipengamhi oleh kepadatan penduduk serta mobilitas penduduk setempat. III. Langkah-langkah dalam Penyelidikan Kerangka Penyelidikan Suatu Wabah. Langkah-langkah : 1) Tetapkan diagnosa. Untuk ini dilakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris untuk memastikan diagnosa. Selalu harus mempertimbangkan apakah laporan permulaan benar. Perlu menetapkan kriteria untuk menentukan seseorang sebagai kasus. Bergantung pada masalah. yang tengah diselidiki, klasifikasi kasus didasarkan atas gejala, hasil laboratorium, atau kedua-duanya. 2) Tetapkan adanya suatu wabah. Tunjukkan adanya kelebihan kasus pada waktu ini dibandingkan dengan waktu- waktu yang lalu. 3) Uraikan wabah dalam hubungannya dengan orang, tempat, dan waktu. Buatkan kurve wabah (epidemic curve). Letakkan kasus-kasus ke dalam peta. (spot map). Buatlah tabulasi penyebaran kasus-kasus menurut sifat-sifat orang yang terserang, menurut umur, kelamin, pekerjaan dan lain-lain sifat yang relevan. 4) Rumuskan dan ujilah hipotesa terjadinya wabah. Tunjukkan bentuk wabah, apakah dari orang ke orang atau berasal dari satu sumber. Dengan pengetahuan yang telah didapat tentukanlah siapa yang mempunyai risiko yang tertinggi untuk mendapat serangan penyakit. Pertimbangkan kemungkinan-kemungkinan sumber-sumber dari mana penyakit berasal. Bandingkan kasus-kasus dan penduduk lainnya yang tidak terserang (kontrol) dari segi pemaparan terhadap sumber yang tersangka. Lakukanlah uji statistik untuk menentukan sumber penularan yang mungkin. Bila memungkinkan usahakanlah pemeriksaan laboratoris untuk memastikan hasil penyelidikan epidemiologi. 5) Carilah kalau ada kasus-kasus lain yang belum diketahui, dan buatlah uraian deskriptip bagi mereka seperti yang sudah-sudah. 6) Analisa data. 7) Tentukanlah apakah fakta-fakta yang telah dikumpulkan mendukung hipotesa terjadinya wabah. 8) Buatlah laporan penyelidikan wabah, yang memuat pembahasan mengenai faktor- faktor yang menyebabkan wabah, penilaian terhadap usaha-usaha pemberantasan yang telah dilakukan, dan rekomendasi-rekomendasi untuk pencegahan di waktu- waktu mendatang. IV. Kegiatan Penanggulangan Wabah Menaggulangan Wabah Ada beberapa langkah prosedur kerja epidemiologi dalam suatu kejadian wabah, sebagai berikut: 1. Tentukan adanya suatu wabah. a. Tentukan tingkat penularan sekarang yang memerlukan penelitian. Tentukan kriteria untuk memulai penyelidikan dan pakai kriteria untuk memulai penyelidikan. b. Pastikan atau. tegakkan diagnosis untuk semua kasus yang diketahui dan diduga. Tentukan kriteria yang akan dipakai untuk menentukan dan rnengklasifikasikan kasus untuk analisis kasus pasti, kasus mungkin, dan kasus dugaan. Pastikan bahwa untuk semua kasus, Pemeriksaan klinis telah dilakukan Penyebab penyakit sudah atau belum ditentukan Tes diagnosis yang sesuai telah atau sedang dilakukan. Perhitungan kasus dilakukan secara tepat, tentukan informasi yang diperlukan dan sumber informasi dan hubungan sumber dan peroleh informasi yang perlu. Tentukan kelompokk resiko tinggi. Tentukan penyebaran kasus (gunakan kriteria yang ditegakkan menurut waktu, tempat dan orang) dan populasi asal kasus. Tentukan apakah insiden yang sekarang mewakili suatu wabah atau keadaan lain yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut. 2. Gambarkan ciri-ciri wabah 3. Analisis dan interpretasi data 4. Rumuskan Hipotesis 5. Tes Hipotesis 6. Sarankan dan sebar laporan epidemik 7. Nilai prosedur penyelidikan
GBPP NAMA MATA KULIAH : EPIDEMIOLOGI KODE MK : Bd. 214 BEBAN STUDI : 2 SKS (T=1; P=1) PENEMPATAN : SEMESTER IV
A. DESKRIPSI MATA KULIAH Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk memahami tentang epidemiologi, dengan pokok bahasan : definisi dan ruang lingkup epidemiologi, konsep dasar timbulnya penyakit, epideniiologi deskriptif, cara pengukuran angka kesakitan dan angka kematian, penyelidikan wabah, penemuan penyakit dengan cara screening serta pencatatan dan pelaporan. B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi dan ruang lingkup epidemiologi 2. Menjelaskan konscp dasar timbulnya penyakit 3. Menjelaskan epidemiologi deskriptif 4. Menghitung cara pengukuran angka kesakitan dan angka kematian 5. Menghitung indikator keberhasilan 6. Melakukan simulasi mengenai penyelidikan wabah 7. Menjelaskan penemuan penyakit secara Screening 8. Melakukan sistem pencatatan dan pelaporan
C. PROSES PEMBELAJARAN T : Dilaksanakan di kelas dengan rnenggunakan ceramah, .diskusi, seminar dan penugasan. P : Dilaksanakan di kelas, laboratorium (baik di kampus maupun dilahan praktek) dengan menggunakan metoda simulasi, demonstrasi, role play dan bed side teaching. D. EVALUASI Teori 1. Ujian Tengah Semester : 20% 2. Ujian Akhir Semester : 50% 3. Pcnugasan : 30% Praktikum : 50% E. BUKU SUMBER Buku Utama 1. M.N. Buston, 1997, Pengantar Epidemiologi, Rineka Cipta, Jakarta 2. M.N. Buston, 1997, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta, Jakarta 3. Azrul Azwar, 1989, Penatiggulangan Wabah oleh Puskesmas, Binarupa, Jakarta Buku Anjuran 1. Noor Nasri N, 1997, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Rineka Cipta, Jakarta 2. Noor Nasri N, 1997, Dasar Epidemiologi, Rineka Cipta, Jakarta 3. Bhisma, Murti, 1997, Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 4. Sutrisna, B, 1990, Epidemiologi Lanjut Volume I, Dian Rakyat, Jakarta 5. FKM, 1990, Pendekatan Epidemiologi dan Surveilans, P2M, Depkes RI, Jakarta 6. Pusdiklat Pegawai, Depkes RI, Dasar-dasar Ilmu Kesehatan I Epidemiologi, Demografi dan Aplikasinya pada Praktik Keperawatan. RINCIAN KEGIATAN NO. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS POKOK/SUB POKOK PEMBAHASAN WAKTU SUMBER T P K
1.
2.
3.
4.
Pada akhir perkuliahan mahasiswa dapat : Menjelaskan definisi dan ruang lingkup epidemiologi
Menjelaskan konsep dasar timbulnya penyakit yang berhubungan dengan sasaran KIA
Menjelaskan epidemiologi dan deskripsi yang terkait dengan sasaran pelayanan KIA Menjelaskan epidemiologi dan aplikasinya dalam kebidanan
1.4 Definisi dan ruang lingkup epidemiologi 1.4.1 Pengertian 1.4.2 Tujuan 1.4.3 Ruang lingkup 2.1 Konsep dasar timbulnya penyakit 2.1.1 Host 2.1.2 Agent 2.1.3 Environment 3.1 Epidemiologi deskriptif 3.1.1 Definisi 3.1.2 Ruang lingkup 4.1 Epidemiologi dalam pelayanan kebidanan 4.1.1 Pengertian, Tujuan/kegunaan 4.1.2 Terjadinya penyakit/masalah kesehatan 4.1.3 Faktor resiko terjadinya masalah kesehatan 4.1.4 Ukuran-ukuran epidemiologi
2 jam
2 jam
2 jam
2 jam
-
-
2 Jam
8 jam
-
-
-
-
BU 1 BU 2
BU 2, 3 BA 1
B 2, 3, 6
BA 5, 6
5.
6.
7.
Menjelaskan simulasi mengenai penyelidikan wabah
Menjelaskan tentang screening
Menjelaskan pencatatan dan pelaporan dengan sistematis. 4.1.5 Surveilence epidemiologi 5.1 Penyelidikan wabah 5.1.1 Pengertian 5.1.2 Bentuk wabah 5.1.3 Langkah-langkah dalam penyelidikan 5.1.4 Kegiatan penanggulangan wabah 6.1 Penemuan penyakit secara Screening 6.1.1 Pengertian 6.1.2 Tujuan 6.1.3 Cara melakukan screening 6.1.4 Test diagnostik 6.1.5 Peralatanyang digunakan 6.1.6 Cara menyimpulkan hasil screening 6.1.7 Intervensi terapetik 7.1 Pencatatan dan Pelaporan 7.1.1 Pengertian 7.1.2 Bentuk dan isi 7.1.3 Pembuatan laporan