Kelas : X.8
ESSAY
Terdapat beberapa versi mengenai asal usul nama Kerajaan Malaka. Menurut manuskrip
berjudul Malay Annals yang ditulis oleh Tun Sri Lanang, Malaka merupakan sebuah pohon yang
menjadi tempat berteduh Parameswara saat pergi berburu kala itu. Sementara itu, dalam versi
lain menyebutkan bahwa Malaka berasal dari bahasa Arab 'Malqa' yang artinya tempat
bertemu.
Saat Malaka didirikan, terdapat penduduk asli dari suku Laut yang hidup sebagai nelayan
di wilayah tersebut. Mereka berjumlah sekitar 30 keluarga. Dikarenakan Parameswara dan
pengikutnya adalah rombongan pendatang dengan kebudayaan yang jauh lebih tinggi dari
masyarakat setempat, mereka berhasil memengaruhi penduduk asli dan bersama-sama
mengubah Malaka menjadi kota yang ramai.
Penyebaran agama Islam di Malaka terjadi pada tahun 1414 M, ketika Sultan Malaka
pertama, yakni Parameswara, masuk Islam setelah menikahi Putri Sultan Pasai. Kemudian,
Parameswara mengubah namanya menjadi Iskandar Syah. Dengan masuknya raja ke dalam
agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di kerajaan Malaka. Sehingga banyak
rakyat yang juga ikut masuk Islam. Sebagai salah satu bandar yang ramai di kawasan timur,
Malaka juga ramai dikunjungi oleh para pedagang Islam. Lambat laun, agama Islam telah
menyebar di Malaka.
Selanjutnya, Malaka menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia Tenggara, hingga
mencapai puncak kejayaan dimasa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1459 - 1477 M).
Kebesaran Malaka berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam. Negeri-negeri yang
berada dibawah taklukan Kerajaan Malaka banyak yang memeluk agama Islam.
Pada masa Sultan Mansyur Syah penyebaran Islam digiatkan diantaranya melalui
lembaga pernikahan. Dia menganjurkan agar pria muslim menikahi para perempuan tempatan
yang masih beragama non-Islam. Dengan begitu, kaum yang belum menerima Islam diharapkan
bisa lebih bertoleransi atau bahkan ikut memeluk agama Islam. Sang sultan juga mengimbau
seluruh rakyatnya agar menjalankan shalat berjamaah secara tepat waktu. Penerapan hukum
syariat Islam berjalan efektif pada era ini.
Banyak mubaligh asal Malaka yang mengajarkan agama Islam ke masyarakat di Filipina
Selatan, Kalimantan, dan Jawa, khususnya pada lingkungan keraton. Kesultanan Malaka
diuntungkan dengan fakta bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan di Nusantara. Para
pedagang dari timur, misalnya Jawa, Kalimantan, atau Maluku, tidak sedikit dibekali dengan
pengetahuan akan Islam selama kapal-kapalnya bersandar di Malaka. Kerajaan Malaka juga
secara aktif mengirimkan utusan kepada daerah-daerah pesisir di Jawa agar masyarakat
setempat memeluk Islam. Sampai sekarang, kerajaan ini dikenang atas jasa-jasanya
mengembangkan identitas yang memadukan etnis dan agama, yakni bahwa menjadi Melayu
adalah menjadi Islam.
Kedatangan para ulama ini menyebabkan Kerajaan Malaka pada waktu itu dianggap
sebagai tempat perjumpaan ulama Islam bagi membincangkan masalah-masalah agama,
khususnya dalam bidang aqidah, tasawuf, dan fiqih. Kedatangan Islam telah memunculkan
sistem pendidikan yang baru kepada masyarakat Melayu. Pendidikan ini bukan saja ditumpukan
kepada golongan istana, tetapi juga kepada orang awam.
Salah satu sistem pendidikan paling masyhur ialah sekolah Al-Qur’an yang mempelajari
aspek-aspek bacaan tajwid, tafsir, dan menghafalkannya. Sekolah Al-Qur’an juga meliputi
perkara-perkara seperti fikih, tauhid, akhlak, bahasa Arab. Pada abad ke-15, kajian Islam di
Kerajaan Malaka telah mengalami peningkatan ke level tinggi, bahkan sudah jauh lebih maju.
Kedudukan istimewa telah diberikan kepada para guru dan ulama di Kerajaan Malaka.
Dua masjid tertua di Malaka, yaitu Kampung Hulu dan Kampung Kling, terletak di tengah-
tengah permukiman etnis Cina. Masjid Kampung Kling yang bergaya arsitektur Cina merupakan
bukti imbas keragaman budaya di Kesultanan Malaka. Hingga kini jejak para pendatang dapat
disaksikan melalui arsitektur kawasan kota tua Malaka.