Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fadiyah Kiran Indraini

Kelas : X.8

Mata Pelajaran : Sejarah

ESSAY

Peran Kerajaan Malaka dalam Penyebaran Islam


Kerajaan Malaka atau dikenal juga dengan Kesultanan Malaka merupakan salah satu
kerajaan bercorak Islam yang ada di Indonesia. Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara
antara tahun 1380 - 1403 M. Parameswara adalah putra Raja Sam Agi dari Kerajaan Sriwijaya.
Parameswara merupakan seorang pangeran Hindu keturunan Palembang yang menjadi pendiri
sekaligus raja pertama Kerajaan Malaka. Ia melarikan diri dari Palembang karena invasi yang
dilakukan angkatan laut Kerajaan Majapahit pada tahun 1398 M.

Terdapat beberapa versi mengenai asal usul nama Kerajaan Malaka. Menurut manuskrip
berjudul Malay Annals yang ditulis oleh Tun Sri Lanang, Malaka merupakan sebuah pohon yang
menjadi tempat berteduh Parameswara saat pergi berburu kala itu. Sementara itu, dalam versi
lain menyebutkan bahwa Malaka berasal dari bahasa Arab 'Malqa' yang artinya tempat
bertemu.

Saat Malaka didirikan, terdapat penduduk asli dari suku Laut yang hidup sebagai nelayan
di wilayah tersebut. Mereka berjumlah sekitar 30 keluarga. Dikarenakan Parameswara dan
pengikutnya adalah rombongan pendatang dengan kebudayaan yang jauh lebih tinggi dari
masyarakat setempat, mereka berhasil memengaruhi penduduk asli dan bersama-sama
mengubah Malaka menjadi kota yang ramai.

Penyebaran agama Islam di Malaka terjadi pada tahun 1414 M, ketika Sultan Malaka
pertama, yakni Parameswara, masuk Islam setelah menikahi Putri Sultan Pasai. Kemudian,
Parameswara mengubah namanya menjadi Iskandar Syah. Dengan masuknya raja ke dalam
agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di kerajaan Malaka. Sehingga banyak
rakyat yang juga ikut masuk Islam. Sebagai salah satu bandar yang ramai di kawasan timur,
Malaka juga ramai dikunjungi oleh para pedagang Islam. Lambat laun, agama Islam telah
menyebar di Malaka.

Selanjutnya, Malaka menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia Tenggara, hingga
mencapai puncak kejayaan dimasa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1459 - 1477 M).
Kebesaran Malaka berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam. Negeri-negeri yang
berada dibawah taklukan Kerajaan Malaka banyak yang memeluk agama Islam.

Pada masa Sultan Mansyur Syah penyebaran Islam digiatkan diantaranya melalui
lembaga pernikahan. Dia menganjurkan agar pria muslim menikahi para perempuan tempatan
yang masih beragama non-Islam. Dengan begitu, kaum yang belum menerima Islam diharapkan
bisa lebih bertoleransi atau bahkan ikut memeluk agama Islam. Sang sultan juga mengimbau
seluruh rakyatnya agar menjalankan shalat berjamaah secara tepat waktu. Penerapan hukum
syariat Islam berjalan efektif pada era ini.

Banyak mubaligh asal Malaka yang mengajarkan agama Islam ke masyarakat di Filipina
Selatan, Kalimantan, dan Jawa, khususnya pada lingkungan keraton. Kesultanan Malaka
diuntungkan dengan fakta bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan di Nusantara. Para
pedagang dari timur, misalnya Jawa, Kalimantan, atau Maluku, tidak sedikit dibekali dengan
pengetahuan akan Islam selama kapal-kapalnya bersandar di Malaka. Kerajaan Malaka juga
secara aktif mengirimkan utusan kepada daerah-daerah pesisir di Jawa agar masyarakat
setempat memeluk Islam. Sampai sekarang, kerajaan ini dikenang atas jasa-jasanya
mengembangkan identitas yang memadukan etnis dan agama, yakni bahwa menjadi Melayu
adalah menjadi Islam.

Kemajuan ekonomi Kerajaan Malaka mengundang banyak ulama dari mancanegara


berpartisipasi lebih intensif dalam proses pendidikan dan pembelajaran agama Islam. Malaka
pun berkembang sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara. Kesultanan Malaka menguasai
beberapa kerajaan yang telah masuk Islam seperti Aru, Pedir, dan Lambri. Daerah-daerah baru
di Sumatera yang juga masuk dalam kekuasaan Malaka misalnya Jambi dan Riau juga telah
masuk Islam. Sedangkan, untuk daerah Semenanjung Malaya, seperti Pahang, Johor, serta
daerah lainnya yang mengakui kekuasaan Kesultanan Malaka juga menerima Islam.

Sebagian proses pendidikan berlangsung di kerajaan. Perpustakaan sudah tersedia di


istana dan berfungsi sebagai pusat penyalinan kitab-kitab dan penerjemahan dari bahasa Arab
ke bahasa Melayu. Karena perhatian kerajaan Malaka terhadap pendidikan Islam tinggi, banyak
ulama besar dari berbagai negara yang mengajar di Malaka telah menarik para penuntut ilmu
dari berbagai kerajan Islam di Asia Tenggara untuk datang. Dari Jawa, Sunan Bonang dan Sunan
Giri pernah menuntut ilmu ke Malaka. Setelah menyelesaikan pendidikan, mereka kembali ke
Jawa dan mendirikan lembaga pendidikan Islam di tempat masing-masing.

Kedatangan para ulama ini menyebabkan Kerajaan Malaka pada waktu itu dianggap
sebagai tempat perjumpaan ulama Islam bagi membincangkan masalah-masalah agama,
khususnya dalam bidang aqidah, tasawuf, dan fiqih. Kedatangan Islam telah memunculkan
sistem pendidikan yang baru kepada masyarakat Melayu. Pendidikan ini bukan saja ditumpukan
kepada golongan istana, tetapi juga kepada orang awam.

Salah satu sistem pendidikan paling masyhur ialah sekolah Al-Qur’an yang mempelajari
aspek-aspek bacaan tajwid, tafsir, dan menghafalkannya. Sekolah Al-Qur’an juga meliputi
perkara-perkara seperti fikih, tauhid, akhlak, bahasa Arab. Pada abad ke-15, kajian Islam di
Kerajaan Malaka telah mengalami peningkatan ke level tinggi, bahkan sudah jauh lebih maju.
Kedudukan istimewa telah diberikan kepada para guru dan ulama di Kerajaan Malaka.

Dua masjid tertua di Malaka, yaitu Kampung Hulu dan Kampung Kling, terletak di tengah-
tengah permukiman etnis Cina. Masjid Kampung Kling yang bergaya arsitektur Cina merupakan
bukti imbas keragaman budaya di Kesultanan Malaka. Hingga kini jejak para pendatang dapat
disaksikan melalui arsitektur kawasan kota tua Malaka.

Anda mungkin juga menyukai