Anda di halaman 1dari 32

REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM FILM 365 DAYS

(ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I


pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika

Oleh:
RIZKI FAREZA ALDI
L100170178

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
i
ii
`

iii
REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM FILM 365 DAYS
(ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES)

Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan representasi maskulintas melalui Massimo Torricelli
sebagai tokoh utama pada film 365 Days (2020). Penelitian ini mengungkap tanda-tanda maskulinitas
pada tokoh utama Massimo Torricelli menurut tujuh konsep maskulinitas dari Janet Saltzman Chafetz
yaitu, penampilan fisik, fungsional, seksual, emosi, intelektual, interpersonal dan karakter personal.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Objek dari penelitian ini adalah tanda dan
makna pada adegan serta dialog dalam film yang terkait dengan maskulinitas. Sampel yang diteliti
adalah karakter utama Massimo Torriceli pada film 365 Days (2020). Teknik pengumpulan data
diperoleh dari beberapa cara dengan melalui observasi serta dokumentasi. Dalam keabsahan data,
peneliti melakukan validitas data dengan teknik triangulasi teori. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan analisis semiotika Roland Barthes yang memiliki proses
pemaknaan denotasi, konotasi dan mitos. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa Massimo Torricelli memiliki enam dari tujuh konsep maskulinitas Janet Saltzman Chafetz,
yang meliputi (1) Penampilan Fisik: jantan, atletis, kuat. (2) Fungsional, menjadi kepala keluarga
sebagai tulang punggung dan tumpuan bagi keluarga. (3) Seksual, heteroseksual dan memiliki
ketertarikan serta peduli kepada lawan jenis, (4) Intelektual, memiliki pemikiran yang rasional,
objektif dan logis. (5) Interpersonal, bebas, mendominasi dan berani mengambil resiko. (6) Karakter
personal, ambisius dan egosentris.
Kata Kunci: Representasi, maskulinitas, semiotika, Roland Barthes, film

Abstract
The aim of this research is to portray the representation of masculinity through Massimo Torricelli
as the main character in 356 Days (2020) movie. This research reveal the signs of masculinity on the
main character Massimo Torricelli according to the seven concepts of masculinity by Janet Saltzman
Chafetz that are appearance, physical, functional, sexual, emotion, intellectual, interpersonal, and
personal character. This research is using qualitative descriptive method. The object of this research
is the sign and the meaning of the scene along with the dialogue on the movie that related with
masculinity. The sample under research is the main character Massimo Torricelli in 365 Days (2020).
The data collection technique obtained from several ways through observation and documentation.
In the validity of the data, the researcher carried out the validity of the data with triangulation
technique. The data analysis technique used in this research is semiotic analysis by Roland Barthes
which has some processes of denotation, connotation, and myth. The results obtained from this
research can be concluded that Massimo Torricelli has six of seven masculinity concepts by Janet
Saltzman Chafetz, which cover (1) physical appearance: manly, atletic, strong, (2) Functional,
become the head of the family as breadwinner and support for the family, (3) Sexual, heterosexual
and have an interest and concern for woman, (4) Intellectual, have a rational thought, objective, and
logical, (5) Interpersonal, independent, domineering and brave to take risks, (6) Personal character,
ambitious and egocentric.
Keywords: Representation, masculinity, semiotic, Roland Barthes, film

1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan di era globalisasi seperti sekarang yang semakin dinamis membuat media tidak dapat
dijauhkan dan telah menjadi sebuah kebutuhan bagi manusia saat ini. Dari berbagai media yang ada,
film menjadi salah satu media yang digemari. Film yang bersifat audiovisual menjadikannya sebagai
media yang mudah untuk dipahami oleh penonton dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak
hingga dewasa. Film juga dapat menjadi sarana penyampaian sebuah pesan atau isu tertentu kepada
khalayak disamping media popular lainnya seperti media elektronik maupun cetak (Sobur, 2003).
Dalam film tentunya memiliki tokoh dengan berbagai macam karakter, salah satunya adalah tokoh
yang memiliki karakter maskulin.
Maskulin berkaitan dengan sex dan gender, namun keduanya merupakan entitas yang berbeda.
Sex atau jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan, adalah sebuah keadaan biologis manusia
sejak dilahirkan. Sex berkaitan dengan fungsi dari fisik manusia seperti kromosom, hormon serta
organ reproduksi, sex dianggap sebagai keadaan yang sifatnya tidak akan pernah berubah. Gender
merupakan bentuk dari hasil konstruksi sosial budaya yang bersifat dinamis dan dapat berubah dari
waktu ke waktu (Kurnia, 2004). Gender diartikan sebagai sebuah persepsi yang merujuk pada peran,
perilaku, ekspresi, dan identitas dari individu baik laki-laki maupun perempuan yang bukan
merupakan sifat bawaan dari lahir dan diklarifikasikan sifat perempuan (feminim) atau laki-laki
(maskulin) yang merupakan hasil konstruksi secara sosial budaya (Sasmita, 2017).
Maskulinitas menurut Kimmel dan Aronson yang dikutip oleh Sari (2020) adalah sebuah
konsep terkait peran sosial, perilaku dan makna-makna tertentu yang dilekatkan pada laki-laki dalam
waktu tertentu. Secara sosial maskulinitas merupakan sebuah cara untuk menjadi seorang laki-laki
(Otnes dan L. Tuncay-Zayer, 2012). Maskulinitas secara hegemoni merupakan bentuk yang
diidealkan secara kultural dari karakter maskulin (Connell, R. W, 2000) yang terkait dengan sejumlah
atribut, perilaku, peran, imaji tentang kejantanan, kekuatan dan dominasi yang melekat pada laki-laki
yang dipandang sebagai hasil dari konstruksi sosial di masyarakat.
Maskulin dipahami sebagai cara laki-laki untuk menegaskan apa yang mereka yakini sebagai
kejantanan mereka (Mosse dalam Permata et al., 2016). Ada keseragaman tentang konsep
maskulinitas tertentu yang menjadi patokan laki-laki untuk menjadi pria maskulin (Fathinah et al.,
2017). Pada umumnya, anggapan bahwa karakter maskulin yang melekat pada laki-laki identik
dengan sifat kuat, keras, dan berkeringat, sedangkan perempuan feminim sering diidentikan dengan
sifat lemah, lembut dan anggun bagaikan layaknya seorang princess. Konsep maskulinitas tradisional
yaitu adanya nilai-nilai antara kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian, kepuasan

2
diri, kesetiakawanan laki-laki, serta kerja keras yang tinggi dan disisi lain yang dipandang secara
rendah adalah hubungan interpersonal, kemampuan verbal, kehidupan domestik, kelembutan,
komunikasi, perempuan, dan anak-anak (Barker dalam Sari, 2020). Adanya perbedaan dalam
memandang gender mengakibatkan munculnya budaya patriarki, dimana perempuan dipandang
sebagai makhluk yang submisif dibandingkan dengan laki-laki, laki-laki dianggap sebagai individu
yang lebih superior dibandingkan dengan perempuan (Kurnia, 2004), budaya patriarki menimbulkan
adanya dominasi laki-laki, pemberian hak-hak istimewa kepada laki-laki, sehingga menimbulkan
jurang pemisah antara laki-laki dengan perempuan.
Seiring perkembangan zaman, muncul konsep maskulinitas modern yang bertolak belakang
dari maskulinitas tradisional. Konsep maskulinitas modern menggambarkan laki-laki sebagai
individu dengan sifat yang perhatian, sensitif, lebih ekspresif serta bersedia melakukan pekerjaan
domestik (Beynon 2002 dalam Fathinah et al., 2017). Kegiatan yang pada awalnya dianggap hanya
dilakukan oleh perempuan saat ini wajar jika dilakukan oleh laki-laki, contohnya sekarang sudah
tidak tabu lagi jika laki-laki turun ke dapur ataupun profesi yang memerlukan keahlian memasak
seperti chef kini umum dikerjakan oleh laki-laki. Adanya pergeseran bentuk maskulinitas
dikarenakan saat ini muncul berbagai gagasan yang mengkritisi konsep maskulinitas tradisional yang
tidak lagi dijadikan sebagai standar patokan bagaimana laki-laki harus bersikap, laki-laki yang dahulu
dianggap tidak berkegiatan di sektor domestik serta seorang laki-laki sejati harus bersikap kuat, tegar
dan tidak boleh menangis sehingga mengakibatkan laki-laki cenderung tidak pernah melihat
perasaannya sendiri (Ramadhani dan Suratnoaji, 2021).
Pengertian tentang maskulinitas juga dapat berbeda-beda di setiap tempat. Adanya perbedaan
budaya dan sejarah dapat mempengaruhi stereotype serta nilai-nilai maskulin yang ada di masyarakat
tertentu. Menurut Demartoto (dalam Sari, 2020) menyebutkan bahwa maskulinitas merupakan
sebuah konsep yang didekonstruksi oleh budaya sehingga konsepsi maskulinitas dalam suatu budaya
dengan budaya lainnya dapat berbeda, seperti dengan penggunaan komestik pada laki-laki di Korea
dikarenakan pentingnya sebuah penampilan serta adanya tuntutan untuk menggunakan produk
perawatan kulit dapat menunjang kinerja dan karir mereka (Maulina et al., 2017), hal ini dianggap
tidak mengurangi nilai maskulin yang melekat pada laki-laki pada budaya masyarakat Korea. Adanya
obsesi seseorang untuk tampil terlihat sempurna serta ditambah dengan tren kecantikan yang ada,
terlebih dengan menglobalnya Korean Wave juga ikut mempengaruhi. Banyak public figure pria
Korea yang tampil dengan make up sehingga membuktikan bahwa seorang laki-laki juga dapat
berdandan dan merawat diri untuk menunjang penampilan dianggap sebagai hal yang dapat dilakukan
bagi laki-laki saat ini. Meningkatnya kesadaran untuk merawat diri yang dahulu dipandang sebagai

3
aktivitas yang hanya dilakukan oleh perempuan, saat ini lumrah dilakukan oleh laki-laki serta dalam
perkembangannya melahirkan istilah laki-laki metroseksual yang mengarah sebagai gaya hidup
khususnya pada pria di perkotaan yang memiliki penghasilan lebih dan sangat peduli terhadap
penampilan dan citra dirinya (Maribeth, 2019). Seiring perkembangan zaman, nilai-nilai maskulin
dan feminin mulai bergeser atau bahkan berbaur menjadi satu, apa yang dahulu dianggap sebagai
wilayah feminin kini juga bisa dilekatkan dalam ranah wilayah maskulin (Noviasari, 2011), ini
menunjukan bahwa konsep maskulinitas merupakan hasil dari bentuk sebuah konstruksi sosial yang
bersifat dinamis dan dapat berubah seiring berjalannya waktu.
Janet Saltzman Chafetz (2006) mengemukakan tentang konsep maskulinitas yang terdiri dari
tujuh bidang meliputi penampilan fisik, fungsional, seksual, emosi, intelektual, interpersonal serta
karakter personal. Penelitian sebelumnya yang membahas tentang representasi maskulinitas pernah
dilakukan oleh Pita Merdeka berjudul Representation of Masculinity in Twilight Film (2013)
mengungkapkan bahwa tokoh dalam karakter utama dalam film Twilight yakni Edward Cullen
mencakup hampir semua bidang maskulinitas Chafetz kecuali pada bagian fungsional. Penelitian
lainnya yang berjudul Representasi Maskulinitas Dalam Film Aquaman (2019) oleh Nurul Dewi
Prabawaningrum diperoleh hasil bahwa karakter Arthur Curry dalam film Aquaman sangat identik
dengan tujuh konsep maskulinitas yang dikemukakan oleh Chafetz.
Film yang dipilih dalam penelitian ini berjudul 365 Days. Film yang dirilis pada tahun 2020
ini di sutradarai oleh Barbara Bialowas dan Tomasz Mandes dengan durasi selama 1 jam 46 menit.
Film ini merupakan hasil adaptasi dari novel yang berjudul serupa karya Blanka Lipinska dan
bergenre drama romance erotic, dengan batasan usia minimal 18 tahun yang menampilkan banyak
adegan vulgar serta berbau seksual namun belum termasuk kedalam kategori pornografi. Dalam
sinopsis film ini Massimo Torriceli (Michele Morrone) sebagai tokoh utama diceritakan hidupnya
yang seketika berubah karena sang ayah yang tewas ditembak oleh lawan bisnisnya dan akhirnya
harus mengambil alih bisnis mafia keluarganya di Sisilia, Italia. Laura Biel (Anna-Maria Sieklucka)
menjadi direktur di sebuah hotel di Warsawa, Polandia. Laura memiliki karier yang baik, tetapi
hubungan asmaranya dengan Martin sang kekasih tidak semulus kariernya. Laura mengajak
kekasihnya berlibur ke Sisilia bertujuan untuk memperbaiki hubungan asmara mereka. Namun pada
saat ditengah liburan mereka, tiba-tiba Laura diculik oleh Massimo dan membawa ke kediamanya
yang mewah. Pada awal film juga diceritakan bahwa ketika ayahnya Massimo tertembak, ia juga ikut
terkena tembakan. Saat dalam kondisi terluka antara tersadar dan tidak, Massimo terbayang wajah
seorang wanita, Laura adalah wanita yang ada di dalam bayangan Massimo. Hubungan mereka
bermula dari sini dan mereka memiliki waktu 365 hari untuk saling jatuh cinta. Peneliti merasa bahwa

4
film 365 Days menarik untuk diteliti karena dalam film ini banyak menampilkan dominasi tokoh
utama laki-laki terhadap tokoh utama perempuan serta terdapat penelitian sebelumnya pada tahun
2021 mengenai film ini dengan judul “Are You Lost Baby Girl?” A Semiotic Analysis Of Male
Violence In The Film 365 Days oleh Ottosson, T., & Söderström, M., yang menunjukkan bahwa film
365 Days mereproduksi ketidaksetaraan antara pria dan perempuan serta bagaimana karakter utama
pria digambarkan menggunakan kekerasan pada karakter utama perempuan untuk mendapatkan apa
yang diinginkannya, sehingga kesan imaji maskulin yang digambarkan pada tokoh utama laki-laki
berbeda dari film lainnya.
Berdasarkan dari latar belakang yang telah disebutkan, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana representasi maskulinitas yang ada di dalam film 365 Days. Tujuan
dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan tanda-tanda maskulinitas dalam film 365 Days. Terdapat
batasan masalah dalam penelitian ini guna meminimalisir ruang lingkup pembahasan agar tidak
meluas yaitu bagaimana representasi maskulinitas yang digambarkan pada tokoh Massimo Torricelli.
Peneliti menggunakan analisis semiotika dari Roland Barthes yang terdiri dari tanda denotasi,
konotasi dan mitos. Semiotika Roland Barthes dipilih karena bersifat menyeluruh dan dapat
menghubungkan unsur suatu tanda secara logis, serta deskripsi struktural dari semua sistem
penandaan dan petandaan (Sobur, 2003). Untuk meneliti visual seperti dalam film ataupun iklan,
analisis semiotika Roland Barthes menurut Prabawaningrum (2019) lebih bersifat fleksibel karena
tidak hanya berlandaskan ilmu linguistik, tetapi juga bersifat pragmatik. Menurut Budiman (2011)
pragmatik adalah mempelajari hubungan tanda-tanda dengan penggunanya. Dengan alasan inilah
peneliti ingin melihat hubungan antara suatu tanda dengan objeknya sehingga dapat mengetahui
bagaimana representasi maskulinitas yang terdapat pada karakter Massimo Torricelli di film 365
Days sebagai karakter utama yang mendominasi atas jalan cerita di dalam film tersebut.
Dalam penelitian ini diharapkan terdapat adanya manfaat, diantaranya manfaat teoritis agar
menjadi referensi bagi perkembangan ilmu komunikasi khususnya pada kajian semiotika,
mengungkap makna tanda, simbol yang divisualisasikan oleh sebuah film sehingga memunculkan
pesan yang ingin disampaikan kepada audience, serta manfaat praktis untuk menambah rekomendasi
ataupun saran bagi penelitian selanjutnya.
1.2. Teori Terkait
1.2.1. Representasi
Menurut Stuart Hall (1997) representasi adalah produksi konsep, makna dalam pikiran melalui
bahasa. Ini merupakan hubungan antara konsep dengan bahasa yang menggambarkan obyek, orang,
atau bahkan suatu peristiwa ke dalam obyek, orang, maupun peristiwa fiksi. Stuart Hall memiliki

5
pemahaman bahwa representasi adalah penggunaan bahasa untuk menyampaikan sesuatu yang
memiliki arti (meaningful) kepada orang lain. Representasi adalah bagian penting dari proses dimana
sebuah arti (meaning) diproduksi dan dipertukarkan antara anggota kelompok dalam sebuah
kebudayaan (culture). Representasi adalah mengartikan konsep yang ada di pikiran kita dan di
implementasikan dengan menggunakan bahasa.
Stuart Hall membagi proses pada sistem representasi menjadi dua yaitu representasi mental dan
representasi bahasa. Representasi mental adalah konsep terkait dengan suatu hal yang ada di dalam
benak kita dan dapat dikatakan juga sebagai sebuah peta konseptual, dari proses ini membentuk
sesuatu yang abstrak. Representasi bahasa adalah melibatkan bahasa sebagai bagian penting yang
berperan dalam membangun konstruksi makna. Konsep yang ada di dalam benak kita harus
diterjemahkan kedalam bahasa yang umum, sehingga dapat menghubungkan konsep atau ide kita
dengan bahasa tertulis, bahasa tubuh maupun visual (signs). Tanda (signs) inilah yang
merepresentasikan konsep ide dalam benak kita akan membentuk sebuah sistem arti (meaning system)
dalam kebudayaan (culture) (Rosfiantika et al., 2018). Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat
bagaimana representasi terkait maskulinitas melalui hubungan dari tanda dan makna yang dijadikan
perwakilan untuk menggambarkan maskulinitas.
1.2.2. Maskulinitas
Dalam penelitian ini menggunakan konsep maskulinitas yang dikemukakan oleh Janet Saltzman
Chafetz (2006), bahwa terdapat tujuh konsep yang melekat pada laki-laki maskulin, yaitu:
a. Penampilan
Laki-laki maskulin dalam konsep ini digambarkan memiliki penampilan jantan seperti bertubuh
atletis, gagah, dan memiliki kekuatan super di dalam dirinya.
b. Fungsional
Konsep fungsional menempatkan laki-laki maskulin sebagai tulang punggung dan sebagai pencari
nafkah atau tumpuan dalam keluarga dan seseorang yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
c. Seksual
Mencakup pengalaman laki-laki dalam menjalin hubungan dengan perempuan.
d. Emosi
Bagaimana laki-laki dapat mengendalikan serta menyembunyikan emosinya.
e. Intelektual
Bagaimana seorang laki-laki digambarkan memiliki kecerdasan, pemikiran yang logis, rasional,
objektif serta praktis.

6
f. Interpersonal
Seorang laki-laki maskulin memiliki otoritas, kemampuan dalam memimpin, mendominasi, sikap
disiplin, dan laki-laki sebagai individu yang mandiri, independen atau bebas serta memiliki sikap
tanggung jawab.
g. Karakter Personal
Laki-laki digambarkan memiliki karakteristik yang kuat dan berupaya melakukan sebuah usaha untuk
mendapatkan sesuatu yang menjadi tujuannya, mencakup sifat ambisius, egosentris, memiliki
kebanggaan, berjiwa kompetitif dan suka berpetualang.
1.2.3. Semiotika
Semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tentang pemaknaan suatu tanda untuk mewakili hal-
hal tertentu (Griffin, 2011). Menurut Hoed (dalam Lantowa et al., 2017) dalam kehidupan manusia,
semua yang hadir dalam kehidupan kita dapat dilihat sebagai sebuah tanda. Terdapat tokoh semiotika
yaitu Ferdinand de Saussure yang terkenal dengan sistem penandaan denotasi dan lebih menekankan
pada penanda (signifier) dan petanda (signified), Saussure juga menyatakan bahwa bahasa merupakan
suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu disusun atas dua tanda, yaitu penanda (signifier) dan petanda
(signified) (Amalia, 2020).
Berbeda dengan Ferdinand de Saussure, Roland Barthes mengembangkan gagasan yang
dikenal dengan dua tahap pemaknaan yang terdiri dari makna denotatif sebagai tahap pertama dan
makna konotatif sebagai tahap kedua. Barthes menekankan adanya mitos dalam setiap penanda dan
petandanya. Barthes tidak hanya menerjemahkan tanda ke dalam suatu rangkaian bahasa, namun
memasukan unsur mitos kedalamnya (Amalia, 2020).

2. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif
yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta serta
sifat-sifat populasi atau objek tertentu (Kriyantono, 2006). Penelitian deskriptif menurut Zellatifanny
dan Mudjiyanto (2018) adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan secara subjektif
pada objek atau subyek yang akan diteliti dan memiliki tujuan untuk menggambarkan fakta secara
sistematis dan karakteristik objek serta frekuensi yang diteliti.
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik
sampling yang menentukan kriteria-kriteria tertentu agar dapat digali secara mendalam untuk
mendukung riset (Kriyantoro, 2006). Subjek dalam penelitian ini adalah film 365 Days yang rilis
pada tahun 2020 berdurasi selama 1 jam 56 menit. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

7
karakter yang ada dalam film 365 Days. Sampel yang diteliti adalah karakter utama Massimo
Torriceli. Sedangkan objek yang diteliti dari penelitian ini adalah maskulinitas.
Sumber data dalam penelitian ini terdapat dua kategori yaitu primer dan sekunder. Sumber data
primer di dapat langsung dari adegan-adegan dan dialog dalam film 365 Days yang diakses dalam
kurun bulan Mei hingga Juni tahun 2022 secara streaming melalui layanan Netflix serta dibantu
dengan terjemahan yang tersedia. Sedangkan untuk sumber data sekunder diperoleh dari literatur atau
rujukan yang mendukung seperti buku, jurnal, artikel, dan internet yang berhubungan dengan topik
penelitian.
Teknik pengumpulan data diperoleh dari beberapa cara melalui observasi dan dokumentasi
dengan memilih dan mengumpulkan scene dalam film 365 Days yang di dalamnya terdapat adegan
atau dialog yang mengacu representasi maskulinitas pada tokoh Massimo Torriceli.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis semiotika
Roland Barthes untuk mengetahui tanda dan makna maskulinitas. Berikut peta pemikiran Semotika
Roland Barthes;
Gambar 1. Peta Pemikiran Roland Barthes (Wibisono dan Sari, 2021)
(1) Penanda (2) Petanda
Signifier Signified
(3) Tanda Denotatif
Denotative Sign
(4) Penanda Konotatif (5) Petanda Konotatif
Connotative Signifier Connotative Signified
(6) Tanda Konotatif
Connotative Sign

Terdapat dua tahap pemaknaan pada semiotika Roland Barthes, tahap pemaknaan pertama yaitu
denotasi dan pemaknaan tahap kedua yaitu konotasi. Menurut Mudjiyanto dan Nur (2013) denotasi
merupakan sebuah terminologi atau makna kamus dari sebuah kata, sedangkan konotasi adalah
makna kultural yang melekat pada sebuah terminologi. Setiap makna denotatif dan konotatif yang
terbentuk dibangun melalui signifikasi dua tahap (two order of signification) yang terdiri dari penanda
(signifier) dan petanda (signified). Penanda (signifier) merupakan tanda yang dapat dirasakan oleh
indera manusia dan petanda (signifier) adalah makna tersirat yang terdapat dalam media tersebut.
Secara waktu yang bersamaan tanda denotatif (denotative sign) pada nomor (3) membentuk penanda
konotatif (conotative signifier) pada nomor (4). Untuk menangkap makna atau pesan tersembunyi

8
pada tanda konotatif perlu peranan dari pengguna, Roland Barthes menekankan interaksi antara teks
dengan pengalaman personal dan kultural dari penggunanya (Mudjiyanto dan Nur, 2013). Setelah
ditemukan makna pada tanda denotatif (3) dan tanda konotatif (6) selanjutnya pemaknaan tersebut
akan terbentuk sebuah elemen mitos yang berkembang dan memberikan makna pada sebuah tanda
melalui kebudayaan yang menjadi latar belakang munculnya pemaknaan tersebut. Mitos adalah
bagaimana menjelaskan sebuah kebudayaan dan cara memahami suatu aspek tentang realitas atau
gejala alam, mitos merupakan produk kelas sosial yang telah memiliki suatu dominasi, contoh mitos
antara lain adalah mitos primitif yang menjelaskan tentang keberadaan manusia dan dewa atau
bagaimana hidup dan mati, sedangkan mitos di masa kini contohnya mengenai maskulinitas atau
feminitas (Cartinah et al., 2020). Setiap adegan-adegan di dalam film 365 Days yang mengacu pada
representasi maskulinitas kemudian dianalisis menggunakan semiotika Roland Barthes yang terdiri
dari denotasi, konotasi serta mitos.
Metode keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode
triangulasi. Triangulasi adalah usaha untuk meneliti kebenaran data atau informasi yang telah
diperoleh melalui data empiris yang tersedia (Rahardjo, 2010). Peneliti menggunakan teknik
triangulasi teori sebagai teknik pengecekan validitas data. Triangualasi teori menurut Aan (2013)
adalah suatu teknik dalam riset penelitian yang analisis datanya menggunakan perspektif teori yang
berbeda, sehingga taraf validitas data dapat dibuktikan serta sudah teruji oleh berbagai macam
pendekatan teori. Peneliti akan menganalisis berdasarkan teori representasi, konsep maskulinitas
Janet Saltzman Chafetz, dan semiotika Roland Barthes.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang telah diperoleh melalui observasi dan dokumentasi, ditemukan berupa scene-
scene dalam adegan maupun dialog di film 365 Days yang merepresentasikan maskulinitas sesuai
dengan fokus penelitian. Data tersebut kemudian diklasifikasikan menjadi tujuh kategori maskulinitas
menurut konsep Janet Saltzman Chafetz yang terdiri dari penampilan, fungsional, seksual, emosi,
intelektual, interpersonal dan karakter personal. Data yang telah ditentukan kemudian dianalisis
dengan menggunakan metode semiotika Roland Barthes dan menghasilkan makna denotasi dan
konotasi yang dibangun melalui dua tahap signifikasi yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified)
serta selanjutnya dari pemaknaan tersebut berkembang menjadi elemen mitos guna memberikan
makna pada setiap tanda.

9
3.1.1. Penampilan
Menurut konsep yang dikemukakan oleh Janet Saltzman Chafetz (2006) maskulinitas dapat dilihat
dari penampilan fisik laki-laki, yaitu jantan, bertubuh atletis, gagah, dan memiliki kekuatan super di
dalam dirinya. Dalam tokoh Massimo Torriceli hal ini ditunjukan pada adegan berikut;

Gambar 2. Massimo berbicara kepada Laura dengan tidak mengenakan pakaian.


Tabel 1. Denotasi dan konotasi setiap penanda (signifier) serta petanda (signified)
Signifier Denotasi Signified Denotasi
Massimo sedang berbicara kepada Laura di Sosok Massimo yang diperankan oleh aktor
sebuah ruangan dengan bertelanjang dada, Michele Morrone memiliki tinggi 190 cm.
adegan selanjutnya menunjukkan pengambilan Massimo memiliki otot badan kekar dan terlihat
gambar secara close up pada wajah Massimo. Massimo memiliki dada yang bidang. Di
beberapa bagian tubuh Massimo terdapat
rambut-rambut halus. Massimo juga memiliki
kumis dan janggut. Tato yang terpahat di
dadanya menambah kesan maskulin yang
melekat padanya.
Signifier Konotasi Signified Konotasi
Massimo dengan tinggi 190 cm dapat Manusia yang telah dewasa mengalami
digolongkan sebagai laki-laki yang memiliki pertumbuhan tinggi badan, tinggi dan berat
postur badan yang tinggi. Tanda-tanda fisik badan merupakan salah satu indikator
yang menunjukan Massimo telah memasuki karakteristik dari laki-laki telah dewasa
usia dewasa yaitu ia memiliki otot yang kekar. (Prabawaningrum, 2019). Bentuk dada bidang
Tumbuhnya kumis, janggut serta rambut- serta badan yang berotot menunjukan tanda
rambut halus di bagian tubuh pria maskulintas pada laki-laki yang telah tumbuh
dewasa, menurut Poedjianto (2014)

10
menandakan pria tesebut telah mengalami pertumbuhan tulang yang signifikan serta otot
kematangan secara seksual. yang kekar sebagai tanda maskulintas pada laki-
laki yang telah dewasa. Massimo juga memiliki
rambut-rambut yang tumbuh di tubuhnya dan ini
menandakan bahwa ia telah mengalami
pertumbuhan seksual sebagai laki-laki dewasa
(Ardia, 2017).

Tabel 2. Mitos
Mitos
Laki-laki dengan tubuh tinggi, gagah dan berotot menunjukan laki-laki maskulin.
3.1.2. Fungsional
Konsep fungsional dalam maskulinitas yang dikemukakan oleh Chafetz (2006) menempatkan laki-
laki sebagai tulang punggung dan pencari nafkah ataupun sebagai tumpuan bagi keluarga serta dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri. Walaupun tidak adanya aksi khusus yang menunjukan aspek
fungsional pada Massimo, terdapat dialog pada adegan di dalam film 365 Days yang menujukan
bahwa Massimo juga menjalankan aspek fungsional yaitu sebagai berikut;

Gambar 3. Suasana saat Massimo dan Laura makan malam bersama.

Tabel 3. Denotasi dan konotasi setiap penanda (signifier) serta petanda (signified)
Signifier Denotasi Signified Denotasi
Massimo mengajak Laura untuk makan malam Mereka berbincang dan Laura menanyakan
mewah berdua dengan romantis di tepi kolam beberapa hal kepada Massimo. Sikap Laura
renang. mulai melunak terhadap Massimo, Pada makan
malam ini mereka mulai membangun
percakapan. Hal ini dimanfaatkan Laura untuk

11
menanyakan beberapa hal terkait Massimo yang
ingin dia ketahui. Suasana menjadi hening dan
serius ketika Laura menenanyakan apa yang
sebenarnya Massimo kerjakan. Massimo
mengaku yang dia lakukan hanyalah berbisnis.
Merasa tidak puas dengan jawaban Massimo
yang terkesan menyembunyikan sesuatu, Laura
lalu menekankan Massimo bahwa jika dia ingin
ia tetap bersamanya maka ia berhak mengetahui
seluk beluk dan latar belakang Massimo.
Massimo mengaku memiliki dan menjalankan
beberapa bisnis, dan dia mengibaratkan
bisnisnya seperti sebuah korporasi, menjelaskan
secara singkat tanpa memberi tahu detailnya dan
apa yang dia kerjakan itu berbahaya, ia
beralasan karena dia ditunjuk sebagai kepala
keluarga pengganti ayahnya dan ia tak punya
pilihan lain selain harus menjalankannya.
Signifier Konotasi Signified Konotasi
Massimo ditunjuk untuk menggantikan ayahnya Pengakuan Massimo menunjukan bahwa dia
yang telah tiada sebagai kepala keluarga. saat ini bertindak sebagai kepala keluarga dan
meneruskan bisnis keluarganya.

Tabel 4. Mitos
Mitos
Sosok yang menempatkan laki-laki sebagai kepala keluarga dan menjadi tulang punggung keluarga.

Dialog yang menunjukan Massimo sebagai kepala keluarga adalah sebagai berikut:
Laura: “Massimo, aku serius. Kau ingin aku menerima pernyataan selama setahun, aku berhak tahu
apa yang menungguku.”
Massimo: “Kau akan tahu yang perlu kau tahu.”
Massimo: “Aku punya beberapa perusahaan, hotel, kelab, restoran. Seperti korporasi dan aku direktur
utamanya. Semua itu bagian dari operasi yang lebih besar, detailnya tak berguna… dan berbahaya.”

12
Massimo: “Aku dipilih sebagai kepala keluarga menggantikan ayahku. Bukan ini yang aku harapkan,
aku tak punya pilihan.”
Berdasarkan dialog dan penjelasan adegan diatas, pengakuan Massimo membuktikan bahwa
ia adalah sebagai kepala keluarga.
3.1.3. Seksual
Dalam konsep yang dikemukakan oleh Chafetz (2006), maskulinitas dapat dilihat dari seksual yang
mencakup pengalaman laki-laki dalam menjalin hubungan dengan perempuan, hal ini tergambar pada
adegan berikut;

Gambar 4. Massimo saat menghampiri dan mengamati Laura dari kejauhan di club malam.

Gambar 5. Massimo datang saat Laura terancam akan diperkosa.

Tabel 5. Denotasi dan konotasi setiap penanda (signifier) serta petanda (signified)
Signifier Denotasi Signified Denotasi
Pada gambar 4 Laura berjalan menuju ke sebuah “Apa yang kau kenakan?” Tanya Massimo.
sofa club dan saat itu terdapat Massimo sedang “Beberapa ribu euro-mu” jawab Laura. Laura
bersenang-senang bersama teman-temannya pada saat itu berpenampilan seksi mengenakan
langsung menghampiri Laura. Laura merasa dress minim, dari ekspresi Massimo ia tidak

13
bosan berada di sofa dan ia pergi untuk menyukai itu. Laura meninggalkan Massimo,
bersenang-senang sendiri. Pada gambar 5 Massimo mengamati dan mengikuti Laura dari
Massimo mengamati Laura dari kejauhan. kejauhan ketika Laura melakukan pole dance
Penampilan Laura menarik perhatian para pria- dengan pria lain. Pada saat menari, Pria itu
pria yang ada di sana. Adegan selanjutnya Laura mengatakan “Aku akan bercinta denganmu
melakukan pole dance atau tari tiang di hadapan hingga kau tak akan bisa duduk.” Hal ini
seorang pria. merupakan kalimat paksaan untuk melakukan
seks. Merasa dirinya terancam diperkosa, Laura
memberontak tetapi kekuatannya tidak
sebanding dengan pria itu. Pria itu terus
memaksa dan berusaha mengecup bibirnya.
Massimo yang mengamati dari kejauhan
bergegas mendatanginya dan menarik Laura
untuk berdiri di belakangnya. Massimo menarik
peletuk pistol dan mengarahkannya pada pria itu
dan teman-temannya yang sedang duduk di sofa
untuk melindungi Laura.
Signifier Konotasi Signified Konotasi
Bentuk ketidaksukaan Massimo dan mengamati Menurut Rowland (2001) laki-laki tidak selalu
dari jauh serta mengikuti Laura ketika menunjukan kasih sayangnya melalui adegan
melakukan pole dance adalah bentuk romantis. Ketika hal buruk terjadi pada
kekhawatiran takut akan terjadi sesuatu yang perempuan yang pria cintai, pria akan cenderung
buruk terhadap orang yang ia cintai. berusaha untuk melindunginya, tergambar pada
saat Massimo mengamati dan menyelamatkan
Laura. Massimo dengan jelas menampilkan
sikap dan tindakannya seperti itu karena untuk
melindungi dan berusaha dekat dengan orang
yang ia cintai. Seorang laki-laki yang jatuh cinta
pada perempuan berusaha untuk menunjukan
kepeduliannya.

14
Tabel 6. Mitos
Mitos
Laki-laki berusaha menunjukan kepeduliannya terhadap wanita yang ia cintai.

Gambar 6. Massimo mendatangi Laura yang sedang berada di dalam toilet.

Tabel 7. Denotasi dan konotasi setiap penanda (signifier) serta petanda (signified)
Signifier Denotasi Signified Denotasi
Massimo mendatangi Laura yang sedang Massimo mulai membelai dan mencium lengan
berkaca di dalam toilet. Laura dari belakang. Laura tidak berusaha untuk
menghentikan aksi Massimo. Laura berbalik
dan mereka saling bertatap mata, Massimo
mulai mencium dan Laura membalas ciuman
Massimo, mereka berdua lalu saling bercumbu
sebelum melakukan hubungan seksual.
Signifier Konotasi Signified Konotasi
Mereka saling berciuman terlebih dahulu Massimo dengan mendahului mengajak Laura
sebelum melakukan hubungan seksual. Dalam berciuman menunjukan agresivitas seksualnya
adegan ini ciuman mengindikasikan unsur sebagai laki-laki, ini diartikan dengan kekuatan
seksual yang ingin dibangun, ciuman seksual- fisik, heteroseksual dan ketertarikan pria yang
romantis adalah ciuman yang mempertemukan dapat meluluhkan hati perempuan (Rowena &
bibir dengan bibir (lips-to-lips) dapat Rutherford dalam Prabawaningrum, 2019).
berlangsung secara singkat atau lama, dalam Ketika Massimo memulai ciuman dan tidak
konteks kasih sayang sepasang orang yang mendapatkan respon penolakan dari Laura,
saling mencintai (Ulviati, 2019). menandakan adanya penerimaan Laura terhadap
Massimo baik secara fisik maupun emosional,

15
hal ini dapat meningkatkan ketertarikan serta
hasrat seksual laki-laki karena mendapat
perhatian dari lawan jenisnya (Rowena &
Rutherford dalam Prabawaningrum, 2019).

Tabel 8. Mitos
Mitos
Laki-laki heteroseksual memiliki ketertarikan secara seksual maupun emosional terhadap
perempuan.
3.1.4. Emosi
Emosi menurut Chafetz (2006) bahwa laki-laki maskulin dapat mengendalikan serta
menyembunyikan emosinya. Massimo dalam sebagian besar adegan berusaha menahan emosinya,
tetapi dalam adegan ini Massimo terlihat menunjukkan emosinya;

Gambar 7. Massimo mendatangi Laura yang sedang berada di dalam toilet.

Tabel 9. Denotasi dan konotasi setiap penanda (signifier) serta petanda (signified)
Signifier Denotasi Signified Denotasi
Laura terbangun dari pingsan dan berusaha Massimo memasukkan es batu ke dalam mulut
memberontak Massimo. serta menempelkan jarinya ke bibir Laura. Laura
memuntahkan es batu ke wajah Massimo lalu
berkata "Sedot sendiri!" Laura bertanya,
"Kenapa aku di sini? Siapa kamu? Kenapa kau
menahanku di sini?” dan berjalan dengan
langkah pasti kearah Massimo dan dijawab
dengan "Duduklah, aku tidak ingin kamu
pingsan lagi." Karena Laura berusaha

16
memberontak, Massimo membanting Laura ke
sofa dengan dengan berseru “Duduk, sialan!”
Signifier Konotasi Signified Konotasi
Massimo membanting Laura dan dikuti kata Massimo mengekspresikan emosinya dengan
“duduk, sialan!” dimaknai sebagai sebuah tatapan mata tajam sambil menekankan nada
bentuk emosi. suara dan diikuti dengan gesture tubuh menahan
lalu membanting Laura. Kata “sialan!” yang
diartikan sebagai sebuah umpatan dari bentuk
kemarahan atau kekesalan akibat Laura
berusaha memberontak dan tidak mematuhi apa
yang dia perintahkan.

Tabel 10. Mitos


Mitos
Massimo menampilkan kemarahan dan kekesalannya melalui ekspresi dan umpatan.

3.1.5. Intelektual
Menurut konsep oleh Chafetz (2006), maskulinitas dapat dilihat dari intelektual laki-laki, laki-laki
maskulin memiliki pemikiran yang cerdas, logis, rasional, dan objektif, dalam hal ini tergambar pada
adegan berikut;

Gambar 8. Massimo pada saat berbicara dengan seorang tawanan.

17
Tabel 11. Denotasi dan konotasi setiap penanda (signifier) serta petanda (signified)
Signifier Denotasi Signified Denotasi
Pada suatu malam, Massimo berbicara dengan Di ruang bawah tanah yang gelap serta
seorang tawanan dengan kondisi wajah yang mencekam, Massimo menemui seorang pria
terluka dan sedang dipasung diatas bongkahan tawanan. Pria itu adalah Alfredo. Alfredo masih
batu besar di ruang bawah tanah. dapat menatap berani Massimo. Massimo duduk
dan mengatakan dengan nada serius tidak dapat
memaafkan perbuatan fatal Alfredo yang telah
menjual anak dibawah umur dan mengancam
akan mengeksekusi serta menghapus namanya
akibat perbuatannya yang telah menodai nama
keluarga. Massimo mengancam akan
menghapus nama Alfredo, dan Alfredo dengan
sorot mata melotot tanpa berkata apapun, ia
terlihat terkejut, cemas dan ketakutan akan
namanya yang tidak akan pernah dianggap ada.
Signifier Konotasi Signified Konotasi
Massimo terlihat marah dan kecewa pada Massimo bersikap objektif dengan tidak
Alfredo akibat perbuatannya. Walau terdapat memandang hubungan di antara mereka yang
hubungan darah dengan Massimo, ia tidak mungkin akan berisiko merusak bisnis serta
berusaha melindungi ataupun membenarkan relasi keluarga mereka. Ia tetap melihat apa yang
Alfredo. diperbuat oleh Alfredo merupakan tindakan
yang tidak dapat dibenarkan. Eksploitasi anak
merupakan perilaku tidak etis, menurut Ebert
dan Ricky (dalam Dewi dan Wirakusuma, 2018)
perilaku etis adalah tindakan yang sesuai dengan
norma secara umum yang terkait dengan
tindakan benar.

Tabel 12. Mitos


Mitos
Massimo tidak membenarkan perbuatan Alfredo. Manusia bukan sebagai sebuah objek yang dapat
dieksploitasi.

18
Dalam adegan ini, terdapat pembicaraan yang menunjukan Alfredo melakukan eksploitasi anak,
sebagai berikut:
Massimo: “Jika hanya mencuri dariku, kau aman. Tapi kau menjual anak-anak ke rumah bordil.
Kau pikir aku tidak tahu?!”
Alfredo: “Kita semua punya rahasia…!”
Massimo: “Diam! Kau menodai keluarga ini Alfredo!”
Alfredo: “Keluarga apa? Nilai apa? Hentikan semua ini dan tembak aku!”
Massimo: “Kau akan dihapus. Tak ada jejak yang tersisa darimu, seolah kau tak pernah ada. Itu
hukumanmu.”
3.1.6. Interpersonal
Interpersonal menurut Chafetz (2006) seorang laki-laki memiliki otoritas, kemampuan dalam
memimpin, mendominasi, sikap disiplin, dan laki-laki sebagai individu yang mandiri, bebas atau
independen serta memiliki sikap yang bertanggung jawab. Aspek interpersonal yang dimiliki oleh
Massimo ia berjiwa bebas, mendominasi dan berani mengambil resiko, ditunjukan pada adegan
sebagai berikut;

Gambar 9. Di atas yacht, Mario memperingatkan Massimo resiko yang ia telah perbuat semalam.

Tabel 13. Denotasi dan konotasi setiap penanda (signifier) serta petanda (signified)
Signifier Denotasi Signified Denotasi
Mario memperingatkan Massimo dengan keras Terdengar suara rebut percakapan dari luar
bahwa apa yang telah ia perbuat di club semalam yacht. “Kau tahu siapa yang kau tembak,
akan memicu keributan yang berisiko untuk Massimo? Kau tahu perbuatanmu?” Tanya
Massimo. Mario. Mario dengan keras berkata “Ini berarti
perang, perang antara kedua keluarga

19
berkuasa!” Massimo disini tidak menimpali
apapun. Mario lanjut mengatakan “satu-satunya
hal yang bisa kau lakukan adalah
menyingkirkan Laura!” Massimo menatap
tajam Mario. “Lakukan, lalu minta maaf pada
Anna, dan singkirkan kapal ini juga!” lanjut
Mario. Massimo berdiri mencengkeram kerah
baju Mario dan dengan ketus mengatakan “Hati-
hati kau bicara!”
Signifier Konotasi Signified Konotasi
Massimo menembak tangan pria yang mencoba Massimo menunjukan sebagai bos bahwa ia
untuk memperkosa Laura di club semalam. Pria bertindak atas dasar kemauannya sendiri, bebas
yang ditembak Massimo ternyata merupakan dan tidak ingin diperintah oleh orang lain,
salah satu anggota dari keluarga mafia lain. termasuk oleh tangan kanannya sendiri.
Menurut Mario, Massimo harus segera Massimo tidak melakukan apa yang dikatakan
menyingkirkan Laura untuk menghindari oleh Mario, yang kemungkinan dapat terjadi
perang antar keluarga. Massimo tidak terima perlawanan yang dapat mengancam dirinya di
atas perkataan Mario, terlebih ketika Mario kemudian hari. Hal ini menujukan sikap give em
mengatakan Massimo harus menyingkirkan hell, yaitu laki-laki yang bersifat agresif,
Laura secepatnya. menunjukan keberanian dan dapat mengambil
resiko (Ramadhani & Suratnoaji, 2021).

Tabel 14. Mitos


Mitos
Orang yang memiliki kebebasan tidak ingin di atur-atur oleh siapapun.

3.1.7. Karakter Personal


Karakter personal dalam konsep maskulinitas Chafetz (2006) laki-laki digambarkan memiliki
karakteristik yang kuat dan berupaya melakukan sebuah usaha untuk mendapatkan sesuatu yang
menjadi tujuannya, mencakup sifat ambisius, egosentris, memiliki kebanggaan, berjiwa kompetitif
dan suka berpetualang. Karakter Massimo memiliki sifat ambisius dan egosentris yang tergambar
pada adegan berikut;

20
Gambar 10. Massimo meeting dengan para konsultan bisnisnya.

Tabel 15. Denotasi dan konotasi setiap penanda (signifier) serta petanda (signified)
Signifier Denotasi Signified Denotasi
Pada malam hari, di sebuah gedung di New Manager konsultan meminta maaf atas
York, Massimo menghadiri sebuah meeting kegagalan investasi aset keluarga Massimo dan
dengan para konsultan bisnisnya. mereka hanya bisa menjanjikan untuk
mengembalikan aset yang tersisa sebesar 12
persen. Massimo meminta pengembalian dana
dengan ditambah bunga lima persen, manager
menimpali “itu mustahil.” Massimo
menggertak “Pengembalian dana dan bunga 10
persen!” lalu bodyguard Massimo masuk dan
berdiri di belakang manager. Manager berkata
“pembicaraan ini selesai!” lalu manager berdiri
bermaksud akan meninggalkan ruangan tetapi
ditahan oleh bodyguard. Adegan kemudian
Massimo membagikan sebuah dokumen dalam
map hitam kepada manager konsultan dan
konsultan perempuan serta mengatakan “jika
menyangkut preferensi seksual aku tidak
terkejut, tapi apa kata suami dan anakmu?
Apakah akan ku lanjutkan?” mereka tidak
menjawab apapun. Adegan selanjutnya
Massimo berkata “setelah seminggu, saham
akan turun setengahnya dan setelah sebulan aku

21
akan membeli setengahnya dan memecat
kalian!”
Signifier Konotasi Signified Konotasi
Suasana meeting berjalan dengan tegang, Ketika Dengan membagikan dokumen di dalam map
Massimo menggertak memaksa refund atas hitam, isi map hitam yang kemungkinan adalah
seluruh asetnya dengan menambah bunganya rahasia para konsultan yang mereka
menjadi 10 persen. Pimpinan konsultan tetap sembunyikan, dan reaksi mereka hanya
tidak menggubris dan berusaha mengakhiri tertunduk dan terdiam ini menunjukan para
meeting, ketika ia berdiri akan meninggalkan konsultan merasa takut dan terintimidasi.
meeting namun oleh bodyguard Massimo sigap Massimo sebagai pemilik aset juga
menahan pimpinan konsultan untuk tetap duduk menggunakan powernya termasuk dengan cara
ditempatnya, Massimo memberikan map hitam, mengancam untuk memecat para konsultannya
dan reaksi mereka hanya tertunduk dan terdiam. dan menggunakan orang-orang kepercayaannya
Massimo akan memecat mereka semua setelah (bodyguard) untuk menekankan bahwa ia yang
bursa saham diumumkan. Semua orang yang memiliki kontrol dan kuasa disini. Melalui sikap
ada di ruangan terdiam dengan wajah terlihat ini Massimo terlihat bahwa ia berambisi agar
khawatir dan ketakutan dengan gertakan asetnya dapat kembali, bahkan dengan meminta
Massimo. tambahan bunga. Massimo menunjukan sifat
yang mengedepankan ego dalam dirinya dengan
ingin mendapat keuntungan lebih tanpa
menimbang perkataan manager konsultan.

Tabel 16. Mitos


Mitos
Seseorang yang ambisius memiliki ambisi dan ego untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

3.2. Pembahasan
Penampilan dan bentuk fisik dapat menjadi ciri identitas dari seseorang, pada umumnya representasi
laki-laki maskulin adalah laki-laki yang memiliki postur tubuh tinggi, gagah dan berotot, maskulinitas
dapat dilihat dari penampilan fisik laki-laki, yaitu jantan, bertubuh atletis, gagah, dan memiliki
kekuatan super di dalam dirinya (Chafetz, 2006). Massimo memiliki perawakan tubuh tinggi, gagah
dan berotot serta ditumbuhi kumis, janggut dan rambut-rambut halus di bagian tubuhnya, dengan

22
perawakan seperti itu seorang laki-laki cenderung disegani karena terlihat sebagai sosok yang garang
dan ditakuti serta dinilai sebagai laki-laki yang kuat karena memiliki badan yang kekar dengan postur
tubuh yang tinggi (Rowena, C., & Rutherford, 2014). Adanya rambut yang tumbuh di bagian tubuh
tertentu menunjukkan bahwa laki-laki telah mengalami pertumbuhan seksual sebagai laki-laki
dewasa dan dianggap lebih menyeramkan dibanding laki-laki pada umumnya (Ardia, 2017).
Massimo memenuhi aspek fungsional pada konsep maskulinitas Chafetz (2006) laki-laki
maskulin berperan sebagai tulang punggung dan sebagai tumpuan keluarga serta seorang laki-laki
yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Pengakuan Massimo menunjukan bahwa dia bertindak
sebagai kepala keluarga dan meneruskan bisnis keluarganya. Secara umum, peran kepala keluarga
adalah bertugas dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan
(Ilham, 2019).
Chafetz (2006) mengungkapkan seksual laki-laki maskulin dapat mencakup pengalaman laki-
laki dalam berhubungan dengan perempuan. Massimo menunjukan kepedulian serta menyelamatkan
perempuan yang ia cintai. Untuk menunjukan suatu kasih sayang atau sebuah ketertarikan, laki-laki
tidak hanya memperlihatkan dengan sesuatu yang romantis tetapi laki-laki dapat menunjukan
keagresifannya dalam melindungi perempuan. Menurut Rowland (2001) laki-laki yang menunjukan
sikap kepeduliannya terhadap lawan jenis menandakan bahwa laki-laki tersebut tertarik dengan lawan
jenisnya. Orientasi seksual Massimo adalah kepada perempuan, orientasi seksual adalah timbulnya
rasa ketertarikan secara seksual maupun emosional terhadap jenis kelamin tertentu (Jelita et al.,
2020). Laki-laki yang memiliki orientasi seksual terhadap lawan jenis disebut heteroseksual,
heteroseksual adalah seseorang yang memiliki ketertarikan secara seksual pada orang yang memiliki
jenis kelamin berbeda, ketertarikan laki-laki pada perempuan maupun sebaliknya (Jelita et al., 2020).
Adanya perilaku seksual antara lawan jenis merupakan ciri dari heteroseksual yang ditandai dengan
Massimo dan Laura saling bercumbu dan melakukan hubungan seks. Sebelum penetrasi,
heteroseksual melakukan tahapan terlebih dahulu seperti berciuman, meraba bagian tubuh ataupun
aktifitas yang mengarah seksual lainnya (Jelita et al., 2020).
Menurut Chafetz (dalam Adynugraha, 2019) karakteristik emosi meliputi dari persepsi
seorang laki-laki tidak menangis, tabah dan tidak emosional. Dalam adegan tersebut Massimo
meletakan Laura ke sebuah kursi sesaat Laura terbangun dari pingsan. Ketika Laura berusaha
melawan, Massimo mengumpat sebagai bentuk kemarahan dan kekesalan disamping tujuannya agar
Laura menjadi takut dan pasif serta agar tetap dalam kontrol dirinya. Umpatan adalah sebuah usaha
penuturan untuk menyampaikan suatu perasaan dan pikiran dalam satuan bahasa tertentu yang
dianggap paling mengena dan tepat menurut dari segi ekspresi kebahasaan (Putra, 2013). Selain

23
digunakan untuk ekspresi takjub atau terkejut, umpatan juga upaya untuk menujukan bentuk ekspresi
marah (Ibda H, 2019). Dalam bagian ini dapat disimpulkan bahwa Massimo tidak memenuhi aspek
emosi dari karakteristik konsep maskulinitas Chafetz karena cenderung memperlihatkan emosinya.
Laki-laki maskulin memiliki pemikiran yang cerdas, rasional, logis serta objektif dalam
memecahkan suatu masalah (Saputro dan Yuwarti, 2016). Objektif menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan
pribadi, bersikap objektif adalah cara mengambil sebuah kesimpulan atau tindakan dengan melihat
apa yang diperbuat oleh pelaku. Massimo berpikir objektif tidak membenarkan eksploitasi anak
berdasarkan pertimbangan rasional yang logis bahwa manusia bukan sebagai sebuah objek yang dapat
dieksploitasi demi mencari keuntungan. Eksploitasi anak secara seksual maupun secara ekonomi
merupakan sebuah bentuk kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan (Efita Ayu, 2018).
Chafetz (2006) mengungkapkan bahwa interpersonal laki-laki yaitu memiliki otoritas,
kemampuan dalam memimpin, mendominasi, sikap disiplin, dan laki-laki sebagai individu yang
mandiri, bebas atau independen serta memiliki sikap yang bertanggung jawab. Massimo berjiwa
bebas, mendominasi dan berani mengambil resiko. Ia tidak terpengaruh oleh saran perkataan dari
Mario dan tetap pada pendiriannya, menunjukan bahwa ia tidak dapat didikte oleh siapapun. Ia ingin
menekankan bahwa dialah yang memiliki otoritas dalam mengambil tindakan atau sebuah keputusan,
ini menunjukan dominasinya yang tidak dimiliki oleh yang lain. Laki-laki yang mendominasi
merupakan laki-laki yang memiliki kemampuan serta keahlian yang tidak dimiliki siapapun (Rowena
& Rutherford, 2014). Terlepas dari ancaman yang mungkin akan terjadi, Massimo tidak
mempedulikannya. Orang yang berjiwa pemimpin ialah orang yang berani mengambil sikap, berani
dan bersedia menanggung resiko (Ambarwati & Raharjo, 2018).
Setiap laki-laki memiliki karakternya masing-masing dan beragam. Laki-laki maskulin
memiliki karakteristik yang kuat dan berupaya melakukan sebuah usaha untuk mendapatkan sesuatu
yang menjadi tujuannya, mencakup sifat ambisius, egosentris, memiliki kebanggaan, berjiwa
kompetitif dan suka berpetualang (Chafetz, 2006). Dalam aspek karakter personal, Massimo adalah
sosok ambisius dan cenderung memiliki ego yang tinggi. Ambisius menurut KBBI (dalam Amalia,
2020) memiliki arti berkeinginan keras dalam mencapai sesuatu (harapan, cita-cita); penuh dengan
ambisi, sehingga apa yang menjadi tujuannya harus tercapai. Seseorang memiliki ego yang tinggi
cenderung menjadikan dirinya sendiri sebagai pusat dari segala hal tanpa mempertimbangkan yang
lain. Egosentrisme menurut Shaffer (dalam Rahman, 2010) merupakan kecenderungan untuk
memandang dunia dari perspektif pribadi seseorang tanpa menyadari sudut pandang dari perspektif
orang lain yang berbeda.

24
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis
semiotika Roland Barthes, diperoleh hasil bahwa karakter Massimo Torricelli dalam film 365 Days
mencakup hampir semua tujuh konsep maskulinitas oleh Janet Saltzman Chafetz kecuali pada bagian
emosi karena ia cenderung kurang untuk dapat menyembunyikan emosinya. Pada aspek penampilan,
Massimo memiliki postur tubuh yang tinggi, fisik berotot dan atletis sehingga menggambarkan bahwa
ia jantan dan kuat. Pada aspek fungsional, Massimo ditunjuk sebagai kepala keluarga dan menjadi
penerus bisnis keluarga sehingga menjadi tulang punggung atau tumpuan bagi keluarga dan dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri. Aspek seksual menggambarkan Massimo sebagai pria
heteroseksual yang memiliki orientasi seksual terhadap perempuan serta menunjukan kepeduliannya
terhadap Laura. Massimo juga memenuhi aspek intelektual laki-laki maskulin dengan memiliki
pemikiran yang rasional, objektif dan logis. Pada aspek interpersonal, Massimo memiliki jiwa yang
bebas, mendominasi dan berani mengambil resiko. Kemudian yang terakhir, Massimo memiliki sifat
yang ambisius serta egosentris, identik dengan aspek karakter personal menurut konsep maskulinitas
Chafetz.
Diharapkan penelitian selanjutnya dapat membahas film sekuelnya yang berjudul 365 Days:
This Day (2022) atau dapat dikembangkan menjadi studi efek penonton setelah melihat film 365
Days. Semoga penelitian ini dengan segala kekurangannya berguna dan dapat memperkaya penelitian
pada bidang kajian semiotika.

PERSANTUNAN
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Terima kasih saya ucapkan kepada dosen pembimbing saya Ibu Dr. Laili Etika
Rahmawati, M.Pd., yang telah membimbing, membantu serta memberi motivasi kepada saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada orang tua, keluarga serta teman-teman saya,
khususnya kepada Aswhin, Fifi dan Soffy atas dukungannya selama ini. Terima kasih untuk pihak
yang menanyakan “kapan sidang?”, “kapan lulus?” dan lain sejenisnya, kalian semua adalah alasan
saya menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi yang sudah saya selesaikan ini dapat memberikan
manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

25
DAFTAR PUSTAKA
Aan, M. S. (2013). Resolusi Neo-Metode Riset Komunikasi Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Adynugraha, N. J. S. (2019). Masculinity Of James Bond As Seen In From Russia With Love
Film (Doctoral Dissertation, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta).

Amalia, M. M. (2020). Representasi Maskulinitas Laki-Laki Difabel Dalam Film Paafekuto Waarudo
Kajian Semiotika Roland Barthes. http://eprints.undip.ac.id/81631/

Ambarwati, A., & Raharjo, S. T. (2018). Prinsip Kepemimpinan Character of A Leader pada Era
Generasi Milenial. PHILANTHROPY: Journal of Psychology, 2(2), 114-127.

Ardia, V. (2017). Representasi Maskulinitas Dalam Iklan L'oreal Menexpert Versi Nicholas Saputra
Studi Analisa. Kajian: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 65-79.

Budiman, K. (2011). Semiotika Visual: Konsep, Isu dan Problem. Ikonisitas. Yogyakarta: Jalasutra.

Cartinah, I. Ri’aeni, M. Kamaludin (2020). Representasi Laki-Laki Ideal Dalam Film Sabtu Bersama
Bapak (Analisis Semiotika Roland Barthes). 3(1), 88–98.

Chafetz, J. S. (2006). Handbook of the Sociology of Gender. Springer Science & Business Media.

Connell, R. W., & Connell, R. (2000). The Men And The Boys. Univ Of California Press.

Dewi, T. K., & Wirakusuma, M. G. (2018). Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional
dan Kecerdasan Spritual Pada Perilaku Etis Dengan Pengalaman Sebagai Variabel
Pemoderasi. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 7, 2098-2116.

Efita Ayu, M. (2018). Perdagangan Perempuan Dan Anak Serta Tindak Pidana Korupsi Sebagai
Kejahatan Transnasional Terorganisir Berdasarkan Konvensi Parlemo. Jurnal Bina Mulia
Hukum, 3(1), 1–12. https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n1.5

Fathinah, E., Priyatna, A., & Adji, M. (2017). Maskulinitas Baru dalam Iklan Kosmetik Korea: Etude
House dan Tonymoly. Patanjala, 9(2), 291958.

Griffin, E. (2011). A First Look At Communication Theory. New York: Mc Graw Hill.

Hall, S. (1997). Representation (Cultural Representation and Signifying Practices). California: Sage
Publications Ltd.

Ibda, H. (2019). Penggunaan Umpatan Thelo, Jidor, Sikem, Sikak sebagai Wujud Marah dan Ekspresi
Budaya Warga Temanggung. Ranah: Jurnal Kajian Bahasa, 8(2), 172-188.

Ilham, B. (2019). Karakter Laki-Laki Dalam Program Televisi (Analisi Resepsi Peran Pria Sebagai
Pekerja Rumah Tangga Dalam Program Sitkom “Dunia Terbalik” Di RCTI). Komuniti:
Jurnal Komunikasi Dan Teknologi Informasi, 11(1), 58-72.

Jelita, W., Deana, C., & Pauziah, N. J. (2020). Perbedaan Perilaku Seksual Antara Heteroseksual
dan Homoseksual Pada Remaja Akhir di Jakarta. Universitas Pembangunan Jaya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di kbbi.kemdikbud.go.id/entri/objektif. Diakses

26
18 Juni 2022.

Kriyantono, R. (2006). Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Group.

Kurnia, N. (2004). Representasi Maskulinitas dalam Iklan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 8(1),
17-36.

Lantowa, J., Marahayu, N. M., & Khairussibyan, M. (2017). Semiotika: Teori, Metode, dan
Penerapannya dalam Penelitian Sastra. Deepublish.

Maribeth, M. (2019). Maskulinitas Dalam Akun Instagram Influencer Laki-Laki. Jurnal Ilmu
Komunikasi, 2(1).

Maulina, E., Chan, A., & Ridwan, A. (2017). Comparisons of Factors that Influence Male Consumer
Behavior in Purchasing Skin Care Products (Case Study: Men from Suwon City, South Korea
and Bandung, Indonesia). Review of Integrative Business and Economics Research, 6(1), 176–
183.

Mudjiyanto, B., & Nur, E. (2013). Semiotics In Research Method of Communication [Semiotika
Dalam Metode Penelitian Komunikasi]. Jurnal Pekommas, 16(1), 73-82.

Noviasari, G. (2011). Make Up sebagai Tampilan Maskulin dalam Video Klip Super Junior “Mr
Simple” dan “No Other”. Surabaya: Universitas Airlangga.

Otnes, C., & L. Tuncay-Zayer. (2012). Gender, Culture, and Consumer Behavior. Routledge.

Ottosson, T., & Söderström, M. (2021). Are You Lost Babygirl?: En Semiotisk Analys Av Det
Manliga Våldet I Filmen 365 Days.

Permata, D., Priyatna, A., & Rahayu, L. M. (2016). Dinamika Maskulinitas Dan Femininitas Dalam
Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas Karya Eka Kurniawan. METASASTRA:
Jurnal Penelitian Sastra, 9(1), 13. https://doi.org/10.26610/metasastra.2016.v9i1.13-24

Putra, R. R. (2013). Bentuk dan Fungsi Kata Umpatan pada Komunikasi Informal di Kalangan
Siswa SMA Negeri 3 Surabaya: Kajian Sosiolinguistik. Skriptorium, 1, 93–105. Retrieved
from http://journal.unair.ac.id/SKRIP@bentuk-dan-fungsi-kata-umpatan-article-6725-
media-45-category-8.html

Poedjianto, S. A. (2014). Representasi Maskulinitas Laki-Laki Infertil Dalam Film Test Pack Karya
Ninit Yunita (Doctoral Dissertation, Universitas Airlangga).

Prabawaningrum, N. D., & Muhibbin, A. (2019). Representasi Maskulinitas Dalam Film Aquaman
(Analisis Semiotika Roland Barthes). Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rahardjo, M. (2010). Triangulasi Dalam Penelitian Kualitatif. Sekolah Pascasarjana Universitas


Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Rahman, F. (2010). Hubungan Antara Egosentrisme dengan Kompetensi Sosial Remaja SMP
Muhammadiyah 22 Setiabudi Pamulang. 27.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/2384

27
Ramadhani, A. F., & Suratnoaji, C. (2021). Representasi Maskulinitas Tokoh Utama dalam Film
Persahabatan Bagai Kepompong 2021. Jurnal Nomosleca, 7(2), 160-173.

Rosfiantika, E., Mahameruaji, J. N., & Permana, R. S. M. (2017). Representasi Yogyakarta Dalam
Film Ada Apa Dengan Cinta 2. ProTVF, 1(1), 47-60.

Rowena, C., & Rutherford, J. (2014). Male Order Menguak Maskulinitas. Yogyakarta: Jalasutra.

Rowland, A. (2001). Love And Masculinity In The Poetry Of Carol Ann Duffy. 50, 199–218.

Saputro, D. H., & Yuwarti, H. (2016). Representasi Maskulinitas Pria Di Media Online. WACANA:
Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 15(1), 45-59.

Sari, H. C. K. (2020). Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Garnier Men Versi Joe Taslim Dan
Chico Jeriko. Sarasvati, 2(1), 33. https://doi.org/10.30742/sv.v2i1.868

Sasmita, U. (2017). Representasi Maskulinitas Dalam Film Disney Moana (Analisis Semiotika
Charles Sanders Pierce). Jurnal Online Kinesik, 4 (2), 127-144.

Sobur, A. (2003). Semiotika Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya.

Ulviati, E. (2019). Representasi Ciuman Romantis-Seksual dalam Film Ada Apa dengan
Cinta. Jurnal Ilmu Komunikasi, 16(1), 91-106.

Wibisono, P., & Sari, Y. (2021). Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Film Bintang Ketjil Karya
Wim Umboh dan Misbach Yusa Bira. Jurnal Dinamika Ilmu Komunikasi, 7(1), 30-43.

Zellatifanny, C. M., & Mudjiyanto, B. (2018). The Type Of Descriptive Research In Communication
Study. Jurnal Diakom, 1(2), 83–90.

28

Anda mungkin juga menyukai