Anda di halaman 1dari 6

Corporate Social Responsibility (CSR) Untuk Komunitas Petani Cabai

Dalam Bentuk Gudang Penyimpan Cabai


Dan Mesin Pengolah Cabai Bubuk

1. Pendahuluan

Cabai sudah menjadi produk pertanian yang memiliki harga rentang harga ekstrem. Pada saat
panen cabai melimpah, harga cabe akan turun drastis .Tidak jarang petani membiarkan
tanaman cabai siap panen membusuk di sawah (Merdeka,2022). Sebaliknya, pada saat hasil
panen berkurang, maka harga cabai melonjak sangat tinggi. Masyarakat yang mengkonsumsi
cabai merasa sangat berat untuk membeli cabai. Melonjaknya harga cabai karena faktor iklim
sehingga pasokan cabai berkurang. (Detik,2022)

Tanaman cabai adalah jenis tanaman yang tidak tahan lama. Dalam hitungan hari akan rusak
(perisable). Pilihan petani adalah secepatnya untuk menjual. Jika tidak, maka harga cabai
akan cepat merosot dikarenakan kondisi fisiknya memburuk. Atau melakukan upaya untuk
menjadikan cabai lebih awet, memperpanjang masa simpan, dan meningkatkan nilai jualnya
dengan mengolah cabai menjadi cabai kering, bubuk atau tepung cabai, saos cabai, dan
lainnya. (Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian,2009)

Melalui pasokan cabai yang stabil dari waktu-waktu dan tidak ditentukan oleh kondisi cuaca
yang bisa mengakibatkan gagal panen, maka harga cabai di pasaran akan tetap stabil.

Dengan kondisi cabai tersimpan awet, maka cabai bisa diolah dalam bentuk produk yang
lebih awet, mudah dikonsumsi, tidak mengurangi citarasa bau dan pedas, dan mudah
didistribusikan serta memiliki nilai tambah lebih besar.

2. Kebutuhan Cabai Di Indonesia

Cabai merah besar adalah salah satu komoditas sayuran yang paling banyak dikonsumsi
masyarakat Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
September 2021, masyarakat Indonesia rata-rata mengonsumsi cabai merah sebanyak 0,15
kilogram (kg)/kapita/bulan.
Tingginya tingkat konsumsi ini tidak terlepas dari budaya kuliner Indonesia yang banyak
menggunakan cabai merah sebagai bumbu dasar atau penyedap rasa makanan.

Jika dihitung menggunakan proyeksi jumlah penduduk tengah tahun (2020-2023), konsumsi
cabai merah masyarakat Indonesia secara kumulatif mencapai 490,83 ribu ton pada 2021.
Jumlah ini meningkat 9,94% dari konsumsi tahun 2020. (Kusnandar,2021).

Produksi cabai tersebut menunjukkan trend kenaikan sepanjang 5 tahun terakhir.


Termasuk,konsumsi cabai merah besar meningkat 9,94% menjadi 490,83 ribu ton pada 2021.
(Kusnandar,2022).

3.Potensi Dan Peluang Cabai Bubuk

Konsumsi cabai bubuk di Indonesia dari tahun ke tahu meningkat,dan hampir seluruhnya
berasal dari impor.Konsumsi cabai bubuk ini berasal dari industri mie instan, hotel, katering,
pedagang kaki lima, restoran dan UMKM. Di tahun 2017, impor cabai bubuk sebesar US$
56,3 juta. ( Ditjen Hortikultura, 2017). Impor cabai bubuk ini tentu menguras devisa.

Ironisnya, di dalam negeri sendiri sudah banyak pelaku usaha UMKM yang mampu
menghasilkan cabai bubuk dan sudah melakukan pemasaran baik secara online ataupun
pemasaran langsung ke toko dan supermarket. Mesin pengering dan penepung cabai mudah
ditemukan di internet dan dijual dengan harga terjangkau.

Potensi besar produksi cabai bubuk di Indonesia didukung oleh fakta:

1. Bahan baku cabai bubuk, yaitu cabai segar berupa cabai besar dan cabai rawit, sudah
tersedia dari kelebihan produksi cabai setiap tahun. Kelebihan produksi cabai ini tidak
dikonsumsi oleh rumah tangga ataupun non rumah tangga. Contohnya, pada 2017
terjadi surplus cabai sebanyak 174.322 ton yang bisa menghasilkan cabai bubuk
99.364 ton. ( Ditjen Hortikultura, 2017).
2. Kebutuhan cabai bubuk skala industri sepenuhnya impor yang berasal dari India dan
China. Kebutuhan di tahun 2017 sebanyak 43.844 ton cabai bubuk. Jumlah yang bisa
dipenuhi oleh surplus panen cabai.
3. Cabai bubuk sudah dikenal masyarakat sebagai pelengkap bumbu masakan dan
penyajian makanan, yang dijual dengan harga terjangkau, mudah didapat dan awet.
4. Cabai bubuk dapat diproduksi dengan tingkat kepedasan berbeda-beda sehingga bisa
menjangkau semua segmen konsumen.
5. Jumlah produksi cabai yang tidak menentu berpengaruh pada ketidakpastian harga
cabai. Kondisi ini membuat petani cabai tidak memiliki pilihan harga atas hasil panen.
6. Belum ada hilirisasi produksi cabai.
7. Dari hasil penelitian, 1 kg cabai dapat menghasilkan 0,579 kg cabai bubuk atau setiap
1 ton cabai menghasilkan 579 bubuk cabai. (Iffan Maflahah,2010)

4. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)

Dari fakta potensi dan peluang cabai bubuk di atas, bagaimana program Corporate Social
Responsibility (CSR) dari perusahaan dapat memainkan peran dalam memberdayakan petani
cabai di Indonesia.

Peran CSR yang dilakukan oleh perusahaan harus mencakup 3 fokus sekaligus yang dikenal
dengan triple bottom line (TBL) yaitu:

1.Profit (kepentingan dari sisi keberlangsungan laba yaitu keutungan ekonomi yang
memungkinkan terus beroperasi dan berkembang),

2.People (sisi keberlangsungan masyarakat seperti pendidikan, penguatan kapasitas ekonomi,


sarana kesehaan) dan

3.Planet (sisi keberlangsungan lingkungan hidup dan kelanjutan terjaga keragaman hayati).
Dalam konsep TBL ini, perusahaan harus lebih mengedepankan kepentingan stakeholder
(semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang dilakukan perusahaan)
daripada kepentingan shareholder (pemegang saham). (Felicia,2014)

TBL pertama kali diperkenalkan oleh Elkington pada tahun 1994. Dalam bukunya yang
berjudul Cannibals with Forks, Elkington menjelaskan TBL sebagai economic prosperity,
environmental quality, dan social justice. (Elkington. 1998).

5. Bentuk Corporate Social Responsibility (CSR)


Berdasarkan fakta karakteristik cabai yang mudah membusuk, potensi ekonomi cabai dalam
bentuk produk bubuk cabai dan triple bottom line (TBL), maka program CRS yang diusulkan
adalah:

1. Membuat tempat atau gudang penyimpanan cabai yang diberikan kepada komunitas
petani cabai. Gudang ini dibangun dengan teknologi yang mampu mempertahankan
kesegaran cabai, mencegah penuaan dan pemasakan serta menunda pelunakan cabai.
Beberapa jenis teknologi yang sudah terbukti adalah ozonisasi dan Modified
Atmosphere Storage (MAS). (Gesha.2021)
2. Mesin pengolah cabai bubuk. Mesin pengolah bubuk cabai dapat dalam bentuk yang
sederhana seperti yang dijual di website (Kiosmesin.2020).untuk skala rumah tangga,
ataupun dalam bentuk mesin dengan skala lebih besar.

6. Penutup

CSR dalam bentuk tempat atau gudang penyimpanan hasil panen cabai sehingga lebih awet
menjadi langkah awal bagi petani cabai untuk mengolah cabai menjadi produk lain yang
bernilai tambah.

Produk cabai bubuk dipilih dikarenakan pertimbangan kesediaan bahan baku akibat surplus
produksi, pasar yang terbuka, proses pembuatan yang mudah dan tingkat keuntungan yang
tinggi dibandingkan biaya produksi.

Setelah kedua hal ini dilakukan, inovasi pengolahan cabai bisa dilakukan pada diversifikasi
produk seperti membuat saos cabai atau abon cabai dan meningkatkan standar kualitas
produk sehingga produksi yang dihasilkan memenuhi standar industri nasional dan global.

Inovasi bisa juga dilakukan dengan mengarahkan pertanian cabai yang dikelola oleh
komunitas petani cabai menjadi pertanian sirkular sehingga mulai dari proses penanaman
cabai hingga limba yang dihasilkan dari proses pembuatan cabai bubuk dan variannya,
menjadi siklus yang berkelanjutan.
Daftar Pustaka

Jurnal dan Buku

Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.(2009). Standar Prosedur Operasional


(SPO) Pengolahan Cabe. Diakses di: https://distan.jogjaprov.go.id/wp-
content/download/teknologi/spo_cabe2010.pdf

Elkington, J,. (1998). Cannibals with forks: The Triple Bottom Line of 21st Century
Businesses, Gabriola Island, BC Canada: New Society Publishers. Diakses di:
https://www.sdg.services/uploads/9/9/2/1/9921626/cannibalswithforks.pdf

Felisia, A.L. (2014). Triple Bottom Line dan Sustainability. Diakses


di:https://media.neliti.com/media/publications/27607-ID-triple-bottom-line-dan-
sustainability.pdf

Iffan Maflahah, 2010, Studi Kelayakan Industri Cabai Bubuk di Kabupaten Cianjur

Sahat M. Pasaribu. Ditjen Hortikultura, Kebijakan Pengembangan Aneka Cabai

Media Massa

Detik.(2022).https://www.detik.com/jateng/bisnis/d-6138914/harga-cabai-terus-melonjak-
sejak-lebaran-wamendag-segera-turun

Gesha.(2021).Ragam Teknologi Penyimpanan Cabai, Tahan Lama Hindarkan Harga Anjlok.


Diakses di: https://tabloidsinartani.com/detail/indeks/tekno-lingkungan/15991-Ragam-
Teknologi-Penyimpanan-Cabai-Tahan-Lama-Hindarkan-Harga-Anjlok
Kiosmesin.(2020).Mesin Pembuat Cabe Bubuk. Diakses
di:https://www.kiosmesin.com/2020/01/mesin-pembuat-cabe-bubuk.html

Kusnandar,V.B.(2021). Konsumsi Cabai Merah Meningkat 9,94% pada 2021.Diakses


di:https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/10/26/konsumsi-cabai-merah-meningkat-
994-pada-2021

Kusnandar,V.B.(2022).Produksi Cabai Merah Meningkat 96 Ribu Ton pada 2021.Diakses di:


https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/10/26/produksi-cabai-merah-meningkat-96-
ribu-ton-pada-2021

Merdeka.(2022). Harga cabai melorot pemerintah prihatin nasib petani jelang lebaran.
Diakses di: https://www.merdeka.com/peristiwa/harga-cabai-melorot-pemerintah-prihatin-
nasib-petani-jelang-lebaran.html.

Anda mungkin juga menyukai